Warning 21+ Sedikit Gore.
Happy Reading-----
“Don Gavriel.”
Sederet made guy berjas hitam rapi menyambut sang Don mereka di kanan kiri pintu utama markas besar Prospero di Platteville. Tatapan Gavriel dingin dan lurus. Cukup melihat tatapan itu, siapa pun tahu, don mereka berada dalam sisi tergelap pria itu.
Dexter tak memedulikan betapa megahnya markas dan betapa banyaknya anak buah yang menyambut kekasih anaknya. Yang ia cukup tahu, segelintir dari orang-orang ini telah gagal menjaga anaknya dari bahaya.
“Aku yakin hanya dirimu satu-satunya yang telah berani menghajar seorang Don,” bisik Jake terkekeh.
“Di mataku ia hanya lelaki yang sialnya dicintai anakku,” lirik Dexter menahan kesal.
“Mereka saling mencintai, Dex.”
“Dan dia memberikan bahaya nyata.”
“Dan kau s
Happy Reading-----“Aku butuh melihat semua bukti yang sudah kalian kumpulkan dan progres identifikasi penyadap itu,” kata Jake ketika mereka keluar dari ruang khusus santperdo.Paco mati sebelum pisau mencapai dada dengan satu bola mata yang masih tergantung oleh saraf optik di pipi.Daniel menoleh pada Gavriel untuk meminta persetujuan yang segera dibalas dengan anggukan tegas oleh sang Don.“Sebelah sini, Sir.” Daniel merentangkan satu tangannya pada lorong di persimpangan.“Panggil aku, Jake. Kita sudah berkeluarga.” Jake menepuk pundak Daniel.“Maaf, sudah terbiasa.” Daniel terkekeh canggung.Jake dan Daniel pun meninggalkan Gavriel dan Dexter. Sang Don melangkah bersama Dexter ke lorong lain yang masih dijaga ketat oleh made guy bersenjata yang berjajar tiap tiga meter.“Dia milikmu, tetapi aku perlu m
Happy Reading-----Dexter melirik melihat Gavriel yang baru saja turun dari tangga dengan penampilan yang lebih segar. Begitu pula dengan pakaian yang sudah berganti lebih kasual, meski tetap serba gelap. Mantel hitam merangkap sebuah pakaian turtleneck hitam dan juga celana jins hitam.Gavriel menghampiri Jake dan Dexter yang sedang duduk di taman samping. Dari segala ruang rahasia, ruang rapat, dan ruang pelatihan made guy, masih tersisa taman indah di markas besar Prospero ini.“Aku akan menjemput Vierra terlebih dahulu dan kembali ke rumah sakit.”“Kau tak istirahat terlebih dahulu?” tanya Jake yang baru saja menyesap espresso-nya. Ia duduk berseberangan dengan Dexter yang sedang merokok.Jam memang sudah menunjukkan pukul 6.40 pagi saat ini. Waktu bergulir cepat di tengah hal keji yang mereka lakukan sejak dini hari tadi.Bantuan penyelidikan yang Jake lakukan terharap pen
Happy Reading-----“Apa yang kau katakan, Cara mia?” erang Gavriel terluka. Ia membingkai sisi wajah Liora dan mengamati garis wajah sang kekasih dengan perlahan. “Kau selalu cantik di mataku, apa pun kondisimu.” Ia menyatukan keningnya dengan Liora.“Jangan pernah katakan hal itu lagi, kau mengerti? Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu,” bisik Gavriel yang justru membuat air mata Liora kian luruh.Gavriel tersenyum terenyuh. Ia menghapus buliran menyakitkan itu. Mata keduanya kemudian terpejam seiring bibir mereka yang saling mengisi.Jantung Gavriel rasanya terhunjam mendengar perkataan Liora. Ia tak pernah menemukan kekasihnya kehilangan kepercayaan diri seperti ini.Mungkin ia memang egois karena hal ini tak membuatnya berhenti untuk tetap ingin bersama Liora. Baginya, jika ia benar-benar mencintai Liora, maka pergi bukan sebuah jawaban, tetapi yang harus ia lakukan adalah menja
Happy Reading-----“Lanjutkan istirahat kalian,” kata wanita itu yang langsung berbalik badan.“T-tunggu,” cegah Liora, tetapi sepertinya tak sampai terdengar karena wanita itu langsung menghilang di balik tembok.“Sudah kubilang ini bukan saat yang tepat untuk menjenguk,” bisik wanita tersebut pada seseorang.“Kalau bukan sekarang, lalu kapan? Jadwal kita padat, kau tahu?”Meski berbisik, keadaan kamar yang terlampau sunyi membuat suara mereka sangat mudah terdengar. Bibir Liora langsung menyunggingkan senyum kala mendengar balasan dari suara yang sudah sangat ia hafal tersebut.“Ada Gavriel di sini!” bisik wanita itu setengah kesal.“Masa bodoh! Biar saja dia tahu!”“Gray! Gray! Ya Tuhan, bocah ini!”Grayden menarik tangan Gwen untuk masuk dalam genggamannya dan kemudian keduanya muncul di hadapan Liora yang sudah
Happy Reading-----“Tidak apa-apa.” Gavriel tersenyum sementara batinnya merutuk karena wajah penuh emosinya sempat terbaca oleh Liora.Ia segera mengantongi ponselnya kembali dan berjalan mendekat. Namun, Liora sama sekali tak puas dengan jawaban itu, sehingga ketika Grayden dan Gwen meninggalkan kamar, Liora segera mencecarnya tanpa suara, hanya dari tatapan.Gavriel mendesah, tetapi ia kemudian mengenggam tangan Liora. “Siang ini kita ke rumah sakit keluargaku.”“Lalu kau akan ke mana?”“Bukankah aku bilang kita? Itu berarti aku juga akan ikut menemanimu.”“Lalu besok?” desak Liora.“Besok aku harus menyelesaikan sebuah masalah. Aku janji hanya sehari.”“Apakah ini berkaitan dengan yang terjadi padaku?”Gavriel bergeming.“Jangan perlakukan aku seperti gadis polos. Aku harus tahu apa yang sedang terj
Happy Reading-----“Don Armando, Reed Gennaro.” Gavriel tersenyum.Ia berjalan meninggalkan helipad seraya merentangkan tangan, seolah ingin memeluk mereka. Marco dan Daniel melangkah dengan sorot tajam di belakang tepat di kanan kiri Gavriel. “Terima kasih banyak telah bermurah hati membiarkan helikopterku untuk menumpang mendarat di yacht kalian.”“Mungkin maksud Anda, yacht baru Anda, Don Gavriel,” kata Daniel dengan seringai.“Oh!” Gavriel terkejut dramatis dibuat-buat. “Aku hampir lupa bahwa kau juga dengan suka rela memberikan yacht dan seluruh aset Gennaro pada Prospero.”Armando, pria setengah baya berperut tambun itu menatap Gavriel dengan rahang mengeras penuh kebencian. “Kau merampasnya dari kami, cucu bajingan Rogelio!”BUGH!Kepala Armando terpalingkan d
Happy Reading-----Suara pintu yang terbuka segera menyentak Beatrice. Gadis itu mendongak dengan tatapan waspada. Ia semakin memeluk selimut yang mengelilingi tubuhnya sejak tadi. Ia tanpa sadar mendorong dirinya untuk mundur menuju kepala ranjang.Siapa yang datang? Apakah ia akan diperkosa sebelum dibunuh? Ia mendengar teriakan mengerikan sedari tadi. Ia yakin itu adalah Armando atau pun Reed. Meski dalam hatinya ia puas mendengarkan teriakan kesakitan itu, tetapi ia tahu, nasibnya pun mungkin tak akan jauh berbeda dengan mereka.Ia masih sangat ingat ketika seluruh lesakan peluru membombardir villa pinggir pantai tadi. Ia pikir pasukan FBI yang dipimpin ayahnya menolongnya, tetapi ia segera sadar bahwa itu tak mungkin terjadi. Ayahnya tak tahu bagaimana nasibnya kini.Air mata Beatrice luruh. Setiap hari ia menyesali hari di mana ia berkenalan dengan Reed. Pria dewasa yang terlihat begitu karismatik dan menawan, membuat gadis se
Happy Reading-----Gavriel terus memperhatikan Beatrice yang betah menunduk. Keduanya sedang berada di Roll Royce milik Gavriel yang melaju.“Apa aku begitu menyeramkan untukmu?”Beatrice langsung tersentak dan bertemu pandangan dengan Gavriel. Ia menggeleng pelan dengan ragu. Meski pria tampan di depannya ini bersuara begitu tenang, tetapi tetap saja membuat Beatrice waspada, terlebih mengingat pria itu adalah Gavriel Arvezio—bos mafia yang lebih kuat dibanding Reed.Beatrice melempar pandangan ke jendela mobil. Pikirannya berkecamuk. Apa yang bisa ia lakukan jika ia hanya dilempar ke satu mafia ke mafia yang lain? Bagaimana jika pria tampan di depannya ini lebih mengerikan dibanding Reed?“Kau tak harus percaya padamu. Aku mengerti. Jika kau langsung percaya padaku itu berarti kau bodoh.”Gavriel merogoh saku jasnya, lalu mengeluarkan ponsel Beatrice yang sedikit retak karena terjatuh sa