MVG kembaliiii. Ada yang kangen?
Happy Reading-----
Sudah dua minggu ini Liora tak berkomunikasi dengan Gavriel. Pria itu seolah hilang begitu saja.
Liora mencoba menghubungi beberapa kali untuk sekadar menanyakan kabar. Tak ada yang bisa menghalau kerinduan yang menyiksanya, terlebih ini terjadi setelah mereka berbaikan. Namun, Gavriel hanya sekadar membaca pesan darinya tanpa memberi balasan.
Ia tak tahu jenis hubungan apa yang ia jalani saat ini dengan Gavriel. Ia hanya berharap hubungan mereka belum berakhir.
Gavriel butuh waktu sendiri, setidaknya itu yang Liora tanamkan berkali-kali di otaknya setiap kali ia harus mendapati pagi harinya pahit karena tak ada tanda Gavriel mencoba menghubunginya.
“Ma’am, Mr. Weston telah tiba,” kata Lizzi yang baru saja membuka pintu ruang kerja sang CEO-nya.
Liora yang sejak tadi berkutat dengan lembar-lembar dokumen yang
Happy Reading-----“Kau sudah lama?” tanya Gavriel dengan senyum lebar melihat kedatangan Pierro.Ia kian berjalan mendekat sembari menyugar rambutnya yang basah. Tubuhnya terasa begitu segar berkat olahraga surfing yang ia lakukan sedari tadi.Ia masih berada di mansion kakeknya di Sheboygan yang tepat menghadap danau Michigan. Salah satu danau terbesar di Amerika Utara yang jarang orang sangka dapat dijadikan olahraga surfing. Kebanyakan orang tak tahu, mengingat ini bukanlah laut, tetapi danau. Mereka tak akan menemukan ombak setinggi 40 kaki, tetapi tempat ini juga bukan untuk peselancar pemula dan anak-anak.Ombak di sini bisa sangat brutal dan tak terduga seperti saat ini karena mengingat letak Sheboygan menjorok ke arah danau, sehingga lokasi ini mendapat angin dari segala arah. Terlebih bulan-bulan mendekati musim dingin seperti sekarang.Meski ia benar-benar menikmati surfing-ny
Happy Reading-----“Don Gavriel,” sambut Daniel dan Marco penuh hormat saat Gavriel turun dari helikopter.Gavriel hanya mengangguk sekilas sembari mengancingkan jas biru tuanya. Sudah tak ada lagi sosok Gavriel yang bertelanjang dada dengan tubuh basah dan papan surfing di tangannya. Pria itu telah kembali menjadi sosok Don Prospero dengan setelan jas tiga potong berwarna gelap yang khas dan sebuah pistol yang selalu tersedia di belakang pinggangnya.Pierro dan dua made guy lain menyusul turun dari helikopter. Mereka telah tiba di mansion Gavriel di Madison kala langit siang sudah berangsur tergantikan sore.“Semua telah dihubungi. Rapat siap dilaksanakan dua jam lagi,” lapor Marco.“Fredo telah di sini,” tambah Daniel.Daniel menahan dirinya sekuat mungkin untuk bersikap profesional dan tak meluapkan kekesalannya pada Gavriel karena tindakan yang
Happy Reading-----BRAAK!Gavriel menggebrak meja kerjanya, sedang mata biru pria itu menatap menyalang pada seorang made guy yang mengepalai penjagaan terhadap Liora selama ini.“Bagaimana bisa kau tidak melaporkan hal seperti ini padaku?!” sentak Gavriel murka.“Anda terlihat ingin sendiri beberapa waktu ini, jadi saya memutuskan untuk mencari tahu tentang pria itu sebelum melaporkannya pada Anda nantinya,” jawab made guy itu seraya menunduk, tidak berani menatap kemarahan sang Don yang biasanya terkenal begitu tenang.“Aku yang memutuskan apa yang harus kau lakukan!”“Maafkan saya, Don Gavriel.” Pria itu mengepalkan tangannya di sisi paha dengan gemetaran, telapaknya sudah basah oleh keringat.“Dan apa yang sudah kau dapatkan dari perilaku sok idemu itu?!”“Kami belum mendapatkannya,
Happy Reading-----“Cara mia, bertahanlah. Bertahanlah, Sayangku.” Gavriel terus menggenggam tangan Liora erat-erat di tengah mobil ambulans yang melaju kencang menuju rumah sakit. Ia berulang kali mengecupi punggung tangan Liora yang pucat.“G-ga-gav,” panggil Liora terus berbata oleh rasa kematian yang terus menerus menghunjam di dadanya yang luar biasa sesak. Seperti inikah rasanya saat nyawa hendak tercabut?Buliran air mata terus menetes di ujung matanya. Bukan hanya karena sakit luar biasa yang menghantamnya, tetapi juga harus melihat Gavriel bersedih karena keadaannya. Andai bisa, ia tak ingin membiarkan pria itu melihat kondisinya saat ini.Gavriel prianya yang tangguh, prianya yang berani, sang pemimpin yang ditakuti, tetapi kini terlihat begitu hancur dengan air mata yang menyelimuti mata biru indah itu.“Aku mencintaimu, Liora. Kumohon bertahan. Bertahanlah, Cara mia
Happy Reading-----Gavriel membelai lembut pipi Liora, sedang tangannya yang lain menggenggam jemari sang kekasih tersebut. Mata Liora masih tertutup sedari tadi, belum tersadar dari efek anestesi.“Maafkan aku, Cara mia.” Gavriel mencium punggung tangan Liora dan membawa tangan itu ke pipinya.“Aku harusnya lebih bisa menjagamu.” Mata Gavriel kembali berlapis kaca.Kondisi Liora terus menghunjam jantungnya. Ia tak tahu sudah sebanyak apa air matanya menetes sejak tadi. Seumur hidup, ia tak pernah menangis seperti ini. Pantang baginya menangis sejak umurnya sepuluh tahun. Bahkan ketika pelatihan keras yang ia tempa dari sang ayah dan kakek. Sidney—ibu tirinya yang selalu menangis untuknya setiap kali melihat ia pulang dari gempuran pelatihan keras untuk menjadi Don Prospero.Gavriel merasa hatinya sudah mati untuk merasakan empati pada orang lain selain keluarganya, tetapi kini?
Happy Reading----- Jake, Zerenity, dan Starley datang berselang setengah jam kemudian. Disusul Geoffrey dan Everley—paman dan bibi Liora dari garis keluarga Dexter. Gavriel tak berekspektasi bahwa keluarga besar Liora dapat setanggap ini untuk tetap datang dari negara bagian tengah malam seperti ini. Meski demikian, Gavriel sangat senang kekasihnya dikelilingi orang tercinta seperti ini. Namun, di tengah ramainya ruangan itu, Liora tak sedikit pun melepas genggaman tangannya pada Gavriel meski mata dan fokusnya pada keluarga. Hal itu membuat Gavriel tak bisa untuk melepas senyum. Ia berkali-kali mencium tangan Liora karena itu. Sampai akhirnya semua orang menengok pada kedatangan Daniel. “Maaf menganggu waktu kalian.” “Sebentar,” bisik Gavriel seraya mencium sekilas bibir Liora sebagai bujukan. Ia ngusap punggung tangan kekasihnya sekali lagi, sebelum berjalan menemui Daniel. Sementara Liora memperhatikan kepergian Gavriel
Warning 21+ Sedikit Gore. Happy Reading-----“Don Gavriel.”Sederet made guy berjas hitam rapi menyambut sang Don mereka di kanan kiri pintu utama markas besar Prospero di Platteville. Tatapan Gavriel dingin dan lurus. Cukup melihat tatapan itu, siapa pun tahu, don mereka berada dalam sisi tergelap pria itu.Dexter tak memedulikan betapa megahnya markas dan betapa banyaknya anak buah yang menyambut kekasih anaknya. Yang ia cukup tahu, segelintir dari orang-orang ini telah gagal menjaga anaknya dari bahaya.“Aku yakin hanya dirimu satu-satunya yang telah berani menghajar seorang Don,” bisik Jake terkekeh.“Di mataku ia hanya lelaki yang sialnya dicintai anakku,” lirik Dexter menahan kesal. “Mereka saling mencintai, Dex.”“Dan dia memberikan bahaya nyata.”“Dan kau s
Happy Reading-----“Aku butuh melihat semua bukti yang sudah kalian kumpulkan dan progres identifikasi penyadap itu,” kata Jake ketika mereka keluar dari ruang khusus santperdo.Paco mati sebelum pisau mencapai dada dengan satu bola mata yang masih tergantung oleh saraf optik di pipi.Daniel menoleh pada Gavriel untuk meminta persetujuan yang segera dibalas dengan anggukan tegas oleh sang Don.“Sebelah sini, Sir.” Daniel merentangkan satu tangannya pada lorong di persimpangan.“Panggil aku, Jake. Kita sudah berkeluarga.” Jake menepuk pundak Daniel.“Maaf, sudah terbiasa.” Daniel terkekeh canggung.Jake dan Daniel pun meninggalkan Gavriel dan Dexter. Sang Don melangkah bersama Dexter ke lorong lain yang masih dijaga ketat oleh made guy bersenjata yang berjajar tiap tiga meter.“Dia milikmu, tetapi aku perlu m