"Kim," panggil seseorang saat ia hendak berjalan menuju ruang kelasnya.
Mendengar namanya dipanggil, Kim membalikkan badannya ke arah sumber suara. Ia langsung memasang wajah malas saat mengetahui yang memanggilnya adalah Dion.
"Ck, Dion," dengusnya.
"Kim, sorry, aku nggak bermaksud gangguin kehidupan kamu lagi. Tapi kali ini aku mau minta tolong sama kamu," ujar Dion
"Minta tolong apa?"
"Karna kejadian waktu itu, papaku dipecat dari pekerjaannya.
Dan karna berurusan dengan Pak Alvian, sampe saat ini beliau nggak diterima di manapun melamar pekerjaan," jelas Dion
"Urusannya sama aku?"
"Aku mohon, tolong bilangin sama Pak Alvian buat maafin semua kesalahanku dan keluargaku.
Karna kalau beliau belum memaafkan, papaku nggak akan mendapatkan pekerjaan sampai kapan pun.''
Ribet ya, kalau sudah bermasalah dengan Alvin, pikirnya.
"Ntar, aku pikirin lagi,
Saat terbangun, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Ia mengarahkan pandangan ke sebelahnya, sosok laki-laki yang masih berada di alam tidurnya. Dialah, suaminya.Kim berniat beranjak dari tempat tidur untuk segera mandi, tapi Alvin langsung menariknya untuk kembali tidur."Kamu mau kemana sih, hmm?" tanya Alvin memeluknya posesif dengan suara serak khas bangun tidur."Mau mandilah, Kak," jawabnya."Ntar ajalah," balasnya."Ini udah jam 7 malam loh, Kak."Alvin melirik Kim dengan lirikan yang aneh. "Kita ulang lagi, ya?" rengeknya.Mendengar rengekannya yang sangat-sangat manis, ia serasa mau meleleh kayak es krim."Nggak. Aku capek," tolak Kim.Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara ponsel yang berdering pertanda ada pesan masuk. Alvin memandang Kim dengan garang, tapi Kim nya malah tersenyum gaje."Itu bukan ponsel aku loh, Kim.""Maaf, itu pon
Akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari kamar mandi cuma pake handuk yang menutup tubuhnya dari dada hingga atas lutut. Bisa dipastikan, mata laki-laki manapun akan berhenti berkedip kalau melihat seorang cewek cuma pake handuk doang, termasuk Alvin."Hallo, selamat malam.""Selamat malam, maaf, ini dengan siapa, ya?""Saya istrinya Pak Alvin, beliau lagi keluar," jelas Kim."Oh, maaf Nyonya Alvian. Begini, saya dari pihak PT kencana, cuma mau memberi kabar pada Pak Alvian, kalau kami memutuskan untuk memperpanjang kontrak kerja dengan pihak beliau," terangnya."Oo, begitu, baiklah Pak, nanti saya akan beritahu sama Pak Al-vian," balas Kim tersendat. Karena ia biasa memanggilnya Alvin, bukan Alvian."Terima kasih banyak Nyonya Alvian," ucapnya."Sama-sama, Pak."
"Akhirnya lo datang juga Pak bos. Gue udah hubungin lo dari tadi siang tau nggak," oceh Restu saat Alvin baru sampai dihadapannya.Ia memutar bola matanya malas. "Biarin gue duduk dulu, Restu.""Oke, silahkan," ujar Restu sok formal."Terimakasih," balas Alvin."Jadi?" Ternyata dia masih menunggu jawabannya Alvin."Ponsel dari tadi siang gue non-aktifin," ungkap Alvin"Kenapa?""Lagi sibuk.""Lagi jalan sama Kimmy?" tebak Restu.Alvin mengangguk. "Dia nggak mau ada yang mengganggu," tambahnya sambil dengan seenaknya meneguk minuman milik Restu yang baru saja dibawakan pelayan cafe."Itu minuman gue, Pak," dengusnya."Belum diminum, kan? Makanya gue berani dan mau minum. Kalau bekas lo mah gue ogah, udah nggak steril lagi," jelasnya.Restu mendengus kesal kalau Alvin sudah membahas sebuah kesterilisasian. Tapi apalah daya, itu hanya bisa ia lakukan dalam hati."Kenapa? Lo kesel? Pesen aja
Pagi ini ia bangun seperti biasa.Setelah selesai mandi kemudian turun kebawah menuju dapur. Saat sampai ternyata Bibik sudah berada di sana."Non, Den Alvin semalam pulang dalam keadaan mabuk ya?""Iya, Bik," jawabnya."Sabar ya, Non. Bibik tahu, Non pasti kesal, marah kalau Den Alvin sudah berhubungan lagi sama yang namanya minuman itu. Tapi Bibik yakin, itu semua ajakannya Den Restu," terang Bibik sedikit tertawa."Kenapa ucapan Bibik sama seperti Kak Andi, kalian berdua punya pendapat yang sama.""Non, Den Alvin itu mengenal minuman sejak SMP. Ya itu, awalnya adalah ajakannya Den Restu," ungkap Bibik. "Maklum saja, hidup di tengah-tengah keluarga yang sibuk, dan seolah mengacuhkannya, membuatnya jadi remaja yang bebas di luaran sana. Tapi tidak membuatnya melakukan kesalahan yang fatal, kok. Di luar dia liar, di rumah dia kembali pada sikap aslinya, dingin," terang Bibik."Tapi aku kesel kalau dia mabuk-mabukan, Bik," komentar Kim
Ternyata orang yang memeluk dan orang yang ia tampar dengan tamparan penuh kekesalan barusan adalah suaminya sendiri, Alvin."Kok malah ..." Kaget Kim sambil menunjuk ke arah Alvin yang masih memegangi pipinya bekas tamparan."Vin, itu pasti sangat-sangat menyakitkan. Gue paham gimana rasanya." Ini Ryan yang bicara, seolah sedang meledek Alvin."Kimmy, itu yang lo tampar Pak Alvin," bisik Jeje"Waduhh, bakalan ngamuk nih," tambah HaniKim mendekat pada Alvin dengan rasa bersalah yang teramat."Aduh, maaf banget Kak. Soalnya Kakak tiba-tiba aja main peluk, kan aku reflek," jelasnya."Nggak apa-apa," balas Alvin masih dengan sikap tenangnya itu.Tapi tetap saja Kim merasa bersalah banget."Ini beneran lo Kak, aku ...""Kim, kan udah di bilang nggak apa-apa. Lagipula, aku seneng dengan sikap mu itu.""Seneng?" ditampar kok seneng"Iyalah, coba tadi cowok lain yang lakuin itu ke
Alvin memasuki ruang pertemuan, begitupun dengan Kim yang mengikuti langkahnya. Kim sempat menghentikan langkahnya saat di pintu masuk, tapi Alvin seolah memintanya untuk ikut masuk. "Silahkan duduk Pak Alvian," ujar Pak Tono mempersilahkan. "Terima kasih," balas Alvin langsung duduk di kursi yang sudah disediakan "Dan Kimberly, kenapa Anda di sini?" tanya Bu Puji pada Kim yang berdiri di belakang kursi Alvin. Ah, ia merasa seperti seorang bodyguard saja kalau posisinya seperti ini. Tega sekali Alvin tak mempersilahkan istrinya untuk duduk. "Begini Bu, dia tadi dengan sengaja menampar Pak Alvian," jawab Pak Tono yang saat itu posisinya duduk di kursi di sebelah kiri Alvin. "Ya ampun, Pak, jangan nambah masalah buat saya deh, pake bilang sengaja nampar. Kenyataannya kan saya nggak sengaja. Bapak pingin banget ya saya dihukum?" Kalau saja Alvin adalah pemilik ini kampus, orang pertama yang bakalan ia minta untuk dipecat ada
Saat Kim sedang diperiksa oleh dokter, Hani masih mondar mandir di depan ruang UGD. Apalagi yang ia lakukan kalau bukan menelepon Alvin.Beberapa kali kembali mencoba menelepon Alvin, tetap saja hasilnya nihil. Geramnya seakan hendak melemparkan ponselnya ke dinding. Tapi niat itu ia urungkan tatkala mengingat duit yang akan ia keluarkan untuk membeli hp baru."Ya ampun, ini dunia kejam sekali. Hubungi Pak Alvin, nggak diangkat. Hubungi Jeje juga begitu. Ya jelaslah, orang dianya sibuk pacaran. Emangnya gue, jones," gumamnya kembali mengingat statusnya.Hingga seorang dokter keluar dari ruang pemeriksaan, membuat Hani langsung beranjak dari kursi dan menghampirinya."Kamu keluarga pasien?" tanya seorang dokter muda pada Hani."Iya dok, saya temennya. Dia kenapa ya dok, tiba-tiba pingsan gitu aja? Apa dia punya penyakit yang parah? Jantung, kanker, tumor atau ... Omaigat! Jangan bilang kalau dia cuma punya waktu beberapa bulan lagi buat hidup. Nggak
Kim sampai di rumah dalam cuaca yang sedang hujan lebat. Ini saja dari turun taksi di depan gerbang hingga nyampe dalam rumah, ia sudah basah kuyup."Ya ampun, Non jadi basah kuyup gini. Kenapa nggak telepon Bibik buat jemput ke depan sih, Non," ujar Bibik sambil membantunya mengeringkan badannya dengan handuk."Nggak apa-apa, Bik," balasnya."Untung Non cepetan pulang.""Kenapa memangnya, Bik. Dan Kak Alvin mana?""Itu Non, lagi di teras samping, hujan-hujanan. Bibik udah bilangin dari tadi, takutnya bisa demam. Biasanya kan gitu. Tapi nggak di dengerin," terang Bibik.Kim memberikan handuk pada Bibik dan langsung menuju ke teras samping. Benar saja, saat sampai ia melihat Alvin sedang duduk di tepi kolam berenang masih dengan stelan kemeja kantornya yang sudah basah kuyup."Astaga, apa yang dia lakuin di bawah hujan begitu," gumam Kim mengambil payung dan menghampirinya.."Kak ...." panggil Kim sambil memayunginya