"Gimana keadaan kamu, Kim?" tanya William pada putri semata wayangnya itu.
"Baik-baik aja kok, Pa," jawabnya
"Nggak mual-mual atau sejenisnya gitu?" Giliran Jessica yang bertanya.
"Hmm ... Sebelum ketahuan hamil sih, mual-mual. Tapi habis itu nggak lagi. Eh, anehnya, akhir-akhir ini malah Kak Alvin yang mual-mual nggak jelas. Nggak mau makan inilah, itulah," jelasnya.
"Duh, kasihan menantu kita, Pa. Pantes aja Mama lihat dia agak kurusan."
Tuh kan, denger sendiri kan betapa lebaynya mamanya kalau sudah membahas Alvin. Seperti biasa, dirinya akan tereleminasi.
"Mama sama Papa nginep di sini, kan?" tanya Alvin yang balik usai menelepon dan duduk di sebelah Kim.
"Kapan-kapan kami nginep di sini ya, Vin," jawab Jessica.
"Sebenarnya kami kesini mau ngeliat keadaan kalian dan juga sekalian mau kasih tahu kalau kami besok akan berangkat ke Paris," jelas William.
"Wahh ... Ikut dong," histeris Kim langsung membayangkan lib
Di saat ia danAlvin masih berada di alam mimpi, tiba-tiba ponsel yang berada di nakas, berdering. Benar-benar nggak sopan menelepon di saat jam masih menunjukkan pukul 02:00 dinihari.Kim tak berniat untuk menjawab panggilan itu, tapi ia tahu betul dari deringannya kalau itu adalah ponsel miliknya."Kak, angkat telepnnya," suruhnya pada Alvin yang masih dengan mata terpejam.Tanpa berkomentar Alvin pun menyambar ponsel yang berada di meja sampingnya.''Hallo.''"Kim mana, Pak?""Astaga ... Kamu nggak sadar ini jam berapa?" ocehnya."Dari siapa?" tanya Kim bingung melihat ekspresi kesal suaminya itu."Hani," jawab Alvin sambil nyodorin ponsel padanya dan kembali ke posisi tidurnya."Apa, Han?""Kim, lo bisa ke rumah gue, nggak?""Ke rumah lo, sekara
Saat Alvin mandi, Kim menyiapkan stelan kantornya dari atas sampe bawah. Mulai dari kemeja, dasi, jam tangan, celana, kaos kaki dan sepatu. Baiknya Alvin adalah, dia nggak pernah komentar masalah pakaian yang Kim siapkan. Menurutnya, apapun yang istrinya pipihkan, itulah yang terbaik.Beberapa saat kemudian, Alvin keluar dari kamar mandi. Parahnya ia cuma make handuk doang"Kamu kuliah?""iya," jawabnya se-biasa mungkin. Seolah-olah masih sibuk di depan cermin. Padahal otaknya udah bergentayangan kemana-mana."Kalau penampakannya kayak gini, gue nggak sanggup. Apa yang akan terjadi kalau misalkan tu handuk tiba-tiba melorot," gumamnya geleng-geleng gaje di depan cermin, karena melihat penampakan pose suaminya itu di cermin."Kamu kenapa?" tanya Alvin menghampiri yang langsung membuatnya kaget."Eh, nggak kenapa-kenapa," jawabnya.Untungnya saat itu ia sudah mengenakan celana dan kemeja, kalau enggak, euhh ... Lebih baik ia pingsan aja
Beberapa menit jalan kaki, akhirnya sampai juga."Huffft ... Lega," ujarnya bernapas lega saat sudah berada di dalam sebuah taksi bersama Alvin."Capek?""Iyalah.""Kenapa tadi nggak bilang, kan bisa ku gendong," balas Alvin."Yakali Kakak gendong aku di tengah jalan yang hiruk pikuk gitu.""Memangnya kenapa? Apa aku cuman boleh dan diijinkan menggendongmu saat berada di ....""Ssttt .... Jangan dilanjutkan. Mesum," timpal Kim memotong perkataan suaminya itu.Ia merasa sikap Alvin agak berubah. Entah karena apa. Kemarin-kemarin ia memang cerewet, tapi sikap itu hanya ia tunjukkan saat posisinya berdua dengan Kim. Tapi sekarang, cerewetnya tak pandang bulu."Panas banget," gerutunya sambil membuka tuxedo yang tadinya masih ia gunakan dan sedikit melonggarkan ikatan dasi nya.Ya, meskipun berjalan dari mobil ke persimpangan ini nggak jauh, tapi rasanya lumayan capek.Alvin mengarahkan sopir taksi menuju kampu
Sekarang mereka berdua sudah sampai di rumahnya Hani. Sebelumnya Kim juga sudah mengirim pesan pada suaminya melalui ponsel milik Jeje, kalo ia ke rumahnya Hani."Haii ... Tante," sapa keduanya. "Haninya ada, kan, Tan?" tanya mereka saat bertatap muka dengan mamanya Hani yang membuka pintu.''Kimmy, Jeje ... Ayo masuk. Hani ada di kamarnya kok, kalian langsung temuin aja ya," suruh mamanya Hani pada mereka berdua."Iya, Tan."Mendapat ijin seperti itu, keduanya langsung menuju ke kamar Hani yang terletak di lantai dua rumahnya."Hani!!!!" teriak Kim dan Jeje saat membuka pintu kamar.Rencananya, sih, ingin mengagetkan Hani. Tapi mereka malah yang disambut ratapannya yang drama queen. Gagal deh."Kenapa, sih?" heran Kim.Hani masih mewek-mewek nggak jelas. "Kim ... Dylan datang ngelamar gue," ujarnya di sela-sela tangisnya."Ya elah, mewek lagi," gumam Jeje ,yang langsung menghempaskan badannya di kasur. Matanya san
Hani saat ini berada di sebuah cafe. Sesuai janjinya, ia ketemuan dengan Dylan. Ada sedikit rasa canggung yang dirasakan Hani, karna menurutnya Dylan yang sekarang itu berbeda. Ia terlihat lebih diam dan nggak banyak omong."Han, aku masih nunggu jawaban kamu," ujarnya membuka percakapan.Dylan makin top, sekarang manggilnya aku-kamu, bukan lo-gue lagi."Dylan, gue juga butuh waktu buat mikirin itu," ketus Hani"Iya, tapi masalahnya aku nggak punya banyak waktu buat nunggu jawaban kamu itu." Ia mengambil nafas. "Besok aku balik ke LA," tambahnya."Apa? Besok?" Entah kenapa hatinya agak nyesek mendengarnya."Iya. Makanya aku butuh jawaban kamu secepatnya. Lebih tepatnya lagi, sekarang."Hani masih berpikir keras, jawaban apa yang akan ia berikan pada Dylan. Di saat suasana lagi tegang-tegangnya, tiba-tiba seseorang datang menghampiri."Maaf ... Saya mengganggu," ujarnya.Pandangan keduanya beralih pada seseorang yang berd
Sepuluh menit sudah ia cuma duduk sendirian, tanpa peduli kalau ini tu sudah jam 8 malam. Apalagi yang ia lakukan kalau bukan memikirkan kata-kata yang keluar dari mulut Alvin tadi."Kamu ngapain?" tanya Alvin yang tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapan Kim, dengan kedua tangannya yang berada di kedua saku celananya."Nggak ngapa-ngapain," jawabnya."Mikirin kata-kataku tadi, ya?"Ia yang awalnya duduk, beranjak dari kursinya dan berdiri di hadapan Alvin."Kak, yang mau aku lakuin ini adalah keinginanku sendiri, tanpa paksaan, sebuah hutang, ataupun syarat," ucapnya."Maksudnya?" tanya Alvin bingung dengan dahi berkerut.Kim tak berkomentar. Dengan sedikit berjinjit, ia langsung mencium bibir Alvin.Awalnya Kim bisa merasakan kalau Alvin kaget. Itu terlihat jelas dari ekspresi wajahnya. Tapi lama kelamaan, ia merasakan kalau suaminya itu mulai menikmatinyaDi saat berniat mengakhiri itu semua, dengan sengaja Alvin malah
Beberapa bulan kemudian....Mulai dari situ, aktifitasnya sehari-hari mulai berubah. Nggak ada yang namanya kuliah, bikin tugas ini, bikin tugas itu, mikirin kuis, mikirin dosen yang super galak. Ia benar-benar cuti.Alvin sudah mengabulkan permintaannya tentang butik. Maka, itulah rutinitas yang ia kerjakan sehari-hari.Di usia kehamilan yang sudah memasuki bulan ke 8, cuma itulah kegiatan yang seharian penuh ia lakukan, karna di rumah pun ia juga bakal sendirian. Untungnya lagi adalah, si dedek bayi yang ada di perutnya merupakan tipe anak yang nggak neko-neko. Mau dirinya makan apapun dan sebanyak apapun itu, manis ,asam, asin kayak nano-nano sekalipun, nggak pernah bikin ia mual, eneg atau apalah itu namanya. Bahkan, ia nggak merasakan yang namanya ngidam. Di bawain makanan ya Alhamdulillah, nggak dibawain juga nggak apa-apa.Lucunya lagi malah Alvin yang mengalami itu semua. Coba kalau Kim yang merasakan itu, bisa-bisa asupan nutrisi
"Pagi Pak Restu," sapa Resti yang lagi bersih-bersih."Pagi juga," balasnya. ''Kan aku sudah bilang, jangan panggil, Pak, panggilnya, Kak aja," komentar Restu tak terima.Tuh, kan, bener tebakan Kim. Penciumannya sudah familiar sama ciptaan Tuhan yang satu ini."Kak Restu ... Pliss deh, jangan gangguin aktifitas orang. Kayak nggak ada kerjaan lain aja. Udah tua, masih aja pingin dipanggil, Kak," omel Kim"Kimmy cemburu?"Apa dia bilang barusan, cembokir? Hhah ... Gila!"Awas ya, aku telepon Kak Alvin, nih. Orang kepercayaan apaan, masa iya bos nya dari subuh udah berada di kantor, bawahannya masih di sini juga gangguin kerjaan orang," omelnya sambil pura-pura hendak menghubungi Alvin."Ancaman kamu basi Kimmy," ujarnya tak takutAwalnya Kim cuma pura-pura mau menghubungi Alvin, eh, tiba-tiba saja ponselnya berdering, dan namaAlvin lah yang tertera di layar ponsel."Kak Alvin nelepon," ujar Kim pada Restu."N