Ternyata orang yang memeluk dan orang yang ia tampar dengan tamparan penuh kekesalan barusan adalah suaminya sendiri, Alvin.
"Kok malah ..." Kaget Kim sambil menunjuk ke arah Alvin yang masih memegangi pipinya bekas tamparan.
"Vin, itu pasti sangat-sangat menyakitkan. Gue paham gimana rasanya." Ini Ryan yang bicara, seolah sedang meledek Alvin.
"Kimmy, itu yang lo tampar Pak Alvin," bisik Jeje
"Waduhh, bakalan ngamuk nih," tambah Hani
Kim mendekat pada Alvin dengan rasa bersalah yang teramat.
"Aduh, maaf banget Kak. Soalnya Kakak tiba-tiba aja main peluk, kan aku reflek," jelasnya.
"Nggak apa-apa," balas Alvin masih dengan sikap tenangnya itu.
Tapi tetap saja Kim merasa bersalah banget.
"Ini beneran lo Kak, aku ..."
"Kim, kan udah di bilang nggak apa-apa. Lagipula, aku seneng dengan sikap mu itu."
"Seneng?" ditampar kok seneng
"Iyalah, coba tadi cowok lain yang lakuin itu ke
Alvin memasuki ruang pertemuan, begitupun dengan Kim yang mengikuti langkahnya. Kim sempat menghentikan langkahnya saat di pintu masuk, tapi Alvin seolah memintanya untuk ikut masuk. "Silahkan duduk Pak Alvian," ujar Pak Tono mempersilahkan. "Terima kasih," balas Alvin langsung duduk di kursi yang sudah disediakan "Dan Kimberly, kenapa Anda di sini?" tanya Bu Puji pada Kim yang berdiri di belakang kursi Alvin. Ah, ia merasa seperti seorang bodyguard saja kalau posisinya seperti ini. Tega sekali Alvin tak mempersilahkan istrinya untuk duduk. "Begini Bu, dia tadi dengan sengaja menampar Pak Alvian," jawab Pak Tono yang saat itu posisinya duduk di kursi di sebelah kiri Alvin. "Ya ampun, Pak, jangan nambah masalah buat saya deh, pake bilang sengaja nampar. Kenyataannya kan saya nggak sengaja. Bapak pingin banget ya saya dihukum?" Kalau saja Alvin adalah pemilik ini kampus, orang pertama yang bakalan ia minta untuk dipecat ada
Saat Kim sedang diperiksa oleh dokter, Hani masih mondar mandir di depan ruang UGD. Apalagi yang ia lakukan kalau bukan menelepon Alvin.Beberapa kali kembali mencoba menelepon Alvin, tetap saja hasilnya nihil. Geramnya seakan hendak melemparkan ponselnya ke dinding. Tapi niat itu ia urungkan tatkala mengingat duit yang akan ia keluarkan untuk membeli hp baru."Ya ampun, ini dunia kejam sekali. Hubungi Pak Alvin, nggak diangkat. Hubungi Jeje juga begitu. Ya jelaslah, orang dianya sibuk pacaran. Emangnya gue, jones," gumamnya kembali mengingat statusnya.Hingga seorang dokter keluar dari ruang pemeriksaan, membuat Hani langsung beranjak dari kursi dan menghampirinya."Kamu keluarga pasien?" tanya seorang dokter muda pada Hani."Iya dok, saya temennya. Dia kenapa ya dok, tiba-tiba pingsan gitu aja? Apa dia punya penyakit yang parah? Jantung, kanker, tumor atau ... Omaigat! Jangan bilang kalau dia cuma punya waktu beberapa bulan lagi buat hidup. Nggak
Kim sampai di rumah dalam cuaca yang sedang hujan lebat. Ini saja dari turun taksi di depan gerbang hingga nyampe dalam rumah, ia sudah basah kuyup."Ya ampun, Non jadi basah kuyup gini. Kenapa nggak telepon Bibik buat jemput ke depan sih, Non," ujar Bibik sambil membantunya mengeringkan badannya dengan handuk."Nggak apa-apa, Bik," balasnya."Untung Non cepetan pulang.""Kenapa memangnya, Bik. Dan Kak Alvin mana?""Itu Non, lagi di teras samping, hujan-hujanan. Bibik udah bilangin dari tadi, takutnya bisa demam. Biasanya kan gitu. Tapi nggak di dengerin," terang Bibik.Kim memberikan handuk pada Bibik dan langsung menuju ke teras samping. Benar saja, saat sampai ia melihat Alvin sedang duduk di tepi kolam berenang masih dengan stelan kemeja kantornya yang sudah basah kuyup."Astaga, apa yang dia lakuin di bawah hujan begitu," gumam Kim mengambil payung dan menghampirinya.."Kak ...." panggil Kim sambil memayunginya
Saat Alvin sampai di kamar, ternyata Kimmy sedang bersama dengan Hani. Ia bisa melihat mata istrinya itu yang masih memerah karena habis menangis."Hmm.., Kim, gue keluar dulu ya," ujar Hani saat ia melihat kedatangan Alvin.Seperginya Hani, Alvin menghampiri Kim yang saat itu masih duduk di lantai."Kim, aku minta maaf," ujar Alvin."Kakak nggak salah. Aku yang salah, aku terlalu emosi. Seharusnya sebagai seorang istri, aku tidak berhak bicara kasar begitu padamu," jelas Kim, tapi tak mengarahkan pandangannya pada Alvin."Kamu nggak salah. Sudah seharusnya sikap mu begitu. Selama ini aku selalu menomorduakanmu. Aku nggak pernah mengerti perasaanmu sebagai wanita. Aku lebih mementingkan karir ku di bandingkan dirimu. Aku minta maaf. Mulai sekarang, aku nggak akan begitu lagi, aku janji," jelas Alvin dengan raut wajah yang penuh keseriusan."Jangan berjanji kalau nantinya nggak bisa menepati, Kak," ingatkan Kim."Aka
"Ada apa?" tanya Alvin pada Kim yang terus menatapnya saat menyetir."Jadi intinya sekarang, Kakak adalah pemilik dari kampus?""Ya," jawabnya.Kim memanyunkan bibirnya saat jawaban yang tak ia harapkan, justru memang itulah kenyataannya. "Kenapa harus jadi pemilik kampus sih, Kak? Apa nggak ada peluang bisnis yang lain?""Bukan gitu, Sayang.Aku cuma mau kamu aman dimanapun kamu berada. Kalau aku adalah pemilik kampus, otomatis nggak ada yang bakalan berbuat semena-mena lagi sama kamu. Termasuk, nggak ada yang berani ngedeketin kamu, apalagi Willy. Karena kamu hanya milikku, milikku," jelasnya."Lah, kenapa pake bawa-bawa Pak Willy segala," gerutu Kim. "Ini berlebihan tau nggak, Kak. Tanpa harus ngelakuin hal itupun aku sudah menjadi milikmu. Kalau begitu, kenapa nggak sekalian aja Kakak jadi dosen di kampus?"Kim merasa gregetan sekali dengan tingkah Alvin yang memang sangat berkesan Ihan pada dirinya. Jangan sampai di
"Kimberly ....""Ya?""Apa benar kalau kamu adalah istri dari pemilik kampus ini, Pak Alvian?" tanya salah satu dari mereka."I-iya," jawabnya gugup-gugup.Waktu SMA saat satu sekolah dengar berita ini, dirinya langsung terkenal karna di bilang menggoda Alvin lah, melet Alvin lah, dan sekarang apa lagi?"Kok bisa, ya? Apa kalian berdua kecelakaan atau gimana?""Apa lo sama Pak Alvian cuma nikah siri? Sekarang kan banyak yang kayak gitu." Pikir yang lainnya.Jeje langsung berdiri dari duduknya sambil menghentakkan meja, membuat pandangan yang sedari tadi mengarah pada Kim, beralih padanya."Denger ya, Kimmy nikah sama Pak Alvian bukan karna hal-hal yang kalian sbuatkan itu. Mereka nikah secara sah menurut negara dan agama kok. Jadi, jangan nyebarin berita hoax. Paham!!" jelasnya."Wah ... Kim, lo pasti seneng dong punya suami kayak Pak Alvian.Udah orangnya ganteng pak kuadrat, kalem, pinter, dan yang paling pentin
"Non, jalannya pelan-pelan atuh. Ntar jatoh."Sekarang gilirannya Bibik yang teriak-teriak histeris dari arah dapur menghampiri Kim yang hendak menuju kamar di lantai atas dengan sedikit berlari."Bik ... Jangan ikut-ikutan jadi cerewet deh," komentarnya."Abisnya Bibik takut ntar Non jatoh, kepeleset atau gimana gitu,'' terang wanita paruh baya itu menghampiri sang majikan yang sudah berada di anak tangga ke lima."Nggak lah, Bik."Di saat yang bersamaan, ponsel yang berada di genggamannya, berdering. Ia segera menggeser tombol hijau ke arah kanan melihat nama mamanyalah yang tertera."Ya, Mam?" Sahut Kim sambil melanjutkan langkahnya menuju kamar."Hallo, Sayang. Gimana kabarnya Alvin?" tanya Jessica yang membuat Kim memberengut."Dia baik, kok. Sekarang lagi di kantor. Mama tega amat sih. Malah nanyain kabar Kak Alvin, anak sendiri dilupain,"
"Kak, setelan kantornya kan udah aku siapin tadi di sofa,'' ujar Kim pada Alvin yang menghampirinya menyiapkan sarapan di meja makan. Karena saat itu Alvin malah mengenakan celana jeans dan kaos doang."Sayang ... Kan semalam aku udah bilang kalau hari ini aku free alias libur. Makanya, kalau aku lagi ngomong itu didengerin. Bukannya malah bengong memandangi tubuhku. Ya, aku juga tahu kalau tubuhku ini begitu menggodamu," ungkapnya penuh percaya diri. Tapi memang kenyataan, sih."Ya ampun, Kakak ngomong apaan sih. Ada bibik tuh, malu-maluin banget tahu nggak," oceh Kim.Alvin memperlihatkan tampang kagetnya. Ia langsung balik badan, ternyata benar, Bibik sudah senyum-senyum nggak jelas sambil membawa air minum."Bibik denger barusan?"Omongan sejelas itu ya pasti dengarlah, kecuali telinga nya Bibik lagi bermasalah."Ah, enggak, Den," elak Bibik"Syukurlah," leganya."Ini apa? " tanya Alvin mengarahkan pandangannya pada tumpuka
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 18:00, semua kejutan dan lain sebagainya sudah selesai di persiapkan. Tinggal menunggu Alvin kembali dari kantor untuk memberi kejutan. "Mama ..." panggil Arland yang baru pulang sekolah. Lihat, jam segini dia baru balik ke rumah. Bukan sekolah, melainkan pulang dari les tambahan. "Udah pulang, Sayang." "Tante di sini?" tanya Arland pada Jeje "Iya," jawab Jeje. "Dilla nya udah pulang ya, Land?" "Udah, Tan." "Ya udah Kim, kalau gitu gue mau pulang dulu. Ntar balik lagi kesini , oke," pamit Jeje. "Bye, Tante." "Dahhh ...." "Ayo, Sayang ... kamu mandi dulu. Udah bau acem," ejek Kim. "Hmm ...," angguknya. "Sekarang ulang tahunnya Papa loh, Mama nggak lupa, kan? Jangan bilang kalau Mama belum nyiapin hadiah buat Papa karna bingung mau ngasih apa?" jelas Arland pada Kim. Ya ... pengalaman tahun kemarin yang ia ungkit kembali. Sampai-sampai putranya sa
Pagi ini sangat berbeda, tak biasanya ia masih berada di balik selimut. Sementara Alvin sudah bangun dan sekarang sedang sarapan bersama Arland. Badannya terasa sangat lemas, nggak ada tenaga, mual, pusing, dan nggak mood untuk melakukan apapun."Sayang ... kamu benar nggak apa-apa aku tinggal?" tanya Alvin masuk dan menghampiri dirinya yang masih tiduran."Iya, Kak, nggak apa-apa," jawabnya."Aku nggak tenang ninggalin kamu dalam keadaan kayak gini,'' khawatir Alvin"Kan ada Bibik, Kak. Udahlah, sana Kakak ke kantor aja.""Pa ... Ma ..." panggil Arland sambil mengetuk pintu kamar orang tuanya. Ia tak akan menyelonong masuk ke dalam kamar begitu saja, apalagi kamar orang tuanya. Sangat tidak sopan kalau begitu."Masuk, Sayang ...," jawab Alvin.Mendengar ijin yang di berikan papanya, barulah ia yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya pun masuk. Ternyata ia masuk bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan segelas susu hangat.
"Kak, bangun dong, Kak Fikri nelepon, nih," ujarnya sambil membangunkan Alvin, tapi tak ada respon."Kak ...."Ia memutuskan untuk menjawab panggilan itu. Toh, yang menelepon adalah Fikri."Hallo ....""Kim?" tanya kak fikri"Iyalah, Kak," jawabnya. "Siapa lagi cewek yang bisa menyentuh ponselnya Kak Alvin selain aku." "Ya kali aja Alvin punya selingkuhan, mungkin.""Apa!? Kak Alvin punya selingkuhan!?" kagetnya dengan nada tinggi, sampai-sampai Alvin yang lagi tidur dan dari tadi ia coba bangunkan tak berhasil, sekarang ikut terbangun."Siapa yang selingkuh?" tanya Alvin langsung duduk dengan tampang cengok nya."Ihhh ... masih nanya lagi, Kakak lah yang selingkuh," kesalnya langsung banting tu ponsel ke lantai dan beranjak menuju ke kamar mandi.Alvin ikut m
Sesampainya di rumah, ia langsung jalan menuju ke kamar karna rasanya badannya lagi nggak enak aja. Sementara Alvin, dia lagi teleponan di teras depan sama klien bisnisnya, mungkin. Karna ia juga nggak mau tahu juga lah sama urusan kantor dan pekerjaannya itu.Tapi kalau dia teleponan sama cewek, barulah dirinya bakalan ngamuk."Kamu tidur?" tanya Alvin yang tiba-tiba masuk menghampirinya di tempat tidur."Cuma tidur-tiduran," jawabnya mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap Alvin."Hmm ....""Kak, itu masih perih?" tanya Kim sambil menunjuk ke arah bibir Alvin yang luka akibat gigitannya."Iyalah ... kalau kamu ngegigit bibirku dengan penuh nafsu, sih, aku terima meskipun agak sakit.Nah ini enggak, jadi sakit nya tu berasa banget," jelas Alvin dengan penjelasan anehnya itu.Kim yang tadinya masih tiduran, sekarang bangun. "Aku kan udah minta maaf, Kak. Masa iya belum di maa
Pagi ini Alvin memasuki area kantor dengan wajah yang berseri-seri. Biasanya ia akan bersikap dingin dan cuek pada karyawan yang berpapasan dengannya. Tapi kali ini enggak, bahkan ia lah yang menyapa ataupun menegur mereka. Tentu saja ini menjadi tanda tanya besar bagi semua bawahannya. Apa bos mereka kesambet jin atau sejenisnya?"Pak Alvin kenapa, ya?""Tumben banget aura mistisnya nggak kelihatan.""Jangan jangan beliau lagi menang lotre.""Nggak mungkinlah, menang tender dengan nilai yang fantstis aja ekspresinya biasa aja. Itu artinya ini lebih luar biasa dari menang tender." Begitulah komentar beberapa karyawan yang berpapasan dengannya. Mereka semua hanya bisa menebak-nebak tanpa berani untuk bertanya langsung."Pagi, Pak," sapa Alin yang berpapasan dengan Alvin yang hendak memasuki ruangan nya."Pagi," balasnya sambil terus melangkahkan kaki menuju ruangannya."Apa yang terjadi?" bin
Alvin mengantarkan Kim menuju Rumah Sakit dengan keadaan badan yang lemes pake banget dan mual mual. Ia merasa sudah tak ada lagi stok di lambungnya yang akan dikelurkan, tapi rasa mual itu terus saja munculSetibanya di RS ia langsung di bawa ke UGD dan di periksa sama dokter."Gimana keadaan istri saya, dokter?Apa benar ini cuma asam lambung nya yang lagi kambuh?" tanya Alvin pada Dokter yang habis memeriksa Kim.Dokter malah tersenyum menanggapi pertanyaan Alvin."Bukan ... ini bukan mual mual akibat asam lambung yang kambuh," jawab dokter."Lalu, apa, dok?""Kalau boleh saya tahu, apa kalian berdua lagi berniat punya anak?"Alvin dan Kim malah saling pandang menanggapi pertanyaan dokter. "Maksud dokter?" tanya Kim bingung."Ya, karna setelah saya periksa barusan ... sepertinya saat ini anda sedang hamil."Keduanya langsung memasang tampang kaget mendengar pernyataan dokter. "Serius dok?" tanya Kim tak percaya
Sudah seminggu Hani dan Ceryl berada di Indonesia, dan hari ini adalah hari keberangkatan mereka untuk kembali ke LA. Kim dan Arland saat ini lagi di bandara untuk mengantar mereka.Pada awalnya, sih, putranya itu menolak buat ikut, tapi ia paksa.Karena semenjak kejadian di acara ultahnya Dilla waktu itu, dia udah males sama Ceryl. Ini pun tampang nya Arland enggak banget. Jutek abiss."Han, hati-hati, ya. Jangan suka ngomel-ngomel nggak jelas sama Ceryl," pesan Kim sama Hani. Soalnya Hani kan gitu orangnya. Kerjaannya ngomel mulu."Iya.""Ceryl sayang, jangan nakal, ya," ujar Kim pada Ceryl."Iya, Tante," balasnya."Arland, nggak mau ngomong sesuatu sama Ceryl?" tanya Kim pada Arland yang masih dengan sikap dingin nya itu"Nggak, Ma," jawabnya singkat tanpa sedikitpun menoleh pa
"Kamu nggak makan, Sayang?" tanya Alvin pada putranya yang duduk sendiri di sofa."Nggak, Pa," jawabnya dingin. "Ini masih lama, ya, Pa, aku pingin cepat-cepat pulang," ungkapnya.Alvin tahu betul apa yang dirasakan Arland. Taoi, ia hanya pura-pura enggak tahu saja."Kenapa? Kok bete?" tanya Alvin lagi."Pa, aku males sama sikapnya Ceryl. Kita pulang aja.""Ya udah, kalau kamu maunya gitu. Papa bilang sama Mama dulu, ya."Alvin segera menghampiri Kim yang saat itu lagi ngobrol sama Hani dan Jeje."Kim, aku mau bicara bentar," ujar Alvin pada Kim."Apa?" tanya Kim.Hani dan Jeje pun ikut menunggu apa yang akan dikatakan Alvin pada Kim."Berdua, Kim," tambah Alvin sambil berlalu pergi kembali pada Arland."Ishh ....," dengus Kim sambil mengikuti langkah kaki suaminya tercinta. Dan ternyata Alvin malah mengajaknya untuk menghampiri Arland.Kim mengedarkan pandangan pada duo sosok laki-laki yang sangat e
"Ma, aku duduk di situ, ya," ujar Arlan pada Kim."Iya, Sayang," jawabnya."Hani belum datang, ya?" tanya Kim pada semuanya."Yuhuuu ... Hani di sini.""Ceryl juga di sini."Parah ... anak dan Emak kelakuannya sama persis. Heboh, rempong dan nggak bisa diam."Emak-emak rempong datang sama penerusnya," gumam Ricky sedikit melambatkan suaranya, tapi tetap saja masih bisa dengar. Buktinya, Hani langsung berkomentar."Biarin, dari pada jones akut," ledek Hani tak mau kalah"Eh ... jangan bawa-bawa status dong Hani yang cempreng. Aku bukannya jones, cuma belum punya pasangan aja," bantah Ricky tak terima."Terserah lah apa kata Kakak. Intijya, sih, tetap saja masih sendirian, enggak ada yang belai-belai manja, enggak ada yang bilang sayang." Hani tetap pada ejekannya.Keh