Rasa geli sekaligus agak menggelitik, membuat Theo tak bisa diam. "Pelan-pelan sedikit ambilnya," pinta Theo kepada Amilie."Iya, Mas. Ini juga sudah pelan," jawabnya. Sembari terus merogoh ke dalam saku celana.Karena celananya cukup ketat, sehingga Amilie sedikit kesulitan saat mengambilnya. Ia sampai terbelalak saat dirinya secara tak sengaja menyentuh benda keras yang lain selain ponsel.Ia segera mengambil ponsel itu dan memberikannya kepada Theo. "Apa itu tadi?" batin Amilie.Theo melihat ke arah Amilie dan bertanya, karena terlihat jelas wajah Amilie yang seolah kaget. "Kenapa?" satu kata tanya tetapi menyimpan rasa penasaran yang membara.Amilie langsung menatap wajah Theo. Kedua bola matanya membulat sempurna dengan bibir agak terbuka hingga terlihat sebuah celah."Tidak apa-apa," sahutnya sembari menggelengkan kepala.Theo pun lekas mengambil ponsel itu dari tangan Amilie dan melihat isi pesan masuk tersebut.[Sampai jumpa nanti malam. Akhirnya kita akan bertemu. Aku akan m
Amanda yang penasaran dengan baju yang dipakainya, membuatnya ingin mencoba."Nona bisa mencobanya di sana~!" kata Monna."Baiklah, aku akan mencobanya sekarang," sahut Amanda.Di ruang ganti itu, ia mencoba pakaian yang telah dipilihnya tersebut. Dirinya terus berkaca sembari mengagumi kecantikannya.Sedangkan Stephen, ia duduk di kursi dengan kaki menyilang. Menunggu Amanda selesai berganti pakaian. Tetapi, pada saat yang bersamaan ponselnya berdering begitu nyaring. Itu membuat Stephen menoleh ke arah samping -- tepatnya ke arah ponsel milik tunangannya."Siapa itu?" Stephen mencoba melihatnya. Kedua alisnya bertautan dengan batin yang dipenuhi rasa penasaran. Hingga, pertanyaan itu pun terjawab sudah."Mama," gumamnya.Karena Stephen tidak ingin menjawabnya, ia pun mencoba memanggil Amanda."Sayang, cepat ke sini!" seru Stephen. Namun, Amanda masih pada posisi yang sama. Ia berkaca di depan cermin tanpa sedikitpun menoleh ke belakang. "Sebentar, sayang. Aku belum selesai!" sah
Sedikit kecewa namun tak apa. Sebab, ia kembali ingat pada tujuannya malam ini yang harus terealisasikan."Baik. Kalau begitu, aku juga mau melihat-lihat lagi sebelum kita pulang."Stephen berjalan dan mencari. Ia mengambil sebuah kemeja berwarna biru muda juga sebuah jas yabg bagus. Tetapi, ia sendiri pun merasa bingung dengan pilihannya. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pramuniaga di sana sembari tersenyum.Suara itu membuat Stephen langsung menoleh seketika. Ia pun membalas senyuman itu dan menyahutnya. "Eh, kebetulan. Tolong bantu carikan untuk saya makan malam.""Pasti makan malam dengan pacarnya," duga pramuniaga. Ia menerka-nerka demikian, sebab sebelumnya Stephen mengatakan makan malam.Alih-alih menjelaskan, Stephen hanya tersenyum tipis kepada pramuniaga itu. "Bisa saja."Lalu, pramuniaga itu pun mencarikan pakaian yang cocok sesuai dengan dugaannya tadi. Di samping itu, Amanda yang sudah menemukan pakaiannya kali ini siap untuk membayar. Pandangannya menyapu se
Amanda mendelik, ia pun membuka tasnya dan siap membayar pakaian miliknya juga pilihan Stephen."Ya sudah, ini Mbak," katanya dengan wajah malas.Sebenarnya, Amanda cukup kesal. Dirinya berpikir 'Bagaimana mungkin pacarku lupa membawa dompet sebelum keluar'Namun, itulah kenyataannya. Stephen memang sengaja tidak membawa dompet, agar barang belanjaannya bisa bantu dibayarkan oleh Amanda."Akhirnya rencanaku berhasil. Tidak sia-sia aku memilih Amanda. Dia memang bodoh. Beda lagi dengan Amilie yang bahkan sulit sekali aku bodoh-bodohi begini," umpatnya di dalam hati.Sementara itu, di tempat lain Amilie dan Theo sedang mempersiapkan diri mereka untuk acara makan malam nanti. Theo di dalam kamarnya sendiri, begitu juga dengan Amilie. Mereka berada di kamar yang berbeda.Theo menghentikan dirinya. Ia menoleh ke samping dan mengingat Amilie. "Dia pasti senang karena akan bertemu mantan kekasihnya," ujar Theo.Namun, tanpa sepengetahuan dari Theo. Rupanya Amilie pun menghentikan dirinya sa
"Tolong kamu siapkan semua yang sudah saya beritahukan tadi. Jangan sampai ada sesuatu yang terlewat!" perintah Dania kepada para pelayan di rumahnya.Padahal, saat itu sudah banyak sekali hidangan nikmat yang tersaji di meja makan. Namun, bila ada satu makanan atau sesuatu yang tertinggal. Maka, tidak segan-segan Dania memberitahunya.Di dalam kamar itu, Amanda meraih ponselnya yang ia taruh di atas tempat tidur. Ia membuka sebuah nomor yang siap-siap ia hubungi."Ah, lebih baik aku kirim pesan saja. Kalau telpon, aku takut ada orang yang curiga."Dengan kedua jari jempolnya, Amanda pun mengetikkan sebuah pesan sembari tersenyum. Lantas, setelah itu ia pun mengirimkan pesan tersebut kepada nomor tujuannya tersebut.Ting!Sebuah pesan masuk tepat saat Theo yang nyaris sampai di depan rumah mertuanya tersebut."Mas, sepertinya ada pesan masuk ke ponsel kamu," ucap Amilie memberitahu begitu melihat Theo yang seolah tidak peduli dengan suara pesan pada ponselnya tersebut."Biarkan saja,"
"Omong-omong, Amandanya ke mana, Ma? Kenapa belum turun juga? Apa pembantu kita belum memberitahunya," ujar Santoso kepada Dania.Dania menengok ke belakang -- tepatnya ke arah pintu menunggu kedatangan Amanda. Tetapi, saat itu Sanjaya dan Rosalina pun belum datang ke sana."Besan kita pun belum datang, Pa. Tidak apa-apa, mungkin saja dia sedang bersiap-siap supaya tampil cantik di depan semuanya," sahut Dania dengan santainya.Amanda yang kini sudah ada di tangga pun langsung bergegas menyelesaikan langkah kakinya begitu melihat ada calon mertuanya yang memasuki rumah."Om, Tante~" sapanya sembari tersenyum dengan begitu hangat.Rosalina pun langsung mengangkat kepalanya ke arah suara itu berasal. Ia membalas senyuman itu. "Eh, Nak, hati-hati. Kamu cantik sekali," puji Rosalina sembari menatap kagum penampilan Amanda malam ini."Tante juga tidak kalah cantik," balasnya. "Ayo kita ke sana!" ajak Amanda kepada Rosalina dan Sanjaya.Ketika itu, Sanjaya tidak banyak bicara. Ia hanya mel
Theo pun memegang kedua lengan Amanda untuk menahannya agar tidak terus bersandar kepada dirinya."Kenapa hanya diam saja, ayo pegangi tunanganmu dan pindahkan dia ke kamar!" begitulah kata Theo saat dirinya sudah tidak tahan dengan itu.Ia tidak mau membuat Amilie cemburu. Dirinya hanya sedang berusaha menjaga perasaan istrinya.Lalu, Stephen pun memangku Amanda di dalam pelukannya tersebut. "Ah, kenapa dia malah pingsan. Kalau begini caranya, aku tidak bisa mendekati Amilie," batin Stephen sembari sesekali melirik ke arah mantannya tersebut.Sanjaya melihat Stephen tertegun, ia pun menggertak anaknya tersebut. "Steph! Kenapa kamu malah melamun, ayo bawa dia ke kamarnya!" perintah Sanjaya.Lantas, Stephen pun mulai melangkah menuju kamar Amanda. "Saya izin membawa Amanda ke kamarnya, Om.""Ya, silakan," sahut Santoso mengangguk sembari tersenyum simpul.Amanda membuka matanya perlahan, ia pun lekas menutup matanya kembali. "Sialan, kenapa dia yang membawaku pergi! Kalau begini cara
Stephen yang mendengar perkataan Theo pun langsung mendengus kesal. Bagai lilin yang tersulut api, emosinya langsung memuncak begitu mendengar hal tersebut."Awas kamu!" kecamnya dengan nada pelan, pandangannya mengarah tajam ke arah Theo.Tetapi, Theo hanya melirik santai lalu memalingkan wajahnya lagi ke arah lain.Di tempat lain, tepatnya pada sebuah kamar. Amanda yang merasa bahwa dirinya sendirian di tempat itu, ia pun langsung memukul tempat tidurnya. "Menyebalkan! Kenapa rencanaku malah gagal! Theo, Theo ... Kamu ini ternyata cukup menantang buatku. Tapi, dengan melihat kamu yang seperti itu ... Aku malah menjadi bersemangat untuk mendapatkan kamu," ucapnya seraya memicingkan mata."Ya sudah, sekarang kita mulai saja pesta makan malamnya. Amanda tidak ada di sini bukan berarti harus membatalkan acara ini, 'kan? Lagi pula, sebentar lagi dia pasti akan sadar kan dari pingsannya," tutur Santoso saat suasana terlihat menegang. Namun, di sisi lain Dania merasa tidak tenang. Sebab,