“Lihat saja, aku akan meminta pengacara untuk menjebloskanmu ke penjara atas perbuatanmu!” ancam wanita yang berkelahi dengan Ive. “Kamu pikir aku takut!” amuk balik Ive. Keduanya sudah dilerai dan digiring ke ruang security mall, tapi tetap saja adu mekanik. Manager toko yang melerai mereka pun pusing melihat perkelahian yang akhirnya menjadi tontonan pengunjung mall. Kini saat keduanya sudah berhasil dibawa ke ruang security, dua wanita itu pun tetap saja berkelahi. “Jika kalian tidak bisa diajak berdiskusi, maka aku terpaksa memanggil polisi,” ancam manager toko. Ive langsung memalingkan wajah dari wanita di sampingnya. Penampilan Ive berantakan karena terlibat adu jambak. Wanita yang berkelahi dengan Ive pun meringis kesakitan karena lehernya terkena cakar Ive. “Sekarang panggil wali kalian untuk menyelesaikan masalah ini, sebab kalian sudah membuat gaduh,” perintah manager itu. Ive langsung mengeluarkan ponsel. Dia ingin menghubungi Alex, tapi ingat jika suaminya itu seda
Chris celingukan karena tidak melihat Ive di toko jam tangan sesuai dengan yang diinformasikan. “Duh, ke mana coba? Masa aku salah toko?” Chris pun kebingungan karena tak melihat Ive, apalagi dia juga menjadi bahan tatapan orang karena dia tak berkebangsaan Indonesia. Saat Chris sedang bingung, Ive datang bersama Damian. “Chris.” Ive langsung memanggil asisten pribadi suaminya itu. “Syukurlah tidak salah mall, aku mencarimu sejak tadi,” ucap Chris kemudian memberikan kartu debit platinum ke Ive. “Lho, katanya uang?” Ive keheranan karena diberi kartu. “Ya, kan itu kalau digesek, bisa buat bayar,” balas Chris. “Iya, tahu. Kupikir Alex mau mengantar uang tunai,” ujar Ive. “Mana mungkin Pak Alex bawa uang tunai dalam jumlah banyak, lagian kalau ambil uang di bank dulu juga akan memakan waktu lama,” balas Chris menjelaskan. Ive pun menerima kartu debit dari Chris, meski sebelumnya sudah diberi Alex kartu debit, tapi isinya tak terlalu banyak. “Pinnya tanggal pernikahan kalian,” k
“Akh ….”Ive kesakitan saat menyisir rambut. Kulit kepalanya terluka karena dijambak wanita tadi di mall, membuatnya sekarang harus merasakan sakit saat luka itu tertarik kembali.“Ada apa?” tanya Alex yang terkejut mendengar suara Ive memekik. Apalagi istrinya memegangi kepala.Ive terkejut mendengar suara Alex. Dia buru-buru menurunkan tangan dari kepala agar Alex tak melihat.“Tidak, tidak apa. Hanya tak sengaja menyisir terlalu kencang,” jawab Ive sambil melebarkan senyum agar Alex tak curiga.Alex tak percaya begitu saja karena tadi melihat Ive seperti sangat kesakitan. Dia pun mendekat, lantas memaksa melihat kepala Ive.Ive tak bisa menghindar atau menyembunyikan lagi, hingga pasrah saat Alex mengecek kulit kepalanya.“Kenapa kulit kepalamu sampai kemerahan seperti ini? Bahkan ini ada yang luka?” tanya Alex yang sangat syok.Ive tak berani menatap Alex. Bola matanya bergerak liar untuk menghindari tatapan suaminya itu.“Ive.” Alex menatap tajam ke Ive agar mau menjawab pertanya
“Ngambekmu sebentar doang.” Alex langsung meledek Azlan yang hari itu berkumpul bersama di rumah Jonathan. Setelah dua hari semenjak Hyuna keluar dari rumah sakit, akhirnya hari ini mereka berkumpul untuk membahas soal keinginan Azlan. “Ngajak berantem?” Azlan langsung paham ke mana arah Alex bicara. “Lho, aku hanya tanya. Siapa yang ngajak berantem?” Alex membalas dengan santai padahal sudah tahu kalau Azlan mulai naik pitam karena dia goda. Ayana geleng-geleng kepala, kedua adiknya itu masih saja suka bertengkar padahal sudah sama-sama dewasa. “Kalian ini kalau tidak bertengkar sehari saja, apa tidak bisa?” Ayana bicara sambil menatap Alex dan Azlan secara bergantian. “Ya, mana bisa, Ay. Sehari tak berdebat dengannya terasa hampa,” balas Alex sambil melirik Azlan. Azlan melirik tajam ke Alex, gemas karena Alex memang suka sekali menjahilinya lebih dulu. “Ive, kenapa kamu mau menikah dengan Alex?” tanya Azlan tiba-tiba ke Ive. Tentu saja Ive terkejut mendengar pertanyaan Az
“Ive hamil?”Alex terkejut mendengar pertanyaan Ayana. Dia baru saja keluar kamar karena ingin mengambil minum, tapi langsung ditodong pertanyaan oleh kakaknya itu.“Ive bilang kalau mau datang bulan, pasti mual begitu,” jawab Alex menjelaskan seperti yang Ive katakan.Ayana menatap curiga, meski tanda-tanda ingin datang bulan tiap orang berbeda, tapi rasanya aneh jika ingin datang bulan tapi mual.“Ya, kalau Ive bilang begitu ya sudah. Tapi kalau besok pagi masih mual, bawa dia ke rumah sakit untuk periksa,” ujar Ayana mengingatkan agar Alex tidak lengah terhadap kesehatan istrinya.Alex hanya menganggukkan kepala mendengar ucapan Ayana, lantas memilih turun ke dapur untuk mengambil minum.**Hari berikutnya. Alex masih tertidur pulas karena pagi pun belum menyapa. Namun, tidurnya terganggu saat mendengar suara berisik dari kamar mandi yang memaksanya untuk membuka mata.“Ive.” Alex tak mendapati istrinya di ranjang, lantas memanggil untuk memastikan keberadaan istrinya itu.Tak ada
“Sudah jujur saja. Kamu mendadak menikahi Ive bukan karena kasihan dan ingin membantunya saja, tapi karena kalian sudah tidur bersama, kan?”Ayana langsung mencecar Alex di luar ruangan dokter karena sang adik tak sepenuhnya jujur tentang masalah pernikahan yang dilakukan secara mendadak.Alex tersentak mendengar pertanyaan Ayana, memang aneh jika mereka menikah belum genap dua bulan, tapi Ive sudah hamil sembilan minggu.“Aku akan cerita, tapi tolong dengarkan dengan baik dan jangan marah dulu,” ujar Alex mencoba menenangkan kakaknya itu.“Hm ….” Ayana hanya berdeham. Dia berdiri sambil melipat kedua tangan di depan dada, menunggu adiknya itu cerita.Alex pun mulai cerita, dari pertemuan pertama dengan Ive, sampai akhirnya bertemu kembali dengan Ive yang sedang ingin dijebak sampai akhirnya membuat mereka melakukan kesalahan dan berakhir di pernikahan dengan sebuah perjanjian.“Begitu, aku benar-benar tak pernah berniat melakukan hal buruk, semua terjadi begitu saja,” ujar Alex menje
“Aku ingin tinggal lebih lama, tapi aku harus mengurus perusahaan yang kutinggal terlalu lama,” ucap Damian saat menjenguk Ive di rumah sakit.“Tidak apa,” balas Ive, “aku minta maaf karena tak bisa mengantarmu ke bandara,” ucap Ive sedikit sedih.Damian tersenyum mendengar ucapan Ive, hingga kemudian membalas, “Tidak apa. Yang terpenting sekarang adalah kesehatanmu. Jaga calon keponakanku dengan baik.”Ive menganggukkan kepala mendengar ucapan Damian.“Beri kabar kalau sudah sampai di rumahmu,” ucap Ive.“Tentu,” balas Damian.Setelah berpamitan dengan Ive, Damian pun berpamitan dengan Alex dan yang lainnya.“Titip Ive, jaga dia dengan baik,” ucap Damian sambil menepuk lengan Alex.“Tentu saja, kamu jangan cemas,” balas Alex.Damian juga berterima kasih ke Ayana dan Deon yang mau ikut membantu menjaga adiknya. Dia pun akhirnya pergi bersama Ronald karena harus segera ke bandara.Ive sedikit sedih karena begitu cepat ditinggal sang kakak. Dia juga tidak tahu kapan lagi bisa bertemu de
Jonathan urung pergi ke rumah sakit karena ingin menyelesaikan masalah dengan Carisa. Mereka kini berada di ruang kerja Jonathan ditemani seorang pengacara dan Andre.“Sesuai penawaran yang tadi aku berikan. Jika kamu mau uang, jual rumahmu kepadaku!” Jonathan kembali menegaskan apa yang tadi disepakati mereka, sebelum akhirnya memanggil pengacara.“Tentu, lebih baik aku menjual rumah itu,” ucap Carisa yang tak punya pilihan.“Jika kamu mau menghilang dari hidup Ive, serta berjanji tidak akan menganggunya lagi, aku akan memberimu uang lebih,” ucap Jonathan lagi berusaha menjauhkan Ive dari Carisa.Tanpa pikir panjang, Carisa mengiakan saja permintaan Jonathan. Baginya yang terpenting sekarang memiliki uang banyak untuk hidupnya.“Tentu, aku juga terima itu,” balas Carisa.Jonathan sudah menebak jika Carisa memang lebih mementingkan uang daripada keluarga. Dia pun memerintahkan pengacara untuk membacakan perjanjian jual beli dan perjanjian jika Carisa tidak akan mengganggu Ive lagi.“J