“Ngambekmu sebentar doang.” Alex langsung meledek Azlan yang hari itu berkumpul bersama di rumah Jonathan. Setelah dua hari semenjak Hyuna keluar dari rumah sakit, akhirnya hari ini mereka berkumpul untuk membahas soal keinginan Azlan. “Ngajak berantem?” Azlan langsung paham ke mana arah Alex bicara. “Lho, aku hanya tanya. Siapa yang ngajak berantem?” Alex membalas dengan santai padahal sudah tahu kalau Azlan mulai naik pitam karena dia goda. Ayana geleng-geleng kepala, kedua adiknya itu masih saja suka bertengkar padahal sudah sama-sama dewasa. “Kalian ini kalau tidak bertengkar sehari saja, apa tidak bisa?” Ayana bicara sambil menatap Alex dan Azlan secara bergantian. “Ya, mana bisa, Ay. Sehari tak berdebat dengannya terasa hampa,” balas Alex sambil melirik Azlan. Azlan melirik tajam ke Alex, gemas karena Alex memang suka sekali menjahilinya lebih dulu. “Ive, kenapa kamu mau menikah dengan Alex?” tanya Azlan tiba-tiba ke Ive. Tentu saja Ive terkejut mendengar pertanyaan Az
“Ive hamil?”Alex terkejut mendengar pertanyaan Ayana. Dia baru saja keluar kamar karena ingin mengambil minum, tapi langsung ditodong pertanyaan oleh kakaknya itu.“Ive bilang kalau mau datang bulan, pasti mual begitu,” jawab Alex menjelaskan seperti yang Ive katakan.Ayana menatap curiga, meski tanda-tanda ingin datang bulan tiap orang berbeda, tapi rasanya aneh jika ingin datang bulan tapi mual.“Ya, kalau Ive bilang begitu ya sudah. Tapi kalau besok pagi masih mual, bawa dia ke rumah sakit untuk periksa,” ujar Ayana mengingatkan agar Alex tidak lengah terhadap kesehatan istrinya.Alex hanya menganggukkan kepala mendengar ucapan Ayana, lantas memilih turun ke dapur untuk mengambil minum.**Hari berikutnya. Alex masih tertidur pulas karena pagi pun belum menyapa. Namun, tidurnya terganggu saat mendengar suara berisik dari kamar mandi yang memaksanya untuk membuka mata.“Ive.” Alex tak mendapati istrinya di ranjang, lantas memanggil untuk memastikan keberadaan istrinya itu.Tak ada
“Sudah jujur saja. Kamu mendadak menikahi Ive bukan karena kasihan dan ingin membantunya saja, tapi karena kalian sudah tidur bersama, kan?”Ayana langsung mencecar Alex di luar ruangan dokter karena sang adik tak sepenuhnya jujur tentang masalah pernikahan yang dilakukan secara mendadak.Alex tersentak mendengar pertanyaan Ayana, memang aneh jika mereka menikah belum genap dua bulan, tapi Ive sudah hamil sembilan minggu.“Aku akan cerita, tapi tolong dengarkan dengan baik dan jangan marah dulu,” ujar Alex mencoba menenangkan kakaknya itu.“Hm ….” Ayana hanya berdeham. Dia berdiri sambil melipat kedua tangan di depan dada, menunggu adiknya itu cerita.Alex pun mulai cerita, dari pertemuan pertama dengan Ive, sampai akhirnya bertemu kembali dengan Ive yang sedang ingin dijebak sampai akhirnya membuat mereka melakukan kesalahan dan berakhir di pernikahan dengan sebuah perjanjian.“Begitu, aku benar-benar tak pernah berniat melakukan hal buruk, semua terjadi begitu saja,” ujar Alex menje
“Aku ingin tinggal lebih lama, tapi aku harus mengurus perusahaan yang kutinggal terlalu lama,” ucap Damian saat menjenguk Ive di rumah sakit.“Tidak apa,” balas Ive, “aku minta maaf karena tak bisa mengantarmu ke bandara,” ucap Ive sedikit sedih.Damian tersenyum mendengar ucapan Ive, hingga kemudian membalas, “Tidak apa. Yang terpenting sekarang adalah kesehatanmu. Jaga calon keponakanku dengan baik.”Ive menganggukkan kepala mendengar ucapan Damian.“Beri kabar kalau sudah sampai di rumahmu,” ucap Ive.“Tentu,” balas Damian.Setelah berpamitan dengan Ive, Damian pun berpamitan dengan Alex dan yang lainnya.“Titip Ive, jaga dia dengan baik,” ucap Damian sambil menepuk lengan Alex.“Tentu saja, kamu jangan cemas,” balas Alex.Damian juga berterima kasih ke Ayana dan Deon yang mau ikut membantu menjaga adiknya. Dia pun akhirnya pergi bersama Ronald karena harus segera ke bandara.Ive sedikit sedih karena begitu cepat ditinggal sang kakak. Dia juga tidak tahu kapan lagi bisa bertemu de
Jonathan urung pergi ke rumah sakit karena ingin menyelesaikan masalah dengan Carisa. Mereka kini berada di ruang kerja Jonathan ditemani seorang pengacara dan Andre.“Sesuai penawaran yang tadi aku berikan. Jika kamu mau uang, jual rumahmu kepadaku!” Jonathan kembali menegaskan apa yang tadi disepakati mereka, sebelum akhirnya memanggil pengacara.“Tentu, lebih baik aku menjual rumah itu,” ucap Carisa yang tak punya pilihan.“Jika kamu mau menghilang dari hidup Ive, serta berjanji tidak akan menganggunya lagi, aku akan memberimu uang lebih,” ucap Jonathan lagi berusaha menjauhkan Ive dari Carisa.Tanpa pikir panjang, Carisa mengiakan saja permintaan Jonathan. Baginya yang terpenting sekarang memiliki uang banyak untuk hidupnya.“Tentu, aku juga terima itu,” balas Carisa.Jonathan sudah menebak jika Carisa memang lebih mementingkan uang daripada keluarga. Dia pun memerintahkan pengacara untuk membacakan perjanjian jual beli dan perjanjian jika Carisa tidak akan mengganggu Ive lagi.“J
Emanuel mengeluarkan sebutir pil dari kantong jaketnya. Dia tahu Ive hamil dan merencanakan ini semua untuk membuat adik tirinya itu menderita.Emanuel kembali lagi ke kota itu setelah mendapat informasi dari Eric jika Damian adalah saudara Ive. Dari situ Emanuel akhirnya kembali mencari tahu soal kejadian yang menimpanya, hingga Ben memberinya informasi kalau kejadian di hotel adalah jebakan untuk Emanuel.Tentu saja hal itu membuat Emanuel marah karena merasa ditipu setelah dia menjual sahamnya ke Damian.“Kamu pikir bisa mempermainkanku. Sekarang rasakan balasannya!”Emanuel hendak memaksa Ive meminum obat yang dibawanya.Ive panik karena tidak ada yang datang menolongnya. Dia menutup mulutnya rapat agar obat itu tak masuk mulut, tapi Emanuel terus memaksanya.“Apa yang Anda lakukan? Tolong!” teriak perawat yang datang untuk mengecek Ive, tapi malah melihat Emanuel sedang menganiaya Ive.Emanuel terkejut melihat ada yang datang. Ive pun berusaha mendorong Emanuel agar menjauh darin
“Iya, aku tidak bisa meninggalkannya sendirian. Dia sepertinya trauma berat, jika kondisinya sudah lebih baik, mungkin besok akan aku ajak pulang saja.” Alex sedang menghubungi Ayana. Dia duduk di samping ranjang dengan satu tangan digenggam Ive. Ive tidur dengan penuh ketakutan sampai tak mau melepas pegangan tangannya dari Alex. “Aku akan ke sana kalau kamu mau mengurus pria itu di kantor polisi. Aku juga geram melihat kelakuannya, sudah bagus menghilang saja, tapi balik lagi membawa masalah!” geram Ayana dari seberang panggilan karena tak habis pikir dengan perbuatan Emanuel. “Saat ini Ive sedang tidur, aku juga tidak bisa pergi tanpa izinnya. Tapi jika kamu mau datang ke sini lebih dulu, aku menghargainya,” ujar Alex. Alex tak tega melihat Ive ketakutan sampai menangis seperti tadi, sehingga dia pun tidak bisa pergi tanpa izin istrinya itu. “Baiklah, aku akan ke sana dulu. Siapa tahu Ive bisa lebih tenang dengan keberadaanku di sana,” ujar Ayana. “Iya, Ay. Terima kasih suda
“Kami sudah menerima bukti-bukti yang diberikan pihak rumah sakit. Kini tinggal meminta keterangan dari korban,” ucap polisi. Alex pergi ke kantor polisi untuk mengurus tindak kejahatan yang dilakukan Emanuel. Dia tidak akan membiarkan pria itu kabur begitu saja setelah berani-beraninya ingin membunuh janin di rahim istrinya. “Apa saya bisa bicara dengan tersangka?” tanya Alex. “Tentu.” Polisi itu mempersilakan, lantas mengantar Alex ke ruang tunggu. Alex duduk di ruang tunggu, hingga beberapa saat kemudian, polisi datang bersama Emanuel yang terborgol kedua tangannya. Emanuel menatap benci ke Alex. Dia dendam karena Alex sudah membuatnya seperti sekarang. “Aku akan membuat perhitungan denganmu!” geram Emanuel. “Silakan, tapi sebelum kamu melakukannya, aku akan membunuhmu dulu!” gertak Alex dengan tatapan tajam. Emanuel tersenyum miring mendengar ucapan Alex, hingga dia pun menjawab. “Kamu tidak akan punya cukup bukti untuk membuatku dipenjara,” ujar Emanuel penuh percaya dir