Alex pulang setelah beberapa jam berada di perusahaan hanya untuk mengecek dan memantau jalannya bisnis perusahaan keluarganya itu.“Di mana Ive?” tanya Alex saat bertemu dengan pelayan.“Nona tidak terlihat keluar kamar sejak tadi, Tuan. Saat makan siang saya sudah mencoba mengetuk, tapi Nona tidak menyahut,” jawab pelayan itu.Alex memandang ke lantai atas, lantas memutuskan mengecek istrinya di kamar. Saat masuk kamar, Alex melihat Ive yang ternyata tidur dengan pulas.“Pantas saja tidak menyahut saat dipanggil,” gumam Alex.Alex mendekat ke ranjang, lantas duduk di tepian sambil memandang Ive yang tidur sangat pulas. Dia membelai wajah Ive, membuat gadis itu mengerutkan alis karena terganggu dengan sentuhan Alex.“Kamu sejak siang tidak makan, Ive?” tanya Alex ketika melihat Ive mulai membuka kelopak mata.“Kamu sudah pulang?” tanya Ive dengan suara serak.“Hm … iya, aku hanya mengecek saja, bukan bekerja jadi bisa pulang lebih awal,” jawab Alex.Ive mencoba mengumpulkan kesadaran
“Ay, susu formulanya Ansel habis. Apa mama boleh ajak keluar Ansel sekalian jalan-jalan?” tanya Suci bicara dengan Ayana melalui panggilan telepon.“Iya boleh, Ma. Nanti minta sopir saja buat antar,” jawab Ayana dari seberang panggilan.“Baiklah, mama minta izin dulu, takutnya kamu ga ngebolehin Ansel diajak keluar di tempat umum,” ujar Suci lagi.“Bolehlah, Ma,” jawab Ayana, “Ma, aku ada rapat, kalau ada apa-apa kabari saja, ya.”Suci membalas ucapan Ayana, lantas mengakhiri panggilan.“Akhirnya bisa ajak kamu jalan-jalan ya, Ans.” Suci mencium pipi gembul cucunya itu karena sangat menggemaskan.“Mau ke mana?” tanya Jonathan yang tiba-tiba muncul di rumah.“Lho, bukannya kamu seharusnya di kantor?” tanya Suci keheranan melihat Jonathan di rumah.“Oh ya seharusnya, tapi aku tadi baru saja ada urusan di luar, jadi sekalian mampir pulang,” jawab Jonathan menjelaskan.Suci pun membentuk huruf O dengan bibir, lantas menjawab pertanyaan Jonathan sebelumnya.“Susu Ansel habis, jadi aku bere
“Pak Jonathan, Anda bersama ….”Carisa menghampiri dan menyapa Jonathan, hingga terkejut melihat wanita lain pergi bersama Jonathan, lantas dia melirik Ansel yang ada di stroller. Dia juga melihat Andre yang membawa banyak barang belanjaan.“Ah … belanja bulanan untuk si kecil. Dia baby sitternya?” tanya Carisa karena tak pernah melihat Suci.Suci sangat terkejut dipanggil sebagai baby sitter, dia ingin menjelaskan tapi Jonathan lebih dulu bicara.“Dia omanya Ansel,” jawab Jonathan memperkenalkan Suci, dia tidak salah memperkenalkan Suci sebagai nenek Ansel, bukankah itu benar.“Oma?” Carisa sangat terkejut mendengar ucapan Jonathan, hingga kemudian menebak. “Oh … mantan istri Anda?”Jonathan memulas senyum mendengar tebakan Carisa, sedangkan Suci melongo karena Carisa begitu kepo dengan statusnya.“Bukan mantan,” balas Jonathan yang bicara ambigu.Carisa pun terkejut, kini tebakan demi tebakan muncul di kepala karena ucapan Jonathan yang ambigu hingga membuat seseorang berspekulasi s
Ive langsung menggenggam telapak tangan Alex saat melihat nomor yang menghubunginya. Dia menoleh Alex, hingga pria itu memberi isyarat dengan cara mengangguk agar Ive menjawab panggilan itu.Ive pun akhirnya menggeser tombol hijau di layar, lantas menempelkan benda pipih itu di telinga.“Halo.” Ive menjawab panggilan itu dengan suara sedikit gemetar.“Halo, kamu benar Evelyn?” Suara seseorang terdengar dari seberang panggilan.‘I-iya.” Ive sampai tergagap karena terkejut juga tak tahu apa yang dirasakannya sekarang.“Apa kita bisa bertemu? Di mana kamu? Aku akan menemuimu.”Ive menoleh Alex lagi, lantas menjawab, “Aku masih di London dan dalam perjalanan menuju bandara untuk kembali ke Indonesia.”Terdengar hening dari seberang panggilan setelah Ive menjawab, hingga kembali terdengar suara dari seberang panggilan.“Baiklah, aku akan menunggumu. Hubungi aku jika sudah sampai.”“Tunggu! Siapa kamu sebenarnya?” tanya Ive yang tak bisa membendung rasa penasarannya.“Kamu akan tahu setelah
“Evelyn?” Suara dengan bariton tinggi dan tegas, tapi terkesan lembut karena diucapkan penuh kehati-hatian itu mampu membuat jantung Ive berdegup dengan cepat. Evelyn melihat seorang pria seumuran Alex berdiri dari duduknya, ada satu pria lagi berumur 60 an berdiri di belakang pria itu. “Kamu benar Evelyn?” tanya pria itu lagi karena Ive hanya diam. Alex menoleh Ive, melihat istrinya yang hanya diam. Dia pun menyentuh pundak istrinya untuk menyadarkan dari lamunan. “Iya,” jawab Ive saat tersadar dari lamunannya. Pria itu mendekat ke Ive dan Alex. Dia berdiri tepat di hadapan Ive, lantas melihat liontin yang dipakai oleh Ive. Ive memandang pria yang lebih tinggi darinya itu. Pria tampan dengan rahang kokoh yang ditumbuhi bulu tipis di area rahang pria itu. “Siapa nama lengkapmu?” tanya pria itu seolah masih memastikan jika benar dia Evelyn yang dicarinya. “Evelyn Blossom Cheverlyn.” Pria itu tersenyum saat mendengar nama lengkap Ive, hingga dia tiba-tiba memeluk Evelyn. “Akh
“Apa kamu yang mengambil semua barang-barangku di apartemen?” tanya Ive karena masih berharap foto keluarganya kembali. “Barang?” Damian bingung hingga dahinya berkerut mendengar pertanyaan Ive. “Iya, barang di apartemenku di London,” ucap Ive menjelaskan. Damian menoleh ke Ronald, lantas kembali memandang Ive. “Tidak, bahkan kami tidak tahu kamu pernah tinggal di sana,” balas Damian. Ive langsung menoleh Alex, keduanya saling tatap karena merasa aneh. Jika bukan Damian, lalu siapa yang membawa barang-barangnya. “Apa ada yang berharga?” tanya Damian saat melihat ekspresi wajah Ive yang sedih. “Tidak ada, hanya saja aku kehilangan foto kedua orang tua yang sudah merawatku,” jawab Ive sambil menunduk sedih. Damian memandang Alex yang hanya menggelengkan kepala pelan. Damian ternyata menyewa sebuah apartemen di kota itu. Dia mengajak Ive dan Alex ke sana agar tahu di mana tempat tinggal sementaranya di kota itu. “Aku lega melihat Ive baik-baik saja,” ujar Damian saat hanya berd
“Jadi Ive punya saudara kandung?” tanya Ayana saat mendengar cerita ke mana Alex dan Ive pergi.“Iya, jadi memang ada alasan kenapa keduanya berpisah,” jawab Alex mengiakan pertanyaan Ayana.Ayana mengangguk-angguk paham, hingga kemudian bicara.“Baguslah, setidaknya dia memiliki saudara yang peduli kepadanya, bukan hanya bisanya menghina,” ujar Ayana.“Oh ya, aku sudah mendapatkan informasi soal orang yang membobol apartemen.” Ayana mengambil ponselnya, lantas membuka data yang didapatnya dari Al.“Aku meminta Al untuk menyelidiki lebih lanjut karena kemarin ada beberapa orang yang memiliki ciri sama dengan pelaku,” ujar Ayana menjelaskan sambil memberikan ponselnya ke Alex.Alex pun mengambil ponsel Ayana, lantas membaca data yang ada di sana lengkap dengan foto terduga pelaku.“Dia satu-satunya orang yang mirip dengan pelaku, juga dia pernah terlihat di sekitar gedung apartemen,” ujar Ayana.Teman Ayana butuh beberapa hari untuk menyelidiki semua orang yang dicurigai sebagai pelaku
Ive ikut rapat bersama Alex. Dia di sana memang untuk belajar sambil memahami apa saja yang dibutuhkan perusahaan agar bisa bertahan.“Jadi ini ide yang sudah kami kembangkan, apa ada masukan dari Anda, Pak?” tanya staff yang didatangkan khusus dari London.Siang itu Alex memang mengadakan rapat tertutup dengan staff kepercayaannya.“Ive.” Alex menoleh Ive untuk meminta pendapat istrinya itu sebab Ive yang memberikan ide itu sebelumnya.Ive terkejut mendengar Alex memanggil karena sedang fokus mencatat, hingga dia menyadari jika tatapan semua orang tertuju kepadanya.“Bagaimana pendapatmu soal pengembangan ide yang dibuat oleh tim kita?” tanya Alex.Ive menunduk untuk membaca ulang catatannya, lantas mulai mengemukakan pendapat.“Pengembangannya aku nilai sangat kreatif dan menarik. Konsepnya pun sudah sesuai dengan target pasar kita. Jadi kurasa tak ada yang perlu diubah atau dikritik lagi karena sudah cocok dengan apa yang ingin kita kembangkan,” ujar Ive memberikan penilaiannya, se
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida