Azlan mengemudikan mobil di jalanan yang lenggang, hingga tiba-tiba membanting stir agar mobilnya menepi. Saat mobil sudah berhenti sempurna, Azlan mencengkram erat stir, lantas menjatuhkan kening di atas benda berbentuk lingkaran itu. Kedua pundaknya pun bergetar, Azlan tak mampu menahan air mata. Dia tak ingin kejadian seperti ini terulang, membuatnya mengambil keputusan berat untuk saling memikirkan ulang apa yang sebenarnya mereka inginkan. Cukup lama Azlan berada di sana, meratapi keputusan yang sebenarnya sulit untuk diambilnya. Dia mencoba menenangkan diri, hingga akhirnya sedikit tenang setelah bisa menangis. “Ini yang terbaik untuk kita saat ini, Hyuna. Kita memang seharusnya menenangkan diri agar tidak saling menyakiti.” Azlan menarik napas panjang, lantas mengembuskan perlahan sebelum akhirnya kembali melajukan mobil untuk kembali ke perusahaan. ** “Bagaimana kabar Azlan?” tanya Alex saat duduk bersama Ayana dan Deon di ruang keluarga. “Buruk,” jawab Ayana sambil memb
“Ya, ini permasalah anak-anak. Aku pun tidak bisa memutuskan bagaimana, tapi yang jelas ya seperti itu ceritanya,” ucap Firman sambil mengusap kening karena pening memikirkan masalah Azlan dan Hyuna. Firman mendapat panggilan dari ayah Hyuna. Dia pun menjelaskan apa yang terjadi agar tidak ada kesalahpahaman nantinya. “Kami hanya cemas dengan kondisi Hyuna yang mengurung diri di kamar sejak siang tadi, kamu tahu sendiri kalau Hyuna selalu memilih mengunci diri di kamar kalau sedang sedih atau kesal. Tapi karena masalahnya seperti itu, ya kita tidak bisa berbuat apa-apa.” Firman mengangguk-angguk mendengar ucapan ayah Hyuna. “Begini saja, kita tunggu sampai anak-anak tenang. Takutnya kalau sekarang kita paksa mereka bicara, malah akan memperburuk keadaan sebab keduanya sedang dalam kondisi labil,” ujar Firman memberikan solusi. “Baiklah, semoga hubungan mereka membaik dan tidak ada masalah yang berkelanjutan.” Panggilan dari ayah Hyuna pun berakhir. Firman menatap ponselnya sambi
Sudah dua hari semenjak Azlan dan Hyuna berpisah. Azlan sendiri menjalani harinya seperti biasa, dia mencoba untuk tak bergantung lagi dengan keberadaan Hyuna di sisinya. “Apa kamu masih mengirim pesan ke Hyuna?” tanya Ayana saat makan siang bersama Azlan dan yang lain. Tatapan Alex dan yang lain pun langsung tertuju ke Azlan ketika mendengar pertanyaan Ayana. Azlan sendiri berhenti menyendok makanan yang ada di piring, lantas memandang Ayana. “Aku tidak ingin menganggunya,” jawab Azlan lantas kembali menyantap makanannya. Ayana, Alex, Deon, dan Ive pun saling tatap. Sikap Azlan memang sangat tenang bagi seseorang yang baru saja kehilangan orang yang dicintai. “Lagi pula hubungan kami sudah berakhir. Aku tidak mau dianggap sebagai pengganggu karena masih terus menghubunginya. Bukankah sudah biasa jika mantan akan berusaha menghindari, bukan sakit hati, hanya saja tak ingin dianggap masih berharap,” ujar Azlan lagi tanpa memperhatikan orang-orang yang ada di sana. Semua orang pu
“Makan ya, Hyun.” Ibu Hyuna membujuk agar putrinya itu mau makan. Dia cemas karena kondisi Hyuna yang lemah, bahkan hanya mengandalkan cairan infus sebab tak mau makan. Hyuna memalingkan wajah, tetap tak mau makan meski ibunya juga dokter sudah membujuk. Ibu Hyuna pun bingung, kenapa putrinya sampai seperti ini. Dia sudah berusaha menghubungi Azlan, tapi tidak mendapatkan hasil. Saat wanita itu bingung karena Hyuna masih tak mau makan, terdengar ketukan pintu yang membuat wanita itu menoleh ke pintu. Dia melihat Ayana dan Deon yang datang, membuatnya begitu senang hingga langsung menghampiri. “Azlan mau datang?” tanya ibu Hyuna dengan suara lirih saat menghampiri Ayana dan Deon. Dia sampai melongok ke pintu, tapi tak melihat Azlan. “Azlan masih sibuk, Bibi. Aku juga sudah menyampaikan pesan Bibi, tapi tidak tahu kapan dia akan datang,” jawab Ayana merasa bersalah karena ibu Hyuna terlihat penuh harap melihat Azlan datang. Wanita itu terlihat kecewa, tapi juga tak bisa berbuat ap
Azlan tidak pulang dari perusahaan sampai malam. Dia masih duduk di belakang meja kerjanya, diam tak melakukan apa pun karena banyak hal yang masuk ke pikirannya. Bahkan dia sampai mengabaikan panggilan dari kedua orang tuanya juga Ayana, tak ada satu pun panggilan dari mereka yang dijawabnya. Hingga saat waktu menunjukkan pukul sembilan malam, Azlan akhirnya beranjak dari kursinya, keluar dari ruangan untuk meninggalkan perusahaan. Bahkan satpam yang melihatnya baru akan pulang pun sampai bingung kenapa Azlan di sana sampai malam. Azlan ternyata tak pulang. Dia membeli makanan, lantas melanjutkan pergi ke rumah sakit. Meski dia kesal dan ingin memberi pelajaran ke Hyuna akan arti betapa berharganya hubungan mereka, tapi sekarang ini dia pun sudah tak bisa melanjutkan karena tak tega mengetahui kondisi Hyuna yang buruk hingga masuk rumah sakit. Azlan belajar di koridor rumah sakit, hingga akhirnya sampai di kamar tempat Hyuna dirawat. Dia masuk begitu saja, mendapat ibu Hyuna yang t
Hyuna membuka kelopak mata di pagi hari. Dia melihat Azlan yang tidur di sampingnya, membuat seulas senyum terbit di wajahnya. Bersamaan dengan Hyuna yang baru saja bangun, Azlan juga ternyata membuka kelopak mata hingga keduanya pun kini saling tatap. “Kupikir kamu tidak ada di sampingku, sehingga aku buru-buru bangun untuk memastikan, tapi ternyata dugaanku salah, aku takut kamu pergi,” ucap Hyuna. Dia memang takut jika kejadian semalam hanya mimpi belaka, lantas di pagi hari dia harus menelan kekecewaan tatkala tak melihat Azlan di sisinya. “Bagaimana bisa pergi, kalau sejak semalam ada yang takut ditinggalkan. Bahkan takut jika semua yang terjadi semalam hanya mimpi,” balas Azlan. Semalam Hyuna tak mau melepas tangan Azlan, bahkan sampai tertidur pun masih menggenggam telapak tangan pria itu. Azlan pun akhirnya menyadari, bagaimana takutnya Hyuna jika kehilangan dirinya. Hyuna hanya melebarkan senyum mendengar ucapan Azlan. Dia lega karena mereka masih bisa bersama. “Kita g
“A … Ay!” pekik Azlan saat Ayana menarik telinganya begitu kencang. “Memang anak kurang ajar! Sudah membuat heboh satu rumah, ternyata malah sedang makan enak-enakan di sini!” amuk Ayana gemas saat menemui adiknya di rumah sakit. Ayana sudah panik karena mendapat laporan dari kedua orang tua yang mengatakan jika Azlan tidak pulang, tapi ternyata sang adik pergi ke rumah sakit tanpa kabar. Hyuna sendiri meringis melihat Ayana menarik telinga Azlan, dia harus mengakui jika lebih galak dari Ayana. “Iya, Ay. Maaf. Aku ke sini pun karena spontan setelah seharian memikirkan Hyuna,” ujar Azlan menjelaskan sambil mengimbangi tarikan jari Ayana di telinganya. Ayana pun akhirnya melepas telinga Azlan, lantas menatap sang adik dengan ekspresi kesal. Azlan mengusap berulang kali telinganya yang sakit, bahkan kini begitu merah karena ditarik cukup kencang oleh Ayana. Ayana menoleh Hyuna, melihat gadis itu sudah bisa duduk dan makan. Meski dia marah Azlan tidak memberi kabar, tapi setidaknya
Ive pergi ke mall sendirian setelah mendapat izin dari Alex yang tak bisa menemani karena harus menghadiri sebuah rapat.Ive sendiri pergi ke mall karena ingin membelikan sesuatu untuk Damian yang akan pergi. Dia menyadari jika takkan bisa menemui Damian dalam waktu yang lama, padahal mereka baru saja bertemu.“Apa yang harus kubeli untuk Damian?”Ive pun bingung harus membeli apa. Dia tidak mungkin membeli perhiasan untuk kakak lelakinya itu. Ive berhenti depan sebuah toko aksesoris, membeli hadiah untuk wanita lebih mudah daripada membeli hadiah untuk pria.Ive sampai menghela napas frustasi karena bingung harus bagaimana.“Bagaimana kalau dasi? Kupikir dia sudah punya banyak.” Ive bertanya sendiri tapi menjawab sendiri juga.“Sepatu? Ah … apalagi itu.” Ive malah bingung sendiri. Dia masih berdiri di sana sambil melamun karena bingung.Hingga tatapan Ive tertuju ke toko jam tangan, hingga dia berpikir jika mungkin jam tangan lebih bagus dan bermanfaat.Ive pun pergi ke toko jam tang