“Masih memikirkan masalah semalam?” tanya Ayana sambil mengikat dasi Deon. Deon langsung menatap Ayana, hingga kemudian menggelengkan kepala. “Tidak.” “Aku malah cemas kalau kamu berpikir aku seperti itu. Kuharap kamu tidak menyamakanku dengan pria itu karena ceritaku semalam, Ay.” Ketimbang dari merasa malu karena perbuatan suami Nabila, Deon malah lebih cemas jika Ayana berpikir dirinya akan sama seperti pria itu yang tega berselingkuh ketika istrinya tak bisa melayani. Ayana cukup terkejut mendengar ucapan Deon, hingga kemudian tersenyum sambil mengangsurkan jari di permukaan dasi suaminya itu. “Mana mungkin aku berpikir seperti itu, De. Aku percaya kepadamu. Andai kamu ingin melakukan itu, pasti sudah kamu lakukan sejak lama juga tidak mungkin kamu bicara demikian, kan.” Ayana mengungkap apa yang ada di pikirannya. Deon memulas senyum mendengar ucapan Ayana, hingga kemudian mengecup lembut kening istrinya itu. “Hm … aku lega kamu mengatakan itu, Ay.” Deon mengusap lembut pip
“Kebetulan sekali. Apa aku bisa bicara denganmu.”Deon menatap tak senang ke pria itu, sedangkan Kyle bingung karena suami sahabatnya itu ingin bicara dengan Deon.“Apa ada masalah?” tanya Kyle berbisik.Deon tak menjawab pertanyaan Kyle, tatapannya masih tertuju tak senang ke Dafa—suami Nabila.“Kamu ke kantin dulu, Kyle. Aku akan bicara dengannya lebih dulu,” ucap Deon karena yakin tujuan pria itu ke sana bukan karena iseng semata.Kyle mengangguk mendengar ucapan Deon. Dia menyapa Dafa karena tentunya mengenal pria itu, sebelum akhirnya meninggalkan Deon.“Kita bicara di kafetaria,” ajak Deon kemudian berjalan lebih dulu.Dafa mengikuti langkah Deon, mereka akhirnya duduk di kafetaria.Deon duduk sambil melipat kedua tangan, menunggu pria itu menyampaikan maksud kedatangan menemuinya.“Kamu tahu aku dan Nabila sudah menikah sangat lama, bahkan kami memiliki seorang putri berumur 4 tahun. Kamu tidak akan memberitahunya soal kejadian semalam, kan?”Ternyata Dafa mendatangi Deon karen
“Ay, bagaimana bisa kamu mengatakan seperti itu?”Nabila menaap Ayana dengan rasa tak percaya.“Na, aku tidak bohong. Aku mengatakan ini karena menyayangimu,” ujar Ayana meyakinkan.Ayana sudah menceritakan apa yang dilakukan Dafa di belakang Nabila.Nabila membuang napas kasar dengan mulut. Bahkan menggelengkan kepala pelan.“Dafa tidak mungkin seperti itu, Ay. Kamu tahu bagaimana dia sangat menyayangiku. Kamu kenal kami tidak hanya sehari dua hari, bagaimana bisa kamu berkata dia seperti itu.” Nabila benar-benar tak percaya dengan ucapan Ayana.“Na, aku pun awalnya aku pun tak percaya, tapi buktinya sudah ada. Aku mengatakan ini karena sayang kepadamu, aku tidak bisa membiarkanmu dipermainkan seperti ini,” ujar Ayana menjelaskan agar Nabila tak salah paham dengan maksudnya.Nabila menatap kecewa ke Ayana, tentu saja masih tak percaya dengan yang dikatakan oleh sahabatnya itu.“Aku butuh waktu berpikir, Ay.” Nabila mengambil tasnya, lantas berdiri untuk pergi.“Na, aku bicara begini
“Ada apa? Apa ada masalah sampai kamu memintaku bertemu?’Nabila menghela napas kasar, lantas menganggukkan kepala.“Terima kasih kamu mau datang,” ucap Nabila.Kyle merasa heran karena Nabila meminta bertemu dengannya hanya berdua. Dia pun tak menolak karena tahu jika Nabila takkan meminta bertemu jika bukan karena ada hal penting yang ingin dibicarakan.“Tidak masalah. Hanya terkejut kamu tiba-tiba mengajak bertemu,” ujar Kyle.Nabila mengangguk-angguk mendengar ucapan Kyle, hingga menarik napas panjang mempersiapkan diri untuk menceritakan maksud meminta Kyle datang.“Aku sebenarnya sedikit kesal dengan Ayana,” ujar Nabila mengawali perbincangan itu.“Ayana? Kenapa?” tanya Kyle heran mendengar ucapan Nabila.“Dia mengatakan jika Dafa main perempuan di belakangku. Kamu percaya dia bilang begitu? Padahal selama ini Dafa sangat penyayang, bahkan pergi malam meninggalkanku di rumah sendiri saja tak pernah,” jawab Nabila menceritakan kegelisahannya.Kyle diam mendengarkan ucapan Nabila.
“Apa dia benar-benar marah kepadaku? Padahal aku hanya tak ingin dia disakiti.”Ayana menatap ponselnya. Dia sudah mengirim pesan ke Nabila sejak semalam, tapi sahabatnya itu tak membalas pesannya sama sekali.Deon menatap Ayana yang terus menatap ke ponsel. Dia pun menghela napas kasar, lantas mendekat kemudian duduk di samping Ayana.“Mungkin dia butuh waktu berpikir, Ay. Jika kamu di posisinya, kamu juga pasti akan bingung juga bimbang, bahkan mungkin takkan percaya jika tak melihatnya sendiri,” ujar Deon mencoba melegakan hati istrinya agar tak terlalu banyak berpikir.Ayana menoleh Deon, lantas mencoba bersikap tenang serta mengenyahkan pikiran yang berkecamuk di dalam pikiran.“Mungkin begitu, tapi tetap saja aku cemas karena dia tidak membalas pesanku,” balas Ayana sambil menatap suaminya itu.Deon mengusap-usap lembut rambut Ayana, hingga kemudian berkata, “Tunggu saja, aku yakin saat dia sudah merasa tenang, Nabila akan menghubungi atau mendatangimu.”**Nabila menyiapkan pak
“Dia juga melakukan itu?”Ayana dan Suci terkejut melihat Nabila ada di sana.“Na.” Ayana terkejut melihat Nabila, hingga tatapan tertuju ke koper yang ada di samping temannya itu. “Kenapa kamu bawa koper?”Nabila menghampiri Ayana, lantas duduk di samping sahabatnya itu.Ayana sendiri antara panik dan cemas, takut jika Nabila tak percaya.“Aku sudah berpikir, Ay.” Nabila bicara sambil menatap Ayana.Ayana menatap sambil menunggu Nabila bicara.“Aku ingin mencari bukti jika Dafa memang main wanita di belakangku. Aku butuh banyak bukti untuk membuatnya menyesal mempermainkan pernikahan kami,” ujar Nabila dengan amarah yang menggebu.Ayana seketika bernapas lega mendengar ucapan Nabila. Dia senang Nabila bisa berpikiran terbuka, serta tak terlalu dibutakan cinta.“Lalu, apa rencanamu? Juga kenapa kamu membawa koper?” tanya Ayana kebingungan.“Aku mau minta bantuanmu. Aku ingin menginap di sini selama satu mingguan. Aku berencana membuat lengah Dafa dengan pura-pura pergi untuk urusan pe
Suara ketukan pintu terdengar. Dafa yang sedang fokus mengecek berkas pun mempersilakan masuk.Sekretaris Dafa berjalan masuk setelah mengunci ruangan itu. Dia berjalan dengan gerakan kaki yang membuat kedua pinggulnya bergerak seirama kaki. Dia membawa stopmap lantas meletakkan pelan ke meja.“Bagaimana penampilan saya hari ini, Pak?” tanya wanita itu sambil menyandarkan paha di tepian meja. Dia juga membusungkan dada, sehingga belahan dadanya terlihat karena kancing bagian atas blouse-nya sengaja dibuka.Dafa menatap sekretarisnya itu, lantas memperhatikan penampilan wanita itu dari ujung kepala hingga paha.“Sempurna,” jawab Dafa, “kemarilah!” Dafa menggerakkan telunjuk meminta sekretarisnya mendekat.Wanita itu pun mendekat, lantas duduk di atas pangkuan Dafa sesuai dengan instruksi.“Anda bilang kalau istri Anda ke luar kota, apa Anda akan mengajak saya jalan-jalan?” tanya wanita itu tak tahu malu karena sudah biasa dimanja dan memuaskan hasrat pria itu ketika di kantor.“Tidak b
“Kalian tunggu di sini, kami akan masuk agar tidak ada yang curiga,” ujar Ayana.Ayana dan yang lain pergi ke perusahaan Dafa saat menjelang malam saat perusahaan sudah sepi.“Peralatannya sudah dibawa? Kalian bisa memasangnya, kan?” tanya Kyle cemas jika para wanita yang mengerjakannya.“Jangan menghinaku. Kalau hanya memasang ini, aku bisa,” jawab Ayana penuh percaya diri.Ayana dan Nabila pun turun dari mobil untuk pergi ke perusahaan Dafa, tapi Deon menahan tangan Ayana saat hendak turun.“Hati-hati. Kalau ada apa-apa segera hubungi kami,” ucap Deon yang cemas.“Iya, kamu jangan cemas,” balas Ayana.Ayana dan Nabila pun pergi ke perusahaan. Mereka bersikap biasa saja, bahkan sempat menyapa security di pos depan.“Bu Nabila. Kok malam-malam ke sini? Pak Dafa sudah pulang dari tadi,” kata security yang mengenali Nabila.“Iya, saya tahu. Saya ke sini karena ada barang yang tertinggal, kebetulan saya sedang lewat sini, jadi mau ambil sekalian,” ujar Nabila sekenanya.“Oh begitu, silak