“Jadi, Pak Rey. Apa Anda ingin membuat pembelaan? Di sini sudah jelas Anda menyabotase serta telah melakukan penipuan.”Staff memberikan salinan bukti-bukti yang diberikan Ayana ke Rey.Rey tentu saja tidak bisa mengelak. Semua kejahatannya terbongkar dan kini harus menanggung malu.“Kami selalu melakukan pelelangan dengan cara yang sehat, serta menjunjung tinggi kejujuran. Kami sangat kecewa karena Anda sudah berani melakukan penipuan seperti ini,” ungkap staff pelelangan.Ayana duduk dengan santai mendengarkan Rey dihakimi.“Saya tidak tahu jika proposal yang diajukan adalah hasil mencuri. Saya menerima proposal yang sudah matang dari tim perencana, sebelum diserahkan untuk pelelangan. Jika memang ada kesalahan seperti ini, berarti semua adalah tanggung jawab tim perencana,” ujar Rey membela diri dengan mengambinghitamkan anak buahnya.“Jika salah, mengaku saja agar sanksi yang kamu dapat tidak bertambah berat,” cibir Ayana karena Rey masih saja mengelak.Rey dan Abigail langsung me
“Makan yang banyak, bukankah sekarang sudah tidak ada yang kamu cemaskan lagi. Apa yang seharusnya menjadi milikmu, kini kembali untukmu.”Deon sangat senang mengetahui Ayana mendapatkan proyek yang diinginkan. Ayana pulang malam karena harus mengurus persiapan kontrak dan proyek yang baru saja diterima.“Kamu benar-benar ingin membuatku gemuk, hm ….” Ayana tertawa kecil setelah melontarkan kalimat candaan itu.“Aku senang melihatmu makan dengan lahap, tidak seperti awal ketika kita baru menikah. Dari setengah piring nasi, hanya beberapa sendok yang kamu makan,” ujar Deon mengingat betapa sedikitnya makanan yang masuk ke lambung istrinya.Ayana tertawa lagi, tidak menyangka jika Deon ternyata mengingat hal-hal kecil seperti.“Dulu aku tidak tahu kalau masakanmu sangat enak, beda dengan sekarang,” balas Ayana sambil memasukkan suapan ke mulut.Deon pun senang Ayana menyukai masakannya, meski bukan menu restoran bintang lima, tapi Ayana tetap menyukainya.“Oh ya, bagaimana Shirly?” tany
Deon naik ranjang menyusul Ayana yang sudah duduk di ranjang duluan. Dia lantas menyandarkan kepala di pundak istrinya itu, membuat Ayana keheranan.“Kenapa? Kenapa bersikap manja, hm?” tanya Ayana sambil melirik Deon yang bersandar padanya.“Tidak apa, hanya senang bergelayut seperti ini,” jawab Deon kemudian merangkul lengan Ayana.Ayana keheranan tapi membiarkan saja.“Kapan rencana mau buka kafenya?” tanya Ayana sambil meletakkan ponsel di nakas. Satu tangan lantas mengusap rambut Deon.“Mungkin minggu depan, aku harus mempersiapkan semua dengan matang. Juga ada yang ingin aku lakukan, agar merasa tenang, Ay.” Deon mengangkat kepala dari pundak Ayana, lantas menatap istrinya yang sudah memandang.“Apa?” tanya Ayana.“Meminta restu Ibu dan Ayah, juga menemui Karin untuk meminta maaf kepadanya,” jawab Deon.“Karin?” Dahi Ayana berkerut halus karena Deon menyebut nama wanita itu.“Ya, calon istri Kak Tirta yang sekarang di rumah sakit jiwa,” ujar Deon menjelaskan.Ayana diam sejenak.
“Bu.”Staff divisi perencanaan proyek menyapa Ayana yang baru saja selesai menghadiri rapat.“Ya.” Ayana membalas sapaan itu ketika melihat siapa yang menghampirinya.“Saya mau tanya. Apa benar Shirly sedang hamil? Saya dengar dia melakukan semua kesalahan karena terpaksa,” ujar staff yang bekerja satu tim dengan Shirly sebelumnya.“Ya, itu benar.” Ayana menjawab dengan tegas.Staff itu menunduk seolah menyesal, hingga kemudian bertanya, “Apa dia dipenjara?”Ayana menggelengkan kepala, hingga kemudian menjawab, “Aku akan sangat dianggap tak berperikemanusiaan dengan menjebloskannya ke penjara, mungkin aku juga akan dianggap tak adil karena tidak memprosesnya secara hukum. Namun, tentunya kalian yang punya hati, pasti bisa menilai dan memaklumi keputusan yang aku buat.”Staff itu mengangguk-angguk paham, sebelum kemudian membalas, “Saya kagum sama Bu Ayana yang masih mau memberinya kesempatan untuk tak dihukum, meski akhirnya dikeluarkan dari perusahaan. Saya hanya menyesal karena suda
“Totalnya tujuh puluh ribu.” Azlan sedang melayani pelanggan yang datang ke kafe. Gadis yang sedang membeli minuman dan makanan itu pun mengulurkan kartu debit untuk pembayaran. “Mohon tunggu sebentar,” kata Azlan sambil menerima kartu itu. “Lama ga papa,” balas gadis yang berdiri di depan Azlan sambil tersenyum. Azlan hanya mengulas senyum mendengar ucapan gadis itu. Sepertinya dia sudah lincah menghadapi para pelanggan setelah belajar dari Gery dan Deon sebelumnya. Bersamaan dengan Azlan yang sedang membalas senyum pelanggan, Hyuna datang untuk mengunjungi kekasihnya itu. Namun, ekspresi wajahnya langsung berubah ketika melihat Azlan tersenyum ke gadis lain. Hyuna buru-buru mendekat dan berdiri di samping pembeli. Dia melirik tajam melihat gadis itu senyum-senyum ke Azlan. “Sayang, kamu sudah makan siang?” Tanpa berpikir panjang, Hyuna langsung menyebut sayang ke Azlan. Gadis di sebelah Hyuna terkejut sampai menoleh, melihat Hyuna yang tersenyum ke Azlan. Azlan sendiri menol
“Sembunyikan aku.”Azlan panik dan bingung harus bagaimana atau bersembunyi di mana.Gery pun kebingungan, kenapa Azlan ingin bersembunyi. Dia sampai menurunkan pandangan ketika melihat Azlan berjongkok.“Kamu ini kenapa?” tanya Gery kebingung, melihat Azlan yang mengisyaratkan agar dirinya diam menggunkana telunjuk.“Tidak usah bersembunyi. Keluar!” titah Firman yang akhirnya mengetahui jika Azlan bekerja di kafe itu.Gery menatap Azlan yang ketahuan, meminta agar Azlan bangun dan menemui Firman.Azlan mencebik kesal, kenapa sang papa tidak bisa membiarkannya saja. Dia pun akhirnya berdiri, melihat sang ayah yang sudah memasang wajah garang.Keduanya akhirnya duduk di salah satu meja yang ada di kafe. Azlan melihat dua bodyguard yang biasa menjaganya berdiri di depan pintu, bahkan membalikkan tulisan open ke close yang membuat pelanggan tak ada yang bisa masuk.“Apa Papa harus melakukan ini? Papa akan membuat rugi kalau menutup kafe di jam buka,” ujar Azlan memprotes tindakan sang ay
Firman benar-benar tidak menyangka Deon akan ikut campur urusan keluarganya.“Siapa kamu sampai berani ikut campur masalah keluargaku. Ingat, kamu tidak akan pernah ada di sini jika bukan karena aku yang menikahkan kalian. Jadi ingat siapa dan apa posisimu!” Firman mencoba menggertak Deon agar tidak ikut campur.Ayana terkejut mendengar Firman membahas itu. Dia menatap suaminya dari belakang, takut jika Deon berkecil hati.Deon menatap Firman dengan ekspresi wajah datar, tapi meski demikian dia pun terlihat tenang saat mendengar ucapan Firman yang menyakitkan.“Sepertinya bicara formal pun akan terasa aneh ketika meluapkan amarah. Jadi biarkan aku bicara sebagai siapa aku di sini.” Deon membuang sikap formalnya sebab sang mertua memancing emosinya.Firman terhenyak melihat tatapan Deon yang begitu tajam.“Ayana adalah istriku. Dia sudah menjadi hakku, milikku yang tidak bisa kamu sentuh tanpa persetujuanku. Ingat, kamu yang memberikan tangannya kepadaku, jadi kamu masih ingin menyakit
“Ay.” Deon sangat cemas karena mendengar Ayana muntah. Dia ingin masuk kamar mandi, tapi takut Ayana melarang. “Ay, kamu baik-baik saja? Aku masuk, ya.” Deon mencoba meminta izin untuk masuk kamar mandi. Tidak ada jawaban dari Ayana, membuat Deon akhirnya masuk kamar mandi begitu saja. Dia melihat Ayana yang berjongkok di depan kloset. “Ay.” Deon segera menghampiri, bahkan membantu menekan tengkuk agar Ayana bisa muntah. Ayana sampai terbatuk karena terus muntah. Bahkan makanan yang tadi masuk ke lambung pun keluar tak bersisa. Deon menyalakan air untuk menyiram muntahan yang ada di kloset, lantas membantu Ayana berdiri. “Akan kubuatkan minuman hangat dulu,” kata Deon setelah membantu Ayana sampai di ranjang. Ayana memilih merebahkan tubuhnya, lambungnya terkuras habis membuatnya terasa lemas. Deon sendiri buru-buru keluar kamar untuk membuat teh hangat, hingga bertemu dengan Azlan yang juga sedang keluar kamar. “Ada apa?” tanya Azlan yang melihat sang kakak ipar cemas. “Aya