“Kamu belum tidur?”Ayana terkejut mendengar suara Deon. Dia sedang duduk sambil melamun di sofa dekat dinding kaca, sampai tidak mendengar suaminya datang.“Belum,” jawab Ayana, “aku baru saja menyelesaikan beberapa pekerjaan,” ucap Ayana kemudian sambil merapikan rambut.Deon meletakkan tas di sofa, lantas duduk di samping Ayana.“Apa ada masalah?” tanya Deon ketika melihat wajah Ayana yang terlihat sangat lelah.Ayana menghela napas, tapi kemudian tersenyum.“Tidak ada masalah, hanya saja memang sedikit lelah karena banyaknya pekerjaan,” jawab Ayana, “sampai-sampai aku tadi malas mandi dan membersihkan make up, rasanya seperti begitu berat melakukan semua itu.”Ayana memasang wajah manja saat bicara dengan suaminya.Deon mengangkat tangan, lantas merangkul pundak Ayana untuk membawa istrinya itu ke dalam pelukan.“Kamu pasti lelah mengerjakan semuanya sendiri,” ucap Deon sambil memeluk Ayana.“Hm ….” Ayana diam dalam pelukan. Bukan lelah yang membuatnya lesu, tapi banyaknya pengkhi
Deon sibuk membersihkan apartemen sejak pagi. Dia ingin kesal karena Ayana melupakan janji, tapi dia pun mencoba untuk memahami, mengingat Ayana sedang banyak pekerjaan.“Sudah semua,” gumam Deon sambil memandang hidangan yang sudah dimasukkan ke kotak bekal.Tentu saja Deon akan mengirimkan makanan itu ke perusahaan untuk makan siang Ayana.Deon menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan, hingga kemudian pergi ke kamar untuk berganti pakaian.Deon pergi ke perusahaan Ayana membawa bekal makanan. Dia sudah sampai di lantai tempat ruangan Ayana berada, tapi lantai itu sepi, tidak ada siapapun di ruangan itu.“Kenapa tidak ada orang?” Deon pun keherananDeon membuka ruangan Ayana, tidak ada siapapun di ruangan itu.Deon diam sejenak, berpikir ke mana Ayana dan semua orang, sedangkan di lantai bawah masih banyak staff yang berseliweran, tidak mungkin kantor libur.Deon pun akhirnya kembali turun, lantas menemui bagian resepsionis untuk bertanya.“Anda mencari Bu Ayana?” tany
Ayana memandang Deon yang masih terkejut. Dia menatap sambil menunggu reaksi suaminya itu.“Ay, ini berlebihan.” Deon mengeluarkan dua kunci dari kotak itu, salah satunya sudah jelas kunci mobil, sedangkan yang satunya tidak diketahui.“Kamu suka?” tanya Ayana masih menunggu reaksi suaminya itu.“Ay, ini--” Deon ingin kembali berkata berlebihan, tapi Ayana memotong ucapannya.“Apa kamu suka?” tanya Ayana lagi masih ingin mendengar pendapat suaminya.Deon menghela napas, menatap Ayana yang menunggu jawaban darinya.“Sangat suka,” jawab Deon karena tidak ingin Ayana kecewa.“Aku sangat senang mendapat kejutan dan hadiah darimu. Kamu memang terbaik.” Puji Deon untuk menyenangkan istrinya.Ayana tersenyum puas mendengar pujian Deon. Dia akan selalu bangga saat bisa menyenangkan orang yang disayanginya.“Ini kunci apa?” tanya Deon menunjukkan kunci satunya.“Tebak!” Ayana tak langsung memberitahu.Deon mengamati kunci itu, hingga kemudian menebak.“Rumah.”Ayana menggelengkan kepala menden
“Berbaring saja, aku buatkan bubur dulu. Kamu harus makan agar cepat pulih,” ucap Deon setelah membantu Ayana berbaring di ranjang. Deon membawa Ayana pulang setelah dokter mengizinkan. Dia pun memberi perhatian penuh ke sang istri yang kini sedang sakit. Deon tidak membahas masalah yang membuat Ayana tertekan hingga sakit, meski sudah tahu penyebabnya, hanya tidak ingin menambah beban pikiran Ayana yang sedang sakit. “Aku tidak mau bubur, De.” Ayana menatap Deon penuh harap agar suaminya tidak memberinya bubur. Deon duduk di tepian ranjang, mengusap pipi Ayana dengan lembut sambil tersenyum. “Lalu mau makan apa, hm? Biar aku buatkan,” ujar Deon penuh perhatian. “Aku mau makan semangka saja, De. Sepertinya itu sangat segar,” balas Ayana. Dia merasa makan bubur akan semakin membuat lidahnya pahit. Deon mencoba bersabar menghadapi Ayana, lantas bicara pelan-pelan agar sang istri tidak tertekan jika dia salah bicara. “Boleh makan semangka, aku belikan dulu yang segar dan manis. Tap
Hyuna sedang mengemudikan mobil membelah jalanan yang tidak terlalu ramai. Dia ingin ke kafe karena ingin memberikan sesuatu untuk Deon yang berulang tahun hari ini.Saat baru saja melewati sebuah lampu merah. Dia melihat Azlan yang sedang dipaksa masuk ke sebuah mobil.“Bukankah itu Azlan? Siapa para pria itu?” Hyuna sedikit memperlambat laju mobil sambil menajamkan penglihatan.Hingga dia melihat Azlan yang terus meronta, membuat Hyuna berpikir jika para pria itu pasti hendak melakukan hal buruk ke Azlan.Hyuna mengoper persneling, lantas menginjak pedal gas perlahan hingga mobilnya mulai melaju lebih cepat. Tanpa berpikir resiko, Hyuna menabrak mobil yang ada di depannya, menciptakan benturan yang sangat keras, hingga membuat Hyuna sedikit syok.Azlan sangat terkejut. Andai saja dia sudah masuk mobil, mungkin dia akan terluka.Dua pria yang menahan Azlan terkejut hingga tak sengaja melepas Azlan.Azlan memandang mobil yang baru saja menabrak itu, hingga menyadari siapa yang ada di
“Ay, makan dulu.”Deon membangunkan Ayana yang tertidur menunggu dirinya menyiapkan makanan.“Ay.” Deon kembali memanggil dengan pelan untuk membangunkan agar Ayana tidak terkejut.“Hm ….” Ayana mulai merespon, tapi tampaknya kelopak matanya enggan untuk dibuka.“Bangun dulu lalu makan, kamu harus minum obat setelah ini,” ujar Deon mencoba membujuk.Ayana sedang mengumpulkan seluruh kesadarannya, hingga kemudian menatap Deon yang duduk di tepian ranjang sambil menyuguhkan seulas senyum untuknya.“Mana semangkaku?” tanya Ayana menagih buah yang ingin dimakannya itu.“Makan dulu, baru kuberi semangka. Lagi pula Azlan belum pulang membawa semangka yang kamu inginkan,” ujar Deon membujuk.Ayana melirik ke nakas, melihat mangkuk yang tampak mengepulkan uap panas.“Makan ya, Ay. Biar kamu sehat. Kamu tidak ingin ‘kan mengabaikan pekerjaanmu?” Deon lagi-lagi membujuk. Dia mencoba memberi semangat atas perjuangan yang sang istri lakukan.Ayana akhirnya mau bangun. Duduk bersandar headboard sa
“Kamu bicara dengan siapa? Kenapa ada suara wanita?” tanya Ayana saat Azlan masuk kamar. Dia mendengar samar-samar suara wanita karena pintu kamarnya tidak ditutup rapat. “Oh … itu Hyuna, aku yang mengajaknya ke sini karena ….” Belum juga Azlan menyelesaikan apa yang sedang dijelaskan, Ayana tiba-tiba turun dari ranjang meski wajahnya masih sangat pucat. Ayana buru-buru berjalan ke pintu untuk melihat apa yang dilakukan Hyuna di apartemennya. “Kamu mau ke mana?” tanya Azlan panik. “Kenapa kamu membawa Hyuna ke sini? Kamu tidak tahu kalau dia selalu ingin mempengaruhi pikiran Deon dan ingin merebutnya dariku.” Pikiran Ayana saat ini sedang tidak stabil, membuatnya selalu berpikiran negatif akan hal-hal yang dianggapnya memiliki potensi buruk. Azlan melongo mendengar ucapan sang kakak. Ternyata Ayana memang sudah menjadi budak cinta tingkat akut ke Deon. Ayana berjalan keluar kamar, Azlan pun menyusul hingga keduanya mendengar kalimat terakhir yang sedang dikatakan Hyuna, membuat A
Azlan masuk apartemen sambil berjalan dengan cepat menuju ke kamar. Deon dan Ayana yang melihat itu pun keheranan. Keduanya sampai melongok ke kamar Azlan. “Kenapa dia?” tanya Ayana bingung. Dia memasukkan potongan semangka ke mulut. “Mungkin bertengkar dengan Hyuna lagi, mereka kalau bertemu memang seperti Tom and Jerry,” jawab Deon menebak. Ayana menoleh Deon, lantas menelan semangka yang sudah dikunyah. “Katanya Azlan suka sama Hyuna.” Ayana malah bingung, suka tapi sering bertengkar, lalu bagaimana konsep rasa sukanya itu. “Kenyataannya begitu, entah karena gengsi dan tidak mau saling mengakui, jadi mereka begitu,” ujar Deon menjelaskan. “Tunggu! Tidak mau saling mengakui? Memangnya Hyuna juga suka sama Azlan?” tanya Ayana mencoba meresapi apa yang sebenarnya terjadi. Deon malah berpikir mendengar pertanyaan Ayana, seperti menimbang apakah benar atau tidak. “Kalau kulihat begitu. Karena saat Hyuna di kafe, kulihat dia sesekali melirik ke Azlan,” ujar Deon mengingat. Ayana
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida