Siapa yang kemarin ide nama kafenya aku pakai? Ditunggu DM an ku ya, wkwkwkwkw
“Kamu akan resign lagi? Kamu pikir sedang main-main, sehingga bisa keluar-masuk sesukamu?” Gery sangat terkejut mendengar ucapan Deon.“Bukan begitu, kali ini aku benar-benar harus resign. Ayana memberiku kafe, dia ingin aku mengembangkan usaha sendiri sesuai dengan kemampuanku,” ujar Deon menjelaskan.“Diberi kafe?” Gery sangat syok mendengar hal itu.“Istrimu itu The Real Sultan, sempurna, kaya, cantik, perhatian juga. Aku mau satu seperti istrimu,” ujar Gery memuji Ayana.“Kalau begitu banyaklah doa,” ucap Deon menanggapi keinginan Gery.Saat keduanya berbincang, Deon menoleh ke Azlan yang sejak tadi hanya melamun. Dia pun memutuskan untuk mendekat dan mengajak bicara adik iparnya itu.“Aku akan resign, kamu mau kerja di sini menggantikanku atau mau ikut di kafe baruku. Ya, meski mungkin aku tidak akan bisa membayarmu banyak karena kafe itu juga baru akan mulai,” ujar Deon memberi tawaran.Azlan menoleh Deon, hingga kemudian menghela napas kasar.“Aku tidak bersemangat kerja, sebel
Hari berikutnya, Ayana, Kyle, komisi penyidik, dan beberapa staff berkumpul di ruang rapat. Mereka di sana atas perintah Ayana untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. “Seperti yang kalian ketahui. Proposal kita sama dengan proposal AG Group, di mana penemuan ini sungguh membuatku kecewa. Kenapa kalian bisa mencuri ide mereka?” Ayana membuka rapat dengan sebuah pertanyaan sebagai jebakan. “Demi Tuhan, Bu. Saya selaku manager divisi yang menyetujui proposal itu pertama kali, tidak pernah merasa jika proposal yang dibuat anak buah saya adalah hasil curian,” ujar manager itu melindungi anak buahnya yang dianggap sudah jujur. “Saya ketua proyek ini. Semua ide dan desain dikumpulkan berdasarkan dari pemikiran semua tim. Kami menggabungkan menjadi satu, menyusunnya menjadi proposal yang matang sebelum diajukan. Kami benar-benar tidak pernah mencuri atau mengambil ide orang lain. Semisal ada kemiripan, tentu tidak mungkin 99 persen. Saya harap, Bu Ayana melakukan investigasi, kami benar-b
Ayana berlari secepat dia bisa, lantas menggapai tangan Shirly dan menariknya dengan cepat, sampai keduanya jatuh di lantai rooftop.Kyle pun berlari mendekat, terkejut karena Ayana dan Shirly jatuh bersamaan.“Ay!” Tentu saja Kyle lebih mencemaskan Ayana yang baru saja sembuh.“Ay, kamu tidak apa-apa?” tanya Kyle sambil membantu Ayana duduk.Siku Ayana terluka, membuat wanita itu meringis tapi ditahan.“Tidak apa, aku baik-baik saja,” jawab Ayana.Ayana dan Kyle menoleh ke Shirly, melihat wanita itu kesakitan sambil memegangi perut.“Shirly, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana.Meski dia marah karena Shirly mengkhianati perusahaan, tapi Ayana juga tidak terlalu kejam untuk membiarkan wanita itu bunuh diri.Shirly tidak menjawab pertanyaan Ayana, dua tangannya memegangi perut hingga membuat Ayana dan Kyle bingung.“Kita bawa ke klinik, Kyle.”Ayana meminta Kyle membantunya membawa Shirly ke klinik perusahaan agar bisa diperiksa dokter klinik mereka.Kyle dan Ayana yang memapah Shirly me
“Kenapa tanganmu?” tanya Deon yang panik ketika melihat siku Ayana tertutup plester.Deon datang ke kantor Ayana siang itu, seperti biasa membawakan makan siang untuk istrinya itu. Dia belum membuka kafe karena masih memesan nama untuk dipasang di depan bangunan kafe.“Oh … tadi ada insiden kecil,” jawab Ayana sambil melebarkan senyum.“Kamu baru saja sembuh, Ay. Kenapa ceroboh?” tanya Deon penuh perhatian, paling tidak bisa melihat istrinya terluka.Ayana mengulas senyum kemudian mengatakan kalau baik-baik saja. Dia pun akhirnya menceritakan apa yang tadi terjadi di rooftop, juga masalah tentang Shirly.“Jadi begitu. Lalu, apa tindakanmu sekarang?” tanya Deon mencari tahu.“Aku sudah membuat keputusan. Bagaimanapun aku tidak bisa mengabaikan sesutu yang bertentangan dengan hatiku,” jawab Ayana lantas memasukkan suapan ke mulutnya.“Hm … aku yakin kamu bisa membuat keputusan yang benar,” balas Deon.Ayana mengunyah makanan sambil menatap suaminya, hingga kemudian mengatakan sesuatu.“
“Jadi, Pak Rey. Apa Anda ingin membuat pembelaan? Di sini sudah jelas Anda menyabotase serta telah melakukan penipuan.”Staff memberikan salinan bukti-bukti yang diberikan Ayana ke Rey.Rey tentu saja tidak bisa mengelak. Semua kejahatannya terbongkar dan kini harus menanggung malu.“Kami selalu melakukan pelelangan dengan cara yang sehat, serta menjunjung tinggi kejujuran. Kami sangat kecewa karena Anda sudah berani melakukan penipuan seperti ini,” ungkap staff pelelangan.Ayana duduk dengan santai mendengarkan Rey dihakimi.“Saya tidak tahu jika proposal yang diajukan adalah hasil mencuri. Saya menerima proposal yang sudah matang dari tim perencana, sebelum diserahkan untuk pelelangan. Jika memang ada kesalahan seperti ini, berarti semua adalah tanggung jawab tim perencana,” ujar Rey membela diri dengan mengambinghitamkan anak buahnya.“Jika salah, mengaku saja agar sanksi yang kamu dapat tidak bertambah berat,” cibir Ayana karena Rey masih saja mengelak.Rey dan Abigail langsung me
“Makan yang banyak, bukankah sekarang sudah tidak ada yang kamu cemaskan lagi. Apa yang seharusnya menjadi milikmu, kini kembali untukmu.”Deon sangat senang mengetahui Ayana mendapatkan proyek yang diinginkan. Ayana pulang malam karena harus mengurus persiapan kontrak dan proyek yang baru saja diterima.“Kamu benar-benar ingin membuatku gemuk, hm ….” Ayana tertawa kecil setelah melontarkan kalimat candaan itu.“Aku senang melihatmu makan dengan lahap, tidak seperti awal ketika kita baru menikah. Dari setengah piring nasi, hanya beberapa sendok yang kamu makan,” ujar Deon mengingat betapa sedikitnya makanan yang masuk ke lambung istrinya.Ayana tertawa lagi, tidak menyangka jika Deon ternyata mengingat hal-hal kecil seperti.“Dulu aku tidak tahu kalau masakanmu sangat enak, beda dengan sekarang,” balas Ayana sambil memasukkan suapan ke mulut.Deon pun senang Ayana menyukai masakannya, meski bukan menu restoran bintang lima, tapi Ayana tetap menyukainya.“Oh ya, bagaimana Shirly?” tany
Deon naik ranjang menyusul Ayana yang sudah duduk di ranjang duluan. Dia lantas menyandarkan kepala di pundak istrinya itu, membuat Ayana keheranan.“Kenapa? Kenapa bersikap manja, hm?” tanya Ayana sambil melirik Deon yang bersandar padanya.“Tidak apa, hanya senang bergelayut seperti ini,” jawab Deon kemudian merangkul lengan Ayana.Ayana keheranan tapi membiarkan saja.“Kapan rencana mau buka kafenya?” tanya Ayana sambil meletakkan ponsel di nakas. Satu tangan lantas mengusap rambut Deon.“Mungkin minggu depan, aku harus mempersiapkan semua dengan matang. Juga ada yang ingin aku lakukan, agar merasa tenang, Ay.” Deon mengangkat kepala dari pundak Ayana, lantas menatap istrinya yang sudah memandang.“Apa?” tanya Ayana.“Meminta restu Ibu dan Ayah, juga menemui Karin untuk meminta maaf kepadanya,” jawab Deon.“Karin?” Dahi Ayana berkerut halus karena Deon menyebut nama wanita itu.“Ya, calon istri Kak Tirta yang sekarang di rumah sakit jiwa,” ujar Deon menjelaskan.Ayana diam sejenak.
“Bu.”Staff divisi perencanaan proyek menyapa Ayana yang baru saja selesai menghadiri rapat.“Ya.” Ayana membalas sapaan itu ketika melihat siapa yang menghampirinya.“Saya mau tanya. Apa benar Shirly sedang hamil? Saya dengar dia melakukan semua kesalahan karena terpaksa,” ujar staff yang bekerja satu tim dengan Shirly sebelumnya.“Ya, itu benar.” Ayana menjawab dengan tegas.Staff itu menunduk seolah menyesal, hingga kemudian bertanya, “Apa dia dipenjara?”Ayana menggelengkan kepala, hingga kemudian menjawab, “Aku akan sangat dianggap tak berperikemanusiaan dengan menjebloskannya ke penjara, mungkin aku juga akan dianggap tak adil karena tidak memprosesnya secara hukum. Namun, tentunya kalian yang punya hati, pasti bisa menilai dan memaklumi keputusan yang aku buat.”Staff itu mengangguk-angguk paham, sebelum kemudian membalas, “Saya kagum sama Bu Ayana yang masih mau memberinya kesempatan untuk tak dihukum, meski akhirnya dikeluarkan dari perusahaan. Saya hanya menyesal karena suda
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida