Dara mengeluarkan sebuah gelang, "Ikhlasin aja ya, Vi."
"Kak Dara! Jangan dulu, kak! Aku bisa kerja, nanti aku cari uang-"
"Kamu bicara apa?" Buk Ranti menukikkan sebelah alisnya, kerjamu kan cuma di laundry mana bisa beliin dia hape. Lagian ya, itu gelang juga gak ada gunanya disimpan-simpan, lho. Bagusan dijual lagi, kita semua bisa makan."
Bunyi pintu terdengar menyusul, keluarga sepupunya itu meninggalkan Ovie sendiri. Di dapur yang luasnya tak seberapa serta nyamuk yang terus berterbangan. Ovie berjongkok, menyembunyikan wajahnya di antara kedua kakinya.
"Mama..." Tangisnya pelan, berusaha menyembunyikannya isak tangisnya. Entah pada siapa dia harus mengadu. Tidak ada siapapun yang bisa melepaskannya dari keluarga ini. Dia seperti terkukung.
"Andai aku bisa pergi dari sini... Ya Allah, kuatkan hati hamba..." Ovie menyapu air matanya dengan punggung tangan, berusaha tegar dalam segala cobaan. Meski bibirnya bergetar saat mengingat satu-satunya barang peninggalan orang tuanya telah diambil, dia harus tetap ikhlas.Menjelang pagi Ovie meringkuk di atas kasurnya, masih agak subuh Buk Ranti sudah menggedor-gedor pintu kamarnya.
"Ovie! Bangun, cepat buatin sarapan!!""I-iya Buk..." Ovie merangkak di atas kasurnya, membersihkannya sebentar. Suara teriakan buk Ranti kembali terdengar memekakkan telinga. Ovie segera menyahut berharap wanita itu tidak marah, dia takut tetangga terganggu mendengarnya.
Seperti biasanya Ovie harus menyiapkan sarapan mereka sekeluarga, keringat mulai membasahi pelipisnya di pagi itu. Ovie menjerit saat cipratan minyak panas tumpah ke tangannya.
"Apa sih kamu ini, kena dikit aja nangis!"
"Tapi buk, ini tanganku terkelupas." Bela Ovie pada dirinya sendiri, dia tidak berbohong, bekas kemerahan mulai muncul di tangannya."Alahh alasan, supaya saya kerjain kerjaan kamu kan? Jangan banyak ngeluh, siapin semuanya cepat! Suami saya udah mau pergi kerja nih, ini hari pertama dia masuk."
Ovie mengangguk kecil, sadar tak ada hasilnya memberi alasan pada Buk Ranti. Dia sakit pun Buk Ranti takkan peduli, mungkin saat Ovie mati sekalipun justru Buk Ranti malah senang melihatnya.
Makanan telah selesai dihidangkan, Ovie memegang perutnya yang keroncongan. Melihat Ovie berdiri di dekat pintu dapur Buk Ranti kembali mengoceh.
"Kamu ngapain di situ?"
"Buk, aku belum makan dari kemarin."
Buk Ranti mendengus keberatan, lalu mengisi sesendok nasi di piring plastik dan terasi. Tidak menambahkan apapun di sana, sama sekali tidak, padahal lauk yang dihidangkan di atas meja cukup banyak bahkan takkan habis dimakan oleh mereka bertiga.
Hati Ovie kembali berdenyut perih, matanya pun turut memanas mendapatkan perlakuan seperti itu.
"Nih, makan. Habis ini jangan lupa cuci kereta dulu sebelum kamu kuliah."
Ovie tidak kunjung menerimanya, masih terdiam murung di dekat pintu. Membuat Buk Ranti jelas marah melihatnya. "Tunggu apalagi-!? Ini ambil makanannya!"
"Buk, lauk hari ini pakai uang hasil jual gelang mama Ovie, kan?"
"Iya, terus kenapa?" jawab Buk Ranti sedikit nyolot, matanya menatap Ovie sangat tajam seperti sedang mengintimidasi.
"Lauknya... Cuma ini aja? Itu kan pakai uang Mama..""Oh..." Buk Ranti bangkit dari kursi. "Udah pandai memprotes kamu, ya?"
"Tapi kan buk, itu kan uang Mama... Apa gak ada sisa gitu?"
"Ini sisanya! Mau makan atau gak?" Buk Ranti mendekatkan piring plastik itu padanya. Ovie menunduk dalam, merasa perlakuan ini sudah terlalu tak adil padanya.
"Kalo gak mau ya udah gak usah makan!!" Buk Ranti melemparkan piring itu ke arah Ovie, membuatnya pecah berserakan mengenai dinding rumah. Wanita itu mulai emosi. "Masih mending keluarga kami menerima kamu, ya! Masih untung kamu gak kehujanan di luar sana! Gak tahu budi memang, bagusnya kamu tuh dibuang aja! Bikin susah, habisin duit aja! Apa untungnya melihara orang gak tahu terimakasih kayak kamu?!"
Pertengkaran dimulai. Dalam situasi ini biasanya Ovie hanya diam mendengarkan, menerima mentah-mentah tiap kata pedas yang wanita itu lontarkan walaupun sangat sakit. Berkali-kali dia menahan bulir bening di pelupuk matanya agar tidak tumpah.
"Ma-maaf buk, aku cuma–"
"Gak usah banyak cincong ya kamu, maaf-maaf! Gak usah pergi kuliah kamu hari ini, biar langsung aku nikahin aja kamu sak Pak Aris, biar tau rasa kamu sama lelaki itu!"
Bola mata Ovie membulat besar, dia memohon di kaki Buk Ranti dengan mata sayu, tak dapat dibendungnya lagi air mata kali ini.
"Ibuk... Maafin aku, enggak bakal protes lagi Ovie ke depannya buk, janji..." tangisnya pecah, mengharapkan rasa iba Buk Ranti meski sedikit."Padahal saya masih kasihan, ya liat kamu. Makanya dikasih numpang tinggal di sini. Tapi udah kelewatan juga sikap kamu akhir-akhir ini, Ovie. Mending kamu nikah sama Pak Aris itu, tinggal sama orang aja! Jadi gak perlu lagi saya pikirin beban kayak kamu lagi di keluarga kami!"
"Ampun buk... Ampun!'
Buk Ranti menendang tangan Ovie yang bergelayutan di kakinya, lantas menarik tangan gadis itu dan menyeretnya ke dalam kamar.
"Hari ini kamu gak usah kuliah, tunggu sampe Pak Aris datang ngelamar kamu. Gak usah nangis pas dia datang! Ingat itu."Saat pintu ditutup Ovie berusaha mengejar Buk Ranti, menggedor-gedor pintu dari dalam dengan menangis, suaranya mulai serak terputus-putus.
Siapapun pasti takkan sudi menikah dengan Pak Aris, pria beristri 3 itu kerap kali terdengar melakukan kekerasan dalam rumah tangganya karena tak mampu menafkahi 3 istri dan 12 anaknya. Namun lelaki hidung belang itu masih ngotot ingin menikahi gadis mana saja asal bisa memenuhi hasrat seksualnya.
Saat malam tiba Ovie terbangun dari tidurnya, menangis membuat dia sangat mengantuk. Setelah berhasil mengumpulkan nyawa dan mengingat apa yang terjadi tadi Ovie menegakkan punggungnya. Malam ini Pak Aris akan datang ke rumah ini.
Menikah dengan Pak Aris merupakan mimpi terburuk, Ovie benar-benar tak bisa menerima ini. Bibirnya bergetar, membalikkan badannya ke belakang.
"Aku harus pergi dari sini, atau Buk Ranti bakal nikahin aku sama pak tua itu."
Ovie mengambil langkah berani, meski tak yakin di luar sana hidupnya akan menjadi lebih baik setidaknya keperawanannya tak diambil oleh lelaki mata keranjang seperti Pak Aris. Hal itu takkan terjadi. Dia berjanji pada diri sendiri, apapun yang terjadi setelah ini merupakan keputusannya.
"Papa, Mama... Doain Ovie baik-baik aja, ya.."
Setelah sedikit berkemas mengambil barang-barang yang sekiranya akan dia butuhkan, Ovie memanjati jendela. Terjun ke bawah dengan nekad.
Sebelum benar-benar mengangkat kaki dari rumah tersebut, Ovie menyempatkan untuk menunduk sebentar.
"Makasih Buk Ranti, udah ngerawat Ovie selama ini, Ovie janji gak akan lupa dengan kebaikan Ibuk selama ini."Aldebaran menatap lama ke tanganku dan baru sadar sedari tadi terus mencengkram tangan kananku. Memikirkan segala hal buruk yang akan timbul jika orang-orang menyadari bahwa sihirku adalah sihir terkutuk.Bagaimana pun caranya harus ku sembunyikan sihir ini. Mungkin salah satu pilihan paling bagus untuk menghindari ending di mana kepalaku dipenggal adalah dengan menjauh dari kehidupan sang karakter utama dan pergi ke tempat jauh dari semua adegan yang terjadi dalam cerita.Pilihan itu cukup memungkinkan, tapi permasalahannya adalah aku yang masih berumur delapan tahun ini takkan bisa mencari uang sendiri.Jika diriku yang di dunia nyata akan mencari pekerjaan sebagai karyawan di supermarket, maka anak kecil bernama Kara ini bisa apa?"Nona Kara ini sepertinya banyak sekali masalah hidup, Ann. Lebih baik kita kembali, kereta jemputanmu akan tiba sebentar lagi.""Ta-tapi Al-" Anna tidak terima dirinya diseret, aku sengaja tidak memb
Sejurus tatapan kami masih saling terpaku hingga akhirnya aku membuang muka, Noctis juga ikut memandang langit dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan."Yah, kau tidak perlu percaya apakah omonganku nyata atau tidak. Suatu saat, manusia akan menciptakan sebuah benda bernama satelit, dan benda itu akan mengawasi bumi dari tempat yang jauh di atas sana.""Satelit? Apa sihir itu diciptakan oleh orang terhebat di muka bumi?" Noctis semakin terpana, aku tertawa kecil. Mengingat dulu saat kecil saat mendengar NASA, alien, dan juga bintang begitu terkesimanya aku. Sama halnya seperti Noctis, semesta memiliki daya tariknya sendiri."Bukan sihir, tetapi sains. Ilmu yang sangat hebat. Dengan sains semua bisa kau lakukan dengan mudah. Satelit itu diciptakan para manusia untuk mengetahui segala sesuatu yang ada di luar jangkauan sana.""Lalu apa kau tahu apa saja yang ada di luar sana?"Lagi-lagi aku hanya bisa mengulum senyuman tipis. Malam itu aku men
Acara penyambutan sepertinya akan dimulai, terdengar derap kaki melintasi lorong di depan kamar. Salah satunya berhenti di dekat pintu dan mengetuk perlahan, tak begitu lama dia membuka pintu."Nona Kara, acara sebentar lagi akan dimulai.""Aku akan ke sana." Pelayan itu mengangguk, sebelumnya dia memberikan gaun dan sepatu tumit yang indah, katanya Noctis yang menyuruhnya untukku. Tak menunggu lama segera saja kakiku melangkah ke luar kamar dan diantarkan ke ruang tamu. Dengar-dengar dari pelayan yang menggosip di sekitar, orang itu adalah salah satu anak raja yang baru saja pulang dari kerajaan lain.Putranya itu berlatih pedang tingkat tinggi dan dikatakan hanya membawa dua pengawal bersamanya. Beberapa pelayan wanita berbisik-bisik kecil, kelihatannya mereka sangat antusias akan kembalinya pangeran ini. Sementara aku yang baru tiba di sana hanya bisa berdiri dengan wajah canggung, banyak para bangsawan yang hadir dan mereka pasti memiliki pengaruh yang
Ovie Putri Ananda atau yang kerap disapa dengan sebutan Vie, seorang siswa menengah atas yang baru saja melewati kelulusan SMA-nya. Ovie berharap bisa menempuh pendidikan di kuliahnya akan tetapi karena alasan materi dia harus berkerja demi mewujudkan keinginan tersebut.Keinginan untuk menjadi seorang sarjana bergelar merupakan impiannya sejak dulu, setidaknya dia tidak akan dihina orang-orang yang merendahkannya. Penampilan Ovie sendiri terbilang sederhana, jika kebanyakan anak muda menghias diri dengan skincare dan peralatan make up yang merogoh duit hingga jutaan, dirinya hanya sekedar memakai bedak cossons baby, celana kaos kebesaran serta rambut yang diikat asal menggunakan karet.Ovie sendiri adalah seorang yatim piatu, sejak lahir dia telah kehilangan kedua orangtuanya dalam sebuah tragedi kecelakaan saat masih berumur 8 tahun. Walaupun tak begitu mengingat bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi namun rasa sedih mendalam ke
Acara penyambutan sepertinya akan dimulai, terdengar derap kaki melintasi lorong di depan kamar. Salah satunya berhenti di dekat pintu dan mengetuk perlahan, tak begitu lama dia membuka pintu."Nona Kara, acara sebentar lagi akan dimulai.""Aku akan ke sana." Pelayan itu mengangguk, sebelumnya dia memberikan gaun dan sepatu tumit yang indah, katanya Noctis yang menyuruhnya untukku. Tak menunggu lama segera saja kakiku melangkah ke luar kamar dan diantarkan ke ruang tamu. Dengar-dengar dari pelayan yang menggosip di sekitar, orang itu adalah salah satu anak raja yang baru saja pulang dari kerajaan lain.Putranya itu berlatih pedang tingkat tinggi dan dikatakan hanya membawa dua pengawal bersamanya. Beberapa pelayan wanita berbisik-bisik kecil, kelihatannya mereka sangat antusias akan kembalinya pangeran ini. Sementara aku yang baru tiba di sana hanya bisa berdiri dengan wajah canggung, banyak para bangsawan yang hadir dan mereka pasti memiliki pengaruh yang
Sejurus tatapan kami masih saling terpaku hingga akhirnya aku membuang muka, Noctis juga ikut memandang langit dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan."Yah, kau tidak perlu percaya apakah omonganku nyata atau tidak. Suatu saat, manusia akan menciptakan sebuah benda bernama satelit, dan benda itu akan mengawasi bumi dari tempat yang jauh di atas sana.""Satelit? Apa sihir itu diciptakan oleh orang terhebat di muka bumi?" Noctis semakin terpana, aku tertawa kecil. Mengingat dulu saat kecil saat mendengar NASA, alien, dan juga bintang begitu terkesimanya aku. Sama halnya seperti Noctis, semesta memiliki daya tariknya sendiri."Bukan sihir, tetapi sains. Ilmu yang sangat hebat. Dengan sains semua bisa kau lakukan dengan mudah. Satelit itu diciptakan para manusia untuk mengetahui segala sesuatu yang ada di luar jangkauan sana.""Lalu apa kau tahu apa saja yang ada di luar sana?"Lagi-lagi aku hanya bisa mengulum senyuman tipis. Malam itu aku men
Aldebaran menatap lama ke tanganku dan baru sadar sedari tadi terus mencengkram tangan kananku. Memikirkan segala hal buruk yang akan timbul jika orang-orang menyadari bahwa sihirku adalah sihir terkutuk.Bagaimana pun caranya harus ku sembunyikan sihir ini. Mungkin salah satu pilihan paling bagus untuk menghindari ending di mana kepalaku dipenggal adalah dengan menjauh dari kehidupan sang karakter utama dan pergi ke tempat jauh dari semua adegan yang terjadi dalam cerita.Pilihan itu cukup memungkinkan, tapi permasalahannya adalah aku yang masih berumur delapan tahun ini takkan bisa mencari uang sendiri.Jika diriku yang di dunia nyata akan mencari pekerjaan sebagai karyawan di supermarket, maka anak kecil bernama Kara ini bisa apa?"Nona Kara ini sepertinya banyak sekali masalah hidup, Ann. Lebih baik kita kembali, kereta jemputanmu akan tiba sebentar lagi.""Ta-tapi Al-" Anna tidak terima dirinya diseret, aku sengaja tidak memb
Ovie menggelengkan kepalanya sekali lagi, berharap Buk Ranti menarik lagi keputusannya itu. Namun apa daya, Ovie tetap tak bisa berbuat apa-apa di sini. Dia, bukanlah siapa-siapa. Bisa saja mereka mengusirnya dan dia harus hidup seperti gelandangan. Dara mengeluarkan sebuah gelang, "Ikhlasin aja ya, Vi." "Kak Dara! Jangan dulu, kak! Aku bisa kerja, nanti aku cari uang-" "Kamu bicara apa?" Buk Ranti menukikkan sebelah alisnya, kerjamu kan cuma di laundry mana bisa beliin dia hape. Lagian ya, itu gelang juga gak ada gunanya disimpan-simpan, lho. Bagusan dijual lagi, kita semua bisa makan." Bunyi pintu terdengar menyusul, keluarga sepupunya itu meninggalkan Ovie sendiri. Di dapur yang luasnya tak seberapa serta nyamuk yang terus berterbangan. Ovie berjongkok, menyembunyikan wajahnya di antara kedua kakinya. "Mama..." Tangisnya pelan, berusaha menyembunyikannya isak tangisnya. Entah pada siapa dia harus mengadu. Tidak ada
Ovie Putri Ananda atau yang kerap disapa dengan sebutan Vie, seorang siswa menengah atas yang baru saja melewati kelulusan SMA-nya. Ovie berharap bisa menempuh pendidikan di kuliahnya akan tetapi karena alasan materi dia harus berkerja demi mewujudkan keinginan tersebut.Keinginan untuk menjadi seorang sarjana bergelar merupakan impiannya sejak dulu, setidaknya dia tidak akan dihina orang-orang yang merendahkannya. Penampilan Ovie sendiri terbilang sederhana, jika kebanyakan anak muda menghias diri dengan skincare dan peralatan make up yang merogoh duit hingga jutaan, dirinya hanya sekedar memakai bedak cossons baby, celana kaos kebesaran serta rambut yang diikat asal menggunakan karet.Ovie sendiri adalah seorang yatim piatu, sejak lahir dia telah kehilangan kedua orangtuanya dalam sebuah tragedi kecelakaan saat masih berumur 8 tahun. Walaupun tak begitu mengingat bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi namun rasa sedih mendalam ke