Di luar dugaan, rupanya pertemuan dengan River terjadi besok sore. Terry langsung meminta pada River untuk mengkosongkan waktunya.
Semuanya terjadi begitu cepat. Telepon Bree pada pagi hari ke nomor ponselnya, undangan langsung ke ruangan River Clayton di CL Headquarters. Sierra tidak sempat berpikir akan mengenakan setelan apa karena langsung berangkat dari kantornya.
Ruangan River terletak di lantai 30. Untuk sampai ke lantai tersebut, butuh kartu akses khusus karena pengamanannya yang amat ketat. Beberapa kali bahkan Bree melakukan konfirmasi wajahnya untuk masuk ke pintu berikutnya.
Satu fakta yang Sierra amati selama masuk ke dalam gedung ini, para pekerja wanitanya didominasi oleh wanita berambut pirang. Muncul rasa tidak percaya diri yang menyelinap dalam dada Sierra.
Namun sedetik kemudian Sierra menggeleng. Tujuannya ke sini adalah mengajak River sebagai narasumbernya.
Setelah lima menit berjalan di koridor lantai tersebut yang tiada habisnya, sampailah Sierra di ruangan paling ujung.
Ini adalah kali pertama keduanya saling menatap satu sama lain dengan jeda waktu yang cukup lama.
Tidak seperti wanita kebanyakkan yang ditemuinya, hanya Sierra yang tidak terlalu berusaha untuk membuatnya terkesan. Sierra hanya mengenakan blus pink pastel dan celana bahan berwarna putih tulang.
Jika para wanita lain cenderung bangga juga percaya diri bisa memasuki ruangannya, Sierra sering terlihat gugup di hadapannya. Beberapa kali River perhatikan wanita itu sudah menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga kirinya.
“Bagaimana kemeja yang kemarin? Aku bisa menghilangkan nodanya,” tanya Sierra dengan nada khawatir.
“Please, have a sit,” seru River mempersilakan Sierra duduk terlebih dahulu.
Bree yang baru saja mengantar Sierra masuk ke dalam ruangan River segera mengambil mantel pink coral yang dibawa Sierra, “Anything you want, Miss?” tanya Bree.
“Milk tea, boleh,” seru Sierra kemudian duduk dengan kikuk.
Bree mengangguk lalu meminta izin keluar dari ruangan. River hanya menggeleng sambil memiringkan bibirnya. Astaga, hal pertama yang ditanyakan wanita ini adalah keadaan kemejanya?! Yang bahkan River saja sudah lupa bagaimana nasibnya.
“Wah, kau ternyata mengingat pertemuan kita kemarin?” seru River lalu duduk sambil membuka map yang berisi laporan latar belakang Sierra yang baru sempat dilihatnya.
Sierra mengangguk, “Ya meski pun kau bilang tidak apa-apa, a-aku tetap merasa bersalah.”
“Aku akan membicarakan soal kemeja itu di lain hari saja, Nona Harper.” River menaruh laporan tersebut di meja lalu menatap Sierra lekat-lekat. “Apa kau kekasih Terry sampai berhasil melobinya untuk menyiapkan waktu denganmu?” River berdiri lalu duduk di sisi kiri meja yang dekat dengan kursi yang tengah Sierra duduki.
“Apa?” Sierra tersentak kaget. “Bukan seperti itu hubungan kami. Bagaimana ya, aku dan—”
“Baguslah kalau begitu,” potong River di tengah usaha Sierra menjelaskan dengan gugup juga terbata-bata. Pria itu masih menatap Sierra lekat-lekat seolah tengah menginginkan sesuatu darinya.
Sierra sampai kehilangan kata-kata. Apa yang sebenarnya tengah River lakukan padanya? Pria itu tengah menggodanya?
Sekali lagi Sierra menyadarkan dirinya pada kenyataan. Standar wanita River Clayton pasti tinggi. Lihat saja para karyawan wanita yang nampak seperti model Victoria’s Secret. Sierra pasti jauh dari kriteria, bukan?
“Aku ingin memintamu hadir sebagai narasumber di acara TV Be Inspire. Kau tahu tidak acara yang tayang setiap jumat dan sabtu pukul tujuh malam di ABC?” terang Sierra yang mulai menunjukkan ekspresi serius dan tidak gugup seperti beberapa saat lalu. “Apa kau bersedia Tuan Clayton?”
River nampak berpikir sesaat. Tangan kiri pria itu diletakkan pada dagu terbelahnya yang kerap menjadi salah satu pesonanya yang sulit ditolak wanita. Tapi Sierra tidak sedikit pun bergeming.
Ajaibnya lagi, River tidak menemukan tatapan penuh gairah seakan ingin menerkamnya seperti wanita lainnya. Sierra nampak tenang seperti danau di rumah musim panasnya.
“Biasanya aku selalu menolak wawancara seperti ini. Apalagi untuk acara TV yang kerap menggunakan omong-kosong untuk memojokanku.”
“Aku akan memastikan itu tidak akan terjadi, Tuan Clayton. Program yang kupegang ini tidak berisi gosip semata, tapi fakta sebenarnya. Tujuan program ini juga untuk menginspirasi banyak orang.”
River terkekeh, “Apa aku terlihat sudah memberi perdamaian dunia secara cuma-cuma?”
Di luar dugaan rupanya River memilik sisi humoris seperti ini. Setidaknya begitu yang dipikirkan Sierra. Jadi wanita itu menanggapinya dengan tersenyum juga.
Sumpah, River sampai tidak mengedip karena menyaksikan senyum manis Sierra. Cekungan khas yang terbentuk pada bibir tipis wanita itu. River merasa ingin menyentuh bibir itu dan menghisapnya.
Sierra tidak sadar tengah ditatapi penuh hasrat oleh River. Wanita itu malah mengeluarkan buku notes berwarna cokelat tua dari dalam tasnya berikut pulpen.
Interupsi Bree yang muncul dengan segelas milk tea dan kopi hitam segera menyentakkan River kembali pada kenyataan.
“Terima kasih,” seru Sierra sambil mengambil gelas yang disodorkan Bree.
“Aku akan menyetujui permintaanmu, Nona Harper.” Sergah River setelah menyesap kopi hitam dan duduk di kursinya kembali. “Tapi dengan beberapa kondisi tertentu.”
Sierra mengangguk dan nampak antusias membuka lembaran notesnya. River semakin dibuat menggila dengan keadaan ini.
“Baiklah, kalau begitu aku mencatat hal-hal apa yang kau inginkan. Aku akan mendiskusikannya dengan atasanku lalu mengatur jadwalnya.”
“Aku ingin secara khusus ditangani hanya olehmu saja, Nona Harper. Dari awal hingga selesai.”
“Maaf, harus mengecewakanmu, Tuan Clayton. Bukan aku yang akan mewawancaraimu nanti saat siaran langsung.”
River mengangguk, “Baiklah, kalau gitu aku ingin kau mengadakan gladi resik terlebih dahulu. Aku ingin kau secara khusus mewawancarainya. Lalu berikutnya, aku ingin kau yang menanganiku. Memastikan segala keperluanku terpenuhi dengan baik.”
Sierra mencatat segala kalimat yang River ucapkan dengan cekatan pada notesnya.
“Aku percaya padamu, Nona Harper. Tolong jangan membuatku kecewa.”
Sierra mengangguk lalu menatap River dengan sebuah keyakinan, “Aku tidak akan merusak kepercayaanmu, Tuan Clayton. Aku akan mencatat setiap fakta mengenai dirimu juga memastikan disiarkan. Aku tidak akan menulis omong-kosong yang dapat berpotensi merusak reputasi juga citramu.”
“Bagus, Harper. Aku suka mendengar keteguhanmu berjanji padaku seperti itu.”
“Bolehkah aku bertanya pada sekretarismu mengenai jadwalmu? Supaya kita bisa mencari waktu yang tepat.”
“Astaga, kau wanita yang cepat melakukan pergerakan.”
“Ah, ma-maksudku untuk gla-gladi resik wawancara dan tanggal siarannya, Tuan Clayton. Aku tidak ingin merusak jadwalmu.”
“Tidak usah khawatir mengenai jadwalku, Harper.” River tersenyum kemudian mengibaskan tangannya. “Katakan saja tanggal berapa yang kau inginkan pada Bree. Aku akan menyuruhnya untuk mengosongkan jadwalku.”
“Aku semakin merasa tidak enak padamu, Tuan Clayton.” Sierra menatap lirih pada River.
“Tidak perlu merasa demikian, Harper.” River kembali pada tumpukan dokumen di menjanya lalu membubuhkan tanda tangannya pada beberapa kertas.
“Tapi—”
“Kalau kau bersikeras merasa tidak enak, kita bisa membicarakannya di kedai kopi kemarin. Berikut kabar kemeja malangku yang tadi kau tanyakan di awal tadi,” sergah River menatap Sierra dengan intens.
Sierra menelan ludah lantas terkejut dengan pernyataan River barusan. Apa River sedang mengajaknya kencan?!
Sekali lagi, Sierra menggeleng. Menyangkal segala dugaan bodoh yang berkeliaran di kepalanya. Pasti maksud River tadi untuk kepentingan wawancara, kan?
“Aku ingin mengenalmu lebih jauh, Harper.”
“Boleh aku tahu alasannya?” tanya Sierra yang entah mendapatkan kekuatan dari mana.
“Karena aku ingin memastikan apakah sedang mengajakmu berkencan atau sekedar pembicaraan bisnis semata,” sergah River dengan santai yang langsung membuat Sierra tergelak.
They said when you accidentaly met someone once, that's a coincidence. But, twice at the exactly same place? Probably destiny.Dari seluruh kafe yang tersebar di New York yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan pada setiap distrik, mengapa River dan Sierra harus bertemu kembali di Dixie Cafe?Butuh waktu beberapa detik bagi Sierra untuk memikirkan jawabannya sambil beradu tatap dengan pria bermata hijau zamrud yang masih mengenakan setelan kantornya dengan lengkap itu.Dixie Café hanyalah sebuah kafe sederhana dengan interior yang didominasi kayu berwarna cokelat muda dengan alunan instrument jazz dan piano yang khas. Karena lokasinya lumayan dekat dari kantornya, Sierra biasa menghabiskan waktunya di sini ketika tengah penat di kantor. Alasan lainnya, Sierra jarang menemukan rekan kantornya di sini karena mereka lebih memilih Starbucks yang berseberangan langsung dengan gedung ABC TV.Segala hal mengenai kafe ini rasanya “tidak”
“Harper, temani aku malam ini, ya?” pinta Terry.Sierra nampak tersentak ketika menemukan Terry yang menjawil pundaknya dari belakang. Yang lebih mengejutkan lagi Terry nampak kehilangan separuh kesadarannya.“Kita langsung saja menuju apartemenku,” ajak Terry lagi sambil merangkul bahu Sierra yang terbuka karena mengenakan gaun model sabrina.“Kau mabuk, Terry!” tegur Sierra sambil berusaha menepis tangan Terry dari pundaknya. “Aku tidak akan melademimu kalau kondisimu seperti ini.”“Aku sadar sepenuhnya, Harper. Kau selalu saja memiliki segudang alasan untuk menolakku!” sergah Terry dengan keras hingga beberapa orang menoleh.Sierra langsung was-was ketika beberapa pasang mata mulai memperhatikan mereka. Tidak mungkin kan dia membuat keributan di pesta ulang tahun sahabatnya?Lagipula Sierra tidak berniat untuk menemani kliennya dan hanya ingin bersenang-senang saja di pesta.
“Aku sudah memberiku nomormu, kenapa kau tidak ingat untuk menghubungiku, Sierra?!” protes River sambil menyodorkan wanita itu sebotol air mineral dingin yang baru saja diambil pria itu dalam kulkas mini. Sierra mengambil botol itu dan menegaknya hingga separuh isinya tandas seketika. Tangan kanannya masih bergetar efek terkejut dari kejadian penyerangan Terry beberapa saat lalu. Tapi Sierra menyembunyikannya rapat-rapat. Karena tidak ingin membuat River makin khawatir. Tidak diduga, River membawanya ke suite room New York Hotel yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari hotel Luxury. Seharusnya bisa saja River membawanya pada salah satu kamar di hotel Luxury yang ballroomnya menjadi lokasi pesta ulang tahun Audrey, sahabatnya. Tapi mengapa pria ini membawa dirinya ke hotel di kamar paling mahal untuk semalam saja? “Apa sebenarnya hubunganmu dengan Terry? Kalau kau mengenalnya dengan sangat baik, harusnya kau tahu reputasi pria itu!” dengus River s
Tatapan keingintahuan Audrey yang langsung menyambut Sierra begitu membuka pintu unit apartemen sahabatnya itu.“Ceritakan padaku mengapa kau bisa bermalam bersama River Clayton?!” tembak Audrey langsung.Sierra bahkan belum menginjakkan kedua kakinya ke dalam ruangan. Namun Audrey sudah menyemprotnya begitu. Tidak mengherankan, sahabatnya itu punya rasa keingintahuan tinggi. Lagipula, Audrey berhak mendapatkan penjelasan setelah Sierra mengacaukan pesta ulang tahunnya semalam.“Astaga, Sierra. Pria yang sedang aku tanyakan tuh River Clayton! Ya, Clayton yang itu!” pekik Audrey dengan heboh sambil berjalan di belakang Sierra yang hendak mengambil minum di dapur.“Audrey Johnshon, tolong berikan waktu sebentar saja bagiku untuk bernapas dan minum, oke?” sergah Sierra kemudian membuka kulkas dan mengambil sekotak jus jeruk dingin kesukaannya.“Aku jelas punya waktu yang banyak, Sierra Harper!”
Usai membeli empat belas Hot Americano dari Royal Coffee, Sierra bergegas kembali menuju kantornya. Ia melangkah dengan hati-hati sambil menenteng kedua belas gelas kopi tersebut.Sierra cukup terbiasa membawa banyak barang sambil berjalan sejak menjabat sebagai asisten produksi. Entah siapa yang duluan menyuruhnya berbagai pekerjaan seperti pesuruh. Malah sepertinya Sierra lebih banyak melakukan sejenis ini dibanding sebagai asisten produksi sebuah stasiun TV pada umumnya.Namun Sierra tidak mau ambil pusing. Toh, selama bekerja di sini Sierra mendapatkan ilmu mengenai dunia jurnalis yang harusnya didapatkan saat kuliah.“Perlu bantuan, Miss Harper?” tanya Ivan, satpam yang tengah berjaga di gerbang dan paling ramah pada Sierra.“Terima kasih atas tawaranmu, Sir. Aku bisa menanganinya,” sahut Sierra dengan nada sopan.“Pasti karena si tamu penting itu makanya departemenmu jadi sibuk?”“Kau
Tidak ada sedikit pun penyesalan yang tersisa setelah Sierra memutuskan keluar dari mobil sport River. Bahkan wanita itu berharap selamanya memutuskan hubungan dengan River.Bagi Sierra, pria itu hanyalah sebuah keajaiban yang diberikan semesta untuknya. Seperti salah satu sore terbaik di musim panas.Namun… Bagi River, wanita itu seperti sinar matahari pagi yang hangat dan jarang dirasakannya lagi di New York.Tidak terasa sudah seminggu berlalu sejak Sierra memutuskan hubungan dengan River. Tidak ada kontak sama sekali di antara keduanya. Wanita itu tenggelam dalam kesibukannya sebagai asisten produksi di ABC News.Untuk mengurus jadwal dan mencocokkan jadwal, Sierra hanya mengontak Bree sesekali lewat email juga telepon ke nomor kantor. Sierra menghindari interaksi langsung dengan River.Setidaknya sampai sesi wawancara yang diminta River sebagai geladi kotor sebelum siaran langsung nanti.Yang sialnya, geladi kotor tersebut berlan
“Aku tidak tahu kau bisa memasak,” sergah Sierra yang masih tercengang dengan hidangan steik yang terhampar di hadapannya.River melepaskan apron hitam yang dikenakannya lalu bergabung bersama Sierra di meja makan. Ia memilih sebotol wine merah yang dibelinya lima tahun lalu di Perancis. Untuk momen seperti ini, tentu harus dirayakan dengan segelas wine dengan rasa otentik bukan?Belum selesai dari keterpanaannya, Sierra sekali lagi dibuat takjub ketika River menuangkan wine yang baru saja dibuka kemasannya pada gelasnya.“Apa kau tidak menyukai makanannya?” tanya River yang langsung membuat Sierra tersadar.“Huh? Apa? Oh, ti-tidak, Riv. A-aku belum sempat mencicipinya,” sahut Sierra dengan kikuk kemudian berdeham.“Lantas, apa yang kau tunggu?” seru River kemudian menarik kursi di seberang Sierra. “Atau kau ingin makanan lain?”Lantas, Sierra langsung menggeleng dan mengambil garpu
Mungkin karena sudah terbiasa, Sierra membuka matanya tepat pukul lima subuh. Sebab kalau membiarkan tidur lebih lama lagi, kliennya akan meminta layanan ekstra. Energi Sierra keburu tersedot di pagi hari sebelum melewati hari yang panjang.Sierra selalu penuh perhitungan juga mempertimbangkan banyak hal. Sebab, wanita itu berusaha menjaga setiap aspek dalam hidupnya tetap seimbang.Seperti pagi ini, Sierra hendak bergegas pergi dari rumah River sebelum pria itu terbangun.Sesaat sebelum Sierra menghempaskan selimutnya, tangan kanan River tiba-tiba menarik punggungnya.“Kau mau meninggalkanku sendirian lagi?” sergah River dengan suara serak karena kesadarannya belum sepenuhnya kembali.Sierra tersentak beberapa saat. Tidak menyangka jika River bisa bangun sepagi ini. Jarang sekali wanita itu menemukan partner tidurnya bangun begitu cepat.Biasanya mereka bakal kelelahan dan baru membuka mata tiga jam setelah Sierra pergi.
Pergulatan panas tersebut berlangsung sampai empat puluh lima menit lamanya! Baik River mau pun Sierra tidak menyadarinya.Mereka berhenti juga karena security mansion sudah menghubungi telepon di unit River yang mengabarkan jika ada pengantar pizza.“Astaga, kau sudah kelaparan sekali?” sergah River sambil terperangah melihat Sierra yang baru saja menghabiskan potongan kedua pizzanya.Sierra mengangguk, “Untung saja kau memesan dua kotak. Sepertinya aku bisa menghabiskan satu kotak,” terang Sierra kemudian menelan lagi potongan pizzanya.River menggeleng penuh takjub,”Kau hanya mengkhawatirkan perutmu saja?”“Seharian ini aku hanya memakan steik saat makan siang. Aku melewatkan sarapan bahkan untuk menegak sekotak susu untuk menghilangkan rasa lapar karena pekerjaanku yang tidak ada habisnya!” keluh Sierra kemudian menggigit lagi pizzanya. “Sudah sepatutnya aku memikirkan kondisi perutku.&rdquo
Jika wanita lain akan melonjak kegirangan diberikan akses ke mansion mewah dengan fasilitas serba ada juga eksklusif milik River Clayton.Namun berbeda dengan Sierra Harper. Justru tanggapan pertama wanita itu malah menghembuskan napas dengan kesal selama beberapa kali.“Kau tidak menyukainya?” tanya River.Sierra menggeleng sambil menghentakkan kakinya dengan kesal, “Bohong banget kalau aku bilang tidak menyukainya.”“Lalu?”“Begini ya, Riv.” Sierra menghentikan langkahnya kemudian menatap kedua mata River lekat-lekat. “Jangan berikan hal berlebihan begini. Aku bukan siapa-siapamu… Kau harusnya juga tahu, aku tidak akan pernah bisa membalasnya.” Sierra mengedarkan seluruh pandangannya terhadap mansion mewah tersebut dengan tatapan menyindir.Pada sekali kerjapan mata, River menarik wajah Sierra kemudian melumat bibirnya tanpa ampun. Sierra nyaris tidak bisa bernapas akibat m
“A-Ak Aku harus—” sergah Sierra terbata-bata. River tersenyum jenaka menangkap kegugupan Sierra. Kini wanita itu mengedipkan matanya berkali-kali dan napasnya belum teratur. Sierra merapikan bajunya usai kedua kakinya bisa kembali menapak di trotoar. Sementara kedua mata River langsung terarah pada bibir Sierra yang noda lipstiknya berantakan. “Aku akan mengantarmu ke kantor,” seru River kemudian mengelap noda lipstick yang berantakan tersebut dengan saputangannya. Belum sempat menarik napas, Sierra terkesiap lagi oleh sikap santai River mengelap sisa-sisa lipsticknya yang berantakan akibat ulah adiknya! Beberapa orang di sekitar tentu memperhatikan aksi mereka. Bahkan, diam-diam ada yang memotret mereka. Sierra hanya bisa mengangguk tanpa mengatakan apa pun lagi. Pikirannya Sierra dipenuhi beragam rasa yang sulit dijelaskan. Rasa bersalah juga bingung yang paling mendominasi. “Kau tidak menanyakan kabarku?” tanya River yang be
Kepala River berdenyut-denyut tiada henti kala menatap jadwal bekerja yang baru saja disodorkan sekretarisnya. Belum pulih dari jet lag, namun sekarang River harus menyapa rekan bisnis ayahnya yang sedang berada di New York.Begitu tiba waktu makan siang, River izin pamit dengan alasan ada lunch meeting padahal sebenarnya mampir ke Paul’s Time. Salah satu bistro favoritnya di New York yang dikelola oleh Paul Martinez, sahabat lama ayah River.River menyetir sendirian karena sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Ia butuh waktu untuk bernapas sejenak saja dari business trip selama seminggu belakangan.Mungkin memang River membutuhkan waktu untuk berlibur. Bersama seseorang yang dirindukannya begitu dalam selama beberapa waktu.Seseorang itu tentu saja wanita yang memiliki senyum manis sehangat matahari pagi di bulan Desember. Seperti Sierra Harper.Sementara itu di tempat dan waktu yang sama Sierra masi
“Untuk hal konyol seperti ini kau membuat kontraknya?! Tak kusangka, kau serius juga!” cibir Sierra sambil menggelengkan kepala.Dalam hati wanita itu sebenarnya meneriakkan frustrasi dan kekesalan berkali-kali. Lantaran, kejadian yang coba dilupakan Sierra dua hari lalu berujung sia-sia.Tadi pagi ketika Sierra dalam perjalanan menuju kantor ada sebuah nomor tidak dikenal yang menelepon ponsel khusus pekerjaannya. Tanpa berpikir aneh-aneh, Sierra mengangkat saja.Si penelepon rupanya Raven Clayton! Entah bagaimana caranya pria itu mendapatkan kontak pribadinya. Jadi begini, Sierra punya dua ponsel dan dua nomor. Ponsel yang satunya hanya dinyalakan pukul enam sore sampai pagi dan dikhususkan untuk para kliennya.Sementara ponsel satunya selalu Sierra nyalakan dua puluh empat jam penuh. Karena semua kerabat, rekan kerja bahkan rumah sakit tempat ibunya dirawat mengetahui nomornya itu.Kalau sedang bersama kliennya, Sierra akan meninggal
“Seingatku sih Billy Harrison sudah memiliki istri yang cantik, baik dan menyenangkan. Dia juga memiliki seorang anak laki-laki yang—” “Apa maumu sebenarnya, Raven?!” potong Sierra karena jengah dengan nada Raven yang terdengar seperti pembaca berita membosankan ketika menyebutkan fakta soal kliennya. Raven menyunggingkan senyum tengilnya dan memiringkan alis kanannya. Sumpah, Sierra rasanya ingin menamparnya detik ini juga. Ini lebih memalukan ketimbang kepergok dengan keluarga Billy Harison. Ya, setidaknya Sierra bakal langsung mendapatkan hukuman seketika. Ditampar minimal atau disiram air. Lain halnya kalau Raven Clayton yang malah memergoki dirinya telah menghabiskan malam bersama Billy Harison. “Kau tahu kan, aku punya bukti jika kau berkelit.” “Kau ingin menyebarkan apa yang baru saja kau lihat kepada publik?” “Sierra, tolonglah bersikap baik padaku sedikit saja. Kau sedang berada di posisi tidak bisa berbuat banyak,” se
Sierra bernapas lega ketika mendapatkan laporan rating dari Nora perihal penayangan episode Be Insipire! Dengan River sebagai bintang tamunya. Hasilnya benar-benar di luar ekspetasi semua orang. Sampai berhasil memecahkan rekor tertinggi departemen Sierra. Meski demikian tetap saja Nora yang mendapat kredit paling banyak dari orang-orang. Kantor juga tidak menyediakan bonus tambahan. Hutang yang harus dibayar Sierra juga terus bertambah bunganya setiap bulan. Apalagi beberapa hari belakangan Sierra tidak menerima panggilan klien manapun. “Ada apa, darling?” tanya Billy, klien yang tengah Sierra temani malam ini di suite room Diamond Hotel. Sierra menggeleng dengan cepat lantas ditegur oleh kliennya karena melamun,”Ah, tidak. Aku memikirkan langit New York yang indah malam ini…” Billy mengelus pipi kanan Sierra, “Kau juga indah, Darling. Seperti langit malam yang kau kagumi itu,” seru pria itu kemudian menjilat leher kiri Sierra.
Seperti ada sesuatu yang menggelegak dalam diri Sierra, tiba-tiba wanita itu lekas berdiri. Kemudian menghampiri Raven yang masih menyender di tembok sambil bersedekap.“K-Kau tadi melihatku?” tanya Sierra sekali lagi.“Sekarang juga aku sedang melihatmu, Miss Harper.” Raven menyahut dengan senyum jailnya.Sierra yang tadinya gugup mendadak keki karena sadar pria di hadapannya tengah mempermainkannya.Sekali lagi Sierra mengamati pria yang kini berdiri begitu dekat dengan dirinya tersebut.“Kau sedang mempermainkanku rupanya,” seru Sierra kemudian mendengus kesal.Raven menggeleng, “Kenapa kau bisa menyimpulkan seperti itu?”“Yah, kau belagak seolah sering melihatku bersama River.” Sierra berseru dengan nada remeh.“Aku memang melihatmu.”Sierra menghela napas letih, “Ya, baiklah. Kalau kau memang melihatnya,” ujar Sierra lalu kembali ke
“Riv…” sergah Sierra setelah berhasil melepaskan bibirnya dengan susah-payah. Napas wanita itu masih tersenggal-senggal. River hendak menyambar bibir Sierra tanpa mempedulikan jeda yang diberikan wanita itu. Namun Sierra mengalihkan kepalanya ke sisi kiri. “Aku tidak bisa bernapas, Riv…” ujar Sierra lagi dengan napas yang sudah lebih teratur dari sebelumnya. River mengalah dan membiarkan Sierra mengambil napas beberapa saat. Ingin sekali River menarik Sierra ke ranjangnya detik ini juga. Kenyataannya, mereka tengah berada di dalam toilet kantor ABC News. “Mampirlah ke tempatku setelah pekerjaanmu selesai di sini,” ujar River kemudian membereskan kerah kemeja Sierra yang berantakan. “Aku tidak bisa, Riv.” “Itu bukan permintaan, tapi pernyataan,” ujar River dengan tegas. “Mengapa aku harus melakukannya?” Sierra bersedekap. “Anggap saja sebagai bentuk terima kasih karena aku sudah bersusah-payah meluangkan waktu ag