Perkiraan Janu ternyata meleset tentang dirinya sebagai “Pekerja dibalik layar” dia pikir kedatangan Alba dan fakta bahwa Alba adalah anak diluar pernikahan tidak akan menjadi konsumsi publik. Mengingat bagaimana sebesar apa agensinya di Indonesia dan terkenal akan privasi yang terjaga membuatnya sangat terkejut ketika di pagi hari Minggu yang semestinya menyenangkan mendadak menjadi horor karena telepon berdering serentak di rumahnya. Janu bangun dengan tergesa karena deringan telepon yang bersahutan, dari arah ruang santai dan juga ponselnya. Dia mematikan ponselnya sebelum mengecek siapa yang menelepon, melihat putri kecilnya masih tertidur Janu berjalan pelan menuju ruang santai, mengangkat telpon rumahnya.
“Nu, maaf nelpon jam segini.” Suara Nara terdengar disana, Naraya adalah sekretaris bosnya di kantor.
“Mbak Nara? Ada apa mbak?” Tanya Janu, masih setengah sadar, mengintip sedikit dari balik gorden Janu yakin matahari bahkan belum naik.
“Matikan ponsel kerjamu ya, aktifin yang pribadi aja nanti pak Bara menelpon dan langsung menjelaskan,” Suara mbak Nara terdengar sedikit panik, “Maaf banget ya Nu, tapi hari ini tolong jangan keluar dulu. Diam di rumah aja.” Kemudian telepon di tutup. Dahi Janu berkernyit, apa maksudnya? Ada apa?
Sadarnya kembali ketika telepon sudah ditutup, ucapan Nara sangat aneh. Melihat ke arah jam dinding, Janu baru sadar ini masih pukul 2 pagi. Dia melihat ponsel kerja di genggamannya, ada banyak panggilan masuk termasuk dari teman-temannya yang sangat jarang untuk menghubunginya ke ponsel ini. Adiknya juga menghubungi sejak pukul 12 malam. Dia semakin bingung, mematikan ponselnya Janu buru-buru masuk kamar dan membuka laci nakasnya untuk mengecek ponsel pribadi.
W******p sampai LINE dipenuhi dengan banyak notifikasi. Aneh.
Belum sempat Janu membuka aplikasi W******p telepon masuk dari Yuwa terpampang di layar, Janu mengangkatnya.
“Nu, kamu tidur dari jam berapa?” Tiba-tiba Yuwa bertanya,
“Aku tidur jam 9 kak, Alba minta ditemani eh aku ketiduran juga. Ada apa sih kak? Kok kayaknya rame banget? Mbak Nara sampe nelepon Janu.”
“Lihat portal berita deh Nu, lewat ponsel atau laptop.”
Janu semakin bingung dibuatnya, dia kemudian mengecek laptopnya yang memang belum dia matikan, melihat portal berita dia terkejut dengan apa yang dia baca. Artikelnya sangat banyak bahkan itu menjadi HEADLINE NEWS sejak pukul 10 malam.
PENULIS LAGU JANU KRISPALA MEMILIKI SEORANG ANAK DILUAR NIKAH
PENULIS LAGU DARI MüSIC ENTERTAINMENT JANU KRISPALA MEMILIKI SEORANG ANAK BERUSIA 4 TAHUN
SALAH SATU PEGAWAI KEDUTAAN MEMBENARKAN BERITA INI
Kepala janu berdenyut membacanya, isi artikel itu satu persatu dia baca. Belum ada yang tahu siapa nama putrinya, tidak dicantumkan disana tapi Janu yakin cepat atau lambat ini pasti akan tersebar, media pasti akan mencari tahu bahkan Janu bertaruh nomor Kartu Keluarganya bisa disebarluaskan dengan mudah. Iya, seberapa besar dan kuat agensi yang menaungi, ini Indonesia. Tidak ada privasi disini.
Sialan.
“Ini kenapa jadi rame begini?” Tanya Janu kemudian pada Yuwa yang sedang diam diujung telepon memberikan waktu untuk Janu membaca dan mencerna apa yang tengah terjadi.
“Aku sendiri gak tahu Nu, tiba-tiba waktu lagi beresin toko sambil nonton berita ini dijadiin Headline News. Mbak Nara langsung nelepon aku karena gak bisa menghubungi kamu, dia kira kamu kenapa-kenapa.” Yuwa menjawab, terdengar suara napas yang dibuang dengan kasar, Yuwa tahu ini pasti mengejutkan buat Janu. Dia tidak berpikir kehidupan pribadinya akan terbongkar seperti ini.
“Kayaknya kamu disorot karena sudah dua kali menang penghargaan di ajang Amerika itu Nu. Kamu juga beberapa kali ‘kan di undang ke acara TV tapi kamu tolak terus-terusan jadi mungkin media memang sedang mengincar hal ini karena banyak yang tertarik tentang kehidupan kamu.”
Janu tidak menjawab apapun, telinganya mendengarkan setiap kata yang diucapkan oleh Yuwa tapi dia tidak mengatakan apapun. Segala bentuk alasan rasanya tidak bisa dia terima sekarang, fakta bahwa orang-orang itu meringsak masuk ke dalam kehidupan pribadinya membuat darahnya mendidih. Dia sangat kesal.
“Alba gak akan kenapa-kenapa ‘kan kak?” Tiba-tiba pertanyaan itu terlontar dari mulut Janu. Benar, bukan dirinya yang dia khawatirkan. Alba. Putri kecilnya. Janu takut sesuatu terjadi pada Alba, dia takut tiba-tiba masyarakat menganggap hal tabu ini tidak patut diterima begitu saja oleh masyarakat Indonesia. Dia takut Alba harus kembali ke Amerika dan diambil oleh pemerintahan disana.
“Nu, Alba anakmu. Sah. Gak akan ada yang bisa pisahin kamu sama dia, lagian kalo memang di masyarakat minta kamu pergi dari sini kamu bisa pergi ke belahan dunia manapun. Ingat, kerjamu fleksibel.”
Janu mengangguk meskipun Yuwa tidak bisa melihatnya.
“Sudah, mendingan balik tidur, aku yakin pak Bara bakalan menyelesaikan ini semua.”
Yuwa menyudahi teleponnya dan kini tinggal Janu yang masih terduduk menatap laptopnya di dalam kegelapan, membaca setiap artikel disana dia bahkan tidak tahu berapa banyak uang yang sudah reporter atau penulis berita ini keluarkan hanya untuk mengorek kehidupan pribadinya.
Tidak ada kerjaan.
Kenapa tidak mengangkat berita mengenai koruptor dan sejenisnya?
Janu menghela napas. Mengalihkan pandangan ke arah putri kecilnya yang masih nyenyak dibalik selimut, Janu kembali ke kasur, tidur disampingnya dan mengecup ujung hidung Alba.
“Selamat tidur sayang, Dad akan menjagamu.” Bisiknya.
Pagi harinya, berita di televisi sudah tidak menayangkan tentang Janu namun acara gosip masih terus membahasnya bahkan artikel di sosial media. Nama Janu nyantol di akun-akun gosip pertama kalinya bukan karena prestasi melainkan ‘skandal’, iseng mellihat komentarnya banyak yang mendukung Janu dan berkata bahwa mereka menunggu klarifikasi pasti dari Janu sendiri. Foto-foto Janu bersama Alba juga tersebar, wajah Alba tidak terlihat jelas dan itu membuat Janu sedikit lega. Ada beberapa netizen yang bertanya siapa Janu? Apa pentingnya berita ini. Janu setuju. Tidak ada yang penting untuk orang lain, ini kehidupan pribadinya.
Pukul 8 ketika Janu sedang menyiapkan baju Alba yang tengah berendam pak Bara bosnya menelepon.
“Nu, mau konferensi pers atau bikin video klarifikasi? Netizen Indonesia belom puas kalau gak ada klarifikasi.” Ucapnya. Janu terdiam. “Emang penting pak?” Tanyanya dan suara tawa berat khas bapak-bapak usia 50 tahun terdengar.
“Enggak penting Nu, tapi biar yang pada kepo puas aja.” Jawab pak Bara.
“Ya udah, Janu bikin video aja pak. Tapi identitas Alba aman ‘kan pak?” Janu meyakinkan sekali lagi. Pak Bara lagi-lagi tertawa.
“Tentu dong Nu, MüSIC ENTERTAINMENT gak akan pernah ngecewain para pegawai karena dari awal sudah tertulis di kontrak kalau kehidupan pribadi dijaga baik-baik. Lagian kamu sudah mengharumkan nama agensi saya masa saya gak bisa menyelesaikan hal ini?”
Janu tersenyum kecil, pak Bara memutus teleponnya setelah berkata dia akan menunggu kedatangan Janu jam 10 di kantornya. Janu kembali ke kamar mandi dan mengangkat Alba keluar dari bathtub, dia mengeringkan tubuh Alba menggunakan handuk. Pengasuh Alba datang setiap pukul 7 tapi akhir pekan adalah hari liburnya, maka di akhir pekan Janu yang mengurus Alba. Pria itu memakaikan baju untuk Alba, dan memberikan minyak telon, parfum, bedak serta menyisiri rambut panjang Alba. Alba hanya diam, sesekali bermain dengan bonekanya.
“Susu” Ucapnya.
“Alba, minum susunya pakai gelas lagi ya? Jangan pakai dot, kaya kemarin, Dad kasih sedotan.”
Alba terdiam sebentar, dia benci sedotan dia ingin dot. Tapi Dad bilang dia sudah besar, dia akan bersekolah dan itu memalukan. Minum dari dot adalah hal memalukan jika teman-teman tahu maka Alba mengangguk meskipun setengah hati.
Janu membuatkan susu untuk Alba, gadis kecil itu duduk dikursi tingginya. Selain susu, Janu juga menyediakan buah-buahan pagi hari untuk Alba makan. Sarapan Alba di akhir minggu memang mengikuti selera Daddy-nya. Hari-hari biasa Alba mengikuti menu dari pengasuh seperti nasi dengan telur, atau nasi dengan tumisan atau bahkan sereal oat dengan madu, susu dan buah-buahan. Sejauh ini, Alba tidak pernah protes anak itu makan dengan lahap dan teratur.
Ketika keduanya sedang makan bunyi bel terdengar, jantung Janu berdegup kencang dia khawatir para reporter sudah menyerbu rumahnya. Namun melihat ke interkom, hanya ada teman-temannya disana. Yuwa, Maga, Javis dan Rainer.
“Gila ya media jaman sekarang kenapa sih? Hal gak penting aja di angkat-angkat!” Javis bersungut-sungut sambil menuangkan sereal keatas susu didalam mangkok, menumpang sarapan bukan termasuk kriminal ‘kan?
“Gimana kata pak Bara?” Tanya Yuwa, dia duduk disamping Alba, memotong buah-buahan yang baginya terlalu besar untuk Alba.
“Pak Bara minta aku untuk ke kantor jam 10 ini, katanya bikin video klarifikasi.”
“Lah? Ngapain?” Maga berkomentar.
“Memuaskan orang-orang kepo,” Rainer menimpali sebelum Janu sempat menjawab. “Sama kayak waktu Sadam kena salah paham pergi ke klub malam, meskipun bukan salahnya dia dan juga itu kehidupan pribadinya tapi harus ada video klarifikasi biar sedikit membungkam orang-orang kepo.” Lanjutnya.
“Wah gila sih asli! Apa gak cukup sekedar menyorot prestasi aja gitu? Prestasi Janu banyak banget loh di Industri Musik Indonesia tapi yang selalu diangkat tuh penghargaan di Amerika aja!” Javis mengoceh disela kunyahan serealnya.
Semuanya hanya terdiam. Ada benarnya. Waktu Javis mengharumkan nama Indonesia sebagai petinju muda profesional yang berada di urutan kedua dunia bukannya dipuji dia malah diledek habis-habisan oleh masyarakat karena tidak bisa mengalahkan kelas dunia. Hal itu terus jadi sorotan, yang lebih parah celana dalam motif macan tutulnya yang terlihat ketika dia K.O malah jadi perbincangan hangat.
“Apa yang kamu harapkan sih Vis?” Yuwa berkomentar.
“Kak Janu kalau mau berangkat ke kantor barengan sama aku aja, di depan udah beberapa reporter.” Rainer berkata.
“Emang kamu mau kemana?” Tanya Janu pada Rainer.
“Dia mau tanda tangan kontrak sama agensi kamu.” Maga menyela.
Kemudian seruan terdengar mengucapkan selamat kepada Rainer.
“Nah gitu dong, ‘kan enak kalau ada agensinya, jadi kerjaan ada yang ngatur gak keteteran.” Janu menimpali. Rainer hanya tersenyum.
“Kalau gitu titip Alba ya.”
“Gampang!” Yuwa, Maga dan Javis menanggapi bersamaan.
“Theo sama Sadam gak bisa datang Nu, mereka minta maaf karena ada kerjaan.”
Janu mengangguk dan tersenyum, keduanya sudah mengirimkan pesan padanya pagi ini. Janu tahu mereka juga peduli, apapun yang terjadi pada salah satu dari mereka, para sahabat akan selalu ada disini untuk satu sama lain.
Beberapa saat kemudian Janu berpamitan pada Alba, dia pergi bersama Rainer. Ketika dia membuka pintu rumah para reporter langsung menyerbu, Rainer mencoba menghalangi, Janu diberondong pertanyaan siapa ibu dari anaknya, dimana selama ini anaknya tinggal dan alasan mengapa dia tidak terbuka pada publik tentang ini. Tak ada jawaban, Janu dan Rainer terburu-buru masuk ke mobil dan pergi, mereka berpisah di dalam gedung. Janu bertemu dengan pak Bara dan kemudian membuat video klarifikasi.
“Saya Janu Krispala, selaku penulis lagu di MüSIC ENTERTAINMENT ingin menyatakan bahwa apa yang media beritakan benar adanya. Saya memiliki seorang anak berusia 4 tahun, untuk selebihnya saya rasa itu cukup sebagai konsumsi pribadi saya. Terima kasih dan tetap dukung karya-karya dari para pelaku seni di MüSIC ENTERTAINMENT.”
Video itu membuat berita yang cukup hebat, banyak yang mengatakan bahwa apa yang Janu jelaskan di video lebih dari cukup, ada juga yang bilang bahwa itu tidak menjelaskan apapun. Segala bentuk ocehan dari Netizen akhirnya reda seiring berjalannya waktu.
Sudah sebulan sejak Alba tiba di Indonesia dan tinggal bersama Janu, ada banyak kejadian yang terkadang membuat Janu sangat terkejut. Tinggal bersama bocah berusia 4 tahun nyatanya memiliki banyak sekali kejutan. Alba sedikit demi sedikit sudah meninggalkan botol susunya, dia sudah tidak merengek minta botol susu ketika mau tidur, meskipun dalam sebulan itu ada beberapa kali di malam hari Alba tantrum, dia menangis tanpa suara dan membuat Janu kebingungan. Alba bukan tipe anak yang cerewet, dia juga bukan tipe anak kecil pencerita, dia kebanyakan diam dan mengamati sekitar, terkadang Janu khawatir mengenai hal itu. Janu beberapa kali bertanya pada Alba bagaimana kehidupannya bersama nenek, Alba bilang nenek tidak bisa mendengar, pendengaran bibi Millie memang sudah sangat buruk jika tanpa bantuan alat dia sudah tidak bisa mendengar sama sekali. Selama Millie dalam perawatan di Rumah Sakit Alba diasuh oleh neneknya, mungkin itu salah satu alasan kenapa Alba menjadi anak yang jauh leb
Janu lagi-lagi melihat jam tangannya, ini hari Minggu pagi, matahari bahkan baru saja terbit dan dia sudah sangat gelisah. Sebenarnya, sudah sejak beberapa hari terakhir Janu gelisah, hal ini dikarenakan Alba mulai bersekolah Senin besok.Beberapa minggu lalu, Janu sempat mengobrol dengan Yuwa. Dia membawa Alba datang ke toko bunga milik Yuwa, gadis kecilnya sangat suka berada disana, Alba suka dikelilingi banyak bunga-bunga cantik dan juga wangi. Pertama kali Alba datang kesini ketika dia dibawa oleh paman Maga, saat itu Janu sedang ada meeting di akhir pekan. Pengasuh Alba tidak bisa datang, terpaksa Magani yang harus menemani si bocah meskipun dia hanya baru tidur selama 2 jam. Pelanggannya datang semalam, dia mengerjakan tato selama 8 jam penuh. Setelahnya dia membereskan perabotan dan menutup toko, Maga baru bisa tidur menjelang subuh, baru saja terlelap Janu menelepon meminta tolong untuk menemani Alba. Maga mengiyakan, namun dia tidak kuat membuka mata ditambah tubuhny
Magani tidak pandai dengan anak-anak, dia anak tunggal sebelum Javis masuk ke dalam keluarganya. Kedua orangtuanya sibuk bekerja sehingga Maga biasa ditinggal bersama dengan pengasuhnya, Maga juga tidak jago bersosialisasi, dia biasanya hanya ikut kemanapun ibunya pergi maka dari itu dia berakhir berteman dengan Janu. Maga jarang berbicara, dia biasanya hanya menjadi seorang pengamat seperti ayahnya tapi jika sudah dekat terkadang dia jauh lebih cerewet seperti ibunya.Ketika Janu memperkenalkan Alba, ada rasa canggung yang tercipta. Maga mengambil jarak cukup jauh pada Alba. Bukan karena dia membenci anak itu, hanya saja dia memang tidak bisa begitu saja akrab dengan anak-anak, dia banyak berpikir seperti topik apa yang harus dibicarakan dengan seorang anak usia 4 tahun? Bertanya apakah anak itu sudah makan atau belum rasanya terlalu dasar sehingga dia berakhir tidaka mengajak Alba mengobrol.Beberapa kali Maga menjaga Alba tapi tidak sendirian, dia selalu mengajak Al
Ini sudah hari ke 4 Alba tinggal bersama Maga. Kecanggungan mereka berdua sudah tidak terlihat lagi, ucapan Alba yang tulus membuat Maga merasa nyaman, dia menjadi mengerti bahwa bicara dengan anak-anak tidak membutuhkan banyak effort. Selera makan Maga dan Alba juga mirip, mereka hampir memilih menu yang sama di Hokben, bahkan dessert juga. Ketika pertama kali pulang dan harus memandikan Alba, disitu Maga sedikit canggung bagaimanapun Alba adalah anak perempuan takut-takut dia salah atau membuat si kecil Alba malu tapi pada akhirnya dia bisa melalui itu semua. Alba juga tidak merepotkan, anak itu pandai bermain sendiri sehingga Maga memiliki banyak waktu untuk mendesain beberapa tato yang sudah dipesan oleh pelanggannya.Melihat bagaimana Alba bersikap, Maga seperti melihat dirinya sendiri. Karena kedua orangtuanya sibuk bekerja, Maga diharuskan tinggal bersama pengasuh terkadang tinggal bersama tetangga karena satu dan lain hal, tanpa sadar dia membuat dir
Hari ini Alba sangat bersemangat, sejak pagi dia sudah sangat ceria. Ketika Maga memandikannya dia terus berceloteh mengenai banyak hal, dia bercerita apa yang dia tonton kemarin meskipun Maga ada disampingnya dan menonton hal yang sama. Dia juga kembali menceritakan apa yang dia lakukan bersama Nina yang tentu saja sudah sangat Maga hapal, Maga sendiri sedang menebak-nebak mengapa anak ini sangat penuh semangat dan terus mengulang hal yang sudah Maga tahu.Maga mengeringkan rambut Alba dan menyisirnya ketika anak itu tengah memilih hiasan rambut. Hiasan rambut itu mereka beli kemarin ketika pemadaman listrik berlangsung di tempat Maga, karena panas dan juga bosan akhirnya mereka memutuskan untuk berjalan-jalan ke Mall dan berakhir menghabiskan waktu di toko aksesoris anak-anak.“Mau pakai warna purple.”“Ungu,”“Iya, ungu!”Maga memakaikan jepitan pita berwarna ungu itu di rambut Alba, sedikit miring karena Maga
Ini hari kedua setelah Janu pulang dan Alba kembali bersamanya, sejak hari pertama Alba tidak berhenti membicarakan bagaimana dia memiliki teman baru. Namanya, Nina. Nina memberikannya boneka kecil di hari pertama mereka memutuskan untuk menjadi teman, Nina sudah tidak memiliki ibu dan tinggal bersama neneknya. Dia hanya diantar oleh supir dan pengasuhnya ketika bersekolah, Nina punya seorang kakak laki-laki. Sudah. Tidak ada lagi informasi mengenai Nina yang Janu dapatkan. Alba juga tidak menceritakan teman lain selain Nina hingga Janu merasa janggal. Janu hendak bertanya pada Maga tetapi pemuda itu sudah mulai membuka toko tatonya dan sepertinya sudah memiliki banyak jadwal yang penuh.Hari minggu kali ini, Janu sudah merencanakan banyak kegiatan bersama Alba tapi ketika dia baru selesai bersiap-siap Alba menghampirinya dengan terbatuk-batuk, wajah anak itu memerah. Janu menyambutnya dengan pelukan dan menggendong anak itu, tubuhnya agak panas. Jadi, Janu menelepon pengasuh
Janu mengecek ponselnya berkali-kali, tidak ada kabar dari Sadam. Hari ini Sadam mendapat giliran menjaga Alba setelah dua hari terakhir Janu dan Yuwa serta yang lainnya bergantian menjaga bocah itu, hari ini Sadam meminta hanya dia seorang diri yang menjaga si kecil. Bukan Janu tidak percaya pada Sadam, hanya saja dia itu bintang terkenal di Indonesia. Seluruh negeri tahu siapa dia, Janu hanya takut kehadiran Sadam di Rumah Sakit menjadi keributan kecil tersendiri, bisa-bisa karena penggemarnya yang kebanyakan ibu-ibu atau bahkan para perawat ingin berfoto dengan Sadam ruang rawat Alba menjadi ricuh.Janu menghela napas. Mengecek sekali lagi ke ponselnya, dia kini mengalihkan pandangannya ke depan, dia sedang mengikuti meeting untuk project baru, tidak bisa mendapat izin begitu saja hanya karena anak sakit. Pekerjaannya memiliki waktu fleksibel, tapi tidak ada alasan ketika sebuah project baru dikeluarkan. Bosnya sudah meminta maaf mengenai hal ini, d
Alba sudah diperbolehkan pulang ke rumah hari ini oleh dokternya, panasnya sudah turun dan dia terlihat jauh lebih baik. Darahnya sudah diambil untuk pemeriksaan kesehatan lebih lanjut dan juga si kecil Alba sudah menjalani segala prosedur untuk mengecek kesehatannya, yang harus dilakukan sekarang adalah menunggu. Janu berharap tidak ada berita menyedihkan mengenai kondisi Alba, setidaknya dia ingin Alba sehat.Hari ini, selain Janu, Maga juga menemani karena yang lain sedang tidak bisa datang mengantar Alba pulang. Magani membawakan boneka beruang baru untuk Alba, si kecil berjingkrak kegirangan dan memeluk boneka itu dengan erat.“Ayo pulang!” Pekik Alba penuh semangat.Di perjalanan Alba tidak berhenti mengoceh mengenai bagaimana dia sangat bersemangat dan menantikan untuk kembali bersekolah. Dia terus bercerita tentang Nina, cerita yang sudah Janu dan Magani dengar berulang kali. Tapi tetap, keduanya masih merespon cerita itu penuh antusias sehin
Geya sedang sibuk memilih baju dari lemari. Hari ini adalah hari yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya setelah perpisahannya dengan mantan suaminya dulu. Dia berpikir mungkin akan berakhir sendirian sampai tutup usia. Jika berpikir pertemuannya dengan Janu sampai orang itu mengira dia adalah tukang bully sampai mereka bertemu lagi di Rumah Sakit, kalau dipikir lagi jodoh itu memang selucu itu. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya semuanya akan menjadi sejauh ini, dia dan Janu. Dia tidak pernah berpikir kalau kedekatannya dengan Alba akan membawa perasaan lain pada ayah si bocah. Janu yang sejak awal memang tidak berniat untuk mendekatinya malah juga ikut jatuh hati padanya. Dia memilih baju terusan berwarna abu-abu dengan corak goresan berbentuk bunga, mengecek lagi penampilannya di kaca dia sudah begitu yakin semuanya terlihat baik, tidak terlalu berlebihan. Dia keluar dan mendapati Janu serta Alba sudah berdiri di teras, menunggunya. Ketika dia berjalan mendekati mereka
Ini sudah dua minggu semenjak Diraya akhirnya keluar dari rumah milik Yara, ketika Yara memintanya untuk bercerai hari itu juga dia keluar dari rumah. Yara tidak mengusirnya karena sejak awal pembelian rumah itu atas nama Diraya, rumah itu hak Diraya tapi dia terlalu malu bahkan untuk mengakui bahwa rumah itu miliknya. Dia merasa tidak pantas. Memang. Dia tidak pantas untuk mengakui kalau rumah itu miliknya, itu dibeli dengan uang Yara, dan kini setelah si pemilik memintanya untuk pergi dia harus tahu diri kalau itu juga termasuk dengan meninggalkan apa yang sudah dia berikan. Yara sudah meneleponnya beberapa kali, menanyakan mengapa dia tidak datang ke tempat kerja. Tapi dia sudah begitu malu. Dia datang ke tempat Geya dan tanpa malu menanyakan kemana kesetiaan Geya terhadapnya ketika sejak awal dialah yang telah berkhianat. Dia merasa semua orang menjauhinya sekarang atau mungkin sejak awal memang tidak ada yang ada disisinya selain Geya? Suara ketukan mengejutkannya ketika dia
Alba menatap mata berwarna hitam pekat di depannya, keningnya berkerut dan wajahnya mengeras. Dia berusaha untuk menahan airmata yang sebentar lagi mungkin akan jatuh karena matanya sudah begitu berair dan perih. Dan akhirnya dia mengedip, “AAAAAK!” Pekiknya, bocah berusia satu tahun di depannya tergelak, tertawa melihat kelakuannya. “Ngapain sih Ba? Pasti main adu kedip sama Kai ya?” Seorang wanita keluar membawa satu mangkok MPASI untuk Kaivan, Ginel tertawa, duduk di sebelah Alba yang kini sibuk mengucek matanya yang terasa perih. “Kai ‘kan masih kecil jadi refleksnya buat kedip itu gak kayak kita.” Ginel mencoba menjelaskan pada apa yang sekarang sudah menatapnya. “Tapi adik Kai kelamaan gak kedip, Aba aja gak kuat.” Kata bocah itu menjelaskan, Ginel hanya tertawa kemudian memakaikan bib pada Kaivan yang sudah kegirangan karena dia sudah mengerti jika bib dipasang, artinya dia akan makan. Ginel menyuapi Kaivan dan Alba terus mengoceh pada batita itu, sesekali menoleh mengecek
Geya membuka matanya, suara diluar kamar seperti biasa membangunkannya. Bu Cicih dan Bu Ria sedang sibuk di dapur dan ruangan sekitar, membersihkan dan membuat makanan. Dia baru saja membalikkan badan ke samping ketika jari jemarinya merasakan sesuatu, menarik tangan kirinya wajahnya berubah sumringah, senyumnya begitu lebar. Cincin dari Janu. Ini sudah seminggu setelah akhirnya Janu mengungkapkan rasa seriusnya pada dirinya, sudah seminggu ketika dia, Janu dan Alba menangis di parkiran karena akhirnya dia dilamar lelaki itu. Meskipun tidak dalam suasana romantis tapi itu semua mampu membuatnya bahagia. Di depan Alba, Janu meminta dirinya menjadi istrinya. Dan dua hari kemudian pria itu datang bersama bocah cantiknya, berdiri di depan pintu dengan buket bunga, dan si kecil Alba membawa kotak cantik berwarna biru muda. Kebahagiaannya tidak dapat terbendung, yang diinginkan Geya sejak awal begitu sederhana. Dia hanya ingin membangun rumah tangga ringan, dimana dia sebagai istri dan
Yara mendengar apa yang terjadi di toko buku pada suaminya dari orang suruhannya, hati sakit, terbakar cemburu. Dia ingin pergi kesana namun kepalanya terlalu pusing, badannya terlalu berat untuk diajak bekerja sama. Dia memang sedang tidak baik-baik saja, berkali-kali dia mencoba menyelesaikan hidupnya namun tidak pernah berhasil, selama ada Diraya sudah tidak bisa dihitung lagi dia melakukan percobaan itu berapa kali. Hidupnya bersama Diraya sudah hancur. Diraya masih menginginkannya, Geya. Dia masih menginginkan wanita itu kembali ke hidupnya. Mungkin Yara sejak awal tidak diinginkan oleh Diraya, mungkin sejak awal lelaki itu memang mengincar hartanya saja, untuk Diraya dia hanya tidak lebih dari sekedar ATM berjalan. Dia menangis lagi, meskipun kepalanya masih terasa sangat sakit tapi airmatanya tidak berhenti. Para pelayannya keluar masuk mengecek keadaannya, mereka memanggil dokter keluarga untuk memeriksanya. Pagi ini dia sudah muntah lebih dari enam kali, tidak ada makanan y
Diraya keluar dari dalam mobil, disambut salah satu supirnya di rumah. Dia menatap rumah besar itu, rumah besar yang dia sangka akan hangat namun kenyatannya jauh lebih dingin dari rumah yang pernah ia punya bersama dengan mantan istrinya. Ini adalah rumah yang paling dingin yang pernah dia tinggali. Dia masuk ke dalam rumah dan para pelayan menyambutnya, berbisik-bisik memberitahu keadaan sang istri yang sejak kepergiannya tidak baik-baik saja. Hal ini bukan hal mengejutkan lagi baginya karena memang sejak awal, Yara tidak pernah baik-baik saja. Wanita itu akan selalu seperti itu, cemas, ketakutan setiap kali Diraya pergi dari rumah. Lama kelamaan itu semua tidak lagi membuat khawatir, dia malah jadi muak. Masuk ke dalam kamar dia mendapati Yara meringkuk diatas kasur. “Gue udah balik jadi cepetan bangun dari tempat tidur.” Ujar Diraya, ketus, dia bahkan tidak mengenali siapa yang tengah berbicara sekarang. Dia bahkan sudah tidak mengenali dirinya sendiri yang sudah lama menghilan
Alba membuka matanya, sejak semalam dia sudah begitu bersemangat sampai-sampai ayahnya memintanya untuk tidur dengan tenang atau hari ini dia akan bangun kesiangan, kenyataannya dia tidak bangun kesiangan sedikitpun. Malahan dia bangun terlalu pagi, membangunkan sang ayah yang masih terkantuk-kantuk, dia mengoceh selama sejam sebelum akhirnya tertidur kembali. Janu melirik kearah jam dan waktu menunjukkan pukul 7 pagi, dia membuka pintu kamar perlahan dan mendapati keenam temannya sudah tersenyum lebar menyambutnya. Janu menutup pintu kamar selembut mungkin agar tidak membangunkan putri kecilnya yang bersemangat, dia mendekat kearah teman-temannya yang sudah merampungkan dekorasi hampir delapan puluh persen. Mereka berencana merayakan ulang tahun outdoor karena memang teras belakang Janu cukup besar untuk ukuran rumah orang Indonesia yang berada di tengah kota, jadi mereka bisa mendekorasi balon, tulisan, dan lain-lain yang berhubungan dengan pesta ulang tahun Alba. “Nu, ini hadiah
Janu memasukkan mobil ke dalam garasi, dia mengecek Alba yang baru saja menyelesaikan nyanyiannya di kursi belakang. Anak itu begitu ceria sejak di jemput dari taman kanak-kanak, Janu turun dari mobil, membuka pintu belakang dan melepaskan sabuk pengaman bocah itu. Alba merentangkan tangannya minta di gendong, Janu tersenyum dan menggendong putri kecilnya masuk ke dalam rumah. Sesampainya di rumah si kecil Alba masih bernyanyi riang, mbak Ayu menyambut Alba dan membantunya melepaskan sepatu serta baju seragamnya. “Non seneng banget hari ini..” Kata mbak Ayu sambil melepaskan rok sekolah Alba, bocah itu menatapnya, matanya berbinar-binar. “Aba mau ulang tahun!” Pekiknya lantang, Janu terkekeh mendengarnya menatap si kecil dari arah dapur. Tiga hari sudah berlalu semenjak dia dan keenam temannya bertemu di tempat Yuwa. Mereka sudah merencanakan bagaimana acara itu akan digelar, Magani sudah membuatkan rundown acara yang akan berlangsung selama satu jam saja, karena ketika Janu berk
Janu memakirkan mobilnya dengan hati-hati, dia baru saja sampai di depan toko Yuwa. Iya, baru saja dia mengantar Alba ke sekolah dan kini dia sudah berada di toko Yuwa, jam masih menunjukkan pukul 10 ketika dia sampai, melepas sabuk pengaman dia tidak lupa membawa paper bag berisi sarapannya bersama Yuwa. Dia menyebrang dan mendapati Yuwa bersama karyawannya tengah mengeluarkan beberapa bunga display ke depan toko. “Lah udah datang aja Nu?” Yuwa terkejut, memang benar teman-temannya berjanji untuk bertemu di tempatnya tapi tidak sepagi ini seingatnya. Jadi dia terkejut melihat pria dengan celana jeans gombrang dan kaos belel itu ada di depan tokonya. “Jam 12 sama jam 10 apa bedanya sih kak...” Ujar Janu santai, masuk ke dalam toko Yuwa dan pergi ke belakang, mencari-cari mangkok dan kemudian duduk di salah satu bangku kayu. “Kak aku gak beliin karyawanmu makan, tapi ini aku beliin buat kamu!” Pekiknya dari belakang. “Udah makan dia!” Jawab Yuwa lagi berteriak dari depan, masih sibu