"Hoeeekkkkkk!!"
"Hoeeeekkkk!!"
Untuk yang ke sekian kalinya suara muntah itu terdengar dari kamar mandi yang ada di dalam apartemen Dominic dan Chalondra. Perut orang itu terasa begitu sakit. Seluruh makanan yang tadi sudah ia makan saat sarapan, keluar lagi dan berakhir di toilet.
Seseorang melangkah dengan lambat ke arahnya. Tubuhnya yang mulai padat berisi tampak mulai kesusahan berjalan dengan cepat.
"Ini, Dad." Chalondra menyodorkan beberapa lembar tisu kepada Dominic yang kembali terkulai lemah di lantai kamar mandi yang kering.
Dominic meraih tisu dan membersihkan area mulut. Kemudian bangkit dengan perlahan untuk menekan flush toilet. Setelah itu dia berkumur dan sikat gigi. Setiap kali muntah, dia akan melakukan hal tersebut berulang-ulang. Tidak ingin mulutnya dipenuhi aroma tidak sedap akibat sisa muntahan.
Chalondra memeluk Dominic dari samping. Sudah satu bulan suaminya itu terkena sindrom simpatik atau sindrom couvade. Ya
Guyss, My Possessive Sugar Daddy akan tamat hari ini. Stay tune!
Sekujur tubuh Dominic kini membeku. Jantungnya seperti berhenti memompa darah ke seluruh tubuhnya. Napasnya tertahan begitu saja, melihat tim dokter dan perawat mondar mandir melakukan Z1 penanganan terhadap istrinya. Belum sempat Dominic melangkah untuk menanyakan kondisi Cha kepada salah seorang tim medis, kakinya sudah tidak kuasa lagi berdiri. Dalam hitungan detik, pria itu pun terjatuh ke lantai dan membuat perhatian orang-orang teralih. ***** "Dom." "Dom, wake up!" "Dom!" Suara-suara itu berebutan memanggil nama Dominic yang mulai terlihat sadarkan diri. Kelopak mata pria itu bergerak-gerak dan membuka secara perlahan. "Kau sudah sadar? Dasar payah!" Itu suara Marcus. Ayahnya. Di sebelah Marcus terlihat ada Miranda dan Brandon. Dom memegang kepalanya yang dirasa begitu sakit. Mencoba menganalisa di mana dia sekarang. "Aku di mana, Pa?" Bukannya tadi dia ada di ruang operasi Chalondra? "Kau di ruang
Proses persalinan secara caesar membuat fisik Chalondra masih lemah sampai sekarang, empat hari pasca persalinan. Dia masih di rumah sakit bersama bayi kecil dan bayi besarnya. Benefit rumah sakit punya keluarga sendiri membuat Chalondra merasa nyaman tinggal berlama-lama di sana. Amber dan Chris juga menetap di rumah sakit dan tinggal di kamar lain. Mereka sangat tau Chalondra membutuhkan banyak orang di sekelilingnya agar kesehatan psikis-nya tetap terjaga. Heidy juga datang setiap hari dan membuat keonaran di sana sini. 'Edricc ayo main sama tante, kamu ih tidur terus.' 'Dric Edriccc, tante punya siomay, mau nggak?' 'Edriccccc ya Tuhannnn, tante kok diompolin sih, Nakk? Kamu kalau mau pipis mbok ya ngomong-ngomong dulu to Nakkkk.' 'Tante, Edric ini kok mirip sama tetangga Tante yang di rumah ya?' Candaan tidak bermutu Heidy bisa dibilang menjadi hiburan Chalondra di tengah-tengah masa pemulihannya. Kekonyolan gadis itu muncul setela
Tepat saat usia Edric satu bulan, Dominic dan Chalondra memutuskan untuk pulang. Jahitan di perut Cha sudah benar-benar kering. Bahkan bekas lukanya sudah mulai tersamarkan karena dia rajin mengoleskan lotion penyamar bekas luka di san. Semua barang-barang mereka dikemas sendiri oleh Dominic dan Chalondra. Edric sendiri digendong oleh Janice. Ah ya, Janice. Dia dan Brandon masih survive dengan hubungan tanpa status mereka. Aneh bin ajaib, karena sampai sekarang Janice masih berhasil mempertahan mahkota-nya meskipun sudah puluhan kali tidur satu kasur dengan Brandon. Dia juga bahkan belum pernah melepaskan busananya di depan laki-laki itu. Janice benar-benar tipe wanita yang hanya akan tidur dengan suaminya kelak. Lantas bagaimana dengan Brandon? Seperti janjinya dulu, dia akan bersabar menunggu Janice menerima perasaannya. Entah kapan itu terwujud, Brandon sesungguhnya tidak tau. Tapi dia tetap bersabar. Toh Janice tetap menerima setiap perlakuannya dengan tidak ada
Tiga minggu kemudian... Kalender di atas meja kerja Dominic sudah menunjukkan lewat satu minggu dari masa aman Chalondra. In other words, sudah waktunya dia buka puasa. Dom sengaja mengundur waktu satu minggu agar Cha benar-benar siap dan tidak khawatir akan kondisi kesehatannya. [Daddy maunya aku pakai lingerie yang mana? Yang Victoria Secret atau yang Dior?] Salah satu pesan iseng dari Chalondra yang membuat celana Dom langsung mengetat. Sabar ya terong, sebentar lagi kamu bisa nyelup sepuasnya, katanya. [Surprise me, My little wife ], balas Dom. [Baiklah. Cepat pulang, Dad. Bibi dan Edric sudah mengungsi.] Ohhh, salahkan Chalondra jika Dominic memutuskan untuk segera pulang. Padahal tadi niatnya dia akan di kantor sampai jam lima sore. Ini masih jam dua siang tapi Chalondra sudah mengungsikan bayi mereka. Untuk apa lagi dia berlama-lama di kantor? Istrinya sudah sendirian di rumah. Dia membunyikan bel rumah dengan tidak saba
Dering ponsel menggema di kamar tidur bergaya minimalis dimana Chalondra sedang tidur siang bersama dengan bayi kecilnya, Edric. Seperti pesan Amber yang sedang menjaga mereka sekarang, Cha harus memanfaatkan waktu tidur Ed dengan ikut beristirahat demi mengganti jam begadangnya. Chalondra yang merasa terusik dengan bunyi tersebut pun terbangun dan meraih ponsel dari bawah bantal. Dia melihat suaminya memanggil dengan fitur video call. “Ya, Daddd?” Chalondra menjawab dengan suara parau sambil langsung mengarahkan kamera ke wajah Edric. “Kalian sedang tidur yaa?” “Hm-m." "Udah lama tidurnya?" "Baru, Dad. Setengah jam yang lalu Ed pup, aku baru ganti. Habis itu tidur lagi." “Oh, udah berapa kali pup sejak saya pergi?” “Dua kali, Dad. Banyakan pipis.” “Bagus lah. Udah kenyang 'kan dia?" "Hm. Udah kok, Dad." "Kamu mana mukanya, Cha? Saya mau liat muka kamu juga.” “Lagi ngantuk, Dad,” jawab Ch
Brandon mengangkat kepalanya dari atas paha Janice. Dion? Bukan kah Kinan, almarhum ibunya Janice dan Felisha, ibunya Dion, lsatu ayah biologis, yaitu opa Richard? Bagaimana bisa mereka berdua menjalin hubungan seperti itu? “Kau bercanda ‘kan? Kalian saudara satu kakek, Janice.” “Kami cuma berpacaran, apa salahanya?” Brandon sepertinya langsung kehilangan selera. Dia turun dari kasur dan keluar dari kamar Janice begitu saja. Ada sebersit rasa kecewa yang muncul di hati pria itu saat Janice menolaknya dengan cara berbohong yang seperti ini. Hah, mustahil dia dan Dion berpacaran. Amber saja sudah menceritakan semuanya. Janice tidak pernah berhubungan dengan laki-laki mana pun. Perempuan itu introvert dan sangat susah bergaul. Sebaliknya, Janice menghembuskan napas lega. Brandon mungkin akan kesal dan marah. Tapi jika itu yang dapat membuat laki-laki itu melonggarkan ikatan mereka, tidak apa-apa. Janice masih butuh waktu untuk meyakinkan dirinya akan hub
Pernikahan Dominic, pewaris tunggal Inti Global dengan Chalondra, putri bungsu owner Cakrawala Paper, sempat membuat khalayak ramai mengira kedua perusahaan bonafit tersebut akan melakukan merger. Karena kalau dipikir-pikir, akan aneh rasanya jika keluarga dengan status besan itu bersaing dengan produk sejenis dan target pasar yang sama. Namun kenyataannya, Dominic dan Brandon tetap menjalankan perusahaan mereka tanpa saling mengganggu sistem yang sudah tercipta sebelumnya. Saat sebelum ada Ares yang sempat ingin memecah belah. Mereka berjalan di rel-nya masing-masing tanpa mengganggu satu sama lain. Belum ada wacana untuk bersatu dan menjadikan mereka sebagai raja di industri pulp and paper Indonesia. Kalau pun ada, kemungkinannya masih jauh. Hingga sebuah kesempatan besar datang menghampiri mereka. Yang membuat mata Dominic terbuka lebar dan terpesona akan peluang yang kini ada di depan mata. "Dubai, Dad??" "Iya, Cha. Temannya opa Louis mengirim ema
Brandon membuang napas kasar saat dilihatnya Dion datang dengan mobil sport yang hanya memiliki dua seat. Bagaimana dia bisa ikut serta jika sepertinya mereka sudah sengaja merencanakan ini? Brandon dan Dion saling bertukar sapa. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, keduanya tampak sedikit kesulitan untuk berkomunikasi. Brandon melihat Dion sudah sejahtera sekarang. Sepertinya opa Richard benar-benar memberikan segala kebaikan untuknya karena sejak kecil sudah terlantar bersama tante Felisha, ibunya. “Apa kabar tante Felisha?” tanya Brandon saat mereka masih berada di dalam rumah. Janice masih berkemas di atas sementara Chris dan Amber kebetulan sedang mengunjungi Edric. “Mama baik. Sayang sekali tante dan om sedang tidak di rumah. Aku juga merindukan mereka.” “Biasa, bro, malam minggu seperti ini mereka sering mengunjungi cucu mereka,” balas Brandon ramah. “Ah ya, waktu itu aku mendengar kabar pernikahan Chalondra dari opa Richard. Tapi aku
(Yokk nangis berjamaah duluu hahahaaa.)HAHHH! FINALLYYY TAMAT JUGAAAAAAAAAA. AKU MEWEK NIHH NULISNYA HIKSSSSSSSS :( :(Nggak kerasa M.P.S.D ini sudah menemani kita selama 7 bulan yaaa (Mei-November 2021). Ahhhh, time fliessss.Masih ingat awal-awal aku ngerencanain novel ini, nggak ada persiapan yang matang sama sekali. Cuma mau cek ombak Goodnovel sambil nulis di aplikasi hijau (K.B.M). Karakter Dom dan Cha ini bahkan aku bikin ngalir aja, nggak ngarep banyak. Cover juga hasil crop foto random dari G**gle.TAPI SAMPAI SE-BOOMING INI, hikssss. Aku gak nyangka M.P.S.D sudah membawaku ke tahap ini. Bisa kasih penghasilan, buat namaku sedikit dikenal juga. Bisa bertemu dengan banyak pembaca yang sekarang udah aku anggap kayak saudara :( :(..GAIISSSS MAKASIH YAAAAAAA.WITHOUT YOU I'M NOTHINGGGG. ASLIII.Itu IG-ku yang Ootbaho baru berisi setelah ada Dom-Cha. F
"Buruan, B! Pesawat kita sudah mau berangkat!!""Don't push me, J! Siapa suruh kau tidak membangunkan aku!" Setelah menikah, Brandon jadi terbiasa memanggil istrinya dengan sebutan 'J' saja, sama seperti Janice yang memanggilnya dengan 'B'."Siapa suruh kau begadang? Sudah tau kita harus flight pagi!""Shiitt!" Brandon memaki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menganggap sepele jam terbang mereka. Berharap tangan dan kakinya bisa bergerak dua kali lebih cepat sekarang. Janice pasti akan menggorok lehernya jika mereka ketinggalan pesawat. Dia tidak ingin diceramahi dua SKS jika tiket mereka hangus dan jika mereka harus beli tiket on the spot yang tentunya jauh lebih mahal.Sepanjang perjalanan Janice hanya diam karena pikirannya tidak tenang. Pergerakan mobil yang sudah sangat maksimal di dini hari tetap terasa begitu lambat baginya. Kenapa di saat genting seperti ini supir pribadi Brandon terkesan tidak lihai dalam membawa mobil?"J, kita tidak akan
Keesokan harinya, kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menghabiskan waktu seharian di hotel. Mereka bercinta, makan, tidur and repeat. Benar-benar menikmati hidup tanpa beban. Tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Baik keluarga maupun pekerjaan.Satu hari ini Janice merasa begitu dimanja oleh Brandon. Laki-laki itu sangat lembut baik dari tutur kata maupun caranya memperlakukan Janice. Sebaliknya, Brandon pun tidak ingin lepas atau jauh-jauh darinya. Persis seperti anak bayi yang ingin selalu berada di samping sang ibu.“I love you.”“I love you too, B. Sudah seratus kali loh ya. Aku bosan mendengarnya.”“What? Berani-beraninya?!” Bukannya tersinggung, Brandon malah menghujani pipi Janice dengan kecupan yang bertubi-tubi. Dia sepertinya sedang merasakan pelipatgandaan cinta setelah mereka resmi menjadi suami dan istri. Bagi Brandon, Janice adalah wanita sempurna yang membuat hidupnya lengkap, utuh dan bahagia. Di
Warning 21+ Yang fanatik agama tolong menyingkir, karena bab ini akan membuat anda pusing dang mual. Daripada lapor-lapor, mending sadar diri untuk out. Saya menulis bukan untuk tabungan saya di surga kelak. Paham ya? Buat yang udah nungguin belah duren manten baru, happy reading!! ***** Hari H pernikahan Brandon dan Janice sudah di depan mata. Gedung tempat diselenggarakannya pesta resepsi sudah dipenuhi oleh teman-teman sejawat Brandon dan rekanan bisnis semua keluarga. Keluarga Ellordi, keluarga Richard, keluarga Alexander. Janice dan Brandon benar-benar menjadi raja dan ratu sehari yang tidak berhenti menyapa semua tamu yang datang. Setelah kedua mempelai selesai berdansa, Janice mengganti sepatu pengantinnya dengan sepatu sneakers dengan sol sedikit tebal saat akan turun menyapa para tamu. Setidaknya tinggi tubuhnya bisa mengimbangi tinggi Brandon. Mereka menyapa teman satu sekolah yang memang diundan
"Brandon! Your hand!" Janice bolak-balik geram karena selama proses berganti di dalam kamar, Brandon seperti tidak sabaran ingin memijit betisnya. Sejak pulang dari konferensi pers tadi, pria itu kelihatannya sudah gatal ingin menyentuh tubuh calon istrinya.Brandon tidak perduli pekikan Janice. Dia menarik wanita itu ke atas kasur. Dress mahalnya sudah luluh ke lantai dan memang Brandon sengaja menunggu momen dimana dia hanya mengenakan sepasang pakaian dalamnya."B!""What?!" Brandon membalas seraya menaiki tubuh Janice dengan cara yang seksi."Wajahku masih penuh make-up! Aku mandi dulu, baru lakukan apa yang kau mau!""Tapi ada yang sudah mendesak ingin berdekatan dengan belahan jiwanya. Melihat kharisma mu di sepanjang acara tadi, jiwaku jadi meronta-ronta, Janice.""Kharisma yang bagaimana yang bisa membuat jiwa seseorang meronta-ronta? Aw! Brandon!" Janice memekik lantaran pria itu tanpa permisi menurunkan segitiga pengaman Janice. Da
Konferensi pers yang tadinya digelar hanya untuk klarifikasi hubungan antara Brandon dan Chelsea, nyatanya berubah menjadi konferensi pers besar-besaran karena Richard memutuskan untuk ikut tampil di depan media. Malahan setting tempat yang tadinya direncanakan di Cakrawala, kini berpindah ke kantor Richard, yaitu Rich Textile. Brandon dan Janice langsung saling beradu pandang lewat dinding kaca saat pesan dari Chris masuk ke ponsel mereka berdua, yang menyuruh keduanya untuk segera meninggalkan kantor dan hadir di konferensi pers. “Opa sepertinya ingin mengumumkan kamu sebagai penerus perusahaan.” Brandon menebak saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan Richard. “Aku … dengan tampilan yang seperti ini?” Janice langsung panik karena sekarang dia hanya memakai celana jins berwarna hitam dan kemeja biru muda. Itu juga lengan pendek. Jelek sekali! “It’s oke. Kita ketemu opa dulu. Siapa tau mereka sudah mempersiapkan yang terbaik untukmu.”
Janice menghembuskan napasnya ke udara bebas. Dia sedang berdiri di balkon dan menikmati udara pukul dua dini hari. Dia tidak bisa tidur. Di antara mereka, hanya Brandon lah yang berhasil terlelap satu jam yang lalu. Dia tidak bisa berhenti memikirkan semua hal. Pernikahan dan tanggung jawab yang baru saja dia emban sebagai penerus keluarga Richard. Dia sempat bertanya secara diam-diam kepada opa-nya, kenapa bukan Dion saja yang mengelola perusahaan? Tapi Richard menjawab kalau Dion sudah mendapat hak-nya, yaitu perusahaan yang ada di Jepang. Dan Dion sendiri yang meminta demikian, karena dia tidak ingin menetap di Indonesia. Sebentar lagi hidup Janice tidak akan sama lagi. Menikah dengan Brandon saja sudah akan membuat statusnya berbeda dengan rekan-rekan di kantornya, apalagi menjadi penerus Richard. Janice tidak tau apakah ini sebuah berkat atau malah sebuah petaka yang akan membawanya ke kehidupan yang serba rumit. "Kau belum tidur?" Tiba-tiba sua
Notes : Bab ini berisi Brandon-Janice, dan sampai tamat juga akan tentang mereka. Kisah Dom-Cha udah selesai ya gaes, di ige -ku juga udah aku info kalau ekstra part hanya untuk BJ, karena aku ga jadi bikin buku khusus mereka. Kalaupun aku bikin Dom-Cha sesekali, itu buat selingan aja. Jadi, yang ga suka Brandon-Janice, skip aja yaa, thank youu. Happy reading. ***** “Janice … wake up.” Janice merasakan pipinya ditepuk seseorang. Sayup-sayup juga dia mendengar namanya disebut dan orang tersebut menyuruhnya bangun sekarang. Itu suara Brandon. Kedua kelopak mata Janice terbuka dan didapatinya Brandon sedang duduk di tepi kasur. Sudah dengan celana boxer pendek yang menutupi bagian bawahnya. “Sudah sore, Sayang. Kau harus mandi,” ucap Brandon seraya tersenyum manis. “Om dan tante sudah pulang?” “Belum. Mereka sudah langsung ke rumah opa Richard. Dan kita disuruh ke sana sekarang.” Janice spontan terduduk. Selimut ya
"Kenapa kau sangat perhatian kepada Chelsea?" tanya Janice dengan nada yang sedikit curiga. Matanya memicing kepada Brandon yang duduk di sebelahnya. "What?" Pria itu pun tidak kalah kaget mendengar pertanyaan tunangannya. "Aku tidak salah dengar?" "Hm-m. Kenapa kau sepertinya begitu khawatir akan Chelsea?" ulang Janice seraya menatap Brandon yang sempat sesekali menoleh kepadanya. "Kau cemburu?" "Jelas. Aku tidak suka kau memikirkan wanita lain sampai sebegitunya. Apalagi sampai memikirkan nasib hubungan pertunangannya." Brandon langsung tergelak mendengar Janice yang tidak malu berterus terang. Gadis itu jelas-jelas sedang cemburu buta kepadanya. Ha-ha-ha. Menggemaskan sekali. Padahal tidak ada sedikitpun maksud tersembunyi di balik kekhawatiran Brandon kepada Chelsea. Murni hanya sudut pandang dia sebagai seorang laki-laki yang gentleman. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya melihat ini dari sudut pandang seorang pri