Chris, Amber dan Brandon sudah menunggu kedatangan Dominic dan juga Chalondra di dalam kamar hotel president suites yang mereka tempati sejak sampai di New York tadi malam. Ken, Aliya dan Grace juga sudah ada di sana dan turut membantu kelancaran rencana lamaran Dominic tadi.
Saat pasangan yang sedang dimabuk cinta itu muncul di balik pintu, Amber, yang sudah begitu merindukan Chalondra langsung bangkit dari sofa tempatnya duduk. Wanita itu setengah berlari menyambut anak gadisnya yang juga langsung berlari menerjang tubuhnya.
“Mamaaaaaa …” Rasa haru Chalondra tidak tertahan. Air matanya langsung tumpah saat kepalanya terbenam di pelukan ibunya. Begitu pun dengan Amber yang langsung menitikkan air mata saat memeluk sang buah hati. Dia kembali dirundung perasaan sedih setiap kali mengingat malam yang paling mengerikan itu.
“Mama kangen banget sama kamu, Cha. Maafkan mama kalau udah bikin kamu sedih.”
Tangis Chalondra semakin terdengar pilu. Ingatannya
Tenang, gak akan ada flashback kokk, wkwk.
Akhirnya keluarga Ellordi touch down di Jakarta dan langsung disambut oleh segala hiruk pikuknya. Baru juga landing, Chalondra dan Dominic sudah langsung berangkat lagi menuju butik desainer yang mengerjakan baju pernikahan mereka. Keduanya bahkan tidak pulang ke rumah dulu, karena kata Amber, mereka harus cepat-cepat melakukan fitting terakhir, supaya pihak butik masih sempat melakukan perbaikan kalau-kalau ada yang kurang. Chalondra yang masih jetlag tidak bisa protes karena Dominic juga terlihat sangat bersemangat. Sang calon suami mengijinkannya tidur di mobil selama dalam perjalanan menuju butik. “Dad, kenapa sih nikahnya itu harus besokk? Aku kan masih capek, Dad. Besok kalau aku pingsan di depan altar gimana?” keluh Chalondra dengan suara setengah mengantuk. Kini dia sedang bermalas-malasan di pelukan Dominic dan mereka duduk di kursi belakang mobil ayahnya. Tadi Marcus memang langsung menyuruh supir pribadinya untuk stand by di bandara sebelum pesawat mereka landing.
Kekesalan Chalondra masih belum selesai karena insiden keceplosan Dominic. Sepanjang jalan dia mengamuk dan memaki pria itu habis-habisan. Kemesraan yang sudah tercipta sejak awal mereka bertemu seakan terlupakan. Dominic yang memang menyadari kesalahannya, harus ikhlas menerima umpatan Chalondra. Malahana dia senang karena sudah lama tidak melihat anak kecil itu marah seperti sekarang. "Cha, jangan ngambek lagi dong," bujuk Dominic untuk yang ke sekian kalinya saat dalam perjalanan pulang. "Gimana aku nggak ngambek, Dad?? Daddy loh ngumbar aib sendiri di depan orang-orang! Pakai toa aja sekalian Dad, biar satu Jakarta tau!" "Saya tidak sengaja, Chalondra. Lagian saya yakin tadi asisten desainernya tidak mengerti apa yang saya maksuda." "Nggak ngerti apanya? Anak kecil juga kalau dengar kata saling meraba itu pasti ngerti, Dad!" Dominic menahan tawanya. Lihatlah, hanya persoalan keceplosan saja calon istrinya itu sudah berang setengah mati. Ba
Chalondra meremas jemari Amber yang sedang menemaninya duduk di ruangan mempelai wanita. Dia sudah selesai dirias dan sudah memakai ball gown pemberkatannya. Sejak tadi tubuhnya tidak berhenti bergetar dan tangannya basah lantaran keringat dingin. Amber sampai kelimpungan melihat keringat yang bercucuran di kening putri kecilnya itu. Memang sih riasannya tidak akan luntur, tapi tetap saja itu akan merusak penampilan Chalondra di hari bersejarah ini. “Cha, calm down, Sayang.” Amber membalas remasan jemari putrinya sambil menepuk punggung tangan gadis itu. “Maaaaa, aku takut,” jawab Chalondra dengan geraham yang terdengar saling beradu. Rahangnya bergerak-gerak seperti orang yang menggigil kedinginan. Dia sangat nervous!! “Takut kenapa, Sayang? Mau dipanggilin Dom dulu?” Chalondra cepat-cepat menggeleng. Mana surprise lagi kalau mereka bertemu di sini? Cha maunya dia dan Dom saling melihat untuk pertama kalinyaa saat bertemu di altar. Sejak kemarin dia
Dominic tidak berhenti menatap seseorang yang kini sedang bersenda gurau dengan asisten desainer yang sedang membantunya memakai ball gown untuk pesta resepsi pernikahan mereka. Dia adalah Chalondra Chalya Ellordi. Gadis cantik, bertubuh mungil yang baru saja resmi dia ikat menjadi pendamping hidupnya melalui janji suci pernikahan. Dominic melihat Chalondra yang tidak berhenti tersenyum ketika sang asisten lagi-lagi menggodanya dengan membahas kecanggungan yang terjadi saat dia mengucapkan janji pernikahan. Sesekali istrinya itu juga melirik Dom lewat cermin seperti ingin meminta pertolongan. Dominic tau, pasti Chalondra masih merasa aneh mengingat mereka sudah berstatus suami istri. Dominic pun sebenarnya sama. Laki-laki itu kemudian melemparkan ciuman jauh untuk Cha dengan gerakan bibirnya yang seksi. “Loh, ternyata ada suaminya, Mba. Pantes senyum-senyum terus dari tadi.” Si asisten desainer sepertinya baru menyadari kehadiran Dominic karena Chalondra yang tidak b
WARNING 21+++. HARAP YANG GAK SUKA MENYINGKIRRRR. . Chalondra belum pernah merasa selelah ini sebelum-sebelumnya. Bangun subuh dan beracara hingga malam hari membuat seluruh tubuhnya seakan remuk dan pegal. Mana sisa jetlag yang kemarin pun masih tertinggal. Mereka berdua, Dominic dan Chalondra, baru benar-benar bisa masuk ke kamar hotel mereka sendiri sekitar pukul sembilan malam. Acara resepsi sih kelar jam lima sore, namun tamu-tamu yang datang dari luar negeri dan merasa jarang pulang ke Indonesia, memilih untuk tinggal lebih lama. Mengobrol dengan Chris, Marcus, Fransisco, Brandon dan Dominic. Chalondra sendiri harus ikhlas meladeni ibu-ibu sosialita yang sudah sering dia jumpai saat ikut arisan ibunya. Saat memasuki kamar dan Dominic menutup pintu, kegugupan Chalondra kembali lagi. Ini adalah malam pertama setelah status mereka berubah menjadi pasangan suami istri yang sah. Chalondra tidak tau apa yang harus mereka l
Dominic terperangah mendengar kalimat yang barusan diucapkan Chalondra dengan setengah berbisik. Memakan terong yang bisa mengeluarkan mayonnaise? Maksudnya … dia? Dominic tersenyum sambil kembali melumat bibir istrinya yang masih kesusahan mengatur napas. Sepertinya klimkas yang baru dia dapatkan membuat seluruh oksigen di dalam paru-parunya menguap. “Katakan dengan jelas, apa maksud kamu, Chalondra.” Dominic menuntut sambil menekan pinggulnya di atas milik Chalondra yang masih basah. Matanya berkabut karena begitu menginginkan apa yang dikatakan istrinya tadi benar-benar terwujud. “I want you, Dad. In my mouth.” “Ohhhh,” Dominic langsung mendesah kasar. Dia melumat bibir Chalondra lagi dengan lebih agresif. Sedangkan Chalondra, kedua tangannya mulai menjalar masuk ke celah antara tubuhnya dan Dominic. Tangannya meraba-raba perut rata laki-laki itu dan memijitnya pelan. Dominic sengaja mengangkat pinggulnya agar Chalondra bebas melakukan aksinya di b
“Memangnya kenapa?” Dominic mengerutkan keningnya karena merasa tidak menangkap arti ucapan Chalondra barusan. Memangnya kenapa kalau dia sudah tidak minum pil KB? “Aku nggak mau hamil, Dad! Aku masih kuliah dan masih sembilan belas tahun! Kok masih nanya kenapa?" Wowowow! Apakah di luar sedang hujan deras? Karena Dominic merasa seperti baru disambar petir? Sebagian darahnya langsung naik ke puncak kepala. Oke, amarahnya jangan sampai tersulut juga. Chalondra sudah berteriak dengan nada tinggi, Dominic tidak seharusnya semakin memperburuk suasana. Dia pun bergerak dari kasur dan turun menghampiri istri kecilnya itu. Chalondra refleks mundur melihat Dom yang masih polos, turun dari kasur dan berjalan dengan ke arahnya. Dia tidak mau dimasuki lagi. Tidak! Dia tidak mau hamil! “Chalondra!” Dominic dengan cepat menangkap lengannya. Emosinya justru semakin tersulut melihat Chalondra yang ingin menghindar. Dia menarik istrinya itu kembali merapat ke tubuhny
Pagi keesokan harinya, Dominic dan Chalondra masih belum kunjung turun dari kamar mereka, padahal semua keluarga sudah menunggu untuk sarapan bersama. Sebuah ruang makan yang cukup besar sudah di booking agar cukup untuk semua orang. Fransisco dan Iriana, Marcus dan juga Miranda duduk berhadap-hadapan. Chris dan Amber berhadap dengan Ken dan Aliya. Sedangkan Janice dan juga Grace, berhadapan dengan dua kursi kosong yang disisakan untuk pengantin baru. Brandon sendiri duduk di bangku single yang ada ujung meja. “Pengantin baru sepertinya baru kerja lembur. Apa kita harus membangunkan mereka?” Marcus berseloroh saat makanan mereka mulai dihidangkan. “Seharusnya iya, karena mereka akan flight sore ini bukan?” Fransisco menyahut seraya meminta jawaban kepada Chris. “Iya, Pa. Tapi kata Dom mereka akan berangkat kalau Chalondra sudah fit. Karena dia masih jetlag setelah kembali dari New York dan langsung pesta seharian.”
(Yokk nangis berjamaah duluu hahahaaa.)HAHHH! FINALLYYY TAMAT JUGAAAAAAAAAA. AKU MEWEK NIHH NULISNYA HIKSSSSSSSS :( :(Nggak kerasa M.P.S.D ini sudah menemani kita selama 7 bulan yaaa (Mei-November 2021). Ahhhh, time fliessss.Masih ingat awal-awal aku ngerencanain novel ini, nggak ada persiapan yang matang sama sekali. Cuma mau cek ombak Goodnovel sambil nulis di aplikasi hijau (K.B.M). Karakter Dom dan Cha ini bahkan aku bikin ngalir aja, nggak ngarep banyak. Cover juga hasil crop foto random dari G**gle.TAPI SAMPAI SE-BOOMING INI, hikssss. Aku gak nyangka M.P.S.D sudah membawaku ke tahap ini. Bisa kasih penghasilan, buat namaku sedikit dikenal juga. Bisa bertemu dengan banyak pembaca yang sekarang udah aku anggap kayak saudara :( :(..GAIISSSS MAKASIH YAAAAAAA.WITHOUT YOU I'M NOTHINGGGG. ASLIII.Itu IG-ku yang Ootbaho baru berisi setelah ada Dom-Cha. F
"Buruan, B! Pesawat kita sudah mau berangkat!!""Don't push me, J! Siapa suruh kau tidak membangunkan aku!" Setelah menikah, Brandon jadi terbiasa memanggil istrinya dengan sebutan 'J' saja, sama seperti Janice yang memanggilnya dengan 'B'."Siapa suruh kau begadang? Sudah tau kita harus flight pagi!""Shiitt!" Brandon memaki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menganggap sepele jam terbang mereka. Berharap tangan dan kakinya bisa bergerak dua kali lebih cepat sekarang. Janice pasti akan menggorok lehernya jika mereka ketinggalan pesawat. Dia tidak ingin diceramahi dua SKS jika tiket mereka hangus dan jika mereka harus beli tiket on the spot yang tentunya jauh lebih mahal.Sepanjang perjalanan Janice hanya diam karena pikirannya tidak tenang. Pergerakan mobil yang sudah sangat maksimal di dini hari tetap terasa begitu lambat baginya. Kenapa di saat genting seperti ini supir pribadi Brandon terkesan tidak lihai dalam membawa mobil?"J, kita tidak akan
Keesokan harinya, kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menghabiskan waktu seharian di hotel. Mereka bercinta, makan, tidur and repeat. Benar-benar menikmati hidup tanpa beban. Tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Baik keluarga maupun pekerjaan.Satu hari ini Janice merasa begitu dimanja oleh Brandon. Laki-laki itu sangat lembut baik dari tutur kata maupun caranya memperlakukan Janice. Sebaliknya, Brandon pun tidak ingin lepas atau jauh-jauh darinya. Persis seperti anak bayi yang ingin selalu berada di samping sang ibu.“I love you.”“I love you too, B. Sudah seratus kali loh ya. Aku bosan mendengarnya.”“What? Berani-beraninya?!” Bukannya tersinggung, Brandon malah menghujani pipi Janice dengan kecupan yang bertubi-tubi. Dia sepertinya sedang merasakan pelipatgandaan cinta setelah mereka resmi menjadi suami dan istri. Bagi Brandon, Janice adalah wanita sempurna yang membuat hidupnya lengkap, utuh dan bahagia. Di
Warning 21+ Yang fanatik agama tolong menyingkir, karena bab ini akan membuat anda pusing dang mual. Daripada lapor-lapor, mending sadar diri untuk out. Saya menulis bukan untuk tabungan saya di surga kelak. Paham ya? Buat yang udah nungguin belah duren manten baru, happy reading!! ***** Hari H pernikahan Brandon dan Janice sudah di depan mata. Gedung tempat diselenggarakannya pesta resepsi sudah dipenuhi oleh teman-teman sejawat Brandon dan rekanan bisnis semua keluarga. Keluarga Ellordi, keluarga Richard, keluarga Alexander. Janice dan Brandon benar-benar menjadi raja dan ratu sehari yang tidak berhenti menyapa semua tamu yang datang. Setelah kedua mempelai selesai berdansa, Janice mengganti sepatu pengantinnya dengan sepatu sneakers dengan sol sedikit tebal saat akan turun menyapa para tamu. Setidaknya tinggi tubuhnya bisa mengimbangi tinggi Brandon. Mereka menyapa teman satu sekolah yang memang diundan
"Brandon! Your hand!" Janice bolak-balik geram karena selama proses berganti di dalam kamar, Brandon seperti tidak sabaran ingin memijit betisnya. Sejak pulang dari konferensi pers tadi, pria itu kelihatannya sudah gatal ingin menyentuh tubuh calon istrinya.Brandon tidak perduli pekikan Janice. Dia menarik wanita itu ke atas kasur. Dress mahalnya sudah luluh ke lantai dan memang Brandon sengaja menunggu momen dimana dia hanya mengenakan sepasang pakaian dalamnya."B!""What?!" Brandon membalas seraya menaiki tubuh Janice dengan cara yang seksi."Wajahku masih penuh make-up! Aku mandi dulu, baru lakukan apa yang kau mau!""Tapi ada yang sudah mendesak ingin berdekatan dengan belahan jiwanya. Melihat kharisma mu di sepanjang acara tadi, jiwaku jadi meronta-ronta, Janice.""Kharisma yang bagaimana yang bisa membuat jiwa seseorang meronta-ronta? Aw! Brandon!" Janice memekik lantaran pria itu tanpa permisi menurunkan segitiga pengaman Janice. Da
Konferensi pers yang tadinya digelar hanya untuk klarifikasi hubungan antara Brandon dan Chelsea, nyatanya berubah menjadi konferensi pers besar-besaran karena Richard memutuskan untuk ikut tampil di depan media. Malahan setting tempat yang tadinya direncanakan di Cakrawala, kini berpindah ke kantor Richard, yaitu Rich Textile. Brandon dan Janice langsung saling beradu pandang lewat dinding kaca saat pesan dari Chris masuk ke ponsel mereka berdua, yang menyuruh keduanya untuk segera meninggalkan kantor dan hadir di konferensi pers. “Opa sepertinya ingin mengumumkan kamu sebagai penerus perusahaan.” Brandon menebak saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan Richard. “Aku … dengan tampilan yang seperti ini?” Janice langsung panik karena sekarang dia hanya memakai celana jins berwarna hitam dan kemeja biru muda. Itu juga lengan pendek. Jelek sekali! “It’s oke. Kita ketemu opa dulu. Siapa tau mereka sudah mempersiapkan yang terbaik untukmu.”
Janice menghembuskan napasnya ke udara bebas. Dia sedang berdiri di balkon dan menikmati udara pukul dua dini hari. Dia tidak bisa tidur. Di antara mereka, hanya Brandon lah yang berhasil terlelap satu jam yang lalu. Dia tidak bisa berhenti memikirkan semua hal. Pernikahan dan tanggung jawab yang baru saja dia emban sebagai penerus keluarga Richard. Dia sempat bertanya secara diam-diam kepada opa-nya, kenapa bukan Dion saja yang mengelola perusahaan? Tapi Richard menjawab kalau Dion sudah mendapat hak-nya, yaitu perusahaan yang ada di Jepang. Dan Dion sendiri yang meminta demikian, karena dia tidak ingin menetap di Indonesia. Sebentar lagi hidup Janice tidak akan sama lagi. Menikah dengan Brandon saja sudah akan membuat statusnya berbeda dengan rekan-rekan di kantornya, apalagi menjadi penerus Richard. Janice tidak tau apakah ini sebuah berkat atau malah sebuah petaka yang akan membawanya ke kehidupan yang serba rumit. "Kau belum tidur?" Tiba-tiba sua
Notes : Bab ini berisi Brandon-Janice, dan sampai tamat juga akan tentang mereka. Kisah Dom-Cha udah selesai ya gaes, di ige -ku juga udah aku info kalau ekstra part hanya untuk BJ, karena aku ga jadi bikin buku khusus mereka. Kalaupun aku bikin Dom-Cha sesekali, itu buat selingan aja. Jadi, yang ga suka Brandon-Janice, skip aja yaa, thank youu. Happy reading. ***** “Janice … wake up.” Janice merasakan pipinya ditepuk seseorang. Sayup-sayup juga dia mendengar namanya disebut dan orang tersebut menyuruhnya bangun sekarang. Itu suara Brandon. Kedua kelopak mata Janice terbuka dan didapatinya Brandon sedang duduk di tepi kasur. Sudah dengan celana boxer pendek yang menutupi bagian bawahnya. “Sudah sore, Sayang. Kau harus mandi,” ucap Brandon seraya tersenyum manis. “Om dan tante sudah pulang?” “Belum. Mereka sudah langsung ke rumah opa Richard. Dan kita disuruh ke sana sekarang.” Janice spontan terduduk. Selimut ya
"Kenapa kau sangat perhatian kepada Chelsea?" tanya Janice dengan nada yang sedikit curiga. Matanya memicing kepada Brandon yang duduk di sebelahnya. "What?" Pria itu pun tidak kalah kaget mendengar pertanyaan tunangannya. "Aku tidak salah dengar?" "Hm-m. Kenapa kau sepertinya begitu khawatir akan Chelsea?" ulang Janice seraya menatap Brandon yang sempat sesekali menoleh kepadanya. "Kau cemburu?" "Jelas. Aku tidak suka kau memikirkan wanita lain sampai sebegitunya. Apalagi sampai memikirkan nasib hubungan pertunangannya." Brandon langsung tergelak mendengar Janice yang tidak malu berterus terang. Gadis itu jelas-jelas sedang cemburu buta kepadanya. Ha-ha-ha. Menggemaskan sekali. Padahal tidak ada sedikitpun maksud tersembunyi di balik kekhawatiran Brandon kepada Chelsea. Murni hanya sudut pandang dia sebagai seorang laki-laki yang gentleman. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya melihat ini dari sudut pandang seorang pri