Dominic terperangah mendengar kalimat yang barusan diucapkan Chalondra dengan setengah berbisik. Memakan terong yang bisa mengeluarkan mayonnaise? Maksudnya … dia?
Dominic tersenyum sambil kembali melumat bibir istrinya yang masih kesusahan mengatur napas. Sepertinya klimkas yang baru dia dapatkan membuat seluruh oksigen di dalam paru-parunya menguap.
“Katakan dengan jelas, apa maksud kamu, Chalondra.” Dominic menuntut sambil menekan pinggulnya di atas milik Chalondra yang masih basah. Matanya berkabut karena begitu menginginkan apa yang dikatakan istrinya tadi benar-benar terwujud.
“I want you, Dad. In my mouth.”
“Ohhhh,” Dominic langsung mendesah kasar. Dia melumat bibir Chalondra lagi dengan lebih agresif. Sedangkan Chalondra, kedua tangannya mulai menjalar masuk ke celah antara tubuhnya dan Dominic. Tangannya meraba-raba perut rata laki-laki itu dan memijitnya pelan. Dominic sengaja mengangkat pinggulnya agar Chalondra bebas melakukan aksinya di b
Lagi musim hujan ya gaiiss? Pantes becek yaaa. Halaman rumahku, wkwkwkwk.
“Memangnya kenapa?” Dominic mengerutkan keningnya karena merasa tidak menangkap arti ucapan Chalondra barusan. Memangnya kenapa kalau dia sudah tidak minum pil KB? “Aku nggak mau hamil, Dad! Aku masih kuliah dan masih sembilan belas tahun! Kok masih nanya kenapa?" Wowowow! Apakah di luar sedang hujan deras? Karena Dominic merasa seperti baru disambar petir? Sebagian darahnya langsung naik ke puncak kepala. Oke, amarahnya jangan sampai tersulut juga. Chalondra sudah berteriak dengan nada tinggi, Dominic tidak seharusnya semakin memperburuk suasana. Dia pun bergerak dari kasur dan turun menghampiri istri kecilnya itu. Chalondra refleks mundur melihat Dom yang masih polos, turun dari kasur dan berjalan dengan ke arahnya. Dia tidak mau dimasuki lagi. Tidak! Dia tidak mau hamil! “Chalondra!” Dominic dengan cepat menangkap lengannya. Emosinya justru semakin tersulut melihat Chalondra yang ingin menghindar. Dia menarik istrinya itu kembali merapat ke tubuhny
Pagi keesokan harinya, Dominic dan Chalondra masih belum kunjung turun dari kamar mereka, padahal semua keluarga sudah menunggu untuk sarapan bersama. Sebuah ruang makan yang cukup besar sudah di booking agar cukup untuk semua orang. Fransisco dan Iriana, Marcus dan juga Miranda duduk berhadap-hadapan. Chris dan Amber berhadap dengan Ken dan Aliya. Sedangkan Janice dan juga Grace, berhadapan dengan dua kursi kosong yang disisakan untuk pengantin baru. Brandon sendiri duduk di bangku single yang ada ujung meja. “Pengantin baru sepertinya baru kerja lembur. Apa kita harus membangunkan mereka?” Marcus berseloroh saat makanan mereka mulai dihidangkan. “Seharusnya iya, karena mereka akan flight sore ini bukan?” Fransisco menyahut seraya meminta jawaban kepada Chris. “Iya, Pa. Tapi kata Dom mereka akan berangkat kalau Chalondra sudah fit. Karena dia masih jetlag setelah kembali dari New York dan langsung pesta seharian.”
Marcus kembali menjaga jarak dari istrinya, Miranda, setelah mereka meninggalkan hotel. Sungguh kekanak-kanakan jika mengingat usia mereka yang sudah tidak muda lagi. Sudah hampir tiga minggu, sejak kejadian terungkapnya masa lalu Miranda dan Ares. Bahkan Ares sudah meminta maaf kepadanya dengan berbicara langsung empat mata. Entahlah, Marcus masih belum bisa menerima fakta jika dulu, sebenarnya Miranda tidak pernah memilihnya. Istrinya itu ternyata hanya terpaksa menerima perjodohan yang diatur oleh kedua orang tua mereka. Marcus bahkan sempat berbohong kepada Dominic di hari sebelumnya perihal pernikahan mereka. Dia tidak ingin puteranya itu tahu kalau kedua orang tuanya juga menikah karena perjodohan, sama seperti dia dan Reina. Namun ternyata, Dominic justru lebih dulu mengetahui kebenaran itu karena dia sudah bertemu dengan Sagara. Malahan, Dominic jauh selangkah di depannya karena dia terlebih dahulu mengetahui perihal Sagara yang merupakan darah daging Miranda juga. H
"Cha? Ka-kamu ... ngompol?" Pertanyaan aneh dari Dominic membuat sakit kepala Chalondra langsung hilang begitu saja. Ngompol?? Ngompol apanya?? Gadis itu langsung terduduk menatap Dominic. "Siapa yang ngompol, Dad?" Dominic mengarahkan dagunya menunjuk bagian bawah Chalondra. Gadis itu pun mau tidak mau melihat ke bawah. Melebarkan kedua pahanya untuk melihat kebenaran ucapan Dominic. "Hah?? Ini kenapa?" Benar saja! Celana jins-nya yang berwarna biru langit kini sudah berubah warna menjadi biru tua. "K-kok bi-sa ya?" Chalondra bertanya seperti orang bodoh sambil mendongak ke arah Dominic yang masih berdiri di dekatnya. "Mana saya tau, Cha. Kamu nggak sadar udah pipis tadi? Ya ampun! Jangan-jangan tadi pipis kamu ada yang ketinggalan di lift?" Dominic membesarkan keda matanya. Oke, dia mungkin sedikit berlebihan, tapi dia sangat senang melihat wajah ketakutan
Denpasar, satu bulan setelah semua kebenaran terungkap. Reina tampak sedang berkutat dengan adonan kue dan puluhan loyangnya. Produk cemilan brownies kukus yang baru saja dia launching minggu kemarin mendapat respon baik dari warga setempat. Dua hari ini dia tidak bisa tidur karena memikirkan hari ini. Dia khawatir tidak bisa menyelesaikan pesanan lima puluh loyang brownies tepat waktu. Dia juga khawatir loyang-loyang terakhir akan mengalami penurunan rasa karena tenaganya sudah terkuras di awal. Tapi yang namanya demi uang, Reina tidak merasakan lelah meski sudah setengah hari berkutat dengan tepung dan telur. Tiga puluh loyang sudah selesai di packing, tinggal dua puluh lagi. Peluhnya menetes di dahi, namun cepat-cepat dia tepis agar tidak menodai adonannya. Reina mengontrak rumah kecil minimalis di tengah kota dan menjadikan kontrakan tersebut sebagai pabrik sekaligus kantor untuk bisnisnya. Tetangga kontrakannya terbilang cukup ramah karena mereka bersedia memban
Pagi pertama di lantai 160 Burj Khalifa. Dominic dan Chalondra masih terlelap di bawah balutan selimut tebal dengan posisi saling berpelukan. Setelah bellboy mengantar koper mereka kemarin, Dominic kembali ke kamar mandi dan melakukan ritual mandi bersama sang istri. Ritual mandi yang harus membutuhkan waktu yang cukup lama karena mereka memilih untuk saling menggosok satu sama lain. Dominic dengan senang hati membalur seluruh tubuh Chalondra yang kecil dengan sabun, tapi Chalondra sendiri sedikit kesulitan karena tubuh suaminya yang besar dan kekar. Drama mandi itu pun semakin panjang karena Chalondra keasyikan memandikan si terong sampai bersih. Memang dasar bocah kurang kerjaan. Dengkuran halus Chalondra terdengar di bawah dagu Dominic. Saling menyahut dengan dengkuran Dom yang sedikit lebih keras. Ternyata, tidur berdua setelah sah menjadi suami istri, itu jauh lebih nyenyak dari pada saat mereka masih backstreet dan mencuri-curi kesempatan. Sekarang, Chalondra s
Dominic dan Chalondra menghabiskan waktu seharian di apartemen Louis. Mereka benar-benar dibawa berkeliling apartemen dan memberi tahu semua hal yang perlu mereka ketahui sebagai pemilik baru unit itu nantinya. Padahal Dominic sudah menolak pemberian mahal dan fantastis tersebut, tapi Louis tetap memaksa. “Untuk apa, Opa? Kami juga akan kembali ke Indonesia setelah ini." Lagi-lagi Dominic ingin memberi pengertian dengan sopan. “Opa tidak ada pewaris lagi, Dom. Ini satu-satunya properti opa yang tersisa di sini. Nanti aset yang lain kita bicarakan saat sudah di Indonesia.” Setahu Dominic, Louis memang tidak punya keturunan lain selain ayahnya, Marcus. Biasalah, bule-bule jaman dulu itu sepertinya lebih fokus berbisnis dari pada memikirkan berkeluarga. Ayahnya Marcus juga tidak mau punya anak lagi setelah dia lahir. Jadi, Dominic memang satu-satunya pewaris di keluarga Louis. Tapi … apartemen di Dubai? Untuk apa? Belum tentu mereka akan sering ke tempat ini.
“Berenang?” Chalondra masih belum mengerti tujuan Dominic membawanya ke Address Beach Resort se-pagi ini. Resort dengan tinggi bangunan 293 meter yang terletak 300 meter dari Marina Dubai dan terkenal dengan infinity pool-nya. Apakah mereka akan benar-benar berenang? Tapi kan dia tidak membawa pakaian khusus untuk berenang? Dominic mengangguk. “Kolam renangnya ada di lantai tujuh puluh tujuh dan kita bisa menikmati pemandangan bagus sambil bermain air. Termasuk Burj Khalifa.” “Tapi aku nggak bawa baju renang, Dad.” Chalondra menyamai langkah cepat Dominic yang akan melakukan registrasi. “Kita bisa menyewa di sana. Nanti pakai yang tertutup. Saya tidak akan mengizinkan kamu memakai pakaian minim di sini.” Chalondra menggaruk kepalanya kebingungan. Mau berenang tapi pakai pakaian tertutup? Maunya bapak yang satu ini apa sih? Chalondra ingin protes lagi tapi dilihatnya Dominic sedang berbicara dengan resepsionis. Beberapa saat lamanya pria itu berdiri di
(Yokk nangis berjamaah duluu hahahaaa.)HAHHH! FINALLYYY TAMAT JUGAAAAAAAAAA. AKU MEWEK NIHH NULISNYA HIKSSSSSSSS :( :(Nggak kerasa M.P.S.D ini sudah menemani kita selama 7 bulan yaaa (Mei-November 2021). Ahhhh, time fliessss.Masih ingat awal-awal aku ngerencanain novel ini, nggak ada persiapan yang matang sama sekali. Cuma mau cek ombak Goodnovel sambil nulis di aplikasi hijau (K.B.M). Karakter Dom dan Cha ini bahkan aku bikin ngalir aja, nggak ngarep banyak. Cover juga hasil crop foto random dari G**gle.TAPI SAMPAI SE-BOOMING INI, hikssss. Aku gak nyangka M.P.S.D sudah membawaku ke tahap ini. Bisa kasih penghasilan, buat namaku sedikit dikenal juga. Bisa bertemu dengan banyak pembaca yang sekarang udah aku anggap kayak saudara :( :(..GAIISSSS MAKASIH YAAAAAAA.WITHOUT YOU I'M NOTHINGGGG. ASLIII.Itu IG-ku yang Ootbaho baru berisi setelah ada Dom-Cha. F
"Buruan, B! Pesawat kita sudah mau berangkat!!""Don't push me, J! Siapa suruh kau tidak membangunkan aku!" Setelah menikah, Brandon jadi terbiasa memanggil istrinya dengan sebutan 'J' saja, sama seperti Janice yang memanggilnya dengan 'B'."Siapa suruh kau begadang? Sudah tau kita harus flight pagi!""Shiitt!" Brandon memaki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menganggap sepele jam terbang mereka. Berharap tangan dan kakinya bisa bergerak dua kali lebih cepat sekarang. Janice pasti akan menggorok lehernya jika mereka ketinggalan pesawat. Dia tidak ingin diceramahi dua SKS jika tiket mereka hangus dan jika mereka harus beli tiket on the spot yang tentunya jauh lebih mahal.Sepanjang perjalanan Janice hanya diam karena pikirannya tidak tenang. Pergerakan mobil yang sudah sangat maksimal di dini hari tetap terasa begitu lambat baginya. Kenapa di saat genting seperti ini supir pribadi Brandon terkesan tidak lihai dalam membawa mobil?"J, kita tidak akan
Keesokan harinya, kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menghabiskan waktu seharian di hotel. Mereka bercinta, makan, tidur and repeat. Benar-benar menikmati hidup tanpa beban. Tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Baik keluarga maupun pekerjaan.Satu hari ini Janice merasa begitu dimanja oleh Brandon. Laki-laki itu sangat lembut baik dari tutur kata maupun caranya memperlakukan Janice. Sebaliknya, Brandon pun tidak ingin lepas atau jauh-jauh darinya. Persis seperti anak bayi yang ingin selalu berada di samping sang ibu.“I love you.”“I love you too, B. Sudah seratus kali loh ya. Aku bosan mendengarnya.”“What? Berani-beraninya?!” Bukannya tersinggung, Brandon malah menghujani pipi Janice dengan kecupan yang bertubi-tubi. Dia sepertinya sedang merasakan pelipatgandaan cinta setelah mereka resmi menjadi suami dan istri. Bagi Brandon, Janice adalah wanita sempurna yang membuat hidupnya lengkap, utuh dan bahagia. Di
Warning 21+ Yang fanatik agama tolong menyingkir, karena bab ini akan membuat anda pusing dang mual. Daripada lapor-lapor, mending sadar diri untuk out. Saya menulis bukan untuk tabungan saya di surga kelak. Paham ya? Buat yang udah nungguin belah duren manten baru, happy reading!! ***** Hari H pernikahan Brandon dan Janice sudah di depan mata. Gedung tempat diselenggarakannya pesta resepsi sudah dipenuhi oleh teman-teman sejawat Brandon dan rekanan bisnis semua keluarga. Keluarga Ellordi, keluarga Richard, keluarga Alexander. Janice dan Brandon benar-benar menjadi raja dan ratu sehari yang tidak berhenti menyapa semua tamu yang datang. Setelah kedua mempelai selesai berdansa, Janice mengganti sepatu pengantinnya dengan sepatu sneakers dengan sol sedikit tebal saat akan turun menyapa para tamu. Setidaknya tinggi tubuhnya bisa mengimbangi tinggi Brandon. Mereka menyapa teman satu sekolah yang memang diundan
"Brandon! Your hand!" Janice bolak-balik geram karena selama proses berganti di dalam kamar, Brandon seperti tidak sabaran ingin memijit betisnya. Sejak pulang dari konferensi pers tadi, pria itu kelihatannya sudah gatal ingin menyentuh tubuh calon istrinya.Brandon tidak perduli pekikan Janice. Dia menarik wanita itu ke atas kasur. Dress mahalnya sudah luluh ke lantai dan memang Brandon sengaja menunggu momen dimana dia hanya mengenakan sepasang pakaian dalamnya."B!""What?!" Brandon membalas seraya menaiki tubuh Janice dengan cara yang seksi."Wajahku masih penuh make-up! Aku mandi dulu, baru lakukan apa yang kau mau!""Tapi ada yang sudah mendesak ingin berdekatan dengan belahan jiwanya. Melihat kharisma mu di sepanjang acara tadi, jiwaku jadi meronta-ronta, Janice.""Kharisma yang bagaimana yang bisa membuat jiwa seseorang meronta-ronta? Aw! Brandon!" Janice memekik lantaran pria itu tanpa permisi menurunkan segitiga pengaman Janice. Da
Konferensi pers yang tadinya digelar hanya untuk klarifikasi hubungan antara Brandon dan Chelsea, nyatanya berubah menjadi konferensi pers besar-besaran karena Richard memutuskan untuk ikut tampil di depan media. Malahan setting tempat yang tadinya direncanakan di Cakrawala, kini berpindah ke kantor Richard, yaitu Rich Textile. Brandon dan Janice langsung saling beradu pandang lewat dinding kaca saat pesan dari Chris masuk ke ponsel mereka berdua, yang menyuruh keduanya untuk segera meninggalkan kantor dan hadir di konferensi pers. “Opa sepertinya ingin mengumumkan kamu sebagai penerus perusahaan.” Brandon menebak saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan Richard. “Aku … dengan tampilan yang seperti ini?” Janice langsung panik karena sekarang dia hanya memakai celana jins berwarna hitam dan kemeja biru muda. Itu juga lengan pendek. Jelek sekali! “It’s oke. Kita ketemu opa dulu. Siapa tau mereka sudah mempersiapkan yang terbaik untukmu.”
Janice menghembuskan napasnya ke udara bebas. Dia sedang berdiri di balkon dan menikmati udara pukul dua dini hari. Dia tidak bisa tidur. Di antara mereka, hanya Brandon lah yang berhasil terlelap satu jam yang lalu. Dia tidak bisa berhenti memikirkan semua hal. Pernikahan dan tanggung jawab yang baru saja dia emban sebagai penerus keluarga Richard. Dia sempat bertanya secara diam-diam kepada opa-nya, kenapa bukan Dion saja yang mengelola perusahaan? Tapi Richard menjawab kalau Dion sudah mendapat hak-nya, yaitu perusahaan yang ada di Jepang. Dan Dion sendiri yang meminta demikian, karena dia tidak ingin menetap di Indonesia. Sebentar lagi hidup Janice tidak akan sama lagi. Menikah dengan Brandon saja sudah akan membuat statusnya berbeda dengan rekan-rekan di kantornya, apalagi menjadi penerus Richard. Janice tidak tau apakah ini sebuah berkat atau malah sebuah petaka yang akan membawanya ke kehidupan yang serba rumit. "Kau belum tidur?" Tiba-tiba sua
Notes : Bab ini berisi Brandon-Janice, dan sampai tamat juga akan tentang mereka. Kisah Dom-Cha udah selesai ya gaes, di ige -ku juga udah aku info kalau ekstra part hanya untuk BJ, karena aku ga jadi bikin buku khusus mereka. Kalaupun aku bikin Dom-Cha sesekali, itu buat selingan aja. Jadi, yang ga suka Brandon-Janice, skip aja yaa, thank youu. Happy reading. ***** “Janice … wake up.” Janice merasakan pipinya ditepuk seseorang. Sayup-sayup juga dia mendengar namanya disebut dan orang tersebut menyuruhnya bangun sekarang. Itu suara Brandon. Kedua kelopak mata Janice terbuka dan didapatinya Brandon sedang duduk di tepi kasur. Sudah dengan celana boxer pendek yang menutupi bagian bawahnya. “Sudah sore, Sayang. Kau harus mandi,” ucap Brandon seraya tersenyum manis. “Om dan tante sudah pulang?” “Belum. Mereka sudah langsung ke rumah opa Richard. Dan kita disuruh ke sana sekarang.” Janice spontan terduduk. Selimut ya
"Kenapa kau sangat perhatian kepada Chelsea?" tanya Janice dengan nada yang sedikit curiga. Matanya memicing kepada Brandon yang duduk di sebelahnya. "What?" Pria itu pun tidak kalah kaget mendengar pertanyaan tunangannya. "Aku tidak salah dengar?" "Hm-m. Kenapa kau sepertinya begitu khawatir akan Chelsea?" ulang Janice seraya menatap Brandon yang sempat sesekali menoleh kepadanya. "Kau cemburu?" "Jelas. Aku tidak suka kau memikirkan wanita lain sampai sebegitunya. Apalagi sampai memikirkan nasib hubungan pertunangannya." Brandon langsung tergelak mendengar Janice yang tidak malu berterus terang. Gadis itu jelas-jelas sedang cemburu buta kepadanya. Ha-ha-ha. Menggemaskan sekali. Padahal tidak ada sedikitpun maksud tersembunyi di balik kekhawatiran Brandon kepada Chelsea. Murni hanya sudut pandang dia sebagai seorang laki-laki yang gentleman. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya melihat ini dari sudut pandang seorang pri