Keheningan menyelimuti meja makan keluarga Winterbourne pagi itu. Semua hidangan yang siap memanjakan lidah terhidang di meja, namun tidak satu pun dari makanan yang ada di di hadapan mengundang minat Alex untuk menjamah makanan-makanan itu. "Mengapa kau tidak mengisi piringmu, Sayang?" Rosaline baru bertanya saat menyadari Alex sedari tadi hanya berpangku tangan dan melihat hidangan di meja tanpa minat. "Tidak apa-apa. Beberapa hari ini aku tidak begitu berselera untuk makan." jawab Alex berbohong. Ia enggan mengakui bahwa nafsu makannya akhir-akhir ini berkurang setelah melihat anak gadis kesayangannya memperlihatkan hubungan yang terjadin antara dirinya dengan Matteo, pria yang pernah menjadi bodyguard kebanggan Alex untuk menjaga Luna. Alex semakin yakin bahwa kejadian memalukan di malam pertunangan putrinya malam itu memang unsur kesengajaan yang dilakukan Matteo dan Luna. "Greta," panggil Alex kepada pelayan yang saat itu melintas. "Ya, Tuan?" pelayan perempuan itu
Suara pintu yang dibuka mengundang perhatian Emily dan Rosaline. Mereka tidak sabar mendengar kemungkinan buruk atas kondisi kesehatan Alex. Keduanya pun berhambur ke arah pria berpakaian medis yang baru saja muncul dari balik pintu. "Bagaimana keadaan suami saya, Dokter?" Rosaline memasang wajah panik yang berbanding terbalik dengan raut wajahnya saat membicarakan kekayaan Alexander. Emily yang saat itu mencuri lihat raut wajah sang ibu yang tengah berbicara dengan dokter pun mengangguk samar, nampaknya sikap bermuka dua yang dia miliki diwariskan oleh sang ibu. "Suami Anda mengalami penyakit yang cukup serius, Nyonya. Tuan Alexander Winterbourne mengalami penyakit jantung koroner." Seketika mata Rosaline membuka lebar. Menurutnya, Alex yang terserang penyakit jantung koroner membuka peluang besar untuk menguasai harta pria tersebut. "Ya ampun, aku tidak menyangka suamiku akan menderita penyakit serius. Oh suamiku yang malang," tangan Rosaline mengatup di depan mulut.
Luna terpaku setelah mendengar kalimat pengusiran Alex atas dirinya. Air mata yang menggenang luruh melintasi kedua pipinya. Ulu hatinya terasa perih. Dia datang untuk menyampaikan kekhawatirannya, tetapi malah kalimat pengusiran yang dia terima. Luna baru saja hendak berlutut di atas lantai untuk merendahkan diri, berharap Alex akan merasa iba dan membiarkan dia berada di sana lebih lama. Luna sangat merindukan dan mengkhawatirkan pria yang menjadi cinta pertamanya tersebut. Namun saat gadis itu hendak berlutut, Matteo dengan sigap menahan kedua bahunya. Luna menoleh dengan alis bertaut. Tatapan bertanya yang Luna lemparkan terhadap Matteo sudah cukup untuk membuat pria itu paham untuk menjawab pertanyaan sebelum Luna mengucapkannya. "Kau tidak perlu sampai berlutut agar dia menerimamu, Luna." ucap Matteo dengan suara yang menenangkan. Matteo menarik tangan Luna dan memposisikan gadis itu di sampingnya. "Apakah kau yakin, Tuan, akan mengusir putri kandungmu yang datang hanya
"Ayah, kemana Ibu?" tanya Emily begitu memasukki kamar dan tidak mendapati keberadaan Rosaline di sana. Pria paruh baya itu hanya tersenyum tipis, dia enggan untuk mengatakan apa yang mengakibatkan ibunya tersinggung dan keluar dari sana. "Dia berkata akan segera kembali." jawab Alex enggan berterus terang. Emily mengangguk dan bibirnya membentuk huruf O. Berusaha setenang mungkin seolah tidak mengetahui apa-apa. Saat bertemu dengan ibunya di koridor kamar pasien, Rosaline sudah memberitahukan kepada putrinya tentang sandiwaranya untuk membuat Alex merasa bersalah karena menginginkan Luna kembali. Rosaline kembali ke kamar perawatan Alex setelah dua jam pergi dari sana. Dia berharap tangisan palsunya berhasil membuat Alex merasa bersalah, sehingga niatnya untuk membujuk pria itu agar menjadikan Emily menjadi CEO Golden Horizon bisa tercapai dengan mudah. "Kau sudah kembali?" Alex menyambut istrinya dengan pertanyaan begitu melihat entitas Rosaline muncul dari balik pint
Stefano mendengus saat Matteo memasuki ruang kerjanya dengan wajah tanpa dosa. Pria itu sedang memainkan kunci mobilnya. Melempar benda itu ke atas, lalu menangkapnya, hal tersebut dia lakukan berkali-kali sambil bersandar pada meja Stefano. "Jangan terlalu serius dengan pekerjaanmu. Wajah cemberut membuatmu terlihat lebih tua dari usiamu, Stef," tegur Matteo setelah sesaat mengerling dan mendapati sahabatnya memberungut membaca tumpukan dokumen di atas meja. Berbanding terbalik dengan dirinya yang terlihat ceria beberapa hari ini. Matteo bahkan bersiul, membuat Stefano merasa terganggu. "Bisakah kau berhenti bersiul? Kalau saja kau tahu, beberapa anggota devisi pemasaran sedang mengeluhkan kinerja gadismu yang akhir-akhir ini kacau," protes Stefano tanpa mengalihkan pandang pada tumpukan kertas di meja. Sebenarnya dia sungkan untuk menyampaikan keluhan para staf yang bekerja satu tim dengan Luna, tetapi menurutnya, keterlambatan Luna dan ketidak hadiran gadis itu pada rapat-
"Bagaimana bisa kau mengencani gadis yang mau menerima perlakuan melecehkan seperti itu? Bahkan itu sudah terjadi berkali-kali, Matteo! Dia terlihat menikmati saat tanganmu bergerak masuk ke dalam baju yang dia pakai! Dan kau terlihat sangat menikmatinya! Huh, yang benar saja," Alessia berdecak jijik mengingat rekaman CCTV yang dilaporkan mata-matanya di Magnolia spring Resort. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasanku," Matteo mengatakan kalimat itu dengan raut memohon, berharap ibunya memberi pria itu kesempatan untuk menjelaskan maksud perbuatan gilanya yang lebih layak dilakukan sepasang suami istri di dalam kamar pribadi, bukan di sembarang tempat. Setelah Alessia sudah lebih tenang, Matteo pun berusaha menjelaskan. "Akulah yang sedari awal mengajaknya melakukan hal memalukan itu, Bu. Dan coba perhatikan kembali, aku dan Luna hanya melakukan hal yang menurutmu memalukan jika sedang berhadapan dengan orang-orang tertentu, bukan?" Alessia tempak mengingat, dan membenarkan bahwa M
Bugh! Mata Luna yang terpejam saat menanti kecupan bibir dari Adrian seketika terbuka lebar saat melihat kekasihnya, Adrian, sudah tersungkur di atas tanah. Seolah belum puas melihat Adrian kesakitan dengan pukulan yang baru saja Matteo daratkan, Matteo Vicenzo yang merupakan bodyguard Luna, kembali menghujani pukulan di perut Adrian. "Teo, hentikan!" pekik Luna Winterbourne yang berhasil membuat Matteo menghentikan pukulannya, sehingga tangan mengepal pria itu berhenti di udara. Gadis itu mendekati Adrian yang susah payah berusaha bangkit ke posisi duduk. Sentuhan Luna pada wajah Adrian yang memar seketika mendapat tepisan kasar dari kekasihnya. "Aku sudah berulang kali mengatakan padamu untuk tidak membawa bodyguardmu saat kita bertemu! Dia selalu saja mengacaukan segalanya!" geram Adrian sebelum akhirnya bangkit perlahan dan pergi meninggalkan Luna. Alis Luna bertaut, dia sendiri tidak tau dari mana arah datangnya Matteo. Pria itu muncul tiba-tiba tanpa terdengar suara derap
"Apa yang membuat wajahmu babak belur begitu?" tanya Emily saat mendapati wajah Adrian memar. "Bodyguard bodoh Luna menghajarku tanpa sebab." jawab Adrian berbohong dan memasang raut wajah polos, karena tidak mungkin dia mengaku kepada Emily bahwa memar di wajahnya terjadi karena dia berusaha mencium Luna, yang tak lain adalah saudara tiri Emily. Bisa-bisa Emily marah saat itu juga. Pria itu menyesap minuman yang sudah Emily pesan beberapa menit sebelum pria itu datang ke cafe tempat mereka berada saat ini. Di kursi seberang meja, Emily menatap lekat pada wajah kekasihnya tesebut. Karena sedingin apa pun pembawaan Matteo, tetapi menurutnya pria itu bukanlah orang dengan gangguan jiwa yang akan menyerang siapa pun tanpa alasan. Emily meragukan jawaban Adrian. “Kau pasti berbohong! Pasti kau melakukan sesuatu yang membuat amarahnya tersulut.” desak Emily dengan tatapan penuh selidik.Andrian pun menarik nafas berat dan menghembuskannya perlahan sebelum akhirnya mengakui kesalahannya