Alex duduk termenung di sebuah sofa ruang bersantai. Tatapannya tidak terlepas dari figura foto yang ada ditangan. Potret masa kecil Luna bersama mendiang istrinya, Chiara. Dimana dalam foto tersebut Chiara duduk di sebuah kursi dan memangku Luna kecil, mereka menggunakan gaun putih dengan model yang sama. Jemari Alex mengelus wajah Chiara, senyum kegetiran terukir di wajahnya. Dalam hati pria itu mengucap maaf, atas kegagalannya dalam menjaga putri sematawayang mereka. Apa yang dilakukan Alex tidak terlepas dari perhatian seorang perempuan paruh baya yang akhir-akhir ini sering mengintai segala yang dia lakukan. Ambisi perempuan itu untuk membuat Alex mewariskan usahanya untuk Emily tak kunjung surut, justru semakin kuat setelah pengusiran Luna dari rumah itu. Rosaline berjalan mendekati Alexander dan duduk di sebelah pria tersebut. Mata wanita itu berkilat amarah saat melihat foto siapa yang Alex pegang. Bibir berpoles lipstik merah darah Rosaline sedikit mengerucut. Sepertinya k
Matteo mendekati Luna yang masih berdiri di ambang pintu dengan gestur gelisah. Kedua alis pria itu bertaut dan manik gelapnya menatap Luna lekat-lekat. Perubahan rona kulit wajah Luna membuat Matteo bertanya-tanya. "Ada apa denganmu?" tanya Matteo dengan salah satu alis naik mendekati dahi. "Dan apa maksud ucapanmu tentang apakah aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku?" Luna terlihat semakin gelisah dan memilin jemarinya di depan tubuh. Gadis itu memalingkan wajah, tak kuasa menatap manik gelap Matteo yang hanya akan membuatnya semakin gugup. "Luna?" panggil Metteo dengan suara lembut. Pria itu meraih tangan Luna dan alisnya kembali bertaut saat permukaan tangan Luna terasa sangat dingin. "Tanganmu dingin? Ini cukup aneh. Udara di luar sedang panas." Luna yang semakin salah tingkah segera menarik tangannya. Hal itu membuat Matteo melempar tatapan bertanya. "Abaikan. Ini bukan apa-apa." Ucap Luna, masih menatap ke arah lain. Kini gadis itu memeluk tubuh dengan kedua tangannya, g
"Matteo? Kenapa kau diam?" ucapan dari seberang sambungan membuyarkan lamunan Matteo. Pria itu pun berdeham beberapa kali sebelum akhirnya melanjutkan pembicaraan yang terjeda."Kau benar, Ayah, dalam foto yang beredar wajahku memang disensor. Tapi bukan berarti aku bisa merasa tenang sementara gadis pujaanku kini dibenci orang satu kota." Di seberang sambungan, Antonio menyipitkan mata. Apakah putranya menyesali perbuatannya yang memalukan itu?"Bagus kalau kau menyesali perbuatanmu, Matteo." ucapnya sembari menghembuskan nafas lega. "Tapi, Ayah, itu semua terjadi karena unsur ketidak sengajaan," desis Matteo sembari memijit pelipisnya yang berdenyut. "Mengapa bisa begitu?" tanya Antonio sedikit tidak percaya. Pria paruh baya itu berpikir bahwa Matteo sengaja menjebak putri majikannya sehingga beredarlah foto seperti yang sudah dia lihat. Antonio sangat tahu bahwa putranya sangat terobsesi dengan putri dari Alexander Winterbourne tersebut."Aku sangat yakin seseorang sudah menjeba
"Hallo, Tyler?" ucap Matteo dingin pada seseorang melalui sambungan telepon. "Aye, Boss. Apa ada yang bisa ku lakukan untukmu?" Di tempatnya saat ini duduk dan bersandar, pria bernama Tylor Bannett itu langsung menegakkan punggung, seolah Matteo sedang berdiri di hadapannya. "Ada tugas untukmu. Aku ingin kau menyelidiki hubungan antara dua orang yang akan ku kirimkan foto dan data dirinya setelah ini. Aku ingin tahu, seberapa jauh kedekatan di antara mereka terjalin." "Keinginanmu adalah perintah bagiku, Tuan." jawab Tyler sebagaimana ucapan jin botol dalam dongeng Aladdin. Matteo lalu mematikan sambungan telepon yang berlangsung. Tidak perlu menjelaskan dengan detail, Tyler adalah bawahannya yang sangat bisa diandalkan. Pria itu selalu mendapat kepercayaan Matteo untuk menyelesaikan kasus-kasus berat yang ditimbulkan para pesaing bisnis yang ingin menghancurkan Matteo. Dan dari kesemua tugas yang Matteo bebankan, Tyler selalu bisa menyelesaikannya.Dengan cepat jari Matteo menyent
"Berengsek! Dasar jalang tak tahu malu!" geram Adrian saat keluar dari gedung Magnolia spring Resort menuju mobilnya. Emily memasang raut wajah kecewa saat berjalan di belakang Adrian. Pasalnya, ia merasa kesal melihat Adrian yang selalu tersulut amarah setiap kali melihat Luna bersama Matteo. Apa kata-kata yang dia katakan kepada Emily bahwa pria itu samasekali tidak mencintai Luna hanya bualan?Emily menarik pegelangan tangan Adrian yang seketika membuat pria itu menoleh ke arah Emily. Wajah pria itu terlihat mengetat, sehingga membuat Emily menyipitkan kedua matanya."Kenapa? Apakah kau cemburu melihat kemesraan Luna dan Matteo? Kau selalu saja seperti ini!" pekik Emily dengan wajah memerah. Kedua mata wanita itu berkaca-kaca karena dadanya terasa sesak. Jalas sekali terlihat Adrian ccemburu terhadap Luna. Adrian menarik nafas dalam untuk meregangkan otot wajahnya yang menegang. Dia baru menyadari bahwa reaksinya setelah melihat Luna bermesraan dengan Matteo membuat Emily berasum
Mobil Adrian berhenti di sebuah restaurant sehingga Tyler Bannet harus menunggu di dalam mobilnya yang teraparkir di bahu jalan. Sesekali pria paruh baya itu melihat arloji yang melingkar di pegelangan tangannya. Sudah satu jam lebih Tyler menunggu di mobil, dan orang yang sedang dia mata-matai belum menampakkan tanda-tanda akan keluar. Tyler mendengkus putus asa. Apa yang sedang mereka lakukan di dalam restaurant? Apakah mereka mengunyah tiap makanan yang mereka suapkan sebanyak seratus kali kunyahan? Pria berambut silver itu menegakkan badan dan menatap lurus pada pintu kaca restaurant. Dan matanya melebar saat pasangan yang dia tunggu keluar dari sana. Keduanya tampak saling merangkul dan menunjukan gesture memiliki satu sama lain. Salah satu alis Tyler naik mendekati dahi. Dia pun membidik kamera ponselnya untuk menangkap gambar dua orang yang tengah ia mata-matai.Tyler membiarkan mobil Adrian berjalan terlebih dahulu, setelah dia rasa jarak cukup aman, barulah Tyler melajukan
Selama perjalanan pulang menuju apartemen jantung Luna terus berdegup kencang, yang membuat gadis itu harus mengelus dada sebelah kirinya. Luna khawatir jika jantungnya melompat keluar karena saking kencangnya debaran itu. Apa yang dilakukan Luna membuat Matteo khawatir dengan kondisi kesehatan gadis itu. Tetapi setiap Matteo bertanya, Luna akan menjawab; "Aku baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Matteo membukakan pintu mobil untuk Luna begitu keduanya tiba di parkiran apartemen. Pria itu membopong tubuh Luna yang membuat gadis itu memekik. "Apa yang kau lakukan Matteo? Aku bisa berjalan sendiri!" "Aku melihatmu terlalu gelisah sepanjang perjalanan pulang. Kau bahkan berulang kali menyentuh dada sebelah kirimu. Aku khawatir jika sesuatu terjadi padamu." jawab Matteo sembari berjalan menyusuri koridor apartemen. Luna mengalungkan kedua lengannya pada leher Matteo. Gadis itu semakin gelisah sekarang. Seolah ada sesuatu yang menyihirnya, sehingga gadis itu membek
Malam itu hujan turun lebat. Tyler memutuskan untuk singgah ke suatu coffee shop untuk menikmati secangkir arabika kesukaannya. Pria paruh baya itu membutuhkan relaksasi setelah semua pekerjaan yang dia kerjakan seharian. Menguntit seseorang adalah hal yang cukup menyita fokusnya dan membuatnya merasa lelah, sehingga pria itu butuh memberikan self reward atas kerja kerasnya hari itu. Tyler menghirup aroma kopi yang berada di cangkirnya, sebelum menyesap minuman itu dan mendalami rasanya, sebelum akhirnya kembali fokus dengan surat kabar yang semula ia baca. Brakk! Suara gebrakan meja membuat kedamaian Tyler terusik. Pria itu pun melihat ke arah sumber suara. Tyler langsung memicingkan mata setelah melihat gadis yang tadi ia mata-matai sedang duduk di seberang mejanya. Tyler menghela nafas lelah. Setelah siang itu menghabiskan waktu di kamar hotel bersama Adrian, gadis itu masih sempat bertemu dengan pria lain malam harinya. Apa dia tidak merasa lelah? batin Tyler berdecak. Ty