Kemarin, jika saja Bu Maryam belum menceritakan hal ini pada Ester, mungkin saat kakinya melangkah ke Ree Charta Company Group Tower ini dia akan sangat bahagia sekali, tapi kali ini dia sepertinya mendapatkan sebuah beban yang berat, masa iya dihari pertama saja dia harus mencari tahu seorang yang bernama Ravindra Altezza, yang bahkan gambarnya di media apapun tak pernah ada. Selain dia mencari laki-laki itu, dia juga harus melindunginya? What! Kata-kata melindungi ini terdengar ganjil sekali, darimana ceritanya seorang wanita melindungi laki-laki yang bahkan mungkin sudah memiliki pengawal pribadi sendiri.
Saat tiba di lobi Gedung pencakar langit ini, langkah kakinya makin berat, dia melihat pengumuman disana, kalau pegawai baru dari RCT harus naik menuju lantai 17 dengan menggunakan kartu akses yang diberikan di resepsionis dengan menunjukkan bukti pemanggilan dirinya, artinya sekarang ini dia harus pergi ke resepsionis dulu dan memperlihatkan email itu. Langkah kaki yang harusnya cepat ini malah melambat, rasanya dia ingin pulang saja dan hidup normal seperti sebelumnya, tapi sayang sekali tak mungkin! Takdir itu sudah menjadi miliknya, dia tak bisa menolaknya dengan seenaknya.
“Mbak, Saya salah satu karyawan baru di Ree Charta Technology … ehm …” Ester bingung bagaimana melanjutkan kalimatnya, entah kenapa tiba-tiba kepalanya menjadi blank.
“Boleh saya lihat email pemberitahuannya?” tanya wanita dengan label nama Ina itu dengan sangat ramah.
“Ah iya … ini.” Kemudian Ester, menunjukkan email pemanggilan namanya itu dari benda pipih yang ada di katong rok yang dia pakai.
Ina lalu melihatnya dan melakukan scan barcode yang tertera disana, melihat kecanggihan ini Ester tersenyum sendiri, dia baru menyadari fungsi lain dari barcode yang ada disana.
“Ini kartu aksesnya Mbak Nazifah, nanti langsung ke lantai tujuh belas saja, waktu keluar lift langsung belok ke kiri, disana akan ada beberapa staff yang menunggu kedatangan karyawan baru dari RCT.” Dia menjelaskan dengan sangat lugas sekali, Ester menyukai gayanya bicara, wajar saja RCCG ini benar-benar memiliki orang-orang yang sangat profesional batinnya.
Ester berjalan mengikuti semua instruksi yang diberikan resepsionis bernama Ina itu, dengan hati yang sebenarnya terdapat beban membuatnya menjadi sedikit lamban dalam melangkahkan kakinya, terkesan tak bersemangat.
Setelah keluar dari lift itu, dia segera belok kekiri dan benar saja, beberapa orang staff yang cantik dan juga tampan ini menyapanya dengan ramah.
“Calon Karyawan baru RCT ya Mbak?” Sapa salah seorang laki-laki dengan gantungan nama Darris.
“Iya.” Jawab Ester sambil membalas senyuman itu.
“Dengan?” tanyanya ramah.
“Nazifah Aliester.” Ucap Ester.
Kemudian laki-laki itu, mengambil benda pipih dari dalam saki jasnya dan tersenyum, “mari ikut saya.” Dia berjalan mendahului Ester di depan dan Ester mengekor dibelakangnya.
Mereka masuk dalam sebuah ruangan yang cukup besar, dengan beberapa round table, benar-benar seperti acara penyambutan yang luar biasa bagi Ester, karena biasanya tak pernah ada orang yang memperlakukan calon pegawai semanis ini.
“Silahkan duduk.” Laki-laki bernama Darris ini mempersilahkan Ester duduk disalah satu tempat dengan papan namanya sudah ada disana.
“Terima kasih.” Ucapnya lalu menarik kursi itu.
Disana sudah nampak beberapa orang yang sudah lebih dulu hadir di tempat ini, wajah mereka benar-benar terlihat sumringah. Pasti pikiran mereka saat ini sangat berbunga-bunga dan jelas ini tak pernah ditemui di perusahaan manapun.
Ester tersenyum dengan perempuan yang ada disebelahnya, wanita itu bernama Izti, dia tahu jelas label namanya diatas meja sama seperti Ester.
“Hai …” Sapa Ester, dia adalah salah satu orang yang tak bisa hanya duduk diam saja ditempat asing jika ada orang yang bisa dia ajak untuk bicara.
“Hai …” balas Izti dengan tersenyum.
“Dibagian mana?” Ester bertanya.
“Aku kebetulan dibagian pengembangan teknologi.” Ucapnya sambil membenarkan kacamatanya.
“Oh …” Ester berharap dia bertanya balik, tapi sepertinya wanita itu sibuk sendiri dan tak terlalu memedulikan kanan dan kirinya.
Lalu Ester melihat teman satu lagi yang barusan datang, namanya Nina.
“Hai Nina …” Sapanya pada wanita itu.
“Hai …” wanita itu menjulurkan tangannya dan dibalas oleh Ester dengan jabatan tangan pula.
“Nazifah ya … Kau dibagian apa?” Tanyanya sambil tersenyum, berbeda dengan wanita yang bernama Izti tadi yang sekarang dia malah sibuk dengan gadgetnya.
“Aku bagian pemasaran.” Jawab Ester sambil tersenyum ramah, “Kalau kamu sendiri?”
“Administrasi berkas dibagian pengembang, hanya seorang staff biasa. Kamu jabatan apa?” tanyanya begitu antusias.
Ester sebenarnya tak enak untuk mengatakannya karena baginya jabatan itu sama saja, “Aku Asisten Pemasaran.” Jawab Ester sambil senyum-senyum malu, ternyata hal ini membuat wanita bernama Izti itu menghentikan kegiatannya.
“Kau Asisten Pemasaran?” Tanyanya pada Ester.
Dan Ester yang mendapat pertanyaan tiba-tiba dari tetangganya yang sebelumnya sangat cuek itu sedikit terkejut, lalu dia menjawab dengan anggukan saja.
“Artinya kau nanti akan berurusan dengan Pimpinan kita langsung.” Ucapnya sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
“Memangnya kenapa?” Tanya Ester bingung mendengar ucapan wanita ini barusan, terus masalahnya dimana kalau misalnya dia langsung berhubungan dengan pimpinan langsung?
Eh tunggu dulu … maksudnya pimpinan artinya CEO kan ya? Artinya itu adalah Ravindra Altezza? Entah kenapa dalam hatinya dia berteriak kencang sekali saat ini, tak perlu susah untuk mencari siapa pimpinannya dan bagaimana cara untuk mendekatinya.
“Apa kau bilang?” Ester berusaha untuk memastikan kalau info dari wanita itu benar.
“Ya, dan kau harus tahu gosip ini, kalau pimpinan kita itu menyeramkan.” Ucapnya sambil berbisik.
“Apa … menyeramkan?” Ester benar-benar tak habis pikir nasib apa yang akan terjadi padanya kedepannya nanti.
Mereka baru bertemu mulai berghibah tentang perusahaan ini, maksudnya tentang bos mereka nantinya, sampai akhirnya kegiatan ini dihentikan saat suara mikrofon sudah mulai berbunyi dan beberapa orang sudah membagikan dokumen satu map pada masing-masing calon pegawai itu. Diatas map itu juga sudah terdapat namanya.
Ester membukanya, ternyata itu isi berupa Kontrak perjanjian Kerja serta sebuah copy offering letter yang sebelumnya sudah lebih dulu mereka tandatangani yang di scan dan mereka upload di link yang diberikan di email masing-masing. Untuk dokumen dalam map tersebut mereka harus menandatanganinya dilembar yang telah diberi materai lalu di paraf ditiap lembar setelah dibaca dengan seksama, setelah selesai maka mereka tinggal angkat tangan saja agar staff disana membantu untuk mengambil berkas mereka.
Setelah semuanya selesai, maka ada pengarahan langsung dari Kepala HRD Ree Charta Company Group, karena mereka yang ada dalam ruangan ini tak hanya untuk ree charta technology saja, tapi beberapa anak usaha lainnya. Setelah pengarahan tersebut, Nazifah diajak seorang staf wanita dengan nama Indah untuk ikut bersama dengannya.
Wanita bernama Indah ini berpenampilan umumnya wanita karir yang sering dia lihat dalam drama televisi, sangat cantik dengan blazer coklat dan pump shoes lima sentimeter saja, tidak terlalu tinggi karena mungkin wanita ini memiliki tinggi diatas rata-rata wanita asia, Ester mengikutinya dari belakang, dia mengatakan akan mengajak Ester segera ke ruangan tempatnya bekerja dan mereka semua berpisah ditempat ini, karena mereka sudah diajak untuk melihat tempat kerja masing-masing.
Untuk ruangan Ester sendiri, ada di lantai lima, mereka menuruni lift, Ester segan untuk banyak bertanya dengan wanita ini, dan wanita ini berpikir mungkin saat ini Ester gugup karena baru pertama kali masuk di perusahaan yang benar-benar memberikan layanan terbaik pada pegawainya sebagai salah satu aset SDM terhebat.
Setelah tiba dilantai lima, mereka berbelok ke kanan disana ada tulisan berupa ruangan Pemasaran, cukup manis sekali dan terkesan hi-tech untuk desain interiornya.
“Perhatian semuanya, perkenalkan kita kedatangan karyawan baru pengganti Bapak Irawan yang kemarin sudah mengundurkan diri. Silahkan perkenalkan diri dan setelahnya, kamu bisa bertanya dimana kursimu dan apa yang harus kamu lakukan pada rekan kerjamu. Saya harus kembali mengurus pekerjaan yang lain.”
wanita bernama Indah inipun langsung pergi meninggalkan Nazifah diruangan ini setelah menyerahkan tag name sementara miliknya.“Hai semua nama saya Nazifah Aliestar” ucapnya dengan suara yang sedikit bergetar dan wajahnya jelas terlihat pancaran kegugupan, “ehm … panggil saja Ester. Untuk pekerjaannya saya mohon bantuan dari rekan-rekan semua.” lanjutnya kemudian.
“Wah kita ada personil baru sekarang! Hai Bu Ester, kenalin saya Farhan. Saya siap menjalankan perintah anda!” ucap laki-laki berkacamata frameless hitam, yang duduk dipojok ruangan.
“Akhirnya, ada lagi pasukan wanitanya. Sekarang kita ada tiga wanita lagi loh diruangan ini walaupun Bu Ester atasan kita, tapi sepertinya kita sebaya ya.” sahut wanita yang mengenakan blazer putih dengan bawahan coklat tua dipadu high heel yang mungkin sekitar 12 cm, membuat kakinya terlihat sangat jenjang dan jujur ini membuat Ester sedikit yah katakanlah ‘iri’ dengan bentukan tubuh yang merupakan idola para kaum adam.
“Memangnya jumlah kita semua ada berapa orang?” tanya Ester kemudian.
“Kita semuanya tiga tim. Masing-masing tim terdiri dari tiga atau lima orang, dan tidak pernah menjadi dua orang apalagi empat.” jawab wanita yang terlihat tingginya sama seperti Ester tetapi dengan dandanan yang nyentrik, rok yang mungkin sekitar lima belas sentimeter diatas lutut dan sepatu dengan perkiraan ukuran heelnya sekitar tujuh sentimseter saja.
Pernyataan itu membuat dahi Ester menjadi berkerut dan kurang mengerti maksud dari ucapan wanita itu.
“Maksudnya?” Ester bertanya penasaran atau lebih tepatnya rasa ingin tahu yang tinggi.
“Misteri say! Kita juga gak tau kenapa.” Jawabnya sambil mengerlipkan sebelah matanya, “Perkenalkan nama saya Shinta dan ini Ferina” ucapnya lagi sambil menunjuk wanita yang bicara sebelumnya.
“Ah Shinta, Ferina, Farhan… ” Ester tampak menghafal nama-nama mereka sambil menunjuknya.
“Bu Ester, saya Jonet. Panggil saja begitu. Kalau Pak Hary, atau lebih dikenal Mister X sedang keluar dengan Pimpinan kita si Mister cool.” Ucap laki-laki yang mengenakan dasi bewarna biru tua polos, senada dengan kemeja kotak-kotak kecil yang dipadukan celana dasar warna biru tua, sambil memberikan tangannya untuk berjabat tangan dan tersenyum merekah.
“Okay, berarti ada Shinta, Ferina, Farhan, Jonet, ehm … dan yang lain sedang ada dimana?”
“Biasa bu … yang lain pada keluar, kan masih siang. Pulang ke kantornya entar-entar aja deh bu nunggu pas mepet jam balik kantor.” Jawab laki-laki yang duduk bersebelahan dengan Farhan sambil terkekeh dan disambut dengan senyuman hangat Ester.
“Saya Naryo Bu, biasa mereka panggil saya Yoyok. Dan saya yang paling oke disini Bu.” ucap laki-laki yang bernama Naryo ini percaya diri.
“Pantes deh jadi marketing, soalnya pedenya tinggi banget.” jawab Ester spontan dan disambut gelak tawa yang ada diruangan ini.
Ester hanya tersenyum dan seakan memberi kode pada Ferina, ‘tempat saya ada dimana?’.
“Eh iya, Bu Ester tempat Ibu ada disini, bersebelahan dengan ruangan Mister X,” seakan Ferina paham maksud dari Ester.
“Terima kasih, ” jawabnya singkat, ”O,iya, disini siapa yang bisa kasih nama list tim kita?” tanya Ester sambil berjalan ke arah meja nya.
Tempat Ester berada didekat sebuah ruangan yang agak besar dan bisa di pastikan itu adalah ruangan Manajer Pemasaran yang anak-anak ini bilang si Mister X, meja Ester sedikit berbeda dari yang lain, tempatnya seperti ruangan bersekat luasnya sekitar 12 meter persegi tanpa daun pintu yang dinding sekatnya memiliki tinggi hanya 170 sentimeter saja dan terdapat kaca tembus pandang yang walaupun Ester terpisah masih bisa melihat aktifitas bawahannya dengan jelas.
“Saya tuliskan saja ya Bu nama-namanya dan timnya siapa saja,” Shinta langsung mengambil kertas polos satu lembar dilidah printer dan pena yang ada label nama Farhan serta langsung menulis diatas kertas itu.
Ini pengalaman yang luar biasa untuk Ester, karena selama dia bekerja paling juga sebagai marketing biasa, dan tidak pernah memiliki bawahan. Tapi, dengan umurnya yang tergolong cukup muda dia berhasil memiliki posisi yang mungkin banyak dimimpikan oleh orang lain.
Shinta menyerahkan kertas yang ditulisnya kepada Ester dan Ester memperhatikan tulisan itu dengan senyuman lalu selang sebentar jidatnya berkerut melihat tulisan ini.
“Nanti juga Ibu akan tau kenapa.” Ucap Shinta sambil tersenyum dan berpamitan untuk keluar bersama Farhan dan Ferina.
‘time to working’ teriak Ester dalam hati, dia memulai membaca apa saja yang harus dilakukannya, kembali menelaah kontrak kerja sebentar sambil memberikan pamit keluar pada anak buah yang akan keluar menemui para calon customer baru.
Hari pertama ini, fix dia hanya duduk mengatur rencana dan sampai dengan pukul lima sore atau jam pulang kantor, dia masih tak bertemu dengan Mister X yang dikatakan anak-anak ini tadi.
***
Siang hari ini Ravindra Altezza bersama manajer pemasaran bertemu dengan clientnya disebuah ruangan di restoran mewah dalam kawasan golf resort yang dimiliki clientnya tersebut untuk melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama. Sambil menunggu clientnya dia berbincang sedikit dengan manajer pemasarannya.
“Bagaimana anak buahmu Pak Hary? Ini hari pertama asistenmu bekerja, dan juga hari pertama tenaga pemasarmu berhenti.”
Seakan mengerti maksudnya, Pak Hary menjawab dengan tenang, “Saya sedang mempertimbangkan siapa yang harus dikeluarkan pak. Karena prestasi mereka semuanya sangat bagus dan memberikan kontribusi yang bagus untuk kita selama ini, dan mereka semuanya juga loyal terhadap perusahaan”.
“Pikirkan atau kau yang akan dikeluarkan.” Ucap Ravindra dingin dan tatapan matanya tajam kedepan. Membuat Pak Harry menjadi makin gugup. Dia berharap semoga klien mereka segera datang agar otaknya bisa berpikir lebih tenang, karena tekanan laki-laki ini sangat mengerikan.
Untungnya, sesaat setelah ucapannya itu klien mereka segera datang dan mereka berbincang tentang urusan kerjasama, lalu setelahnya penandatangan perjanjian kerjasama dan semuanya berlangsung lancar. Tuhan ternyata mendengar doa yang dia ucapkan sungguh-sungguh didalam hati.
“Pak Hary silakan pulang lebih dulu, saya harus bertemu dengan Klien kita yang kemarin, Pak Chandra.” Ravindra berkata dengan intonasi suara yang tegas, tanpa menatap lawan bicaranya.
“Baik pak, sampai bertemu lagi dikantor.” ucap Pak Hary tanpa banyak bertanya.
“Jangan lupa, pikirkan apa yang harus kau lakukan pada anak buahmu.” Ravindra mengatakannya sambil berlalu.
Ravindra berjalan menuju ketempat selanjutnya untuk bertemu Kliennya dan itu dia lakukan berhari-hari, dia sangat ramah terhadap semua Klien, dan juga dia bisa membuat suasana hidup dan semua kliennya menyukai caranya, tapi berbeda dengan pekerjanya. Para pekerjanya menganggapnya seperti monster, seorang penggila kerja dan memiliki topeng malaikat padahal sebenarnya dia memberikan tekanan yang luar biasa parah.
Hal yang paling menarik adalah bahwa Ravindra bisa bersikap sangat marah pada satu waktu karena urusan pekerjaannya di kantor tapi begitu bertemu dengan kliennya atau mendapat panggilan telpon dari kliennya seketika itu juga wajahnya berubah seperti malaikat, sepertinya dia memiliki topeng dua sisi yang bisa dengan segera dia ubah mode-nya menjadi sesuai keinginannya.
“Nazifah Aliester, ” gumamnya pelan sambil melihat CV yang ada di tabletnya sesaat sebelum dia melajukan kendaraanya menuju tempat kliennya yang bernama Chandra.
“Nazifah Aliester, kenapa Presdir memilihnya untuk perusahaa kita?” tanyanya pada Ando melalui sambungan telpon.
“Saya akan coba cari tahu Pak.” jawabnya kemudian.
“Selidiki latar belakangnya. Cari hubungannya dengan Ibu.” Perintahnya lagi.
“Baiklah.” Jawab sekretarisnya singkat.
“Apa sebenarnya yang sedang direncanakan Ibu.” gumam Ravindra pelan.
***
Ini adalah hari kedua Ester masuk kerja ditempat ini, lebih tepatnya tempat dimana dia harus melindungi seseorang itu. Walaupun dia tak tahu apa dan bagaiman dia melakukannya, tapi perasaan harus yang tiba-tiba muncul itu membuatnya benar-benar merasakan kalau itu bukan hanya sekedar ucapan omong kosong dari Bu Maryam saja. Pagi ini, dia masih belum bertemu dengan Manajer Pemasarannya, yang mereka bilang si Mister X itu, pun dia belum berhasil bertemu dengan CEO dari RCT ini, si Ravindra Altezza orang yang dimaksud oleh Bu Maryam. Ester sedari kemarin masih mempelajari produk-produk yang harus dia kuasai dan juga dia harus mengerti apa saja aturan main yang harus dipatuhi ditempat ini tak terasa jam di pergelangan tangannya sudah menunjukan pukul dua belas lebih lima belas menit, perut Ester memberikan instruksi agar dia segera mencari sesuatu untuk menenangkan bunyinya. Tapi sepertinya ini tidak digubrisnya, karena ada hal yang lebih penting yang menggelitik rasa in
Perlahan Ester membuka mata, sambil beberapa kali mengerjapkan matanya dan menahan rasa sakit kepala yang luar biasa, dia juga masih mendengar jelas dengungan ditelinganya itu, setelah perlahan suara itu menghilang, dia kemudian memerhatikan ruangan ini, ruangan nampak besar, dominasi warna putih, dalam hati dia bertanya apa dia sudah mati? Dia kembali mencoba untuk menarik kesadarannya dengan penuh sambil tangan memegang kepalanya dan dia menyadari sepertinya dia bukan mati, tapi lebih tepatnya ada dirumah sakit, karena tangan kanannya terlihat tusukan jarum infus. "Ester, akhirnya kau sadar juga nak." dia melihat ibu Maryam yang sedang menemaninya. "Ester kenapa bu?"Tanya Ester dengan penasaran, karena terakhir yang dia ingat adalah kejadian di dalam lift lalu dia diseret oleh orang yang bernama Ravindra Altezza, seseorang yang harus dia lindungi seperti ucapan Bu Maryam saat itu. "Ibu dapat telpon dari kantor kamu, katanya k
Saat ini Ester kembali membuka matanya, lagi-lagi dia berada ditempat yang sama seperti kemarin, ruang yang dominan warna putih, lalu matanya kembali mengerjap memastikan dia masih hidup, tidak mati setelah mendengar suara yang membuat gendang telinganya hampir pecah itu, benar-benar membuatnya gila. Kepalanya masih terasa pusing, bahkan tadi dia lebih seperti tak bisa bernafas dan susah untuk bergerak, bagai berada didalam air, penuh sesak dengan air dan banyak gelembung udara disekitarnya. Dia kemudian menyadari kalau lagi-lagi tangannya itu kembali di infus! Ah kesal sekali rasanya, padahal dari dulu dia tak pernah merasakan jarum masuk ke dalam tubuhnya, karena dia tak pernah mengalami sakit yang parah yang mengharuskan hal itu. Sekarang, baru saja bekerja tiga hari disini, dua kali dia sudah ditusuk jarum ini. Hanya hari pertama saja yang dia lewati dengan penuh kenormalan, sisanya banyak hal aneh yang dia pikir ini sangat tak masuk akal. Ester melihat l
Tiga puluh tahun yang lalu, Langit bewarna jingga, matahari perlahan-lahan menaiki singgasananya sehingga semakin lama warna langit berubah biru cerah, dan didedaunan masih menyisakan bulir-bulir embun dimalam hari. Lalu kita kemudian menengok sebuah rumah besar seperti kastil, duduk diteras luar tingkat dua menghadap bebukitan yang masih terlihat hijau seorang wanita cantik dengan tatapan mata yang tegas, rambut yang hanya sebatas bahu dan menggendong bayi laki-laki. Disebelah wanita itu, laki-laki tampan, dengan kulit bewarna agak coklat, berambut pendek yang terlihat bergelombang sambil menatap wanita dan bayi laki-laki itu dengan tatapan yang sangat teduh, sekilas ini adalah keluarga kecil dan bahagia. Apa yang diharapkan seseorang didunia ini jika bukan memiliki apa yang ingin dimiliki oleh orang banyak. Kekuasaan, harta, dan keluarga. Yah potret keluarga kecil ini sudah memiliki semuanya. Raveena Visolela seorang ibu yang penuh kasih sayang,
Sebelumnya di ruang Rawat Inap RC Hospital, Ester menatap wanita yang ada didepannya dengan heran, dia masih berusaha untuk mengingat dimana dia bertemu dengan wanita ini. Dia masih cantik walau mungkin boleh ditebak bahwa wanita ini umurnya sudah tua. “Bantulah anakku. Tolong jangan biarkan dia mengambilnya. Kau … hanya kau satu-satunya yang bisa menolong putraku.” Ucapnya pada Ester, saat ini jujur saja kepalanya masih sangat terasa sakit sekali. Seperti ada batu yang menghantamnya dengan sangat keras setelah suara yang makin besar memenuhi semua ruang dalam kepala dan rasanya hampir memecahkan gendang telinga yang dia punya. “Apa maksudnya?” Ester memandangnya dengan tatapan heran. “Aku orang yang mencarimu selama ini. Aku mohon bantulah dia. Jangan biarkan dia pergi bersama wanita jahat itu. Kau adalah harapanku satu-satunya saat aku mungkin tidak bisa melindunginya.” Ucapnya lagi dengan suara yang lemah. “Jelaskan perlahan. Saya masih tidak bisa mengerti maksud dari perkataa
Entah kenapa Ester langsung melakukan tindakan seperti itu, dia juga tak tahu tubuhnya bergerak secara alamiah dan langsung mengambilnya begitu saja, Ravindra dia hanya bengong, tak mengerti apa yang akan terjadi sebenarnya. “Kenapa kau mengambilnya?” Dia bertanya heran pada Ester. Wanita itu hanya diam saja, dia bahkan tak mengerti gerakannya ini, dan tanpa sadar tangannya menggenggam erat tangan Ravindra yang mulai berkeringat. “Ah … maaf.” Ucapnya saat menyadari kalau dia melakukan tindakan yang sepertinya sedikit kurang sopan dengan laki-laki itu. Ravindra hanya tersenyum santai. “Coba kau kemarilah!” Ravindra lalu duduk, disalah satu sofa yang ada diruangan tengah itu. Dalam otaknya Ester masih berpikir tentang banyak hal, entah kenapa dia sepertinya banyak teka-teki yang harus diselesaikan. “Hei, Kau dengar aku tidak?” Ravindra berkata dengan suara yang sedikit meninggi. Dengan keraguan dia mendekati Ravindra, lalu duduk berseberangan dengannya yang saat ini mereka dipisa
Beku… Ester merasakan sebuah kebekuan, sedikit dan dia hanya menikmatinya sedikit saja. Kemudian dia tersadar lalu mendorong Ravindra kebelakang, dan Ravindra juga sepertinya tau benar apa yang barusan dia lakukan terhadap wanita didepannya ini. “Maaf… Aku… ” Ravindra terlihat sangat merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan barusan. “Aku anggap ini tidak pernah terjadi.” Ester berjalan masuk kedalam, pikirannya kacau, dia seperti tersihir dengan perbuatan Ravindra barusan. Apa yang sebenarnya dia perbuat tadi seakan dia membuka kesempatan besar untuk bunuh diri. Yah dia menyukai laki-laki dalam mimpinya, tapi dia tidak tau kalau ternyata mungkin mimpi itu berkaitan dengan hidupnya. Takdir macam apa ini, bagaimana mungkin kehidupan seperti sekarang ini masih ada hal-hal yang tidak masuk akal. Ester duduk dipinggir tempat tidur dengan pandangan kosong menatap cermin yang ada dilemari tepat bersebrangan dengan ranjang ini, dan
Jika waktu bisa berhenti atau Ester memiliki kekuatan untuk menghentikan waktu, maka saat ini dia sangat ingin mengunakan kekuatan itu. Dia menyukainya, dan rasa itu mengalir seperti apa adanya, tapi disisi lain, dia menyadari jika mereka tidak memiliki takdir untuk bersama.Seperti yang pernah dikatakan oleh pepatah air dan minyak dalam sebuah bejana tak pernah bisa menyatu, lebih kurang seperti itulah hubungan mereka jika dilanjutkan. Dia percaya apa yang barusan dia lakukan pada Ravindra membuat hubungan mereka nantinya malah menjadi lebih kaku karena hubungan ini sudah mulai bermain dengan hati. Ingin rasanya dia mengutuk takdir gila ini, tapi tidak mungkin, garis takdir itu sudah jelas dan takdir mereka tidak untuk bersama melainkan untuk melindungi, Aliester adalah satu-satunya pelindung untuk Altezza. Jika harus menjadi korban maka dirinyalah yang harus berkorban untuk sang Pangeran, karena sang Pangeran akan membuat dua dunia menjadi terkunci satu sama lain dan
AKKDYRA, Suatu tempat dimana daerah ini dikuasai oleh seorang Ratu bernama Visolela, dan dia memiliki anak laki-laki berwajah tampan bernama Altezza. Ratu ini bekerjasama dengan seorang dewi iblis untuk memperluas daerah kekuasaannya disepanjang garis pantaibarat hingga timur, rakyat hidup bahagia dengan harta yang melimpah, dan kesenangan tiada tara. Namun, terjadi kekeringan panjang setelah dua windu dari kemenangan puncaknya yang mengakibatkan air bersih susah didapat. Bahkan mata airpun berhenti mengalir. Saat itu tidak ada harapan banyak, kesenangan berubah menjadi kemalangan, sang Ratu menyalahkan Dewi Iblis karena merusak perjanjian mereka, tapi Olisha-Sang Dewi Iblis, sebenarnya tidak melakukan apapun terhadap bencana itu. Kemarahan Ratu membuat suasana semakin keruh, perjanjian manusia dan dunia lain itu menjadi malapetaka yang sangat runyam. Pangeran Altezza, berusaha menemukan air bersih bersama beberapa orang pengawal kepercayaan
Jika waktu bisa berhenti atau Ester memiliki kekuatan untuk menghentikan waktu, maka saat ini dia sangat ingin mengunakan kekuatan itu. Dia menyukainya, dan rasa itu mengalir seperti apa adanya, tapi disisi lain, dia menyadari jika mereka tidak memiliki takdir untuk bersama.Seperti yang pernah dikatakan oleh pepatah air dan minyak dalam sebuah bejana tak pernah bisa menyatu, lebih kurang seperti itulah hubungan mereka jika dilanjutkan. Dia percaya apa yang barusan dia lakukan pada Ravindra membuat hubungan mereka nantinya malah menjadi lebih kaku karena hubungan ini sudah mulai bermain dengan hati. Ingin rasanya dia mengutuk takdir gila ini, tapi tidak mungkin, garis takdir itu sudah jelas dan takdir mereka tidak untuk bersama melainkan untuk melindungi, Aliester adalah satu-satunya pelindung untuk Altezza. Jika harus menjadi korban maka dirinyalah yang harus berkorban untuk sang Pangeran, karena sang Pangeran akan membuat dua dunia menjadi terkunci satu sama lain dan
Beku… Ester merasakan sebuah kebekuan, sedikit dan dia hanya menikmatinya sedikit saja. Kemudian dia tersadar lalu mendorong Ravindra kebelakang, dan Ravindra juga sepertinya tau benar apa yang barusan dia lakukan terhadap wanita didepannya ini. “Maaf… Aku… ” Ravindra terlihat sangat merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan barusan. “Aku anggap ini tidak pernah terjadi.” Ester berjalan masuk kedalam, pikirannya kacau, dia seperti tersihir dengan perbuatan Ravindra barusan. Apa yang sebenarnya dia perbuat tadi seakan dia membuka kesempatan besar untuk bunuh diri. Yah dia menyukai laki-laki dalam mimpinya, tapi dia tidak tau kalau ternyata mungkin mimpi itu berkaitan dengan hidupnya. Takdir macam apa ini, bagaimana mungkin kehidupan seperti sekarang ini masih ada hal-hal yang tidak masuk akal. Ester duduk dipinggir tempat tidur dengan pandangan kosong menatap cermin yang ada dilemari tepat bersebrangan dengan ranjang ini, dan
Entah kenapa Ester langsung melakukan tindakan seperti itu, dia juga tak tahu tubuhnya bergerak secara alamiah dan langsung mengambilnya begitu saja, Ravindra dia hanya bengong, tak mengerti apa yang akan terjadi sebenarnya. “Kenapa kau mengambilnya?” Dia bertanya heran pada Ester. Wanita itu hanya diam saja, dia bahkan tak mengerti gerakannya ini, dan tanpa sadar tangannya menggenggam erat tangan Ravindra yang mulai berkeringat. “Ah … maaf.” Ucapnya saat menyadari kalau dia melakukan tindakan yang sepertinya sedikit kurang sopan dengan laki-laki itu. Ravindra hanya tersenyum santai. “Coba kau kemarilah!” Ravindra lalu duduk, disalah satu sofa yang ada diruangan tengah itu. Dalam otaknya Ester masih berpikir tentang banyak hal, entah kenapa dia sepertinya banyak teka-teki yang harus diselesaikan. “Hei, Kau dengar aku tidak?” Ravindra berkata dengan suara yang sedikit meninggi. Dengan keraguan dia mendekati Ravindra, lalu duduk berseberangan dengannya yang saat ini mereka dipisa
Sebelumnya di ruang Rawat Inap RC Hospital, Ester menatap wanita yang ada didepannya dengan heran, dia masih berusaha untuk mengingat dimana dia bertemu dengan wanita ini. Dia masih cantik walau mungkin boleh ditebak bahwa wanita ini umurnya sudah tua. “Bantulah anakku. Tolong jangan biarkan dia mengambilnya. Kau … hanya kau satu-satunya yang bisa menolong putraku.” Ucapnya pada Ester, saat ini jujur saja kepalanya masih sangat terasa sakit sekali. Seperti ada batu yang menghantamnya dengan sangat keras setelah suara yang makin besar memenuhi semua ruang dalam kepala dan rasanya hampir memecahkan gendang telinga yang dia punya. “Apa maksudnya?” Ester memandangnya dengan tatapan heran. “Aku orang yang mencarimu selama ini. Aku mohon bantulah dia. Jangan biarkan dia pergi bersama wanita jahat itu. Kau adalah harapanku satu-satunya saat aku mungkin tidak bisa melindunginya.” Ucapnya lagi dengan suara yang lemah. “Jelaskan perlahan. Saya masih tidak bisa mengerti maksud dari perkataa
Tiga puluh tahun yang lalu, Langit bewarna jingga, matahari perlahan-lahan menaiki singgasananya sehingga semakin lama warna langit berubah biru cerah, dan didedaunan masih menyisakan bulir-bulir embun dimalam hari. Lalu kita kemudian menengok sebuah rumah besar seperti kastil, duduk diteras luar tingkat dua menghadap bebukitan yang masih terlihat hijau seorang wanita cantik dengan tatapan mata yang tegas, rambut yang hanya sebatas bahu dan menggendong bayi laki-laki. Disebelah wanita itu, laki-laki tampan, dengan kulit bewarna agak coklat, berambut pendek yang terlihat bergelombang sambil menatap wanita dan bayi laki-laki itu dengan tatapan yang sangat teduh, sekilas ini adalah keluarga kecil dan bahagia. Apa yang diharapkan seseorang didunia ini jika bukan memiliki apa yang ingin dimiliki oleh orang banyak. Kekuasaan, harta, dan keluarga. Yah potret keluarga kecil ini sudah memiliki semuanya. Raveena Visolela seorang ibu yang penuh kasih sayang,
Saat ini Ester kembali membuka matanya, lagi-lagi dia berada ditempat yang sama seperti kemarin, ruang yang dominan warna putih, lalu matanya kembali mengerjap memastikan dia masih hidup, tidak mati setelah mendengar suara yang membuat gendang telinganya hampir pecah itu, benar-benar membuatnya gila. Kepalanya masih terasa pusing, bahkan tadi dia lebih seperti tak bisa bernafas dan susah untuk bergerak, bagai berada didalam air, penuh sesak dengan air dan banyak gelembung udara disekitarnya. Dia kemudian menyadari kalau lagi-lagi tangannya itu kembali di infus! Ah kesal sekali rasanya, padahal dari dulu dia tak pernah merasakan jarum masuk ke dalam tubuhnya, karena dia tak pernah mengalami sakit yang parah yang mengharuskan hal itu. Sekarang, baru saja bekerja tiga hari disini, dua kali dia sudah ditusuk jarum ini. Hanya hari pertama saja yang dia lewati dengan penuh kenormalan, sisanya banyak hal aneh yang dia pikir ini sangat tak masuk akal. Ester melihat l
Perlahan Ester membuka mata, sambil beberapa kali mengerjapkan matanya dan menahan rasa sakit kepala yang luar biasa, dia juga masih mendengar jelas dengungan ditelinganya itu, setelah perlahan suara itu menghilang, dia kemudian memerhatikan ruangan ini, ruangan nampak besar, dominasi warna putih, dalam hati dia bertanya apa dia sudah mati? Dia kembali mencoba untuk menarik kesadarannya dengan penuh sambil tangan memegang kepalanya dan dia menyadari sepertinya dia bukan mati, tapi lebih tepatnya ada dirumah sakit, karena tangan kanannya terlihat tusukan jarum infus. "Ester, akhirnya kau sadar juga nak." dia melihat ibu Maryam yang sedang menemaninya. "Ester kenapa bu?"Tanya Ester dengan penasaran, karena terakhir yang dia ingat adalah kejadian di dalam lift lalu dia diseret oleh orang yang bernama Ravindra Altezza, seseorang yang harus dia lindungi seperti ucapan Bu Maryam saat itu. "Ibu dapat telpon dari kantor kamu, katanya k
Ini adalah hari kedua Ester masuk kerja ditempat ini, lebih tepatnya tempat dimana dia harus melindungi seseorang itu. Walaupun dia tak tahu apa dan bagaiman dia melakukannya, tapi perasaan harus yang tiba-tiba muncul itu membuatnya benar-benar merasakan kalau itu bukan hanya sekedar ucapan omong kosong dari Bu Maryam saja. Pagi ini, dia masih belum bertemu dengan Manajer Pemasarannya, yang mereka bilang si Mister X itu, pun dia belum berhasil bertemu dengan CEO dari RCT ini, si Ravindra Altezza orang yang dimaksud oleh Bu Maryam. Ester sedari kemarin masih mempelajari produk-produk yang harus dia kuasai dan juga dia harus mengerti apa saja aturan main yang harus dipatuhi ditempat ini tak terasa jam di pergelangan tangannya sudah menunjukan pukul dua belas lebih lima belas menit, perut Ester memberikan instruksi agar dia segera mencari sesuatu untuk menenangkan bunyinya. Tapi sepertinya ini tidak digubrisnya, karena ada hal yang lebih penting yang menggelitik rasa in