Peluh keringat telah membasahi sekujur tubuh James. Napasnya memburu tak beraturan sebab kelelahan berlari seharian penuh. Lolongan serigala benar-benar merenggut keberanian James hingga menyisakan rasa takut yang menggerogoti relung hatinya.
Ketimbang takut nyawanya ada dalam bahaya, James lebih takut dan mengkhawatirkan nyawa putri terkasihnya; Anarhan. Keselamatan buah cintanya dengan Selena jauh lebih berharga dari apa pun bahkan jika ditukar dengan nyawanya sekalipun. Sekujur tubuh James timbul ruam kemerahan serta goresan luka sebab terkena berbagai macam rumput tajam di hutan belantara tadi. Betapa menunjukkan sungguh tunggang langgang ia melarikan diri dari kejaran kaum serigala. Langkah kaki James berjalan tungkak sebab nyeri dan sakit, sementara bangunan rumahnya telah ada di depan mata. Maka dari itu, susah payah James melangkah menahan sakit guna masuk ke dalam rumahnya. Tempat untuk kembali pulang mencari kehangatan dan keamananSorot mata James yang tajam menelisik setiap orang yang ia temui satu persatu. Bahkan tidak hanya sampai di situ saja, James juga menyelidiki sikap dan karakter mereka semua. Menurutnya, sebagai seorang ayah ia harus memastikan sendiri sikap orang yang kelak akan menjadi orang tua asuh Anarhan sebelum benar-benar lepas tangan akan kehidupan Anarhan. James tidak masalah jika orang tua asuh Anarhan adalah orang dengan strata ekonomi yang teramat biasa bahkan sampai bisa dikatakan orang di kalangan ekonomi bawah, sebab yang menjadi tolak ukur baginya dalam menitipkan Anarhan bukan kekayaan harta benda, melainkan kebaikan dan ketulusan hati. Percuma James menitipkan Anarhan kepada orang kaya bila orang tua asuh putrinya itu tidak menyayangi Anarhan dengan sepenuh hati. Justru James khawatir bahwa ketamakan mereka akan menimbulkan bahaya bagi Anarhan yang polos. Bagaimana pun Anarhan bukanlah manusia biasa. Di dalam tubuhnya telah bersemayam darah mendiang rat
James menarik napas dalam lalu membuangnya perlahan. Ditatapnya dengan lamat wanita yang tengah menangis menumpahkan isi hati di hadapannya ini. "Mungkin semesta telah sengaja mempertemukan kita di waktu yang sangat tepat, Maila," ujar James dengan senyum lembut terpatri di wajahnya yang tampan. Sontak saja pernyataan yang James lontarkan menimbulkan tanda tanya besar di relung hati Maila yang tidak mengerti ke mana arah pembicaraan laki-laki itu. Bahkan dahi Maila sampai mengernyit menciptakan beberapa buah lipatan sebab kebingungan yang sungguh melanda pikirannya. "Apa maksudmu, James?" Pertanyaan itu akhirnya keluar juga dari bibirnya. Ditatapnya balik netra James yang tengah memandangi dirinya dengan raut misterius yang tidak bisa Maila tebak sesuatu apa yang ada di baliknya. "Mendekatlah kemari, Maila," tutur James membuat Maila kembali mengernyit heran. Namun, tidak urung ia tetap mengikuti instruksi pria itu. Sete
Tujuh tahun kemudian .... Suara derap langkah kaki terdengar begitu halus padahal si empu sedang berada di tengah hutan memijak rerumputan, daun kering, dan ranting-ranting pohon. Dua orang yang berjalan saling beriringan itu memang telah memiliki insting pemburu sebab sudah sering kali melakukan hal ini di hutan belantara. "Sepertinya hari ini rezeki kita adalah daging kelinci, Anarhan," bisik seorang pria berusia matang kepada putri kecilnya yang cantik jelita. Gadis kecil bernama Anarhan itu seketika mendongak ke atas untuk menatap sang ayah. "Benarkah, Ayah?" sahut gadis kecil itu tidak kalah pelan dari suara sang ayah. Pria bernama John yang Anarhan panggil ayah itu mengangguk tipis guna menimpali pertanyaan putri cantiknya. Ia sangat fokus membidik sasarannya menggunakan sebuah panah berbusur sangat tajam. Sreet Hanya dengan sekali lepas, busur panah berwarna jingga kehitaman itu me
Bangkai kelinci hasil buruan John dan Anarhan di hutan tadi sekarang telah berpindah ke tangan Maila. "Terima kasih, ya, Anarhan," papar Maila tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada putrinya yang langsung memberikan kelinci buruan itu kepadanya saat diminta tanpa mengulur waktu. Sebagai seorang ibu asuh bagi Anarhan, maka Maila sama sekali tidak merasa malu memberikan apresiasi dan menghargai apa saja hal kecil yang Anarhan lakukan selama perbuatannya itu mengandung unsur kebaikan. Maila dan John sepakat untuk mengajari Anarhan mengenai adab, sopan santun, dan tata krama melalui contoh nyata yang bisa mereka lakukan. Itu karena Maila maupun John sangat menyadari bahwa anak kecil adalah peniru paling hebat. Anak kecil akan dengan sangat mudah meniru apa pun yang kedua orang tuanya lakukan, baik itu perbuatan baik atau pun perbuatan buruk. Hal itu disebabkan pada usia anak kecil otak hanya memiliki kemampuan sebatas bisa meniru apa yang matanya lihat
Setelah John pergi ke hutan, tersisa Maila bersama dengan Anarhan di rumah. Padahal Maila sudah berulang kali menyuruh putrinya untuk tidur, tetapi memang pada dasarnya Anarhan cukup bandel jadi dia tidak mau menurut kepada ibunya dan malah bermain sendiri di depan rumah. Maila sampai lelah memberi tahu Anarhan dan berakhir ia menyerah membiarkan Anarhan melakukan apa pun yang gadis kecil itu inginkan. Selama hal tersebut tidak berbahaya maka Maila memilih untuk diam saja tanpa berkomentar. Nasib memiliki anak yang kelewat aktif seperti Anarhan, Maila menjadi sangat kewalahan jika harus menghadapinya sendirian. Jika ada sang ayah di rumah, maka suaminya itu yang akan memantau putri kecil mereka jika Maila masih sibuk memasak. "Belum selesai, ya, Bu?" Tiba-tiba saja suara Anarhan yang menggemaskan muncul di samping Maila membuat wanita itu seketika terlonjak karena rasa terkejut yang menderanya. "Ya ampun, Sayang. Kau berjalan
Maila menelan saliva dengan susah payah sebelum bercerita yang sebenarnya kepada sang suami. Sorot matanya menatap John dengan raut kebimbangan. "Tadi saat aku ingin memasak daging kelinci, aku menitipkannya terlebih dahulu kepada Anarhan karena belum dibersihkan, sedangkan aku pergi ke kamar mandi sebentar. Akan tetapi, sepulangnya dari kamar mandi aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa Anarhan memakan daging kelinci yang mentah itu dengan sangat lahap, John. Padahal saat aku periksa daging itu masih belum bersih sepenuhnya. Masih ada darah yang tersisa. Rasanya jika waktu kembali terulang aku tidak ingin melihat hal menjijikkan seperti itu." Maila menjelaskan perasaan yang ia rasakan kepada sang suami dengan sabar dan perlahan. "John, apa mungkin Anarhan anak asuh kita itu bukan manusia biasa?" John tersenyum tipis berusaha bersikap tenang agar membuat istrinya ikut tenang juga. John tidak ingin membuat istrinya semakin p
"Hutannya kurang jauh, Bibi! Tidak seru ah," gerutu Anarhan kecil dengan raut sebal. Padahal ia sangat ingin bermain lebih jauh lagi seperti saat biasanya ia pergi ke hutan bersama dengan ayahnya. Akan tetapi, ternyata bibi Sarah hanya mengajaknya masuk ke hutan yang letaknya tidak jauh dari perkampungan tempat mereka tinggal. "Diamlah kau! Kita ke hutan untuk memburu hewan yang bisa dimakan, bukan untuk bermain," sungut Sarah memerahi Anarhan balik. Diam-diam Anarhan mencibir di belakang Sarah. Bahkan bibirnya tanpa sadar monyong beberapa kali karena mengejek wanita tua itu. "Memangnya di sini ada hewan??" seloroh Anarhan dengan wajah memberengut tidak suka. "Mana aku tahu!" hardik Sarah dengan emosi yang sudah meletup ke permukaan. "Nah, 'kan? Sudah aku katakan kita ini kurang masuk ke dalam hutan. Bibi Sarah, dengar, ya! Aku itu sudah sering pergi berburu bersama ayahku. Setiap kali berburu pasti kami selalu ke tengah h
Anarhan sungguh diliputi perasaan cemas dan rasa terkejut ketika dikepung oleh masyarakat desa dan ketahuan meminum darah kelinci. Tangan mungilnya yang masih memegang seekor kelinci mati langsung ia hempaskan begitu saja. Anarhan berdiri bersama dengan kepanikan yang mendera relung hatinya. Dilihatnya warga desa yang memandangnya dengan sorot jijik, sinis, dan tidak sedikit juga yang menuntut penjelasan. "Anak ini adalah seorang monster! Aku yakin itu!" pekik Sarah mengompori para warga yang datang agar percaya kepadanya dan satu suara dengannya mengusir rubah kecil itu dari desa mereka. "Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri dia meminum darah kelinci dan memakannya mentah-mentah!" tambah Sarah dengan intonasi suara yang menggebu-gebu agar semua orang percaya kepadanya. "Kalian semua pasti percaya kepadaku, bukan? Jika tidak percaya pun masih ada bukti nyata yang tertinggal di depan mata kalian. Kalian semua bisa me
Anarhan memasuki toko beras Pak Samsul dengan senyum lebar di wajahnya. Pak Samsul dan Toni yang sedang berada di sana menyambutnya dengan gembira."Pagi, Pak Samsul! Pagi, Toni!" sapa Anarhan riang."Pagi, Anarhan! Kami khawatir, kemarin kamu tidak masuk kerja. Ke mana kamu pergi?" tanya Pak Samsul dengan nada khawatir.Anarhan menggaruk kepalanya, "Maaf, Pak Samsul. Saya pergi mengunjungi teman dan tidak sempat memberi tahu. Saya janji tidak akan mengulanginya lagi."Pak Samsul mengangguk pengertiannya, "Baiklah, Anarhan. Jangan sampai terulang lagi ya. Yang penting kamu baik-baik saja."Toni tersenyum, "Iya, Anarhan. Kami khawatir padamu, jangan lagi membiarkan kami was-was."Anarhan tersenyum lega mendengar maaf dan pengertian dari Pak Samsul dan Toni."Terima kasih, Pak Samsul, Toni. Saya akan berusaha agar tidak membuat kalian khawatir lagi."Pak Samsul melihat jam dinding di tokonya, lalu mengangguk ke arah Anarhan dan Toni. "Baiklah, mulailah kerja seperti biasa. Mari layani p
Dalam ruang pertemuan di istana kerajaan Serigala, para dewa duduk di atas takhta mereka, wajah mereka dipenuhi kemarahan yang menyala-nyala. Mereka merasa terhina dan marah karena Anarhan, anak ratu Serigala yang dianggap istimewa, telah diculik dari istana tanpa sepengetahuan mereka.Dewa utama, yang duduk di tengah-tengah takhta tertinggi, menatap tajam para dewa lainnya."Dengarlah, saudara-saudara," ucapnya dengan suara yang menggema di seluruh ruangan. "Anak ratu Serigala telah diculik. Siapa yang berani melanggar ketentuan kita dan menculiknya dari istana kita?"Para dewa yang hadir saling bertukar pandang, mencoba mencari jawaban atas pertanyaan yang menggelitik itu. Salah satu dewa, yang duduk di samping dewa utama, angkat bicara."Mungkin Lucas, manusia serigala yang berkhianat," ujarnya dengan suara yang gemetar karena ketakutan akan kemarahan para dewa.Dewa utama mengangguk, ekspresi wajahnya semakin mengeras. "Kita harus bertindak cepat. Kita tidak bisa membiarkan pelangga
Dalam kegelapan malam yang menyelimuti hutan, Lucas merenungkan rencananya dengan hati yang berdebar-debar. Pikiran untuk menukar nyawa Anarhan dengan jantung Ratu Selena terus menghantui pikirannya, menciptakan dilema yang membelah hatinya. Meskipun ide itu bisa menjadi jalan keluar dari situasi sulitnya, Lucas merasa ragu dan takut akan reaksi Anarhan jika ia mengetahui rencananya."Anarhan ... aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku ingin menyelamatkanmu, tapi aku juga takut akan reaksimu jika kamu mengetahui rencanaku."Dia merenung sejenak, berusaha mencari jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah ini. Akhirnya, ia memutuskan untuk menepis ide tersebut untuk sementara waktu. "Mungkin aku harus berbicara dulu dengan Anarhan. Mungkin ada cara lain untuk menyelamatkannya tanpa harus melakukan hal yang ekstrim seperti itu."Dengan tekad yang baru, Lucas memutuskan untuk menjalankan rencananya yang lebih bijaksana--menyelinap masuk ke dalam istana untuk membawa Anarhan pergi.
Sudah satu minggu berlalu sejak Anarhan dan Lucas resmi menjadi sepasang kekasih. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan penuh kebahagiaan, menikmati setiap momen yang mereka bagikan bersama. Namun, kebahagiaan mereka terkadang terganggu oleh keresahan Anarhan akan masa depan mereka."Lucas, aku merasa cemas tentang masa depan kita. Aku sudah mencoba mencari pekerjaan di toko beras Pak Samsul, tapi katanya tidak ada lowongan," kata Anarhan. "Jangan khawatir, Anarhan. Kita pasti bisa menemukan jalan keluar bersama-sama. Aku bisa berburu di hutan untuk mencukupi kebutuhan kita," balas Lucas."Tapi aku tidak ingin bergantung padamu terus, Lucas. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk kita berdua," ucap Anarhan sembari tertunduk."Aku mengerti perasaanmu, Anarhan. Tapi yang terpenting adalah kita bersama-sama, bukan seberapa banyak uang yang kita punya. Kita akan menghadapi masalah ini bersama-sama, seperti yang selalu kita lakukan," tutur Lucas dengan tenang.Anarhan tersenyum, meras
Pada hari libur dari pekerjaannya di toko beras, Anarhan merasa terdorong untuk mengunjungi gubuk tempat tinggal Lucas. Dengan langkah mantap, dia memegang sebungkus nasi Padang yang baru saja dibelinya dari warung terdekat, berharap bisa berbagi santapan bersama Lucas.Anarhan tiba di gubuk Lucas dengan hati yang penuh antusiasme, mengetuk pintu dengan lembut. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka, dan Lucas muncul dengan senyuman hangat di wajahnya."Halo, Anarhan! Apa yang membawamu ke sini?" tanya Lucas dengan senyum sumringah. "Halo, Lucas! Aku hanya ingin berkunjung dan membawakanmu makanan. Aku membelikanmu nasi Padang, harap kamu suka," tanggap Anarhan dengan ramah dan memberikan nasi itu pada Lucas.Lucas terkejut dengan kebaikan Anarhan, tetapi senang dengan kedatangannya."Wow, terima kasih banyak, Anarhan! Aku benar-benar terkejut dengan perhatianmu. Mari masuk, ayo makan bersama," kata Lucas mempersilakan Anarhan masuk. Anarhan dan Lucas pun makan bersama, sesekali samb
Setelah keluar dari gubuknya di pagi hari yang cerah, Lucas merasa lapar yang menggelayut di perutnya. Dengan langkah mantap, dia memutuskan untuk mencari makanan di sekitar hutan. Meskipun terpisah dari dunia serigala, naluri pemburu yang masih melekat dalam dirinya tidak pernah pudar.Dengan kepiawaian dan ketelitian, Lucas menyusuri hutan, mencari jejak makanan. Dia mendekati tepi sungai yang mengalir tenang, di mana dia melihat gerakan air yang memancingnya untuk memburu ikan. Dengan kelincahan yang dimilikinya, Lucas berhasil menangkap beberapa ekor ikan dengan tangannya yang terampil.Selanjutnya, dia bergerak ke hutan yang lebih dalam, di mana dia melihat gerakan cepat seekor kelinci yang bersembunyi di semak-semak. Dengan kecepatan kilat, Lucas mengejar dan menangkap kelinci tersebut, menambah hasil buruannya.Namun, dia tidak hanya mengandalkan daging sebagai sumber makanannya. Lucas juga memanen beberapa buah pisang yang sudah matang dari pohon-p
Dengan langkah tegap, Lucas kembali ke istana serigala, menyiapkan dirinya untuk menghadapi konsekuensi dari tindakannya. Dia tahu bahwa pertemuan dengan para dewa tidak akan berlangsung dengan damai, terutama setelah menghalangi Charos dalam misinya.Ketika dia memasuki ruang audiensi para dewa, udara menjadi tegang dan atmosfir penuh dengan ketegangan. Lucas menundukkan kepalanya dengan hormat di depan para dewa yang duduk di takhta tinggi mereka."Saya kembali, Tuan-tuan," ucap Lucas dengan suara tegas namun penuh rasa hormat.Salah satu dewa, yang paling berkuasa di antara mereka, memandang Lucas dengan tatapan tajam. "Lucas, kami telah mendengar tentang tindakanmu. Kau telah menghalangi utusan kami, Charos, dalam tugasnya untuk membawa Anarhan kemari."Lucas menahan napas, mempersiapkan dirinya untuk menerima hukuman yang akan dijatuhkan atas tindakannya. "Maafkan saya, Tuan-tuan. Saya hanya berusaha melindungi Anarhan dari nasib yang tidak p
Charos melangkah dengan langkah berat, memasuki istana kerajaan serigala dengan rasa kegagalan yang menyelimuti hatinya. Dalam kegelapan koridor istana, dia bergegas menuju ruang audiensi para dewa, tempat di mana dia harus memberikan laporan pahit tentang kegagalannya.Sang dewa, yang duduk di takhta tinggi, memandang Charos dengan mata yang tajam. "Charos, apa yang terjadi? Apakah Anarhan sudah bersama kita?"Charos menundukkan kepala dengan wajah penuh kemarahan. "Tidak, Tuan. Lucas, serigala lain, menghalangi jalanku. Dia melindungi Anarhan dengan gigih."Dewa itu mendengkus seraya bermonolog, "Lucas, kau mengkhianati bangsamu dengan melindungi anak ratu terdahulu. Kau tahu konsekuensinya."Charos dengan cepat menambahkan, "Anarhan seharusnya tidak hidup. Dia adalah kunci bagi kekuatan kami. Saya akan membawanya kembali, Tuan."Dewa itu mengangguk, "Lakukan apa yang perlu dilakukan, Charos. Kita tak bisa mengizinkan siapapun menghancurkan rencana kita."*Anarhan membuka pintu kos
Seiring berjalannya waktu, Anarhan semakin giat menabung, merawat harapan untuk hidup yang lebih baik. Sudah satu bulan sejak kenaikan gajinya, dan kini uang tabungannya telah mencapai 500 ribu rupiah. Hatinya penuh semangat, dia bertekad menggunakan uang itu untuk menyewa kost-kostan dekat pasar, sebuah langkah yang akan membawanya keluar dari gubuk di hutan.Hari ini, setelah pulang dari tempat kerja, Anarhan bertemu dengan Tomy yang telah menunggu di depan toko beras. Tomy menyapa dengan senyum ramah, "Hai, Anarhan! Bagaimana hari kerjamu?"Anarhan tersenyum gembira, "Hari ini cukup baik, Tomy. Aku benar-benar bersemangat untuk melihat tempat kost-kostan yang mungkin bisa aku sewa."Tomy mengangguk setuju, "Tentu, Anarhan. Ayo kita cari bersama-sama."Keduanya berjalan menyusuri pasar, mencari papan pengumuman atau informasi kost-kostan yang terpampang. Anarhan merasa hatinya berdebar-debar, merencanakan kehidupan baru yang lebih mand