Hari ini Adisty tidak berangkat ke kantor ia sudah meminta ijin cutinya. Bukan karena sakit akan tetapi ia membantu mamanya bekerja di warung soto. Mama Adiaty mengalami terkilir pada kakinya karena terpeleset di pasar saat membawa barang belanjaan terlalu banyak. Warung tidak dapat di liburkan mengingat keluarga Adisty saat ini butuh pemasukan.
Adisty tidak bisa membiarkan adiknya bekerja sendirian. Akhirnya ia memutuskan untuk mengambil cuti satu hari demi membantu adiknya berjualan.
Di kantor Ricko tampak gelisah karena hari ini Adisty tidak datang ke kantor.
"Selidiki kenapa hari ini karyawan yang bernama Adisty tidak masuk!" perintah Ricko.
Hmm, sejak kapan presdir mempedulikan karyawannya. Apalagi karyawan dari divisi kecil, batin Asisten pribadinya.
"Kau dengar kan apa kataku!" kata Ricko agak keras.
"Iya, Presdir," jawab Kevin.
"Lalu kenapa kau masih berdiri di sini? Segera tanyakan pada bagian kepala divisinya!" perintah Ricko.
"Siap, Presdir." Asisten Kevin buru-buru keluar dari ruangan. Ia tidak ingin menjadi sasaran kemarahan presdirnya.
Tak lama kemudian ia kembali lagi membawa informasi yang di inginkan oleh presdir Ricko.
"Nona Adisty hari ini cuti karena terpaksa membantu keluarganya berjualan. Ibunya mengalami kecelakaan kecil di pasar. Kakinya terkilir dan tidak bisa bekerja sehingga Nona Adisty terpaksa menggantikan ibunya bekerja," kata Asisten Kevin.
"Ya sudah, sekarang kosongkan semua jadwalku hari ini!" perintah Ricko.
"Kenapa di kosongkan?" tanys Kevin tidak mengerti jalan pikiran presdirnya.
"Karena ada hal penting yang harus aku lakukan," jawab Ricko.
Ia bergegas keluar dari kantor, di ikuti oleh Kevin.
"Hubungi toko yang menjual ayam segar, suruh kirim ke warung Adisty. Dan kita akan ke supermarket untuk membeli beberapa bahan untuk membuat soto," ucap Ricko di mobil.
Kevin sampai melongo tak percaya, apa bosnya hari ini sedang ada proyek baru mau membuka warung soto. Ia tidak habis pikir dengan gagasan orang kaya.
Mobil Ricko berhenti tepat di depan warung soto milik Adisty. Adiknya Adisty kaget melihat ada mobil mewah berhenti tepat di depan warungnya. Tampak Kevin keluar dari mobil membukakan pintu untuk presdirnya. Lalu memutar ke
belakang bagasi mengambil belanjaan. Untuk pertama kalinya Ricko juga membantu mengeluarkan semua barang belanjaannya."Kak, coba lihat. Siapa yang datang kemari?" tanya Darren adiknya Adisty.
Adisty menengok dari balik kaca gerobaknya, ia terkesiap kaget. Lamgsung saja Adisty berjalan tergopoh-gopoh menyambut kedatangan presdirnya.
"Kenapa bapak repot-repot datang kemari?" tanya Adisty sembari menerima barang belanjaan dari tangan Ricko.
"Saya hanya ingin memastikan apakah benar kamu tidak berangkat karena menggantikan ibumu bekerja di warung," kata Ricko beralasan.
"Tapi ... tempat ini kotor tidak cocok untuk bapak," kata Adisty lagi. Ia masih mengenakan celemek yang melekat di bajunya.
"Kata siapa? Saya juga membawa banyak bahan untuk membuat soto. Jadi kamu tidak perlu kesulitan jika bahannya kurang," kata Presdir Ricko.
Darren menyenggol lengan kakaknya.
"Kak, sebenarnya siapa sih dia? Tampan sekali," bisik Darren.
"Hemm, perkenalkan saya bos di perusahaan kakakmu bekerja," kata Ricko sopan.
"Apa! Bosnya kakak!" Darren spontan berteriak.
"Eh, pelankan suaramu." Adisty menyenggol adiknya. Ia tidak ingin membuat malu bosnya.
"Di sini saya dan asisten Kevin akan membantu menjadi karyawan tambahan sementara," ucap Presdir Ricko.
Asisten Kevin kaget mendengar perkataan presdirnya, ia tidak tahu jika pada akhirnya nasibnya hari ini menjadi karyawan warung soto.
Inikah yang di namakan tugas penting itu, batin Asisten Kevin.
Tiba-tiba Rania datang ke warung makan Adisty.
"Katanya kau butuh tenaga tambahan untuk menggoreng ayam," kata Rania masuk ke dalam tanpa tahu ada Asisten Kevin di sana.
Mendengar suara yang familiar, Asisten Kevin keluar dari dalam melihat siapa yang datang.
"Nona Rania," kata Asisten Kevin kaget.
"Oh, Anda di sini," jawab Rania.
"I ... iya, presdir ingin aku membantu Nona Adisty," terang Asisten Kevin polos.
"Kebetulan sekali, saya juga datang membantu di sini," lanjut Rania.
Matanya berbinar mengagumi ketampanan Asisten Kevin.
"Kalau begitu ... kita bekerja di dalam bersama-sama," ajak Asisten Kevin bersemangat. Darren merasa tidak senang kakak idolanya bersama pria lain. Sudah lama ia mengagumi Rania secara diam-diam. Di saat usianya makin bertambah ternyata perasaan kagum itu belum juga hilang malahan bertambah kuat.
Ricko mendekati Adisty, ia menggulung lengan kemejanya sampai siku lalu membantu Adisty membersihkan sayuran kecambah di wastafel. Adisty melihat perawakan tubuh presdirnya yang bagai model papan atas dengan tubuhnya yang proporsional menelan salivanya berulang kali.
Dari segi apapun ia tetap terlihat sempurna, bahkan mencuci sayurpun ia seperti artis yang sedang melakukan pemotretan, pikir Adisty.
Ricko menoleh ke arah Adisty yang melihatnya sambil melamun.
"Apa yang kau lihat?" tanya Ricko mengibaskan tangannya ke wajah Adisty.
Wanita itu langsung berkedip karena terkejut. "Eh, iya ada apa?" tanya Adisty gugup.
"Apa yang perlu aku kerjakan lagi?" tanya Ricko.
"Tidak, Bos duduk saja di kursi ini. Biar saya yang mengerjakan semuanya," kata Adisty.
"Jangan ... kamu tidak boleh kelelahan, kamu duduklah di sini cukup perhatikan aku saja biar tambah bersemangat," ucap presdirnya.
"Apa?" Adisty tidak mengerti dengan perkataan bosnya. Masa ia hanya duduk-duduk saja, rasanya tidak enak jika membiarkan bosnya ikut turun tangan dalam pekerjaan kasar.
Tapi Adisty sedikit merasa aneh kenapa presdirnya seolah tidak kaku dalam melakukannya? Bukankah di rumahnya pasti banyak pelayan yang siap mengerjakan tugas rumah.
"Kenapa Bos tampak luwes melakukan semua ini?" Adisty mencoba memberanikan diri untuk bertanya.
"Oh, ini. Dulu sebelum memimpin perusahaan kakek menyuruhku bekerja pada orang lain. Saat itu kebetulan aku bekerja di warung soto. Pemilik warung tidak tahu jika aku adalah pemilik perusahaan terbesar se Asia Tenggara. Seorang presdir tapi tugasnya sebagai pencuci piring di warung makan," kata Presdir Ricko terkekeh.
Adisty tidak menyangka jika presdir yang selama ini ia sangka sombong memiliki pengalaman yang unik.
"Mungkin kakek ingin aku merasakan susahnya mencari uang dari keringat sendiri," lanjut Presdir Ricko.
"Sudahlah, itu dulu ... sekarang aku menjadi bosmu," ucap Ricko terkekeh.
Adisty ikut tertawa mendengar pernyataan presdirnya. Hari ini ada hal baru yang ia ketahui dari sosok lain Presdir Ricko.
Tak jauh dari mereka berdiri tiba-tiba Jonathan datang menghampiri Adisty.
"Kenapa kau tidak meneleponku, jika membutuhkan karyawan tambahan," kata Jonathan yang tiba-tiba muncul di depan pintu dapur.
Tatapan permusuhan di lancarkan Ricko. Ia tidak suka jika ada pengganggu masuk ke dalam zona amannya.
"Eh, soalnya tiba-tiba kedatangan bos," kata Adisty melirik ke arah Ricko.
"Pacar dalam kesulitan tentu saja saya datang membantu," ucap Ricko menatap tajam ke arah Jonathan. Tatapan mereka saling menyerang seperti kucing dan anjing.
---Bersambung--"Pacar dalam kesulitan tentu saja saya datang membantu," ucap Ricko menatap tajam ke arah Jonathan. Tatapan mereka saling menyerang seperti kucing dan anjing.Adisty merasa canggung berada di tengah-tengah mereka. Melihat wajah Ricko yang tidak ramah pada Jonathan membuatnya merasa tidak enak. Tatapannya terlalu mendalam seperti melihat musuh terbesarnya yang selama ini sudah lama tidak di temuinya."Maaf, sebaiknya salah satu di antara kita ada yang di luar untuk melayani para tamu. Salah satu ada yang di dalam untuk membantu memasak dan membuang sampah, karena sampahnya sudah terlalu banyak di sana," ucap Adisty."Biar aku saja yang melayani tamu di luar," ucap Ricko tapi matanya tidak lepas melihat tajam ke arah Jonathan."Aku yang akan membuang sampahnya," lanjut Jonathan."Ya, kamu memang pantas berururusan dengan sampah, sesuai dengan orangnya," sindir Ricko."Apa maksudmu sebenarnya?" jata Jonathan berang."Tidak ada, jan
Braaak!"Presdir Anda baik-baik saja?" tanya Asisten Kevin.Hemm, Adisty masih belum bisa melupakan Jonathan, batin Ricko jengkel.Asisten Kevin membuatkan kopi panas sembari melirik ke arah bosnya. Hari ini Ricko tampak aneh pagi-pagi sudah melamun tidak seperti biasanya. Padahal biasanya gila kerja. Dan waktu adalah uang.Apa yang dimiliki Jonathan sehingga Adisty masih saja menyukainya sampai sekarang, pikir Ricko."Maaf, apa Anda hari ini akan ke warung sotonya Nona Adisty?" tanya Kevin."Untuk apa kamu menanyakan sesuatu yang sudah pasti jawabannya," kata Ricko. Ia duduk di kursi kerjanya bertopang dagu. Saat menjawab pun tatapannya kosong ke depan. Sesekali menggeram menahan amarahnya.Presdir, pekerjaan Anda terus tertunda. Kalau Anda terus di sana membantu membuat soto dan menjadi pramusajinya maka warung itu akan semakin sukses dan besar. Ganti perusahaan kita yang akan gulung tikar," kata Asisten Kevin menasehati."Cari orang
Adisty melihat Jonathan berdiri menunggu di luar. Entah apa yang akan di bicarakannya dengan Adisty."Kak, Jo. Ada apa?" tanya Adisty."Tidak apa-apa, aku hanya ingin bilang aku sudah putus dengan pacarku," kata Jonathan. Kali ini wajah Jonathan ada yang berubah, penglihatannya juga seperti dalam kondisi setengah sadar."Kak, Jo sedang mabuk?" tanya Adisty."Sedikit, tapi tidak apa-apa, aku masih sadar kok," ucap Jonathan."Ayolah kita ke kafe sana, temani aku dulu," pinta Jonathan."Tap ... tapi aku sedang banyak kerjaan. Kalau kakak pingin bicara sesuatu ... bicara saja di sini," kata Adisty."Perkataanku tidak bisa di bicarakan di sini," kata Jonathan."Memang kakak mau bicara apa?" tanya Adisty."Ada, penting," jawab Jonathan."Apa presdir itu ada di sini, sehingga kamu enggan ku ajak keluar?" tanya Jonathan."Tidak, presdir tidak berangkat hari ini," ucap Adisty.Dari balik kaca jendela Rania mengamati gera
Ricko mengamati wajah Adisty tidak seperti biasanya. Ia merasa Adisty masih mencintai Jonathan. Ricko tidak ingin menyerah begitu saja, ia ingin mendapatkan hatinya Adisty."Jika kau sakit istirahatlah," kata Ricko."Ya, hari ini aku akan menutup toko lebih awal. Aku lelah," ucap Adisty.Ada sebuah pembicaraan antara dirinya dan Jonathan yang membuat Adisty kecewa.Saat itu ..."Aku mencintaimu Adisty," ungkap Jonathan."Kakak bicara apa?" kata Adisty pura-pura tidak paham."Aku tahu kau juga mencintaiku, waktu itu aku tidak sengaja mencuri dengar jika selama ini kau menyukaiku," kata Jonathan dengan tatapan bahagia."Tidak itu dulu, jika kakak mencintaiku kenapa kakak pacaran dengan mereka," protes Adisty. ."Itu karena aku ingin kau cemburu, tapi setelah aku berganti-ganti pasangan kau tak pernah cemburu. Bahkan kau selalu mendukungku. Aku bingung harus dengan cara apalagi membuatmu jatuh cinta padaku," terang Jo
“Makanlah, kau pasti lapar," ucap Ricko."Terima kasih, ini enak sekali," puji Adisty. Ia menyantap makanan di hadapannya dengan malu-malu."Makanlah setiap hari denganku," kata Ricko.Adisty hampir tersedak mendengar perkataan bosnya."Maksudku, kita perlu pendekatan yang lebih intens karena besok aku akan membawamu bertemu kakekku," kata Ricko."Bertemu? Kenapa secepat ini?" tanya Adisty.Tentu saja harus cepat karena aku tidak ingin di hatimu terus memikirkan Jonathan, batin Ricko."Bukankah lebih cepat lebih baik," kata Ricko."I .. iya, tapi kita kan hanya pacaran pura-pura," kata Adisty."Tenang saja, aku hanya ingin kakekku berhenti menjodohkanku terus, jadi ... tolong bantu aku," kata Ricko. Hanya itu satu-satunya alasan agar ia selalu dekat dengan Adisty.Jika ia terang-terangan mengatakan perasaannya, takutnya Adisty malah akan kabur meninggalkannya. Dan semua rencananya akan
"Kenapa hari ini kau terlihat mengantuk?" tanya Ricko di kantor."Eh, itu _," Asisten Kevin teringat bagaimana ia menghabiskan malam bersama Rania. Mereka melakukannya berulang-ulang sehingga kelelahan. Dan untung saja ia mengatur wekernya, kalau tidak tamatlah riwayatnya kali ini."Aku bertanya padamu, tidak biasanya kau terlihat lelah dan mengantuk, apa yang kau lakukan semalaman. Bukankah kemarin kau pulang lebih awal," kata Ricko lagi.Kevin menunduk, ia tidak mungkin menceritakan kejadian tadi malam pada bosnya. Apalagi bosnya bukan orang yang berpengalaman dalam hal itu."Kevin! Aku sedang menanyaimu! Sejak kapan kau suka menyembunyikan sesuatu sekarang!" sentak Ricko."Itu ... saya tidak bisa menjelaskannya, Bos. Yang jelas ada hubungannya antara pria dengan wanita," kata Kevin memberi isyarat.Oh, tidak ... ternyata Asisten Kevin bergerak lebih cepat dariku. Ia pasti tidur semalaman dengan Rania. Pantas saja sedari tadi ia kelihatan
Ketegangan terjadi ketika Ricko mengajak makan malam Adisty untuk bertemu dengan kakeknya. Adisty memakai dress yang di belikan oleh Ricko waktu itu. Ia duduk menghadap Tuan Fermount, nama dari kakek Ricko. Terlihat jelas guratan ketampanan meskipun usianya tidak muda lagi.Di sejajarkan dengan Ricko, sebenarnya memiliki kemiripan wajah. Perbedaan jelas hanya pada usianya, mereka seperti orang yang sama tampan tapi dingin."Perkenalkan, dia Adisty kekasih yang saya ceritakan," ucap Ricko menggandeng tangan Adisty.Adisty melihat ke arah Ricko, lelaki itu meyakinkan dirinya untuk berani menghadapi Tuan Fermount.Mereka kemudian duduk berhadapan dengan Tuan Fermount. Adisty melihat semua makanan yang tersaji rasanya membuat perutnya lapar.Tuan Fermount mengamati wajah Adisty. "Matanya indah, wajahnya juga sangat cantik. Kita lihat bagaimana karaktermu, kalau hanya ingin memanfaatkan cucuku maka akan ku tendang," pikir Tuan Fermount.
Pagi ini Adisty datang ke rumah Fermount, sebelumnya telah di jemput oleh sopir pribadi Ricko. Ia sudah berjanji pada kakek Fermount jika akhir pekan akan menikmati waktunya untuk liburan bersama."Hai, kakek hari ini aku bawakan soto dari rumah," kata Adisty."Ya, letakkan di sana! Aku belum mau makan," kata Kakek Fermount.Ricko yang sedang membenarkan letak dasinya tampak kesal melihat ulah kakeknya."Adisty sudah repot-repot membawakan makanan, setidaknya kakek bisa menghargainya!" kata Ricko galak."Lah, aku kan tidak menolak. Aku hanya mengatakan letakkan saja di situ. Nanti kalau lapar pasti ku makan," jawab Kakek Fermount.Adisty melihat perdebatan keduanya, langsung mendekat ke arah Ricko. Ia memegang tangan Ricko. “Sebaiknya kau berangkat kerja dulu, biar aku yang menemani kakek," ucap Adisty berusaha meyakinkan."Hari ini semua pekerjaanku telah aku bawa di rumah. Aku akan mengawasi kalian, pokoknya aku tidak ingin ka
Tiga tahun kemudian.Adisty memejamkan mata kala Ricko mau mendaratkan bibirnya di bibir Adisty.Melihat reaksi istrinya yang seolah membuka pintu untuknya. Ricko melanjutkan aksinya merebahkan Adisty di pembaringan. Kemudian mengecup kelopak mata wanita itu satu persatu. Jari-jari Ricko bergerak turun membuka kancing baju Adisty satu persatu."Tok ... tok ... tok!""Mama ... mama!" teriak Austin dari luar."Oh, sayang milikku sudah menegang haruskah kita berhenti lagi seperti kemarin," keluh Ricko."Iya, Austin di luar sayang. Kasihan dia, kalau lama menunggu. Kamu tahu sendirikan jika dia menangis, susah menenangkannya," sahut Adisty.Adisty membenarkan letak kancingnya lagi dan buru-buru membuka pintu untuk putra kecilnya."Ada sayang?" tanya Adisty."Austin, tidak bisa tidur. Boleh Austin tidur sama mama?" tanya Austin polos."Tidak boleh, Austin harus belajar mandiri tidur di kamar sendiri," ucap Ricko.
"Awas ya, kalau kau sampai meninggalkanku. Ku kejar sampai ujung dunia," balas Ricko. Keduanya tertawa bahagia. Mereka berpandangan satu sama lain, pandangan penuh cinta.Sebuah bunyi telepon mengagetkan keduanya yang sedang bernostalgia."Dari siapa sayang?" tanya Ricko."Kakek," ucap Adisty."Lalu, kenapa wajahmu pucat seperti itu?" tanya Ricko.Adisty tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berita dari Kakek Fermount mengenai pelaku kejahatan yang mengakibatkan Ricko amnesia kini telah di ketahui siapa pelakunya."Ada apa sayang?" tanya Ricko."Tadi kakek memberitahu jika pelakunya sudah ketemu.""Oh, ya. Siapa pelakunya?" tanya Ricko."Ibu tirimu," jawab Adisty pendek."Sudah kuduga, hanya dia satu-satinya orang di dunia ini yang punya alasan ingin melenyapkanku," kata Ricko."Kata kakek, pihak keamanan telah melihat bukti lewat CCTV kota, orang suruhan itu juga merupakan penjahat yang menjadi buronan se
Setelah melakukan pergumulan semalam, pagi hari Rania mendapati tubuh polosnya tengah di peluk Kevin. Ia terperanjat kaget, melihat laki-laki tampan itu masih memeluknya dengan wajah tak bersalah. Sialnya lagi milik Kevin masih menancap lewat belakang. Rania seakan terjebak, ketika ia bergerak justru benda itu juga ikut bergerak di dalam. Dan Rania tanpa sadar mendesah pelan.Kevin sebenarnya pura-pura tidur, ia sudah bangun dari tadi. Hanya saja ia tidak ingin wanita yang di cintainya segera pergi. Jadi, ia melakukan aksi pura-pura tidur.Lagi-lagi Kevin menghujamkan miliknya dalam keadaan mata terpejam. Rania mendesah hebat, dan Kevin menyukai suara desahan itu. Semakin cepat ia memompa milik Rania, semakin sering ia mendengar desahan wanita itu. Hingga akhirnya mereka melakukan pelepasan lagi.Rania baru sadar jika Kevin pasti tidak tidur. Lelaki itu hanya pura-pura saja. Ia mencubit lengan Kevin dengan kencang."Aww!" teriak Kevin.
"Bagaimana Dok, kondisi suami saya?" tanya Adisty cemas."Kami sudah melakukan pengecekan, setidaknya tidak ada pendarahan di otaknya. Itu sudah merupakan kabar yang bagus," kata dokter."Iya, tapi apakah dia akan koma ... atau_,""Tenanglah, Nyonya. Kami akan berusaha yang terbaik," kata dokter."Iya," jawab Adisty lemah. Ia kembali melihat Ricko di balik kaca. Air matanya mengalir dengan sendirinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa harus memaksa agar ingatan Ricko pulih."Berdoalah Nyonya, suami Anda bisa melewati masa kritisnya malam ini. Jika masa kritis berhasil di lewati, kemungkinan besar ia dapat sembuh," terang dokter.Adisty hanya menjawabnya dengan anggukan. "Kalau begitu, saya permisi dulu Nyonya untuk mengecek pasien lainnya," kata dokter pergi meninggalkan Adisty."Bagaimana keadaan Tuan Ricko?" tanya Kevin yang tiba-tiba muncul bersama Rania."Dia ... aku tidak bisa menjelaskannya. Kalian lihat s
"Tidak usah gugup, biasa saja," kata Adisty. Ricko tersenyum datar. Ia merasa Adisty bisa membaca pikirannya."Aku mandi dulu," kata Ricko untuk menghindari suasana yang canggung.ya," jawab Adisty. Wanita itu merebahkan tubuhnya yang penat karena jalan-jalan di Mall.Terdengar suara gemericik air shower kamar mandi. Adisty memilih memejamkan matanya sambil menunggu Ricko selesai mandi. Ia tiba-tiba terbangun teringat sesuatu. Lalu ia beringsut turun dari ranjang."Ada apa?" tanya Ricko yang baru saja keluar dari kamar mandi.Melihat tubuh Ricko yang hanya berbalut handuk saja sebatas perut dan buliran air menetes di rambutnya yang basah. Membasahi tubuh sixpack pria itu. Adisty menelan salivanya."Eh, tidak apa-apa. Aku hanya mau ambil ini," kata Adisty meraih ponselnya. Padahal sebelumnya ia ingin melihat sesuatu di dalam tasnya yang baru saja di beli di Mall tadi."Ada yang ingin kau telepon?" tanya Ricko mengernyitkan dahiny
Seperti biasa Adisty menunggu Ricko pulang kerja. Kali ini ia menunggu tidak di rumah melainkan di Mall untuk membeli keperluan bayi. Ia merasa bosan jika di rumah terus, apalagi Ricko kerja sampai sore. Malahan terkadang pulang sampai malam. Alhasil, Adisty bosan jika terus-terusan di rumah.Adisty memakai longdres pendek selutut dengan kardigan yang menutupi lengannya. Ia menenteng sebuah tas kecil berwarna putih mengkilap. Tak ada yang tahu jika tas yang di bawanya itu limited edition.Kaki Adisty yang berbalut flat shoes mengingat kehamilannya sudah usia tidak muda lagi. Tentunya ia akan mudah kecapekan tidak seperti dulu. Dua orang pelayan setianya mengikuti pergerakan Adisty kemanapun. Mereka selalu siap sedia jika Adisty menginginkan bantuan.Di telinga Adisty terdengar tawa yang tak begitu asing. Ia melihat dua orang wanita tengah mengobrol di cafe yang tak jauh dari temptanya berdiri. Adisty merasa kenal dengan wanita itu. Mereka adala
Adisty berdiri di depan pintu kamar Ricko menelan kekecewaan. Ia pun berlalu dan kembali ke kamarnya sendiri. Tak terasa air matanya menetes, ia merasa Ricko benar-benar sudah berubah seperti orang lain.Hari berikutnya, Adisty masih melayani kebutuhan Ricko seperti biasanya. Laki-laki itu memilih banyak diam. Meskipun Adisty sudah berusaha ramah padanya, tapi Ricko terlihat cuek. Semakin hari Adisty merasa hidupnya kesepian. Terlebih lagi kandungannya sekarang tambah membesar. Ia butuh perhatian. Jika ia banyak pikiran bisa mengganggu perkembangan janinnya."Bisa kita bicara?" tanya Adisty."Bicara tentang apa?" Ricko balik bertanya."Tentang kita," jawab Adisty.Ricko tersenyum sinis. "Tentang kita, bukankah kau sudah tahu hubungan kita seperti apa. Aku tidak bisa mengingat apapun. Jadi, aku tidak bisa menjadi suami yang kamu mau," ucap Ricko tegas."Ya, aku tahu. Tapi, bayi dalam kandunganku tidak tahu apa-apa. Aku ingin dia l
Adisty tidak berhenti menangis melihat kondisi Ricko yang masih terbaring koma. Darren datang bersama ibunya menjenguk Ricko di rumah sakit. Ricko belum sadarkan diri. Ia masih dalam keadaan koma. Merasa ada yang menepuk pundaknya, Adisty menoleh ke belakang. Ia tersenyum pada Darren dan menyeka air matanya. Adisty memeluk mamanya erat. Ia pun menangis lagi."Ricko, Ma ...," tangis Adisty."Ya, mama tahu. Kamu bersabarlah, ini ujian," kata mama Adisty. Wanita paruh baya itu mengelus rambut putrinya dengan penuh kasih sayang."Yang sabar, sayang. Semua sudah kehendak Yang Mah Kuasa," kata mama Adisty.Adisty masih menangis terisak-isak, menatap Ricko yang masih belum sadarkan diri. Ia semakin takut jika terjadi apa-apa pada Ricko."Kak, yang sabar ya. Kak Ricko sekarang juga sedang berjuang melawan maut," kata Darren menguatkan hati Adisty."Berdoalah kepada Tuhan, agar suamimu segera sembuh," kata mama Adisty.Adisty mengangguk. Ia pu
Rania masih tertidur pulas akibat obat bius yang di suntikkan padanya. Kevin terlihat duduk di samping Rania dengan menggenggam tangan istrinya. Mendengar pintu ruangan ada yang mendorong, Kevin menoleh ke belakang."Rupanya kau sudah di sini," tukas Ricko. Dari belakang punggung Ricko muncul Adisty."Bagaimana keadaannya?" tanya Adisty cemas."Sudah lebih baik," jawab Kevin sembari membuka kacamatanya. Terlihat dari wajahnya, sedih, muram dan kelelahan.Adisty mendekati Rania dan mengusap dahi sahabatnya dengan pandangan prihatin. "Kasihan, dia terus saja menangisi nasibnya," tutur Adisty."Ini salahku, tak seharusnya aku seceroboh itu," sesal Kevin."Ya, kau memang sangat ceroboh. Kau bisa membunuh istrimu sendiri dengan semua keteledoranmu!" ucap Adisty kesal.Kevin menunduk. Ia tidak membantah semua omongan Adisty. Karena ia tahu semua itu benar. Koni yang ia inginkan Rania segera siuman. Ia ingin kembali pada Rania. Meskipun anga