Share

Bab 03

Penulis: Nurul Haruna
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-24 19:53:34

Asya membiarkan, menunggu hingga Rafan tertidur. Setelahnya, perlahan melepas pelukan Rafan. Melihat Rafan masih pakai jaket, langsung melepasnya perlahan agar Rafan tidak terbangun. Lalu melipat dan menyimpannya di atas meja. Setelahnya, menutup balkon kamarnya dan keluar, membiarkan Rafan tertidur.

Saat Asya ke dapur karena haus, mendadak terusik saat Aksa menatap aneh.

"Apa?"

"Kakak ngomong sama siapa?" Aksa heran, saat melewati kamar Asya, seperti sedang berbicara dengan seseorang.

"Oh, sama Rafan." Asya meneguk air di gelas hingga habis.

"Rafan? Kapan datang kok nggak liat?" Arina heran.

"Baru tadi, Rafan datang lewat balkon kamar." Asya berkata jujur, karena terkejut melihat Rafan muncul tadi.

"Oh pantesan," celetuk Aksa.

"Sekarang mana Rafan?" tanya Azdi, kebetulan mendengar pembicaraan anak dan isterinya.

"Tidur di kamarku." Asya mencuci gelas yang tadi dipakainya.

"Hm, gitu." Azdi hanya mengangguk paham.

****

"Kakakmu mana?" tanya Risa, heran hanya Refan saja yang pulang bersama Rivo.

"Mungkin bertemu Asya." Refan bangun dari tidurnya, melirik ke arah Rivo yang baru datang dan duduk di sebelahnya.

"Kenapa?" Rivo heran dengan Refan.

"Keluarga Ambara sejak kapan menjalin hubungan bisnis?" Refan mulai iseng.

Rivo berpikir sejenak. "Sekitar enam bulan yang lalu." Mendadak aneh dengan si bungsu. "Ada apa emangnya? Tiba-tiba bertanya begitu?"

"Hm, iseng saja." Refan menatap serius Rivo. "Sebenarnya, aku hanya nggak ingin ada masalah. Karena takut terulang kembali." Setelahnya, Refan pergi ke kamar.

Risa terdiam, dan paham dengan maksud Refan. Lalu melirik Rivo yang menghela napas gusar, setelah mendengar penuturan Refan tadi.

"Ada apa?"

"Hm, entahlah." Rivo hanya membalas begitu.

****

Rafan terlihat duduk terdiam di tempat tidur Asya. Baru saja terbangun, setelah rasa kantuk menyerangnya akibat pusing belajar bisnis. Lalu melirik ke arah jam dinding di kamar Asya, ternyata sudah pukul delapan malam.

Rafan mengernyit heran, saat Asya berdiri di hadapannya. "Apa?"

"Namanya siapa?" Asya mendorong Rafan hingga berbaring lagi, kemudian menindihnya dan memeluk erat.

Rafan berpikir sejenak, kemudian membalas, "Tanya Refan saja." Lalu berganti posisi menyamping. Tangannya, mulai menyentuh wajah Asya.

Asya langsung terpejam, saat wajahnya disentuh lembut oleh Rafan. Lalu menatap Rafan lagi, ketika bibirnya diusap pelan.

"Yang jelas dia dari keluarga Ambara." Rafan kembali berbicara, mulai mendekatkan wajahnya dan masih mengusap pelan bibir Asya.

Asya belum merespon, justru mengelus pipi hingga menjalar leher Rafan. "Hm, Ambara ya?” elusannya merembet hingga punggung tegap Rafan—kembali memeluk. “Aku mencoba agar nggak cemburu yang berlebihan, tetep aja susah dan sebel." Lalu membungkam bibir Rafan.

Rafan agak tersentak, saat Asya mengigit pelan, memperdalam dan ciumannya berubah menjadi liar.

Asya masih asyik mendominasi Rafan lagi, sekaligus meluapkan kekesalan—cemburu. Kemudian berhenti dan kini membenamkan wajahnya di dada bidang Rafan, menurutnya sangat nyaman. Tangannya lancang, menyelinap dan menggerayangi tubuh biseps Rafan.

Rafan membiarkan, dan semakin mendekap Asya. Bahkan menjadikan lengan kirinya sebagai bantal, tangan kanannya mulai menyisir lembut. Selagi Asya asyik dengan menggerayangi, bahkan sengaja melepas kaus hingga benar-benar bertelanjang dada.

Asya kembali mendongak untuk menatap Rafan sebentar, kemudian membenamkan wajahnya lagi. Lalu teringat, cerita Vio tentang Refan dulu yang masih manja sekali, bila sedang tertekan pasti minta digendong, dan tidur dengan Rafan.

Pantas saja manja terus.

Asya tersenyum tipis, semakin melesak ke dalam dekapan Rafan—seperti biasa selain menggerayangi, kini mengecup dan menggigit gemas.

Mereka berdua mulai lebih intim, melepas rindu dan kekesalan efek kemunculan orang asing. Bukan berarti akan kebablasan melakukan. Walau bisa dikategorikan hampir, Rafan membiarkan bukan berarti tidak bernafsu—lebih tepat menahan diri.

“Puas?” Rafan bertanya sembari mengecup bibir Asya berulang-ulang, merembet ke leher jenjangnya.

“Ya,” balasnya, seketika melenguh saat merasakan gigitan kecil merembet ke bahu. Mengingat libur, seharian ini Asya hanya mengenakan piama. Entah sejak kapan, sedikit terbuka hingga memperlihatkan bahu—setengah tertutup.

Rafan kembali menatap intens Asya, beralih ke leher Asya dan kini jari tangannya mulai menyentuh. Asya terusik, langsung menggenggam tangan Rafan yang sempat menyentuh lehernya. "Kau belum makan 'kan?"

"Ya, tapi aku nggak lapar." Rafan membiarkan tangannya digenggam Asya.

Rafan menindih dan merangkul pinggang Asya.

Asya tersenyum kecil, mulai mengelus lembut kepala Rafan. "Nggak pulang?" tanya Asya pelan.

"Hm, sebentar." Rafan membuat wajahnya berdekatan dengan Asya, lalu membungkam sebentar bibir Asya. Lalu menyingkir dan memakai jaket hitamnya lagi. Kemudian keluar, dengan Asya juga. Teringat, tadi sore datang melalui balkon.

Saat melewati ruang tengah, langkah mereka terhenti. Mendadak Azdi bertanya sesuatu. Bisa dikatakan, ingin mencoba mengobrol dengan Rafan.

"Dunia bisnis menurutmu gimana?"

"Hm, merepotkan." Rafan mendadak malas, karena ditanya dunia bisnis lagi.

Azdi hanya tersenyum kecil, tadi sempat datang ke Xander Corp. Lucu sendiri, melihat Rafan terus menggerutu kesal saat memahami materi bisnis.

"Tapi menyenangkan ya?" Azdi berbicara lagi.

"Apanya yang menyenangkan? Ditemani tumpukan kertas?" Rafan kesal, malas sekali melihat tumpukan kertas meskipun itu semua penting dan berharga. Berbagai macam jenis laporan, membuat Rafan pusing melihatnya.

"Mungkin saja." Azdi kembali ke ruang kerja, karena teringat ada sesuatu yang belum dikerjakan.

Rafan masih kesal karena ditanya tentang bisnis lagi, lalu melirik ke arah Asya asyik menertawakan dirinya. "Puas sekali menertawakanku?"

"Maaf, deh." Asya berhenti tertawa.

"Hm, iya." Rafan berniat pulang. Namun, terhenti dan berbalik menatap Asya.

Asya heran dengan Rafan, baru saja ingin bertanya. Langsung tidak jadi, karena Rafan mengecup bibirnya. Rafan menjauhkan wajahnya, mulai tersenyum kecil. Karena melihat wajah Asya kembali memerah.

"Kau ini." Asya terkejut dan sebal bila ada yang melihat Rafan menciumnya.

"Tapi suka 'kan?" Rafan semakin usil.

"Kok jadi ngeselin banget sih!" Asya semakin heran dan sebal.

"Entahlah." Rafan langsung pamit pulang.

Sedangkan Asya semakin sebal. Walau sebenarnya, suka dengan perlakuan Rafan tadi. Terbukti, wajahnya kembali memerah.

"Ih kakak, wajahnya merah banget?" Aksa mulai usil.

"Sejak kapan kau di sini?" Asya tidak menyangka Aksa sudah berada di ruang tengah.

"Ehm, dari tadi." Aksa semakin menatap usil. "Bisa dibilang saat Rafan mengobrol dengan ayah sebentar, aku masuk loh. Jahat banget sih, nggak merasakan kehadiranku!"

"Ih, masa? Beneran loh, nggak melihat kau datang." Asya benar-benar tidak sadar. "Kau dari mana?" Asya kumat lagi.

"Rahasia." Aksa masih tidak mau menjawab.

"Dih! Kok rahasia lagi sih!" Asya semakin sebal dengan Aksa.

"Suka-suka dong." Aksa langsung masuk ke kamarnya, tetapi terhenti dan mulai menatap usil Asya.

Asya menduga sesuatu, dari tatapan usil Aksa. "K-kau me-melihatnya?" Asya mulai gugup dan malu.

"Hm, bisa jadi." Setelah berkata begitu, Aksa kembali masuk ke kamarnya. Yang dikatakannya benar. Aksa melihat Rafan mengecup bibir Asya, dan itu tidak sengaja.

Asya terdiam, semakin malu karena Aksa melihatnya. Lalu orang tuanya datang dan menatap heran dirinya.

"Kenapa?"

"Nggak!" Asya langsung berlari masuk ke kamarnya.

"Dia kenapa?" Arina heran dengan Asya, karena wajahnya merah sekali.

"Entahlah." Azdi hanya mengangkat bahu, karena tadi kembali ke ruang kerja.

Bab terkait

  • My Light   Bab 04

    Tengah malam, Rafan masih terjaga. Seperti biasa insomnianya kambuh, "Hm, rasa takut ya?" Berpikir sejenak, sekaligus berusaha menebak sesuatu. "Sepertinya akan sedikit berbeda, tapi ...."Rafan tidak melanjutkan ucapannya, lalu melirik ke arah jam dinding yang ada di kamarnya. Ternyata sudah pukul tiga pagi."Cepat sekali ya?" Beranjak dari duduknya, melompat begitu saja dan melangkah santai menuju halaman belakang rumahnya. "Hm, hm, hm," gumam Rafan mulai berjalan santai—sesekali berlari-lari kecil. Terus melakukannya, hingga para pelayan mulai beraktivitas."Sejak kapan di luar?" Rivo kebetulan sedang ada waktu luang, bisa bersantai di rumah."Malam," balas Rafan singkat, masih betah duduk di teras rumah."Insomnia lagi kah? Nggak bisa kau hilangkan?" Rivo tidak suka, anak sulungnya terus-menerus insomnia."Nggak tau, sudah mencoba untuk tidur tetap saja susah." Setelahnya, Rafan masuk.Rivo hanya menghela napas gusar, karena anak sulungnya selalu sulit tidur. Kemudian, masuk dan pe

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-01
  • My Light   Bab 05

    “Bengong mulu entar kesambet loh!” Vio muncul sembari menyenggol pelan tangan Asya.“A-aku nggak bengong! Cuma ....” Asya bingung mau menjelaskan, karena masih terganggu kehadiran Bagas yang mendadak."Cuma apa?" Vio kepo, karena tak biasanya Asya menyembunyikan sesuatu hal. "Kudengar Rafan ketempelan ya?"Asya mendengkus. "Iya, dan yang nempelin itu setan wanita."Vio terkekeh. "Emang sih, kesel liatnya. Bahkan, dulu saat kau deketin Refan, aku ngerasain."Asya berdecak. "Ayolah itu cuma kagum doang! Ada bedanya, karena saat itu aku nggak tau kau udah jalin hubungan sama Refan!""Iya aku tau." Vio bukan ingin mengungkit, hanya meledek. Lagi pun, sekarang sudah beda. Juga, untuk apa kembali mempermasalahkan?Selagi Asya bersama Rafan."Aku nggak bermaksud menyembunyikan sesuatu …."Vio mengernyit. "Lalu?"Asya belum mau melanjutkan, karena masih bimbang. Terusik sejenak dengan kemunculan Refan."Kenapa nih?" Refan heran, merasa situasi rada aneh."Oke aku cerita, tapi kalian jangan ter

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-01
  • My Light   Bab 06

    Meskipun sudah mencoba untuk tidur, tetap saja kembali terbangun. Namun, terusik dengan kemunculan Asya. Tetapi, sorot matanya itu antara kesal dan khawatir terhadapnya."Apa?"Asya berdecak. "Apanya yang apa sih!" Mendadak dihubungi oleh Refan dan mengatakan kalau Rafan kacau lagi, dan hampir melakukan self harm.Detik itu juga, Rafan menyadari sesuatu hal. "Hampir, tapi enggak kok." Rafan menghela napas sejenak, mulai menatap serius juga. "Tiba-tiba emosiku meluap, ya tanpa sadar melukai tubuh lagi ... yang penting, aku tidak menusuk ataupun menyayat lagi 'kan?""Tetap saja! Kalo nggak diingatkan lagi, kau pasti akan kembali melakukan self harm lagi!" Asya tidak suka itu. "Luka lama yang kau buat, sudah perlahan samar kan? Memangnya, kau semakin ingin manambah luka di tubuhmu lagi?"Rafan hanya diam, menurutnya yang dikatakan Asya benar. "Tidak ingin, hanya saja emosiku tiba-tiba meluap."Asya paham, memang itu hal sulit bagi Rafan untuk mencegahnya. "Coba kendalikan emosimu." pintan

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-01
  • My Light   My Light : 07

    “Icannotstop thissicknesstaking over. Itakescontrol anddragsme intonowhere.” ‘MydemonsbyStarsetTransmissions’ ••• Rafan masih menatap Asya yang tertidur pulas di dekapannya, sesekali menyentuh wajahnya. Setelahnya, melepaskan diri perlahan. Beranjak keluar dari kamar Asya, memilih duduk sejenak di ruang tengah. Hingga terdengar suara mesin mobil, tidak lama kemudian orang tuanya Asya muncul. “Asya mana?” tanya Arina, hanya melihat Rafan di ruang tengah. “Tidur.” Rafan hanya membalas singkat. Setelahnya, Rafan pamit pulang. Rafan terus melangkah ke manapun, niat awal memang ingin berkeliaran. Sempat tertunda untuk mengantar Asya pulang dulu dan menemaninya sebentar. Hm, teman lama kah? Rafan mulai berpikir positif mengenai sesuatu hal, sesekali mendeng

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-01
  • My Light   My Light : 08

    Keesokan harinya, saat jam istirahat sekolah. Di halaman belakang, Rafan terpaku sejenak saat Asya bertanya soal tangannya yang lecet. Bisa dibilang sejak pagi, Asya sudah meminta penjelasan. Namun, sengaja tidak jawab dan memilih nanti saja."Rafan!" Asya mulai kesal, karena didiamkan. "Kenapa melukai lagi?" Kembali bertanya, dan tatapannya jadi serius.Rafan menghela napas sejenak, mulai menatap serius juga. "Tiba-tiba emosiku meluap, ya tanpa sadar melukai tubuh lagi ... yang penting, aku tidak menusuk ataupun menyayat lagi 'kan?""Tetap saja! Kalau tidak diingatkan lagi, kau pasti akan kembali melakukanself injurylagi!" Asya tidak suka itu. "Luka lama yang kau buat, sudah perlahan samar kan? Memangnya, kau semakin ingin manambah luka di tubuhmu lagi?"Rafan hanya diam, menurutnya yang dikatakan Asya benar. "Tidak ingin, hanya saja emosiku tiba-tiba meluap." Lalu mendekatkan diri dan memeluk erat, kemudian membenamkan wajahnya di l

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-01
  • My Light   My Light : 09

    Rafan semakin dingin dengan sekitarnya, terus berjalan di setiap anak tangga menuju kamarnya. Bersama Asya yang sedari tadi tangannya digenggam erat olehnya. Langkahnya terhenti sebentar, itu membuat Asya mengernyit heran.“Rafan tenanglah.” Asya seketika paham, kala melihat Rafan kembali risi dengan sekitarnya. Bahkan, saat melewati ruang tengah tadi. Rafan benar-benar dingin, seolah sapaan keluarga Ambara hanya angin lalu saja.Rafan menghela napas sejenak, mencoba tenang dan bersikap biasaCih! Dia benar-benar merencanakan sesuatu.Rafan mengusap kasar wajahnya, kembali menarik Asya dan berjalan memasuki kamarnya. Rafan melepas genggamannya pada Asya, kemudian melempar tas sekolahnya ke sembarang arah dan membaringkan diri dengan posisi telungkup. Rafan berusaha tenang lagi, jujur Rafan benci sekali dengan orang asing yang mendekatinya.Karena tahu, pasti ada maksud terselubung. Sejak kembali bersama keluarganya, mulai berba

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-01
  • My Light   My Light : 10

    Waktu begitu cepat berlalu, mereka mulai disibukkan untuk ujian kelulusan dan belajar bisnis ditunda sementara. Agar tidak terganggu, setelahnya baru melanjutkan. Hal itu, membuat Rafan sedikit lega, karena Liana tidak mengganggunya.Akan tetapi, ada yang berbeda atau lebih tepatnya. Sekian lama berhasil mengubah sikap, kini perlahan kembali ke sikapnya yang—semula.Terbukti, Rafan semakin diam lagi dan lebih sering ke rumah kecilnya di hutan. Tetapi, tetap menurut bila disuruh tidak pergi. Namun, malah mengurung diri di kamar. Rafan hanya ingin tenang, sebelum inti masalah terjadi.“Kakak,” panggil Refan, mulai takut dengan perubahan sikap Rafan yang kembali seperti dulu.Rafan hanya menatap sebentar, setelahnya kembali diam dan terpejam. Benar-benar tidak ingin diganggu. Refan hanya menghela napas pasrah, saat didiamkan oleh Rafan. semakin takut, Rafan benar-benar akan kembali ke dirinya yang sebenarnya.Terlihat jelas sekali, s

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-01
  • My Light   My Light : 11

    Rafan berjalan dengan tatapan biasa. Namun, bagi semua orang yang melintas di sekitarnya—sorot mata begitu dingin dan mengerikan. Itu sebabnya, setiap kali Rafan melintas suasana hening. Takut memancing emosinya, dan mengacau lagi seperti dulu. Bahkan saat belajar bisnis di sesi pertama tadi, kebetulan ditambah jadi dua sesi. Suasananya saat itu, menurut beberapa anak pebisnis lain—yang bisa datang, begitu mencekam.Rafan memilih menyendiri di halaman belakang Xander Corp, menyandarkan punggung tegapnya pada pohon besar dan terpejam, untung saja sepi—tidak ada karyawan yang melintas. Sesekali menghela napas sejenak, mencoba menenangkan pikirannya. Sekalian melepas penat, setelah belajar bisnis tadi."Sebentar lagi puncaknya kah?"Rafan mendengkus pelan, sesekali mengusap kasar wajahnya. Meregangkan otot sejenak, kemudian beranjak dari duduknya, Rafan memilih pergi—tidak ikut belajar bisnis sesi kedua. Lagi pula, bebas baginya untuk ikut b

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-02

Bab terbaru

  • My Light   Cruel Boy Return : 05 Menjadi Buas (END)

    Segerombolan orang misterius, masih bersikeras mengejar Arsen. Itu pun secara acak, buktinya mereka muncul dari berbagai arah. Sukses membuat Arsen kelimpungan. "Kau beda sekali," celetuk salah satunya, berhasil mendahului Arsen dan kembali memberi serangan telak. Tepat, mengenai perut Arsen hingga membuatnya terbatuk. Lalu terhempas lagi ke jalan raya, sepertinya mereka bersungguh-sungguh untuk menyerang Arsen ya? Atau mungkin, ingin membunuhnya? Decakan kesal, terdengar dari orang tadi yang berhasil menyerang. Setelah melihat Arsen masih bisa menyeimbangkan diri, dan berpindah cepat dari jalan raya ke area yang aman. Napas Arsen mulai memburu, sesekali terbatuk kecil. Efek dari tendangan keras yang mengenai perut dan mendekati uluh hatinya. "Kau benar-benar lemah ya?" Arsen telat menghindar. Bahkan, kehilangan konsentrasi dan kewaspadaannya terhadap sekitar. Ada apa denganku? Arsen amat bingung, sulit

  • My Light   Cruel Boy Return : 04 Sebuah Permainan

    Rafan sengaja berjalan lambat menuju ruangan pertemuan. Menurutnya, amat mengherankan. Padahal sudah ada Refan. Kenapa dirinya harus juga? Tidak hanya sengaja melambatkan langkah kakinya. Akan tetapi, sama sekali tidak ada niat berganti pakaian formal lebih dulu? Kemunculannya di Xander Corp, dengan pakaian serba hitam—perpaduan jaket, kaus, celana—berwarna hitam semua. Melewati sekretaris, langsung masuk, dan bergabung dengan para pebisnis lain. Refan hanya menghela napas pasrah, dengan kelakuan Rafan sama sekali belum berubah. Setidaknya, sedikit biasakan gitu? Lah ini, malah berpakaian di luar jam kegiatan formal. "Ka—" Rafan melirik dengan sorot mata malas nan dingin, berhasil membuat Refan berhenti berbicara. Setelahnya, kembali ke posisi semula—diam. Helaan napas pasrah, kembali terdengar. Refan membiarkan, daripada pusing sendiri. Pada akhirnya, tetap memulai rapat. Rafan hanya diam, tetapi mendengarkan dengan baik apa yang oran

  • My Light   Cruel Boy Return : 03 Berlatih Kecepatan

    Arsen masih berdiam diri di kelas—sendirian. Sedangkan yang lain, sudah pulang maklum kegiatan sekolah telah usai. Pikirannya melayang pada penjelasan Rafan mengenai 'kunci dari latihannya'. Meskipun, sudah dijelaskan tetap saja membuatnya ragu untuk memulai. Semenjak penjelasan itu, Arsen sudah mantap untuk melakukan percobaan kedua. Walau, keraguan terus melandanya. "Dengan santai ya?" gumam Arsen. Sembari beranjak dari bangku dan menyampirkan tas sekolahnya, mulai melangkahkan kakinya keluar dari kelas. Sepertinya, sudah hilang rasa keraguannya untuk melakukan percobaan lagi. Terus melangkah, mencari tempat yang cocok dan jauh dari keramaian orang. Jujur, risi bila kelakuannya dilihat—terlebih lagi menjadi pusat perhatian! Arsen tidak mau terjadi lagi, cukup menjadi pusat perhatian ketika diserang oleh segerombolan orang tidak dikenal saja. Selebihnya, Arsen memilih enggan dan mungkin akan berusaha menyelesaikan masalah dengan cepat. Juga k

  • My Light   Cruel Boy Return : 02 Kunci Dari Latihannya

    Arsen memilih duduk di teras rumah, mulai memikirkan cara cepat menguasai gerakan seperti Rafan. Mulai dari parkour, larian cepat, dan terakhir teknik serangan juga cengkeraman kuat.Dengkusan kekesalan kembali terdengar, sesekali mengusap pelan kepalanya akibat terjungkal tadi masih agak pusing. Lalu mendongak dan mengerutkan kening.Sejak kapan Rafan sudah muncul dan berdiri di hadapannya?"Jangan dilakukan secara terpisah, tapi langsung aja." Rafan sengaja memberi tahu kunci latihannya selama ini, karena mempraktikkannya secara langsung di hutan tanpa perlu melatih awalan."Tetap saja, sulit." Arsen membalas cepat, karena sadar dirinya tidak langsung liar seperti Rafan.Rafan mendudukkan dirinya di sebelah Arsen, manik hitamnya tertuju ke depan dan amat tenang. Sepertinya, sudah berhasil menahan emosi."Lebih baik kau melatih kecepatan saja, jangan menyeimbangkan dan pijakan kaki didahulukan."Arsen mulai mengernyit heran, dengan u

  • My Light   Cruel Boy Return : 01 Arsen Kepo

    Meskipun Arsen tidak suka disamakan dengan Rafan, walau sadar dalam waktu tertentu bisa persis sekali. Bukan berarti Arsen tidak kepo dengan kelebihan—kemampuan ekstrem dan liar yang dimiliki Rafan.Arsen nyatanya amat kepo, lebih lagi setelah diajak oleh Rafan ke lingkungan yang berbeda—alias—hutan. Tujuannya, melatih meski bagi Rafan sendiri baru pertama kali melatih seseorang—anak sendiri. Membuat Rafan sulit, menahan diri buktinya hampir melukai—kalau tidak sadar bisa saja membunuh anak sendiri.Hutan yang sering kali didatangi Rafan untuk menyendiri dan melatih kemampuannya. Sayangnya, bukan karena itu. Melainkan, Arsen penasaran setelah berusaha mengamati cara Rafan yang mulanya berjalan santai. Namun, dalam sekejap bisa melenyapkan diri amat cepat dari pandangannya. Itu membuat Arsen semakin penasaran. Oh iya, gerakan parkour liar. Arsen juga penasaran dan ingin bisa melakukannya.****Kebetulan masih

  • My Light   Ekstra Part : 05 Si Kalem Asam Manis (END)

    Arsen kini sudah beranjak dewasa, perangai asli mulai terlihat. Bisa dibilang, seperti koin. Sisi asli yang tertutup oleh sisi pencegah—dinding pembatas keluarnya perangai asli Arsen.Terbukti, semakin beranjak dewasa. Yang lebih dominan diperlihatkan adalah sifat yang mirip sekali dengan Asya. Tampak kalem, kutu buku—penggemar novel misteri lain, efek sisi kalem membuat Arsen jarang berbaur. Lebih memilih menghabiskan waktu dengan buku kesayangan, terakhir maniak cokelat.Setiap di rumah, si kalem Arsen mengurung diri dengan buku dan berbagai macam jenis cokelat. Asya? Hanya sedikit. Arsen lah, yang seringkali menghabiskan.Arsen juga cocok dijuluki, si kalem asam manis. Kalemnya, karena menyendiri. Asemnya, sekali diajak berbincang ada dua reaksi, satu dibalas ketus dan terakhir diabaikan. Kelakuannya, asamnya sekali 'kan?Sisi manisnya, itu karena Arsen penggemar cokelat. Selalu menyetok ban

  • My Light   Ekstra Part : 04 Sisi Manja Arsen (END)

    Asya sibuk membuat sesuatu, sesekali melirik Arsen. Tengah menarik kursi kayu lumayan tinggi, sengaja didekatkan antara lemari makan dengan kulkas. Arsen perlahan memanjat, hingga berhasil berdiri di atas kursi. Tangannya terulur, untuk membuka pintu lemari makan. Ya, Arsen mencoba mengambil camilannya sendiri. Asya mendekati Arsen, masih asik berdiri di kursi kayu lumayan tinggi. Memang saat naik—memanjat, tidak terpeleset atau salah memijak. Tetap saja, ngeri bagi Asya. "Udah ngambilnya 'kan?" Asya langsung menggendong Arsen, otomatis sudah tidak berdiri di kursi lagi. "Ih cokelatnya belum!" Arsen berontak dalam gendongan Asya, camilan kripik atau makanan lain, sedangkan cokelat ada di kulkas dan Arsen belum mengambilnya, lebih dulu digendong Asya. Pada akhirnya, Asya menurunkan Arsen. Benar saja, langsung berlari ke arah kulkas. Manik hitamnya, memindai berbagai macam makanan hingg

  • My Light   Ekstra Part : 03 Keluarga Kecil (END)

    Dalam kehidupan, pasti ada pahit dan manisnya. Setiap orang berbeda cara untuk memulainya. Terutama Rafan, dulu hidupnya dimulai begitu pahit dan hampir ingin menyerah. Namun, perlahan berubah menjadi manis. Meskipun masih diselingi masalah-masalah kecil, dan untung saja sudah selesai. Walau agak merumitkan semuanya. Sekarang, kehidupan manis yang dirasakan Rafan semakin bertambah. Telah membentuk sebuah keluarga kecil, baginya. Rafan sudah lumayan terpaku di tempat, tetapi manik hitamnya terus menatap ke arah kaca jendela yang terhubung pada ruang inkubator. Sembilan bulan Asya mengandung, kini telah lahir seorang bayi berjenis kelamin laki-laki dengan proses normal. Sebenarnya, diperbolehkan masuk untuk melihat langsung. Entah kenapa, Rafan belum ingin mendekati anaknya sendiri. Atau mungkin, masih tidak percaya bila sudah memiliki anak tunggal—bersama Asya. “Dekati sana, anak sendiri juga!” ce

  • My Light   Ekstra Part : 02 Bertingkah (END)

    Waktu berlalu begitu cepat, di pagi hari yang cerah terlihat Asya terus-menerus menyentuh wajah Rafan. Sedangkan Rafan sendiri, masih tertidur. Sudah sebulan, Rafan mengambil cuti. Karena Asya tidak mau ditinggal olehnya, katanya sedang ingin bertingkah—alias—manja. Terkadang menjadikan Rafan, bahan kekesalan. Yap, saat ini emosi Asya sedang labil. Maklum, faktor kehamilan yang sudah memasuki usia tiga bulan. Itu sebabnya Asya meminta Rafan untuk tetap di rumah. Terbukti, sekarang mencoba membuat Rafan terusik dari tidurnya. Tangannya masih menyentuh wajah Rafan, sesekali mencubit dan mengecup pelan. “Apa?” Benar saja Rafan terbangun, sebenarnya sudah bangun lebih dulu dari Asya. Tetapi, karena malas membuka mata. Memilih terpejam lagi. “Nggak!” balas Asya cepat, masih terus menggerayangi wajah Rafan. Rafan hanya menaikkan satu alis, jujur suka heran dan berganti kesal juga. Karena Asya dalam kondisi l

DMCA.com Protection Status