Lamunan Ian buyar kala mendengar ponsel miliknya yang berada di atas nakas bergetar. 'Siapa dini hari begini telpon?' tanya Ian dalam hati. Dia berdecak kesal kala melihat di layar ponsel siapa yang menghubunginya. Dengan malas, dia geser tombol accept.
"Ada apa lagi!" teriak kesal Ian.
Orang yang menghubungi Ian terkejut. Dia langsung menjauhkan ponsel dari telinga, pendengarannya seketika berdengung mendengar teriakan keras Ian. Ya, orang itu adalah Mike.
"Dik, tenanglah."
"Tenang bagaimana? Istriku dibawa Victor ke Jerman."
Mike tersenyum kecil mendengar jawaban Ian. "Apakah Ian sudah menganggapku sebagai kakak?" gumamnya. Mike merasa dadanya sesak dengan rasa membuncah bahagia. Sepuluh tahun dia mendekati Andrian, tapi tidak pernah berhasil. Andrian tidak pernah menganggap saudara, dia hanya menganggap Mike sebagai kawan, rekan kerja, dan rival. Apa tadi barusan? Dia tidak menyangka jika adik yang selama ini terkenal d
Sejak kecil Andrinof sudah dekat dengan K.H. Mansyur. Setelah mengetahui perceraian Victor dan Anya, empat bulan kemudian dia menikahi Anya-gadis pujaannya. Hal itu bisa terjadi karena sebuah kesepakatan tergila yang pernah Andrinof dan Victor ambil karena menyukai perempuan yang sama. Kesepakatan yang membuat posisi keturunan mereka sulit seperti sekarang ini.Demi melindungi hal-hal gila yang mungkin dilakukan lagi keturunannya kelak. Anav Milosevic membentuk kelompok agen Save Eagle. Sekarang terbukti bukan? Bagaimanapun insting seorang Anav Milosevic sangat teruji.Bagaikan de javu, Victor mulai bergerak, tentu saja agen Save Eagle sudah siaga. Save Eagle beranggotakan sembilan orang dan siapa saja mereka, tidak satupun keturunan Milosevic yang tahu.Perusahaan Farmasi maupun perusahaan alat-alat kesehatan yang beroperasi di Jerman dan Rusia adalah bisnis milik Anav yang terlihat, selebihnya adalah bisnis gelap. Sebuah kemustahilan menunjukkan siapa ja
"Ada apa Ian?" tanya David heran kala mendengar Ian mengumpat."Ini." Andrian tidak meneruskan kata-katanya."JE BAK AN," ujar David dengan mengeja. Ian langsung menghubungi Hamid-agen The Hunter, melalui Private Line."Yes, Sir." Terdengar suara berat di ujung sana."Lakukan sekarang!""Yes, Sir."Ian segera mematikan sambungan telpon. Dia mengerutkan dahi. 'Ada apa ini?' batinnya. Ian mencoba merangkai potongan puzzle dan mulai menganalisa. Kejadian bermula kala dia selesai menjalani pembedahan tulang ekor. Kedua, Victor muncul dan disusul Mike. Ketiga, Sander ikut dalam permainan ini, walaupun belum terkonfirmasi kebenarannya. 'Apa kepentingan Sander dalam hal ini?' batin Ian.Sekian lama keadaan hening. David masih terus mengamati layar tab untuk memantau pergerakan Fafa. Sedangkan Ian masih setia dalam diam. Setitik
Brak! Fafa belum sempat menyadari kejadian yang baru saja menimpanya. Dia hanya melotot ke arah Victor. Perlahan kesadaran Fafa menghilang dan matanya tertutup. Entahlah, sudah berapa lama Fafa tidak sadarkan diri. Saat membuka mata, dia sudah berada di dalam mobil yang sedang melaju di tengah hamparan gurun pasir. Fafa duduk di bangku bagian tengah mobil, sedangkan di depan ada dua pria. Fafa tetap bungkam, dia mencoba memutar kembali ingatan saat membuka daun pintu kamar hotel. Secara mengejutkan, seseorang di balik dinding langsung muncul dan membekapnya menggunakan sapu tangan. Setelah itu, dia tidak tahu apa yang terjadi. "Sudah bangun, Young Lady?" ucap pria di sebelah pengemudi. Fafa bisa melihat dari cermin yang ada di atas dashboard, pria yang menjadi pengemudi tersenyum tipis. Fafa tidak menjawab pertanyaan pria itu, dia hanya mengangguk. Fafa memilih mengalihkan pandangannya, melihat kanan kiri d
Akhirnya daun pintu terbuka dengan suara keras. Beberapa pria dengan wajah tertutup masker masuk dengan posisi waspada. Salah seorang maju dan berkata, "Nyonya."Dia membungkuk hormat. "Maafkan kami datang terlambat. Sekarang Anda sudah aman. Silakan, kami akan mengawal Anda bertemu tuan muda!" ujarnya."Tuan muda!""Iya, Nyonya. Tuan Muda Aldric.""Hubby."Dia mengangguk. Fafa membuang napas lega dan tersenyum. Fafa segera keluar kamar. Di ruang tengah dia melihat banyak darah tercecer, Fafa seketika berhenti."A-apa mereka semua mati! Apa Ahmed mati! Pria yang menjemputku juga mati?" tanya beruntun Fafa dengan tubuh bergetar dan menahan tangis."Silakan masuk ke dalam mobil. Kami akan mengantar Anda istirahat di hotel." Hamid berusaha mengabaikan pertanyaan Fafa. Dia sadar saat ini, Nyonya Aldric sedang shock. Hamid melihat reaksi Fafa
"Dav," panggil Ian. Mike dan David langsung memandang ke arah Ian. "Ada yang ingin aku bicarakan dengan Mike!" lanjut Ian. David perlahan keluar dari ruang perawatan. Di depan kamar sudah ada Hamid, kedua langsung meninggalkan tempat itu. Hamid mengantar David untuk beristirahat di kamar tamu. Sedangankan Mike dan Ian masih ada di dalam kamar perawatan. Hening, keduanya tidak ada yang memulai pembicaraan untuk beberapa saat. Mike sudah tidak tahan, dia tahu Ian enggan untuk bicara dengannya. "Dik!" panggil Mike. Ian menoleh, lama mereka saling memandang. "Thanks." Satu kata yang membuat Mike terkejut, bahkan tidak bisa menutupi keterkejutannya. Bagaimana bisa, seorang Aldric Andrian bicara tentang terima kasih. Kata terima kasih dan maaf adalah kata tabu bagi seorang Aldric Andrian! Gadis itu. Mike semakin pensaran dengan istri Andrian. "Iya. Thanks dukungannya,"
"Merindukanku?" "Sangat, By." Fafa merona mendengar pertanyaan Ian. "Mandikan aku!" "Ha ...." "Ck, aku dua hari belum mandi. Cepat!" perintah Ian dengan nada kesal. "Apa sudah boleh mandi? Gimana kalo Fa usap aja pake handuk?" tawar Fafa. Dia ngeri jika berhubungan dengan luka operasi. Apalagi Fafa belum berbicara dengan Dokter Thomas. "Hhmm, baiklah," putus Ian. Dengan sigap Fafa segera membantu Ian naik ke atas ranjang, melucuti pakaian Ian, kemudian mengusap seluruh tubuh Ian dengan handuk basah. Fafa tersenyum, aktifitas yang hampir satu minggu dia rindukan. "Apa begitu menyenangkan melihat tubuh polos suamimu, hhmm?" tanya Ian dengan pura-pura heran. "Eg-enggak, By. Fa hanya merindukan melakukan ini," elak Fafa. Setelah mengeringkan badan Ian dengan handuk kering, Fafa segera mengganti popok, mengenakan t-shirt lengan pendek dan celana pendek longgar. Dia membantu Ian duduk bersand
"Kita harus bersiap untuk program itu. Masih ingat?" tanya Ian sembari mengelus bekas cengkramannya di dagu Fafa. "Iya," jawab Fafa dengan wajah merona malu. "Good girl," ucap Ian puas sembari mengecup lagi puncak kepala Fafa. "Jangan pernah berpikir menjauh dariku, apalagi meninggalkanku!" lanjut Ian. Fafa seketika membeku, untuk sesaat badannya menegang dan itu dirasakan oleh Ian. 'Apakah dugaanku benar?' tanya Ian dalam hati. "Sana, bikinkan kopi." Fafa langsung melepaskan diri dari pelukan Ian dan beranjak ke arah pantry. Ian langsung meraih tab yang ada di atas nakas. Dia kembali berkutat dengan chat dan e-mail. Ian membaca chat dari Mike yang mengajaknya bertemu di restoran bawah saat sarapan. Apakah ini saat yang tepat bagi mereka bertiga bertemu dan membicarakan semua. Ian ingin melibatkan Fafa dalam pembicaraan ini, dia tidak ingin istrinya menjadi obyek kesepakatan di masa lalu. Ada rasa ragu bergelayut dihati Ian, bagaimana jika setelah men
'Bagaimana bisa pria paruh baya ini mempermainkan pernikahan,' batin Fafa. Victor tersenyum melihat raut wajah Fafa yang penuh dengan ketidakpercayaan atas apa yang dia dengar. 'Ini belum berakhir, lihatlah Andrinof. Menantumu menyedihkan,' ejek Victor dalam hati.Victor terus memperhatikan perubahan wajah Fafa, begitu pula Andrian dan Mike. Seolah-olah Fafa adalah terdakwa yang duduk di kursi pesakitan. Fafa berusaha keras menetralkan ekspresi wajahnya, walaupun tindakan itu terlambat."Bisa paman lanjut?" tanya Victor, setelah melihat ekspresi Fafa sudah mulai normal. Fafa mengangguk."Istri dari anak Andrinof memiliki dua pilihan. Pertama, dia harus berpisah dan tidak menjadi bagian dari keluarga Milosevic. Kedua, dia tetap bisa menjadi menantu keluarga Milosevic dengan menikahi anakku," tandas Victor. Fafa kembali terkejut. 'Bagaimana bisa menikahi dua saudara setelah menceraikan salah satunya?' batin Fafa."Bagaimana menurutmu?" tanya Victor de