Aku membuka pintu kamar Gala. Saat masuk, aku sudah melihatnya bangun dan menyender di dinding dipan. Tentu, aku langsung menangis saat mendapatinya senyum. Dua hari ini, aku selalu mengamati wajah pucat Gala. Nah sekarang, semua itu sudah tergantikan dengan Gala yang sudah sadar.
“Apa yang bikin kamu sadar, Gala?” tanyaku dengan mata melotot. “Kamu udah bosen bikin kami cemas?”
Gala terkekeh pelan mendapati suaraku. Dia langsung merentangkan tangan, kemudian merengkuhku begitu erat. “Saya rindu kamu, Mel.”
“Huh.” Aku melepaskan pelukan itu. “Nggak ada rindu-rindu! Kamu udah bikin aku dan Nana cemas. Kamu jahat. Kenapa harus koma sih? Kenapa nggak sadarkan diri selama dua hari sih?”
“Dua hari?” Gala terbengong. “Ya ampun, padahal saya merasa baru tidur satu jam. Tadi saya mimpi berkumpul dengan Nara dan Aga. Bahkan dalam mimpi itu, saya tidak mau pisah dengan mereka. Terlalu seb
Nara sudah selesai makan. Sekarang, dia tengah siap-siap untuk bertemu dengan peri-peri yang lain. Dia begitu bersemangat. Bagaimana sebenarnya peri-peri itu. Apakah mereka sama cantiknya dengan Villa?Sekarang, Nara mengenakan baju serba biru. Lebih bersih dan juga lebih fresh. Hidupnya di hutan dan di sini berbeda 180 derajat. Dia seperti hidup di hotel bintang lima yang semua kebutuhannya terjamin.“Bagaimana, Nara? Kau sudah siap?” tanya Villa.“Sudah ....” Nara tersenyum.“Kau tunggu di depan ya. Sebentara lagi, saya nyusul ke sana.”Nara mengangguk, lantas melangkah ke ruang depan.Di ruangan depan, Nara berdiri di hadapan pintu. Melihat awan yang bergerak oleh angin. Melihat gunung-gunung yang terlihat begitu bagus dari sini. Tentu, Nara seperti sedang berwisata. Dia seperti sedang ada di puncak gunung tertentu, kemudian melihat gunung lain dari ketinggian itu.“Ya ampun.” Nara ti
Tidak terasa, ini sudah tiga hari dari Gala sadar. Sekarang, Gala sudah bisa berjalan seperti biasa. Dia juga sudah mencoba kudanya kembali di Dunia Api. Tentu, hal tersebut membuat kami pada akhirnya memutuskan untuk pergi dan melanjutkan perjalanan, pagi ini juga.“Kalian yakin akan melanjutkan perjalanan ini?” tanya Suri. Dia menatap ragu. “Kalau masih butuh istirahat, kami tidak keberatan menampung kalian.”Gala menggeleng. “Terima kasih Suri. Tapi kami sudah terlalu lama ada di sini. Kami masih harus melakukan perjalanan yang panjang.”Suri tersenyum. Kalau begitu, temani saya dulu untuk bertemu Ayah. Kita pamit,” ucap Suri.Sebelum benar-benar pergi, kami datang kembali ke rumah tetua. Tentu saja, tetua menyayangkan kepergian kami yang menurutnya terlalu cepat. Namun, dia juga menghargai, pasalnya, kami juga masih harus bertarung dengan waktu.“Ayah, selain mau pamit, kedatangan saya ke sini jug
Sepanjang jalan bersama Suri, kami merasa begitu bahagia. Apalagi, perjalanan ini benar-benar lancar. Namun, sepertinya, semesta tidak ingin membuat perjalanan kami datar-datar saja. Pasalnya, ada danau yang lebih besar ada di dekat kami. Bahkan, kami sama sekali merasa tidak tahu ujungnya di sebelah mana. Kamu masih ingat kan danau yang dekat dengan kerajaan? Itu tidak ada apa-apanya.“Baru saja kita tertawa,” Aku mengembuskan napas. “Apa yang harus kita lakukan untuk melewati danau ini?”Suri celingukkan. “Biasanya ada kapal besar yang bisa mengangkut orang-orang yang mau menyeberang ke sana. Tapi kok ini tidak ada ya?”“Apa kita harus membiarkan kuda-kuda kita belajar di air? Lawak sekali ....” Gala ikut nimbrung.“Yang benar saja, Gal!” Aku mendengkus. “Kamu kan punya buku gambar.”Mendengarkan ucapan itu, Gala seperti tercerahkan. Tentu, Nana dan Suri pun merasa lebih lega
Aku tidak berdaya!Itulah yang pantas aku katakan saat ini. Ya, menyebur ke dalam air dari ketinggian membuat badanku sakit. Aku juga tidak tahu, di mana yang lainnya berada. Pasalnya, air di tengah danau ini tidak tenang sama sekali. Air tersebut membuat kami terombang-ambing, dan mungkin berpisah.Di penglihatanku, danau itu begitu dalam. Aku berusaha untuk bisa naik ke permukaan, tetapi malah tidak bisa. Aku justru semakin menyusup, seolah ada yang menarikku.Di kedalaman sekitar lima meter, aku didatangi buaya yang sangat besar. Tentu, aku semakin meronta. Aku berusaha keras untuk bisa pergi jauh dari hewan buas itu. Bertepatan dengan itu, aku tak mampu lagi untuk bernapas. Semuanya gelap.***Suara burung membuat aku mengerjapkan mata. Burung! Tidak mungkin di dalam danau ada burung. Tapi kenyataannya memang begitu. Aku tidak salah dengar. Aku menemukan suara burung. Itupula yang membuatku terbangun saat ini. Saat kepalaku masih sangat pusing.
“Saya masih terbayang-bayang cara kau bertarung,” ucap Sangga. “Sungguh, kau begitu hebat. Saya tidak menyangka, ada orang yang sangat hebat di dunia ini.”Yugas tertawa. “Kau pikir, hanya kau yang hebat ya?”“Bukan begitu.” Sangga terkekeh. “Saya belum pernah melihat kemahiran seseorang dalam bertarung. Candra misalkan. Meskipun dia adalah musuh kita, kurasa dia gampang sekali dikalahkan. Modal dia hanya dibantu Ratu Kegelapan.”Yugas mengangguk-angguk.“Sangga, sudah lebih dari tiga hari kita mencari Nara. Kita belum menemukannya sampai sekarang. Apakah dia baik-baik saja?” Yugas terlihat cemas. “Saya tidak bisa membayangkan jika Nara kelaparan, atau dia dan bayinya kedinginan. Bahkan, ada satu hal buruk yang mungkin saja terjadi. Yaitu ... dimakan binatang buas.”Sangga mengembuskan napas. Oh, dia langsung memikirkan satu hal. Yugas memang hebat, tetapi sep
Setelah menginap di Dunia Air, kami melakukan perjalanan lagi. Personil kami nambah lagi, ya itu Pikan. Salah satu pendekar dari Dunia Air yang memiliki kekuatan unik. Jika sedang berada di danau, dia bisa berubah menjadi hewan air, salah satunya buaya. Ketika di darat seperti ini, dia juga bisa mengeluarkan kekuatannya, yaitu bisa menyemburkan air dari tangannya.Sama halnya seperti pagi ini.“Suri, kau punya kekuatan api, bukan?” tanya Pikan dengan nada menantang.“Ya.” Suri tersenyum lebar. “Kenapa?”“Bagaimana kalau kita latihan bertarung. Saya akan memaksimalkan kekuatan air. Kamu memaksimalkan kekuatan api.”“Oh ....” Suri terlihat percaya diri. “Siapa takut?”Sekarang, mereka menunggangi kuda di depan. Kejar-kejaran. Meski mereka adalah pendekar, di mataku, mereka mirip sekali seperti dua sejoli. Ya, aku selalu bisa melihat bahwa ada ketulusan di antara mereka. Me
Sejak beberapa hari terakhir, Yugas memang selalu mengamati lokasi-lokasi di Utara Negeri Bayangan. Tujuannya simpel, dia hanya ingin memastikan, apakah rombongan Gala sudah datang? Dan, semua penantian itu terbayar detik ini.Dia mendapati rombongan Gala sedang beristirahat dari kejauhan. Tentu, Yugas ingin membuat mereka terkejut dengan kehadirannya. Dia sekalian ingin menguji, seberapa hebat-orang-orang baru yang menemani Gala ke sini.Hal tersebut membuat Yugas buru-buru berlari. Tentu, itu bukan lari biasa. Dia menggunakan kekuatannya untuk melesat seperti angin. Hal tersebut membuat dia tertawa. Sebab Gala dan kawanannya buru-buru berdiri, memasang kuda-kuda.Yugas berteriak, dia berlari ke hadapan Pikan sekarang. Dia mencoba menonjok dan menenadang, tetapi sosok Pikan ini begitu lihai. Dia terlihat ringan menahan serangan itu. Dalam posisi ini, mereka belum tahu Yugas. Karena lesatan yang dilakukan Yugas itu begitu cepat, membuat wajahnya tak terlihat.
Jika ada satu permintaan dalam hidup, Nara ingin sekali hidup selamanya di Dunia Udara. Dia tidak bisa membayangkan akan hidup bahagia dan damai jika dirinya, Aga, dan Gala, ada di sini. Sayang, itu hanya angan-angan. Tentu, Nara merasa jika itu semua tidak akan pernah terjadi. Namanya angan-angan tetap angan-angan. Tidak ada yang istimewa. “Nara ....” Itu Villa. Nara yang tengah memandang kumpulan awan yang menggumpal-gumpal di depannya, menengok ke belakang. “Iya, Villa. Kenapa?” “Kau sudah merasa lebih baik?” tanya Villa. “Sejak pertama kali ke sini, aku sudah bahagia. Bahkan aku berharap supaya bisa hidup selamanya di sini. Sayangnya, sepertinya tidak bisa.” Villa terkekeh. “Kau akan hidup jauh lebih bahagia di bumi sana. Bersama keluarga kalian.” Nara mengangguk-angguk. Saat sedang mengobrol, tiba-tiba ada petir yang menggelar. Tentu, hal tersebut membuat obrolan Nara dan Villa berhenti secara tiba-tiba. Di depan sana, jel