Kantor sudah sepi saat Dania menyelesaikan pekerjaannya. Jarum pendek jam sudah menunjuk angka sembilan malam. Wajar jika penghuni kantor sudah hengkang. Hanya tinggal dirinya saja yang masih bertahan.
Dania meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, memijat kedua bahunya sendiri yang terasa pegal. Ditariknya napas dalam-dalam. Akhirnya dia bisa melewati hari ini. Meskipun mungkin dia akan mendapat omelan dari orang tuanya. Bukan tanpa alasan dia malam ini bekerja lembur. Sebenarnya ibunya sudah mengatur kencan dengan seorang pria. Pria yang akan dinobatkan menjadi calon suami masa depan yang potensial menurut versi mama. Tapi tentu saja tidak bagi Dania.
Wanita 27 tahun itu mematikan lampu dan beranjak keluar kantor. Rasa letih yang bergelayut membuatnya ingin segera sampai ke apartemen. Jalanan malam sudah cukup lengang, dia bisa melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Membayangkan berendam di air hangat dan tidur di kasurnya yang empuk itu sangat menyenangkan.
Ponselnya berdering tepat saat dia memarkirkan mobil di basement apartemen. Dia menaruh benda pipih itu di dekat telinga dan menghimpitnya dengan pundak. Sementara tangannya membuka pintu mobil, dan sebelah lainnya meraih tas kerjanya.
"Ya, Cla?" Dania keluar dan menutup pintu mobilnya.
"Lo nggak ke sini?" tanya Clara sahabatnya di sana.
"Dan! Ke sini ayo! Cowok di sini cakep-cakep." Itu suara Viona. Dania bisa mendengar suara musik yang mengentak. Sudah bisa dipastikan kedua sahabatnya itu sedang berada di kelab malam.
"Sori, gue nggak bisa gabung malam ini. Capek, mau molor."
"Itu, sih, capek yang lo buat sendiri. Siapa suruh lo lembur." Clara benar. Tidak ada alasan yang lebih baik untuk menolak keinginan mama selain lembur. Jadi, Dania terpaksa melakukannya.
"Lo bisa bilang lembur tapi sebenarnya lo have fun kan?" lanjut Clara lagi.
"Gue nggak biasa bohongin nyokap. Emang gue lo?"
Di sana Clara tertawa. Apa yang Dania bilang memang tepat. Dania memasuki lift menuju unitnya.
"Jadi, kalian bertemu siapa?" tanya Dania.
"Cowok tampan dong, Dan. Siap menghibur kita." Lagi-lagi Vio berseru.
"Kalau bukan bule, gue nggak mau," canda Dania. Vio memang wanita pemburu.
"Oh, jadi lo sukanya yang import? Pinter lo, yang import emang gede-gede." Vio tergelak kembali. Ini baru pukul sembilan, tapi wanita itu sudah mabuk.
"Jagain Vio, Cla. Dia kalau mabuk bahaya."
Pintu lift terbuka, Dania melangkah keluar. Namun, baru saja dia hendak menapaki lorong unit, pandangannya menangkap sesuatu yang mengejutkan.
"Shit," umpatnya mengerjap.
Sepasang laki-laki dan perempuan tengah bercumbu mesra, di dinding lorong yang menuju unitnya. Terlihat sekali kalau lelakinya sangat dominan.
Bagaimana bisa mereka bermesraan di luar seperti itu? Pria itu lantas mendorong tubuh wanita itu masuk ke dalam unit. Selama beberapa menit Dania menahan napas, akhirnya dia bisa bernapas lega setelah pasangan itu benar-benar hilang dari pandangan. Mungkin mereka melanjutkan sisa permainannya di dalam.
Di ujung ponsel yang ia genggam, Clara berteriak memanggil-manggil namanya. Dania sampai lupa kalau dia sedang bicara dengan Clara. Dia lantas bergegas menuju unitnya.
"Sori, Cla. Ada sesuatu yang bikin gue kaget tadi," ucapnya kembali melangkah.
"Lo abis lihat hantu?"
"Bukan, tapi lebih daripada hantu. Masa gue lihat pasangan yang lagi–"
"Cipokan?"
Dania mengangguk, dia menekan angka kombinasi pada pintu unitnya. Di ujung sana tawa Clara terdengar.
"Terus lo pengin?" tanya Clara.
"Ya, nggaklah." Dani mendorong pintu dan masuk ke dalam unit.
"Emang lo nggak pengin rasain itu, Dan. Cuma liat, apa enaknya? Kenapa tadi lo nggak sekalian gabung aja sama mereka?"
"Sinting."
Clara lagi-lagi tergelak. Dia sangat tahu kalau Dania masih bersih. Maksudnya, Dania bukan tipe wanita yang gampang memberi ciumannya pada seorang pria.
"Udah, ah. Gue tutup. Capek, mau mandi terus molor. Kalian have fun aja deh."
Dania melempar ponselnya ke kasur begitu saja. Lantas dirinya segera menuju ke kamar mandi. Berendam air hangat dengan aroma terapi yang menenangkan.
Besok dia harus bersiap dengan rentetan omelan mamanya, karena sengaja tidak datang di kencan itu. Demi Tuhan, Dania tidak suka kalau mamanya terus saja menjodohkannya dengan siapa pun. Ini bukan jamannya. Tanpa dijodohkan, Dania yakin dia bisa mendapatkan jodohnya sendiri. Usianya belum mengkhawatirkan. Ya, Tuhan.
Mama bilang, lelaki ini berbeda dari yang lain. Masih kata mama, lelaki pilihannya kali ini cakep dan tajir. Yang sudah-sudah, cakep versi mama itu jauh dari bayangan Dania. Jadi, untuk kali ini biarkan Dania membangkang.
Tubuhnya terasa segar setelah berendam tadi. Namun, bukannya mengantuk, dia malah kelaparan. Jadi, dia memutuskan turun ke bawah setelah mengganti pakaian yang lebih santai.
Dania memasuki lift hendak turun ke lobi. Di sana ada restoran yang buka 24 jam. Perutnya harus diisi kalau ingin tidurnya nyenyak.
Pintu lift hampir tertutup saat seseorang berteriak.
"Tahan!"
Secara otomatis tangan Dania menekan tombol di samping pintu. Menahan.
"Terima kasih," ucap seorang pria yang lantas menyelinap masuk.
Dania tertegun di tempat. Tangannya sontak merapatkan cardigan yang ia pakai. Untuk pertama kalinya dia menyesal telah menolong seseorang untuk masuk lift bersamanya. Orang itu adalah pria yang dilihatnya sedang bercumbu dengan seorang wanita di koridor unit. Sial.
Dania melangkah mundur, agak menjauh dari posisi pria itu. Tubuh tinggi nan atletis pria itu sedikit membuatnya ngeri. Wajah pria itu memang tampan, tapi bukankah wajah seperti itu yang sering menipu?
Dania juga pernah punya pacar tampan. Namun, terpaksa dia tinggalkan karena pacarnya kerap menuntut hal yang berlebihan darinya. Dan Pria di hadapannya ini? Dari caranya mencumbu pasangannya tadi Dania bisa memastikan pria seperti apa dia itu.
"Turun di lantai berapa?"
"Hah?" Seperti orang bodoh, Dania malah terkesiap.
Pria itu menoleh. Dan seolah tersihir dengan pesona pria itu, Dania melongo di tempat.
"Antares," gumamnya tidak nyambung.
"Maaf?" Pria itu bertanya heran.
Di koridor tadi, Dania tidak begitu jelas melihat wajah pria itu. Sekarang ini baru benar-benar jelas. Ada jambang tipis di area rahang pria itu. Dua kancing atas kemejanya terbuka. Dari sana, Dania bisa melihat ada bulu-bulu halus yang entah kenapa baginya terlihat–ehem–seksi.
"Ah, maksud saya, saya turun di lobi." Sial, kenapa Dania harus segugup ini?
Pria itu tersenyum, lantas mengangguk. "Kalau begitu kita beda tujuan, aku basement."
Sumpah, demi apa pun! Senyumnya menggoda iman banget. Dania sampai harus berdeham dan memalingkan wajah demi tidak terpengaruh oleh pesona yang ditimbulkan pria itu.
Pria ini membuat dirinya menerka-nerka, lelaki seperti apa yang akan dijodohkan dengannya? Mungkin setampan pria ini? Holishit! Apa yang Dania pikirkan?
Dania turun terlebih dulu. Dia tersenyum canggung ketika pria asing itu mempersilakan keluar dengan sopan. Keningnya sampai berkerut samar. Apa pria itu sedang berusaha tebar pesona dengannya? Dania tidak peduli. Ada hal yang lebih penting dari itu, mengisi perutnya yang mendadak semakin lapar.
__________***__________
Dukung cerita keduaku di sini ya teman-teman. Jangan lupa masukkan ke library gaes. See you.
Dania berjalan cepat di koridor rumah orang tuanya yang mewah. Mengabaikan beberapa sapaan pegawai yang melintas. Dania tahu, pasti mama akan membahas tentang mangkirnya dia dari kencan kemarin malam.Mama dan papa ada di taman belakang saat Dania datang. Dia bergegas menuju ke sana. Arya Danureja, sang papa sedang menyesap kopinya, sementara Niken, sang mama, duduk bersilang kaki di sebelahnya."Sore, Ma, Pa," sapa Dania.Keduanya menoleh melihat putri sulungnya datang."Oh, kamu sudah datang, Dania. Duduk di situ," pinta Niken. Dania menurut dan duduk di kursi seberang mama. Dia tahu apa yang akan mamanya itu katakan. Sudah bisa ditebak. Dia pasti kena marah."Alvin tanya kapan kamu punya waktu. Kemarin malam kencan kalian gagal gara-gara kamu lembur. Mama heran. Setiap kali ada janji kencan, ada saja alasan yang kamu buat," ujar Niken menatap lurus anak perempuannya itu."Dania memang nggak bisa, mau gi
WARNING 18+ BOCIL MINGGIR DULU HAHA.__________***__________"Happy Birthday!"Ramai. Para wanita dan pria berkumpul di satu table. Ada sebuah surprise party kecil-kecilan di kelab malam ibu kota yang lumayan terkenal. Lagu selamat ulang tahun diremix dengan musik DJ hot di atas stage. Semua orang menari dan berjingkrak.Salah satu wanita yang mendapat kejutan itu hanya bisa menahan haru tak percaya apa yang sudah teman-temannya lakukan."Happy Birthday, Honey!" teriak salah seorang sahabatnya seraya memeluk wanita tersebut. Disusul ucapan teman-temannya yang lain."Terima kasih, gue nggak nyangka kalau kalian akan melakukan ini," ujar wanita itu hampir menangis."Ah, Baby. Ini hal kecil, yang penting lo bahagia," ujar sahabat lainnya lagi."Sekali lagi terima kasih, kalian semua aku traktir minum sepuasnya!" Wanita yang sedang berulang tahun itu berteriak, dan disambut heboh oleh teman-tem
Dania dan kedua sahabatnya meluncur ke vila Alvin. Sesuai dengan undangan itu. Mereka pergi menggunakan mobil milik Clara. Lebih praktis berangkat bersama dalam satu mobil.Clara mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Padahal jalanan lumayan ramai. Kebiasaan wanita itu memang sedikit anti mainstream. Viona sampai harus berpegang bangku depan kuat-kuat karena kelakuan Clara ini."Lo nggak bisa jalanin lebih pelan dikit, Cla?!" pekik Viona. "Gue belum kawin, tau!"Clara tertawa tanpa merasa bersalah. "Lo udah kawin, ya,Vi. Nikah yang belum.""Sialan! Gue beneran belum kawin.""Apa perlu gue ingetin Minggu lalu Lo bareng siapa?"Viona berdecak sebal. Dania sendiri hanya bisa memutar bola mata melihat kelakuan mereka."Kecuali Dania yang belum kawin, gue percaya. Dia mau menyerahkan keperawanannya sama suaminya." Lagi-lagi Clara tertawa.Dania mendelik. Ucapan Clara benar, tapi wani
Dania mengerjap. Sementara pria di dekatnya menyeringai. Jujur, Alvin tampan, tetapi menyeramkan. Pria itu tidak sedang berusaha membuat Dania jatuh hati, justru membuat wanita itu merasa takut, dan antipati."Menjauh, Alvin," desis Dania."Enggak. Aku suka dekat denganmu seperti ini." Dia mengeratkan pelukannya pada pinggang Dania.Kekuatan pria ini terlalu besar. Dania tidak sanggup memberontak. Dia harus menunggu kelengahan Alvin."Kamu mau merayakan ultah kamu, kan? Jadi lebih baik lepaskan aku, dan potong kuemu."Alvin tertawa. "Kamu pikir aku anak kecil yang merayakan ulang tahun dengan tiup lilin dan potong kue?"Dania tampak mengernyit. Lalu, apa maksud pria itu?Alvin mengangkat tangan dan membelai pipi Dania. Namun, wanita itu langsung menepisnya."Jaga, tanganmu, Alvin." Dania melotot."Kenapa? Aku cuma ingin membelai pipimu. Gimana kalau aku minta lebih?"
Dania bergegas menghindari Alvin yang kian mendekat. Otaknya terus berpikir bagaimana cara untuk bisa keluar dari tempat ini. Sialan. Apa yang ada di kepala pria itu sebenarnya?Alvin mengikuti pergerakan Dania."Kamu kenapa lari-lari begitu? Ayo, bekerja sama. Semua akan baik-baik saja."Baik-baik saja? Sejak bertemu dengan Alvin, Dania tidak merasa baik-baik saja. Pria itu membuatnya ketakutan."Jangan mendekat!" jerit Dania. Bola matanya bergerak-gerak mencari sesuatu. "Kamu jangan gila.""Tidak, kalau kamu mau menikah denganku secepatnya." Alvin tersenyum. Dia sangat menikmati wajah panik Dania.Dania terus melangkah mundur seiring langkah Alvin yang semakin maju mendekat. Hingga tubuhnya membentur tepian meja tempatnya makan malam tadi. Ya Tuhan, apa tidak ada yang menolong? Dia ingin menghubungi Clara atau Vio. Namun, tas tangan yang dia bawa bahkan sudah jatuh. Ponselnya ada di tas itu. Dania tering
Setidaknya Dania aman di sini. Meskipun pria yang menolongnya asing, tapi ia percaya pria itu tidak akan berbuat macam-macam."Siapa nama lo?" tanya Dania. Pria itu menoleh. Ia lupa mengenalkan diri."Panggil aja gue Martin," jawab pria itu seraya menengok arlojinya. "Sori, gue harus cabut. Lo nggak apa-apa kan gue tinggal dulu? Kalau lo lapar di kulkas ada makanan."Dania hanya mengangguk, dan membiarkan pria bernama Martin itu pergi. Wanita itu menghela napas panjang. Lalu berjalan menuju salah satu kamar yang ada di vila tersebut."Jadi, pria tampan dan mesum itu bernama Martin," gumamnya duduk di tepian ranjang yang ada di kamar.Dia sedikit heran dengan Martin. Pria itu kenapa mempercayainya? Apa pria itu tidak takut Dania akan merampok vilanya ini? Untuk seseorang yang baru pertama kali kenal, Martin terlalu baik kalau menurut Dania. Whatever, yang penting Dania bisa lepas dari Alvin.Alvin? Bagaimana nasib pria itu?
Sekitar dua jam menempuh perjalanan, Martin membelokan arah mobilnya ke jalan menuju apartemen Dania. Tanpa wanita itu menyebutkan alamat, Martin tahu. Dia sadar dari awal bahwa Dania adalah wanita yang pernah dia temui secara tak sengaja di lift apartemen ini."Kita mau ke mana?" tanya Dania. Tujuan mereka benar, seandainya Dania tidak memiliki masalah. Tapi Dania tidak ingin kembali ke apartemennya."Ke apartemen lo, Episentrum kan?"Dania menggeleng. "Nggak. Kita akan ke apartemen lain. Tolong, arahkan mobilnya ke Semanggi.""Jadi, di episentrum bukan apartemen lo?" tanya Martin menuruti permintaan Dania."Itu apartemen gue. Cuma gue lagi nggak ingin pulang ke sana."Martin mengangguk dan membelokkan mobilnya ke arah yang Dania maksud tanpa banyak bertanya lagi. Sesampainya di depan gedung apartemen kawasan Petamburan itu, Dania meminta Martin menghentikan laju mobil."Punya sodara lo?" tanya Martin ke
Dua hari menginap di apartemen Clara memang aman, tapi tidak untuk hari ini. Di luar, tepatnya di depan pintu unit, ada tiga orang laki-laki bertubuh besar. Dari tadi orang itu menekan bel pintu. Dania bisa melihat mereka dari kamera pemantau, sebelum bergerak membuka pintu. Untungnya dia melihat dulu siapa orang yang datang itu. Kalau tidak, tamatlah riwayatnya. Dania menduga itu adalah orang-orangnya Alvin.Dania gelisah dan berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Bunyi bel masih beberapa kali terdengar. Dia mengabaikan dengan hati was-was. Bagaimana seandainya orang itu nekat menerjang pintu itu? Tidak, apartemen ini dilengkapi peralatan keamanan canggih. Orang-orang itu tidak akan mudah menerobos masuk secara paksa."Cla, orang-orang Alvin ada di depan apartemen," ucap Dania dengan nada pelan. Dia sedang menelepon Clara."Sial. Kenapa sih lo harus nyeret gue dalam masalah lo?" umpat Clara di ujung sana."Mereka nggak bakal masuk 'kan
Liam langsung menyambut kedatangan Dania dan Alvin. Dia berlari-lari kecil dan menghambur ke pelukan Dania. Menjelang siang, Dania baru pulang dari hotel. Ya, apa lagi kalau bukan karena menuruti kemauan Alvin yang minta nambah lagi dan lagi."Anggap saja ini bulan madu kedua."Itu jawaban yang lelaki itu berikan ketika Dania protes lantaran Alvin yang sepertinya belum juga bosan menggempurnya. Padahal kaki Dania sudah tidak sanggup berdiri."Maafin, Mama. Pulang telat. Liam udah makan?" tanya Dania mencium pipi chubby anaknya."Mamam dah.""Pinter anak Mama.""Anak Papa juga dong," sambar Alvin mengusap rambut tebal Liam."Oh iya anak Papa juga."Mereka beriringan menuju ruang tengah. Dengan masih memangku Liam, Dania duduk di sofa ruang tengah."Honey, kamu lapar enggak?" tanya Alvin beranjak menuju dapur."Setelah kamu kuras habis tenagaku masih perlu
"Congrats buat Dania dan Alvin. Moga kalian langgeng dan bahagia," seru Clara mengacungkan gelas minumannya, disusul gelas-gelas lainnya."Akhirnya kita bisa nyeret Dania ke kelab lagi, yuhuuuuu!" teriak Viona, di sisinya ada Bernard, pria yang disewanya untuk menemani minum.Clara lebih memilih duduk sendiri dan mengabaikan godaan para pria yang sesekali menghampirinya."Pantas saja. Laki lo tuh," ujar Viona mengarahkan pandangannya ke pintu masuk.Clara mengikuti arah pandang Dania dan menemukan pria bermata biru tampak melambai padanya. Arnold. Sontak senyum Clara mengembang."Selamat malam, Cinta," sapa Arnold mencium pipi Clara. "Wow, formasi kalian lengkap lagi ternyata," ucapnya melihat keberadaan Dania dan juga Viona."Kita sedang merayakan kebahagiaan Dania. Kamu mau minum?" sahut Clara menawarkan gelasnya."Tentu, Sayang." Arnold meraih gelas yang Clara angsurkan. Mata pria itu tak l
Alvin bergerak dengan mata yang masih terpejam. Beberapa detik kemudian tangannya terangkat mengucek mata. Sedikit mengerjap untuk menormalkan penglihatannya. Baru kemudian dia menoleh ke sisi kiri, dan matanya langsung bertemu pandang dengan mata Dania."Honey, kamu bangun?"Kata-kata pertama yang keluar dari mulut Alvin membuat Dania tercekat. Alvin menyebutnya apa tadi? Honey?"Liam juga bangun?" Lelaki itu menoleh ke ranjang tidur anaknya.Dania belum menjawab atau pun meluncurkan kata-kata. Hatinya terlalu bahagia.Lelaki itu menatap kembali kepada Dania yang tampak masih terbengong."Honey, are you okay? Kamu nggak senang aku datang?" tanya Alvin lembut.Dania kontan memejamkan mata. Merasakan kata-kata Alvin yang masuk ke telinganya dan menyebar memenuhi sanubarinya yang mendadak hangat."A-Alvin ... maafkan aku ...." Air matanya yang menggenang akhirnya terjatuh."Sst
Dania bergegas ke kamar Liam. Anak itu sedang ditimang-timang pengasuhnya. Dia cepat-cepat mengambil alih Liam dari gendongan wanita itu."Panasnya belum turun, Mbak?" tanya Dania."Belum, Bu."Dania terpaksa meminta izin pulang lebih cepat karena Liam dari kemarin demam. Tadi pagi demam anak itu sudah turun. Oleh karena itu Dania memutuskan masuk kerja. Namun, siang tadi pengasuh Liam menelepon kalau demam anak itu meninggi lagi."Tolong siapkan perlengkapan Liam, ya, Mbak. Kita ke poliklinik.""Baik, Bu." Wanita muda yang memakai seragam baby sitter itu segera berbenah.Dania paling tidak bisa melihat anaknya sakit. Kalau disuruh memilih mending dia saja yang sakit. Mereka langsung masuk ke taksi yang sudah menunggunya.Poli anak tidak terlalu ramai ketika Dania sampai. Hanya beberapa pasien yang menunggu. Jadi, dia tidak terlalu lama menunggu.Dania bersyukur karena tidak ada penyakit yang
"Ini kok lama-lama perusahaan udah kayak bola aja ya, lempar sana sini. Heran gue. Belum juga genap tiga tahun udah pindah tangan aja," ujar Clara.Dia dan kedua sahabatnya, sedang berjalan bersama menuju aula untuk sosialisasi owner baru perusahaan.Viona tertawa. "Alex menjual sahamnya karena hatinya udah dipatah-patahin dengan kejam sama temen lo."Dania di sebelahnya berdecak, tahu siapa yang Viona maksud."Hm, kasian juga si Alex sih. Kenapa sih lo nggak mau terima dia lagi? Dia itu pria tertampan sejagad. Apa lagi lo mantannya. Nggak akan sulit gue rasa." Clara mencolek lengan Dania yang masih dengan tenang mendengar ocehan kedua sahabatnya."Iya, lagi pula Liam kan butuh bapak. Kasihan dong kalau ketemunya cuma kita-kita aja," imbuh Viona.Ketiganya memasuki lift begitu pintu silver itu terbuka. Clara menekan tombol lantai tujuan mereka."Kalian pada gila apa gimana sih? Gue itu masih istriny
Dania menggeram ketika melihat Alex datang ke rumahnya membawa sebuah bingkisan. Apa lagi isinya kalau bukan mainan untuk Liam, putranya. Padahal baru kemarin kurir mengantar paket berisi kebutuhan Liam dan mainan untuk anak itu."Jangan beli mainan terus. Kamu tau, semua akan jadi sampah kalau dia sudah besar," ujar Dania protes."Hanya sesekali, Sayang." Alex tersenyum kepada bayi berusia satu tahun di hadapannya.Dania terlalu capek untuk meminta Alex menjauhinya. Pria itu tidak pernah kapok bertandang ke rumahnya."Tapi, kamu baru kemarin mengirimi Liam hadiah, Tin. Dia baru setahun, belum butuh itu," omel Dania seraya membereskan mainan anaknya yabg berantakan."Kemarin kapan? Aku baru kali ini kasih Liam mainan, Dania," ujarnya tak peduli sambil terus mengajak Liam bermain.Dania menoleh sesaat. Kebiasaan sekali suka menyangkal. Sering tidak mengakui perbuatannya kalau Dania sudah mengomel.Dania be
Dania baru saja mengisi aplikasi pengajuan cuti ketika perutnya merasakan nyeri. Sebenarnya tadi pagi dia sempat melihat ada bercak darah di celana dalamnya. Namun, dia tidak terlalu khawatir karena tidak ada reaksi apa pun pada perutnya. Hanya sesekali merasa kencang di perut bagian bawahnya. Dania meraba perutnya. Apakah sekarang sudah waktunya? Menurut dokter, hari perkiraan lahirnya masih dua minggu lagi. Dania menggeleng. Mungkin ini hanya kontraksi palsu.Dania bergegas membereskan meja kerjanya. Dia harus cepat sampai rumah agar bisa segera istirahat. Clara sedang bertemu klien di luar, sementara Viona menemani Pak Robbi meeting. Jadi, Dania terpaksa pulang sendiri.Nyeri pada perutnya makin sering terjadi. Hanya jeda beberapa menit lantas rasa sakit itu muncul lagi. Dania makin yakin kalau ini bukanlah kontraksi palsu.Dia memeluk perutnya erat-erat ketika sedang menunggu lift terbuka. Matanya memicing menikmati gelombang cinta yang tim
Dania menghela napas panjang beberapa kali ketika lagi-lagi Alex datang menjenguknya di rumah sakit. Kali ini pria itu membawa sekotak kue balok cokelat lumer. Ini sudah hari kelima Dania berada di rumah sakit. Setiap malam Clara dan Viona bergantian menjaganya. Dan, Alex biasanya akan datang menjelang makan siang tiba."Lihat, Sayang, apa yang aku bawa." Alex membuka kotak itu. Menunjukkan kue cokelat berbentuk balok kecil-kecil dengan lelehan cokelat yang melumer di tengahnya. Terlihat menggiurkan. "Baby pasti suka. Kamu coba, ya." Alex masih saja bersikap baik dan manis kendati Dania tidak pernah bersikap sebaliknya. Dia mengambil satu potong kue dan menyodorkannya pada Dania.Dania menatap kue itu sesaat sebelum menatap pria di hadapannya yang kini tengah tersenyum manis. Senyum yang tak pernah lekang oleh waktu. Ketampanan Alex memang luar biasa, apa lagi saat tersenyum seperti itu. Dulu Dania selalu bergetar ketika Alex bersikap manis seperti ini. Nam
Tawaran Alex agar Dania mau menikah dengannya terus terngiang. Meski Dania tidak bisa menjawab apa-apa, tetapi hatinya sedikit terusik. Sudah hampir enam bulan suaminya pergi. Tinggal beberapa bulan anaknya akan lahir. Namun, kabar dari Alvin tidak pernah dia terima."Alvin, sebenarnya kamu di mana? Aku minta maaf."Kembali air matanya merembes. Tidak ada yang tahu kepiluan Dania setiap malam. Hanya doa yang bisa dia lakukan, berharap di mana pun Alvin berada, lelaki itu akan baik-baik saja.Dania pikir hanya hari itu saja Alex datang menemuinya. Namun, hari berikutnya dan berikutnya pria itu selalu menyambangi kantornya. Dania mulai bosan mengusir mantan pacarnya itu. Namun, pemilik perusahaan tempatnya bekerja itu tak pernah berhenti datang. Jika bukan sosoknya yang datang, maka Alex akan mengirimkan makanan untuk Dania.Seperti siang ini. Dania meletakkan sebuah kotak makan tepat di kedua sahabatnya."Makan gih, Cla,"