Evangeline berjalan keluar dari lift dengan perasaan kesal, ia terlihat menggerutu berulang kali. Tanpa mengetuk pintu, Evangeline langsung masuk ke ruangan Devan, membuat atasan juga asisten itu terkejut.
Devan menatap Evangeline, ia bisa melihat rasa kesal dari tatapan mata Evangeline.
"Danny! Keluarlah dulu!" perintah Devan.
Danny sadar jika ada sesuatu yang terjadi pun langsung bangkit dari tempatnya duduk, lantas berjalan menuju pintu dan meninggalkan dua orang itu di ruangan.
Devan bangkit dari duduknya, kemudian berjalan mendekat ke arah Evangeline yang sudah berdiri menatap padanya.
"Kamu tidak suka hadiah dariku?" tanya Devan berusaha bersikap biasa.
"Kenapa Anda melakukan itu?" tanya Evangeline dengan tatapan yang tidak teralihkan dari wajah Devan.
"Bukankah aku sudah bilang ingin mengejarmu!" ujar Devan.
Evangeline menghela napas kasar, bukan masalah suka dan mengejar, hanya saja Evangeline malu denga
Devan menatap tajam pada Danny, asistennya itu terlihat terus menundukkan kepala karena merasa sedang menjadi terdakwa."Rencanamu gagal, bonus dibatalkan!" ujar Devan yang membuat mulut Danny menganga."Mana bisa, Pak! Sekarang saya tanya, tadi Angel bilang apa?" tanya Danny mencoba bernegoisasi.Devan ingin membuka mulut untuk menjawab tapi diurungkan, lantas memegangi dagunya dan berpikir. "Dia bilang butuh waktu untuk berpikir," ucapnya kemudian."Nah!" Danny bertepuk hingga membuat Devan terkejut. "Berarti rencana yang saya usulkan berhasil, nyatanya Angel ingin mempertimbangkan. Tidak sia-sia 'kan saya pesan bunga setiap hari juga memesan patung indah itu."Devan menatap Danny yang terlihat begitu antusias, benar juga kata asistennya itu, secara teknis memang rencana meluluhkan hati Evangeline sedikit berhasil. Bagaimanapun permintaan mempertimbangkan adalah awal dari jalan
Evangeline merasa berada di posisi yang sangat canggung, ia pun sedikit membungkukkan tubuh agar bisa menelusup lewat bawah tangan Devan dan itu berhasil."Anda pasti lapar! Biar aku masakan mie," ucapnya dengan senyum bodoh ketika sudah berhasil lolos dari Devan, mencoba memecah rasa canggung yang terjadi.Devan tidak menyaangka jika Evangeline akan menghindarinya dan tidak memberi jawaban padahal dirinya sudah memberanikan diri bertanya. Devan butuh mengumpulkan keberanian selama seharian hanya untuk bertanya akan hal itu, tapi kenyataannya dirinya masih tidak mendapat jawaban.Evangeline sedikit berdeham meski tenggorokannya tidak gatal, ia langsung mengambil panci serta mengisinya dengan air. Devan hanya garu-garuk kepala, dia benar-benar tidak ahli menghadapi wanita karena biasanya selalu bersikap dingin. Akhirnya Devan memilih duduk dan menunggu Evangeline selesai memasak mie untuknya.Evangeline memasak mie dengan berpikir, tida
Pada pagi hari, Jordan pergi ke rumah Sonia untuk memberi tahu keberadaan Devan yang tidak pulang."Di mana kakakmu? Mamah khawatir kenapa dia tidak menjawab panggilan Mamah. Kamu juga, katanya mau mencarinya, kenapa tidak memberi kabar?" tanya Sonia pada Jordan, wanita itu terlihat begitu panik. Baginya kini Devan adalah putra satu-satunya yang dimiliki sejak mendiang istri Jordan meninggal.Jordan yang tahu jika mertuanya begitu cemas pun menepuk pundak Sonia dari belakang, lantas memijatnya lembut dan meminta wanita itu untuk duduk serta tetap tenang. Jordan memang menganggap Sonia seperti ibunya sendiri meskipun istrinya sudah tiada. Bagi Jordan, Sonia adalah wanita yang baik dan juga penyayang, karena itu Jordan tidak bisa meninggalkan Sonia meski dirinya hanya seorang mantan menantu."Mamah jangan khawatir, dia baik-baik saja," ucap Jordan dengan tangan yang masih memijat pundak Sonia.Sonia me
Saat Devan selesai makan, Jordan terlihat datang bersama dengan Sonia. Wanita itu terlihat membawa rantang makanan dan paper bag berisi pakaian ganti untuk Devan.Evangeline langsung berdiri begitu melihat Sonia datang, ia menyapa lantas bergeser agar wanita itu duduk di kursi tempatnya duduk tadi. Devan sendiri menatap apda Jordan, adik iparnya itu tampak tersenyum dengan sesekali menggosok hidung menggunakan jemari."Bagaimana keadaan kamu, kenapa bisa masuk rumah sakit?" tanya Sonia yang begitu cemas melihat keadaan putranya."Aku baik-baik saja, Mah! Hanya asam lambungku saja yang kumat," jawab Devan."Maaf Nyonya, ini karena saya, tidak tahu jika pak Devan tidak bisa makan pedas, tapi malah saya beri makanan itu." Evangeline merasa bersalah dan perlu meminta maaf pada keluarga Devan.Sonia menatap pada Evangeline yang menundukkan kepala, lantas beralih pada Devan yang ternya
Danny memperhatikan Devan, asisten itu tahu jika ada sesuatu yang berbeda dari atasannya. Sebagai bawahan yang sudah ikut selama lima tahun dengan Devan, tentu saja ia paham dengan sikap dan kebiasaan Devan.Danny membawa berkas ke meja Devan, ia masih mengamati atasannya itu dengan seksama. Danny bisa melihat lengkungan kecil terus terpajang di wajah Devan."Ehem ...." Danny berdeham.Devan yang sadar jika Danny mengamatinya pun menengok, ia melihat asistennya itu berdiri dan berjalan ke arahnya."Saya lihat Anda terlihat begitu bahagia, apa itu? Juga kenapa kemarin Anda dan Angel tidak masuk secara bersamaan, apa ada sesuatu?" tanya Danny yang begitu penasaran dengan perubahan suasana hati atasannya.Devan sudah tahu maksud dari Danny, ia pun mengambil ponselnya yang berada di samping laptop. Lantas terlihat mengetikka sesuatu hingga kemudian memperlihatkannya pada Danny.
"Hah, baru ingat denganku!" Evangeline menatap Milea yang duduk dengan tersenyum lebar ke arahnya.Milea memperlihatkan deretan giginya, lantas berdiri dan berpindah duduk di samping Evangeline, merengkuh lengan temannya itu seraya menyandarkan kepala dengan manja."Maaf, aku takut kamu memukuliku. Tapi 'kan yang aku lakukan tidak sia-sia," ucap Milea membela diri, berusaha membujuk temannya agar tidak marah lagi dengannya.Evangeline menepuk pelan kepala Milea, meski awalnya kesal, tapi memang karena Milea akhirnya ia bisa mencoba menjalin hubungan dengan Devan."Hah, kali ini aku maafkan. Awas saja kalau kamu merencanakan hal yang aneh-aneh lagi," kata Evangeline yang kemudian merengkuh tubuh Milea yang masih bergelayut manja padanya.Milea membuat huruf 'Ok' menggunakan jempol dan telunjuknya, lantas mengulas senyum kepada Evangeline yang mengusap pucuk kepalanya. Meski umur m
"Membatalkan kerjasama! Tidak akan aku biarkan dia menggodamu!" Amarah Devan sepertinya sudah mencapai ubun-ubun.Evangeline menahan tangan Devan, mengambil paksa gagang telpon yang sudah dipegang dan menaruhnya. Mencoba meredakan emosi Devan yang ternyata begitu menakutkan. Evangeline sadar jika nilai proyek kerjasama itu tidaklah sedikit, jika Devan membatalkannya secara sepihak, maka perusahaannya yang akan mengalami kerugian besar karena harus membayar pinalti."Ini bukan masalah besar, selama aku tidak menanggapinya," ucap Evangeline mencoba meyakinkan Devan.Devan menatap Evangeline yang mengulas senyum padanya, ia malah merasa jika Evangeline tengah membela pria yang mengirimkan bunga itu, membuat Devan semakin terbakar api cemburu."Kamu suka dengan kiriman itu, 'kan!" tuduh Devan yang benar-benar emosi.Evangeline menaikkan satu sudut alisnya, merasa jika perkataan Son
Malam itu Evangeline pergi ke rumah Milea menggunakan taksi, wanita itu sedikit heran karena rumah Milea terlihat begitu terang, seakan mengadakan pesta besar.Evangeline langsung berjalan menuju pintu utama untuk masuk, hingga dirinya begitu terkejut ketika sadar jika itu bukan acara makan malam biasa."Angel, kamu sudah datang." Naya—Ibu Milea langsung menyambut anak asuhnya itu."Ma, apa acaranya bukan cuman makan malam?" tanya Evangeline yang merasa canggung karena dirinya hanya memakai pakaian biasa."Milea tidak mengatakan padamu kalau malam ini acara lamarannya?" tanya Naya balik.Evangeline terkejut, hampir saja mengumpat karena sepertinya Milea mengerjai dirinya."Ah, anak itu. Pasti mengerjai dirimu lagi." Naya sepertinya sudah paham dengan kebiasaan Milea.Evangeline memasang wajah memelas, ia tidak mungkin ikut acara jik