Pukul setengah delapan Gistara terbangun merasakan tubuhnya pegal. Kepalanya mendongak memperhatikan suaminya yang masih tertidur. Gistara tersipu malu ketika mengingat pria yang sedang dia tatap adalah pria yang sama yang memuja dan menggarap tubuhnya tadi malam sehingga membuatnya lelah.
Semalam, baru setengah jam Gistara tertidur. Dia mendengar suara suaminya memanggil namanya dari dalam kamar mandi dengan lirih membuat Gistara terbangun, khawatir terjadi sesuatu dengan suaminya. Tapi ternyata gairah suaminya belum selesai sehingga dia berusaha menuntaskan seorang diri dengan membayangkan Gistara.
Gistara memperhatikan wajah Sagara saat tidur begitu polos, berbeda ketika terbangun, banyak ekspresi yang dia tunjukkan entah itu dingin, hangat, bahagia, menggoda dan puas.
Semalam tatapan puas itu muncul ketika mereka mendapatkan pelepasan bersama.Tangannya terulur mengusap kening, hidung, dan bibir suaminya seperti apa yang dilakukan suaminya semalam.
Gis
Sagara menolehkan kepalanya ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka. Istrinya keluar dengan hanya menggunakan kimono mandinya. Sagara berjalan menuju istrinya, mencoba meminta maaf lagi, siapa tahu istrinya akan luluh.Di pesawat tadi. Istrinya tiba-tiba membahas tentang kejadian tempo lalu saat Nesa di ruangannya membuka bajunya. Sagara sudah menjelaskannya kalau tidak terjadi apapun diantara mereka, tapi istrinya kekeuh kalau Sagara pasti tergoda.Sagara memeluk istrinya dari belakang. “Jangan marah, Sayang” menghirup leher istrinya, “kita lagi bulan madu loh, masa iya bulan madu kita batal karena kamu ngambek.”Sagara menghela nafas ketika tidak ada jawaban dari istrinya. “Kamu mau aku kasih tahu satu fakta gak, biar kamu gak akan ragu lagi sama perasaan suami kamu ini, Sayang.” Gistara menolehkan kepalanya kearah kepala Sagara yang sedang bertumpu di pundaknya.“Kamu percaya gak sama cinta pada pandangan pe
Seorang pria ditarik paksa oleh seorang wanita, menuju luar resort. Wanita itu melepaskan tangan pria itu ketika dirasa tempat yang mereka pijak sekarang sepi pengunjung.Nafas keduanya memburu, wanita itu menatap kesal pria dihadapannya. “Kamu ceroboh banget! Gimana kalau Gara ngabisin kamu. Kamu tahu? Dia sangat ingin menghabisi kamu.”Pria itu mengacak rambutnya kasar. “Itu yang kamu mau, kan? Aku habisin Gistara, biar kamu puas, terus kamu bisa dapetin Sagara,” ucapnya putus asa.Pria itu lelah dengan semuanya. Dia mencintai Nesa tapi wanita itu tidak. Haruskah dia membunuh keduanya? Agar kehidupannya sesuai dengan keinginannya? Senyum misterius muncul di sudut bibir pria itu.“Kamu jangan gegabah Beni. Ingat! Kamu bisa masuk penjara kalau kamu gegabah.”Beni hanya diam mendengarkan semua perkataan Nesa. Otaknya berputar, mencari cara menghabisi Sagara. Mulai saat ini, bukan hanya Gistara yang menjadi targetn
Warning!Mengandung Adegan Dewasa***“Gita!!”Sagara menarik tangan istrinya agar menjauh dari Beni. Pria itu menatap Beni dengan tajam. Sagara ingat dengan pria yang di ceritakan oleh kakaknya sebelum pernikahannya dan Gistara terlaksanakan.Sagara bukan pria bodoh yang membiarkan istrinya berjalan sendirian seorang diri saat istrinya itu sedang marah. Sagara mengikuti istrinya dengan jarak yang cukup jauh. Saat Beni mendekati istrinya dia memperhatikan dengan seksama. Beni terlihat mencurigakan hingga Sagara memutuskan untuk memanggil istrinya.“Ayok kita balik.” Gistara berniat menolak ajakan suaminya tapi dia batalkan niatnya itu saat melihat wajah Sagara yang tidak bersahabat.“Duluan ya.”Beni mengepalkan tangannya melihat Sagara yang membawa Gistara dengan terburu-buru.Sagara membawa istrinya kembali ke tempat penginapan mereka. Sepanjang perjalanan menuju penginapan mereka, h
Sagara memperhatikan istrinya yang tertidur. Setelah percintaan mereka dua jam yang lalu istrinya belum berniat membuka matanya padahal waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam.“Baby, bangun yuk. Kita makan malam.” Sagara mengecup pundak istrinya yang terekspos.“Capek,” lirih Gistara membuat Sagara tersenyum mengingat percintaan panas mereka.“Besok lagi ya?” Gistara membuka matanya, menatap mata suaminya.“Gak bosen apa setiap hari ena-ena.”Sagara menggelengkan kepalanya. Di kamus dia tidak ada bosan bercinta dengan istrinya. Yang ada justru nagih.“Besok kita berenang yuk.”“Ada maunya pasti.” Gistara menggigit rahang Sagara dengan pelan.“Kakak mau ajarin kamu berenang, Sayang. Mikir yang aneh-aneh pasti.” Sagara mengecup berkali-kali pipi istrinya.“Aku tahu ya pikiran Kakak. Ada udang dibalik batu.” Gistara mendelik
Kurang lebih sudah satu minggu sepasang suami-istri itu bulan madu di Bali. Hari ini adalah hari kepulangan mereka. Gistara dan Sagara membereskan barang-barang mereka yang lebih banyak dari keberangkatan mereka.Kemarin, keduanya berbelanja oleh-oleh khas Bali untuk keluarga, sahabat, asisten rumah tangga mereka dan guru-guru di Baramantas’ School. Dari banyaknya oleh-oleh yang dibeli, Sagara hanya membeli untuk keponakan dan adiknya. Sedangkan Gistara, wanita itu membeli banyak sekali oleh-oleh membuat Sagara harus membeli koper untuk menampung barang-barang istrinya.Sagara melarang saat Gistara ingin membelikan oleh-oleh untuk mamanya karena wanita itu pasti tidak akan menerimanya. Gistara yang sedikit keras kepala, tetap membelikan mama mertuanya oleh-oleh.“Kita langsung ke rumah kita ‘kan setelah ini?” tanya Gistara, menyenderkan kepalanya di pundak suaminya.Keduanya sudah berada di pesawat. Sagara mengusap kepala istrinya
Sagara berjalan menuju tempat pemotretan bersama Tama. Dia akan melihat secara langsung bagaimana kerja model yang direkomendasikan oleh Kristina. Model bernama Natasya itu sedang naik daun, sehingga Kristina yakin kalau model itu akan membuat produk yang akan perusahaan Sagara rilis habis di pasaran.“Pagi Pak,” sapa para staf saat melihat Sagara dan Tama berkunjung ke tempat dimana mereka bekerja.Sagara mengangguk. Memberikan isyarat kepada mereka untuk melanjutkan kegiatan mereka.Sagara dan Tama berdiri di balik monitor dimana hasil jepretan fotografer itu berada. Sedangkan sang model sedang beristirahat. Keduanya nampak fokus dengan hasil jepretan fotografer pria itu. Sagara mengangguk melihat hasil foto Natasya, sepertinya dia harus mengucapkan terimakasih kepada Kristina karena model yang dia rekomendasikan cukup bagus untuk ukuran model baru.“Sampaikan ke pacar kamu ucapan terimakasih saya karena model yang dia rekomendasikan n
Gistara sedang berada di kantin bersama dengan Willi. Keduanya ikut mengantri bersama para siswa untuk mengambil makan siang mereka. Di kantin sekolah ini ada menu gratis dan menu berbayar. Menu gratis ini ada setiap hari. Setiap hari jum’at dan senin semua siswa dan guru wajib mengambil menu itu. Sedangkan hari lain, menu gratis diperuntukkan untuk siswa tidak mampu yang mendapat beasiswa di sekolah itu.Menu gratis ini semua siswa harus mengambil karena tidak ada makanan lain. Biasanya hanya ada dua menu seperti ayam goreng dan capcay atau tumis sawi dan udang saus tiram. Sedangkan menu berbayar lebih banyak varian.“Gian nyariin kamu kayaknya,” bisik Willi. Gadis berdarah Italia itu berusaha merubah ‘lo-gue’ dengan ‘aku-kamu’ saat berada di ruang lingkup sekolah.“Biarin dulu. Bentar lagi juga dia ngeliat ke sini.” Gistara memperhatikan Gian yang sedang bertanya dengan seorang siswa.Gian mengikuti
“Tama bilang katanya temen-temen Kakak bakal ngadain reuni. Kakak boleh ikut gak?” tanya Sagara.Gistara membenarkan letak selimut untuk menutupi tubuh polos mereka. Sagara benar-benar meminta jatahnya malam ini. Keinginan Sagara tidak bisa ditolak oleh Gistara.“Boleh.”Sagara menatap istrinya tidak percaya. Kenapa Gistara mudah sekali memberinya izin? “Kamu gak larang Kakak buat ikut itu? Padahal Kakak berharap kamu larang.”Gistara menatap Sagara dengan bingung. Suaminya kenapa berharap dia tidak memberi izin, padahal acara reuni adalah acara paling ditunggu, karena kita bisa bertemu dengan teman-teman lama dan bercerita banyak hal.“Kenapa sih? Kakak bisa ketemu temen-temen Kakak lagi, cerita banyak hal. Kalau aku seneng ketemu temen-temen lama.”Sagara mengelus punggung Gistara yang polos. “Males aja, mending di rumah sama istri. Kelonan.”“Sama istri bisa setiap h
Nesa menahan tangisnya. Dia sudah menjadi istri Beni. Seorang pria yang selalu dia jadikan alat untuk melukai Gistara. Seorang pria yang diperintahkan papanya untuk menikah dengannya.Sejak kejadian di desa dua minggu yang lalu. Doni membawa Nesa pulang. Pria paruh baya itu memberikan tamparan kepada Nesa. Nesa gemetar melihat papanya yang terlihat murka. Pria itu menampar Nesa sampai pipi gadis itu biru.Beni menghentikan amarah Doni. Perkataan Beni membuat Nesa terkejut. Pria itu berkhianat.“Jangan sakiti Nesa, Om janji tidak menyakiti Nesa jika saya memberitahu keberadaan putri Om.”Doni menatap Beni dengan mata melotot. Nafas pria itu tidak teratur. Dia ingin membuat pelajaran kepada putrinya tapi janjinya kepada Beni membuat dia membatalkannya.Doni mendengus berjalan meninggalkan Nesa dan Beni. Sebelum menghilang di balik pintu perkataan Beni sukses membuat takdir Nesa berubah seperti sekarang.“Jangan lupa janji yan
Sagara terbangun saat merasakan istrinya tidur dengan gelisah. Sejak keluar dari rumah sakit istrinya selalu mengigau memanggil putrinya. Gistara bilang dia bisa mengikhlaskan putrinya tapi kenyataannya tidak. Istrinya masih sering memanggil putrinya dalam tidurnya.Gistara sudah keluar dari rumah sakit dan sehat total dua minggu yang lalu. Gistara melakukan sedikit terapi berjalan karena komanya. Kurang lebih dua minggu melakukan terapi, Gistara sudah mulai berjalan dengan nyaman.Dokter menyarankan Sagara untuk membawa istrinya ke psikolog. Gistara menolak dengan keras saat Sagara memberitahu saran dari dokter. Gistara merasa dia baik-baik saja. Dia merasa sudah ikhlas dengan kepergian putrinya. Tapi tanpa sadar istrinya itu sering memanggil putrinya di dalam tidurnya.Sagara membawa tubuh istrinya ke dalam pelukannya. Hanya itu yang bisa dia lakukan. Istrinya akan berhenti memanggil putrinya jika Sagara membawa tubuhnya ke dalam pelukannya.“Huss
Wanita dengan gaun pink itu berjalan menyusuri taman bunga yang sangat indah. Senyumnya terbit saat melihat banyak anak-anak yang sedang bermain di taman itu.Bunga-bunga di taman itu terlihat sangat terawat. Dia belum pernah melihat taman secantik ini. Melihat bunga-bunga dengan berbagai warna membuat pikirannya damai. Semua bebannya seperti ditarik pergi.Anak-anak itu menggunakan dress berwarna putih. Semua terlihat cantik mengenakan dress itu. Wanita itu bisa melihat wajah anak-anak yang begitu bahagia. Mereka seperti tidak merasakan beban kehidupan.Senyumnya pudar saat melihat seorang anak duduk seorang diri di bawah pohon. Anak itu terlihat sedih menatap teman-temannya.Wanita itu berjalan menghampiri anak itu. Anak berusia lima tahun itu terlihat cantik. Wajahnya seperti tidak asing. Dia seperti melihat wajah anak itu.“Kamu kenapa?” tanyanya. Duduk di samping anak itu dengan perlahan.“Mama!” panggil anak itu
Hujan turun dengan derasnya seperti air mata Sagara yang berlomba-lomba untuk keluar. Dia tidak menyangka kalau makan siang kemarin adalah makan siang terakhirnya bersama calon putrinya.Sagara mengusap tangan Gistara dengan lembut. Istrinya masih kritis. Dokter bilang Gistara koma karena kecelakaan yang menimpanya. Alat-alat penunjang hidupnya terpasang di tubuhnya.“Bangun, Sayang.” Sagara berkata lirih.Keluarga Sagara dan Gistara menatap sedih keduanya dari luar ruang rawat Gistara. Novi pingsan saat mendengar putrinya kecelakaan.Kecelakaan satu hari yang lalu membuat semua orang terkejut. Willi dan Kristina yang sedang membeli keperluan untuk bayi Gistara menangis membuat pengunjung lain bingung. Keduanya berlari menuju rumah sakit dimana Gistara dibawa.Sagara yang tengah meeting, membatalkan meetingnya begitu saja. Tubuhnya hampir jatuh ke lantai kalau saja Tama tidak datang menemuinya yang sedang mengangkat telpon.Sagar
Willi dan Kristina sedang berada di baby shop dekat dengan perusahaan. Keduanya sedang memilih kado untuk bayi Gistara. Keduanya sengaja memberikan kado lebih dulu agar kado mereka tidak tertumpuk dengan kado yang lain.Gistara menginginkan stoller seperti milik Nagita Slavina. Willi dan Kristina meringis mendengar permintaan Gistara.“Makanya jangan nanya gue. Gue pengen stoller itu. Tapi apapun yang kalian kasih, pasti gue terima.”Kristina menghembuskan nafasnya lega saat mendengar jawaban sahabatnya saat itu.“Ini lucu gak sih? Bayangin bayinya Gita pake kayak gini. Gue ngebayanginnya pasti lucu banget. Apa lagi dengan pipi gembul.”Kristina menunjuk baju bayi dengan motif hewan dan berbentuk romper. Ada berbagai jenis hewan tapi Kristina jatuh cinta dengan bentuk bird-bees berwarna pink.“Iyaa, ambil deh yang ini. Sama yang lain dong motifnya.” Willi memberikan berbagai motif kepada Kristina.B
Sagara menatap Gistara dengan bingung. Sejak dia pulang dari kantor. Istrinya itu lebih banyak diam. Gistara memintanya untuk pulang cepat, Sagara melakukannya tapi jalanan kota Bandung sangat macet karena adanya perbaikan jalan. Sehingga Sagara sampai rumah lebih lama.Sagara sudah meminta maaf. Dia juga sudah memberikan alasan, istrinya bilang kalau tidak apa-apa tapi Sagara merasa istrinya belum sepenuhnya memaafkannya.“Masih marah ya?” tanya Sagara. Membawa tubuh istrinya ke dalam pelukannya.Gistara tersenyum tipis, menggelengkan kepalanya. Wanita itu mematikan ponselnya. Meletakkan di nakas samping kasurnya.“Gak marah. Aku lagi kepikiran pesan bunda.”Sagara mengecup pelipis istrinya. “Pesan apa? Tell me, Baby.”“Jovanka dan om Beno, mereka ada hubungan.” Gistara melirik Sagara sekilas.“Something like Affair?” tanya Sagara ragu. Melihat gelagat istrinya yang terlihat
Beni memperhatikan ponselnya yang menyala. Memperlihatkan foto seorang gadis yang dia cintai. Gadis yang terobsesi dengan pria lain.Nesa, gadis itu tidak bersalah karena terobsesi dengan Sagara. Yang harusnya disalahkan dalam hal ini adalah, Dina.Dina -wanita yang melahirkan Nesa- sejak kecil mendoktrin Nesa kalau Sagara dan dia akan menikah. Sagara adalah milik Nesa, begitupun sebaliknya. Hingga sampai dewasa Nesa meyakini itu, kalau Sagara selamanya milik Nesa.Doni, pria paruh baya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya itu tidak memperdulikan perkataan Dina. Hingga dia mendengar istrinya berbicara pada Nesa kalau putrinya itu harus merebut Sagara dari Gistara tepat setelah Sagara menolak pertunangan mereka.Doni yang sedang mengikuti kampanye sebagai dewan perwakilan rakyat tidak terima dengan perkataan istrinya. Perkataan istrinya membahayakan jalannya menjadi salah satu dewan perwakilan rakyat. Dia tahu Nesa, putrinya sejak kecil selalu melakukan b
Suasana meja makan terlihat hangat tidak seperti semalam. Gian memperhatikan Sagara dan Gistara yang mulai memperlihatkan kemesraan mereka. Gian berpikir apakah secepat itu jika suami dan istri marahan? Dalam semalam mereka akan langsung berbaikan?“Gian, bareng Abang ya. Teteh gak ngajar hari ini.”Gian mengangguk. Dia tidak masalah bareng siapapun. Yang penting dia berangkat tanpa ongkos alias gratis.“By, ada duit cast gak?” tanya Gistara.“Ada, dua ratus kayaknya.” Sagara memberikan dompetnya kepada istrinya.“Aku pinjem ya. Nanti aku ganti, dompet aku di kamar, aku males ngambilnya.” Gistara nyengir memperlihatkan giginya yang rapi.“Ambil aja. Tapi cukup gak dua ratus?” tanyanya.“Cukup banget,” sahut Gian cepat, membuat Sagara dan Gistara terkekeh.“Bang, Gian tunggu depan ya. Mau bersihin sepatu dulu.”“Iya. Abang bentar lag
Warning!Mengandung Adegan Dewasa.***Beni memperhatikan Nesa yang berjalan menuju mobilnya yang terparkir. Nesa mengirim pesan setengah jam yang lalu. Wanita itu mengajaknya untuk makan siang bersama.Nesa membuka pintu mobil dengan perlahan. “Lo kenal sama bokap gue?” tanya Nesa tiba-tiba.“Gue tahu bokap lo.” Beni menjalankan mobilnya meninggalkan perkarangan Bramantas’ School.“Bukan itu yang gue tanyain. Lo deket atau enggak sama bokap gue. Karena dia bilang ke gue kalau dia mau ngomong sesuatu sama lo.”Nesa memincingkan matanya menatap Beni. Dia tidak tahu kalau papanya kenal dengan Beni. Karena selama ini, dia tidak pernah membawa Beni ke hadapan kedua orangtuanya. Sedangkan Beni menghembuskan nafasnya, berusaha menghilangkan kegugupannya.“Gue pernah sekali ketemu bokap lo, saat nganter lo dari acara reuni. Bokap lo nanya-nanya biasa, kayak kerjaan gue apa. Terus gue bil