Elsha menatap pintu kamarnya yang terbuka. Sashi tersenyum padanya. "Aku pergi dulu, ya, Kak, mau nitip sesuatu gak? Sekalian, kan, di minimarket juga," tawar Sashi.
"Hm, beliin es krim rasa vanila dong. Lagi kepengin itu," kata Elsha pelan.
Sashi mengangguk dan berlalu dari hadapan Elsha. Sepeninggalan sang adik, Elsha kembali memejamkan mata. Sosok Aris tiba-tiba terlintas di benaknya. Pria itu bilang otw ke sini, tapi belum juga sampai. Dan ini sudah beberapa jam berlalu sejak Aris mengatakan hal tersebut.
"Baguslah kalau tuh laki gak jadi ke sini," Elsha mendengkus pelan dalam pejaman matanya.
Dalam sudut hati Elsha ada sedikit rasa khawatir. Apa sesuatu terjadi pada Aris? Elsha tahu Aris sejak dulu, kalau sudah mengatakan A maka pria itu pasti akan melakukannya. Kalau pun membatalkannya, Aris pasti juga akan memberitahukannya.
"Ish! Nyebelin banget sih tuh laki. Mondar-mandir mulu di pikiranku!
Elsha meraih ponselnya yang berad
Aris menatap khawatir pada Elsha yang masih mengeluh pusing. Meski wanita itu sudah ia baringkan di atas kasur, tapi Aris tahu kalau Elsha tetap saja tidak merasa lebih baik."Sebentar, aku telpon dokter aja," Aris hendak beranjak dari duduknya di tepi kasur Elsha, tapi lengannya lebih dulu ditahan oleh wanita itu."Gak usah. Kamu pulang aja. Aku mau istirahat. Paling nanti juga enakan," Elsha tidak mau merepotkan siapa pun malam ini."El, kamu gak bisa abai gini sama keadaan kamu. Dari kapan kamu ngerasa pusing begini?"Elsha menghela napas panjang. Dia lupa kalau pria yang sedang bersamanya ini adalah pria yang keras kepala menyangkut keadaan orang yang disayanginya."Mas, aku cuma pusing biasa. Bukannya kena penyakit mematikan. Plis, jangan lebay. Ini tuh gara-gara kamu juga yang sering bikin aku kurang waktu istirahat!"Aris mencebikkan bibir mendengar penuturan terlalu jujur dari bibir Elsha. Aris jadi merasa bersalah. "Apa kamu hamil,
Usai berbelanja kebutuhan rumah, Elsha dan Sashi memutuskan untuk membeli sarapan sebelum kembali pulang. Tadi mereka memang tidak memasak apa pun karena stok bahan makanan juga sudah habis. Tidak biasanya mereka seperti ini. Sebelumnya Elsha yang selalu rutin mengecek kebutuhan dapur dan kebutuhan lainnya. Tapi entah kenapa, beberapa hari belakang ini wanita itu jadi malas dan seakan lupa."Sebentar," Elsha berlalu dari hadapan Sashi untuk menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya."Kenapa?""Kamu ke mana? Aku keliling nyariin gak ada, mobil aku juga gak ada. Kabur?"Elsha memutar bola mata jengah. Ya, kali kabur pakai mobil si duda itu. Yang ada Elsha lebih dulu ditemukan sebelum mencapai tempat tujuan."Lagi belanja sama Sashi. Ini lagi beli sarapan bentar.""Oh, oke. Aku porsidoubleya, laper banget dari semalam belum makan."Elsha menghela napas pelan. Jadi pria itu belum makan sejak semalam
Aris memasuki apartemen dengan helaan napas Panjang. Pria itu melempar ponsel yang dia genggam ke atas sofa. Pikiran Aris sedang tidak baik-baik saja. Hatinya pun juga sama. Tapi Aris bisa apa untuk meluluhkan Elsha selain dengan bersabar, lalu menunjukkan semua perjuangannya. Kalau nanti Elsha masih saja menolaknya, Aris benar-benar akan mengirimkan santet pada wanita itu.Aris memilih duduk terkapar seperti orang yang mau mati enggan hidup pun segan. Yang dilakukannya hanya menghela napas berkali-kali seperti manusia yang memikul beban terberat di dunia. Ponselnya berdering, Aris meraih benda pipih itu dengan malas. Tanpa melihat nama si pemanggil, Aris segera menjawab panggilan tersebut."Hm?""Di mana lo?""Hm?""Di mana lo?""Hm?""Bangsat!"Tawa Aris berderai. Ternyata membuat orang kesal itu menyenangkan. Pantas saja Elsha hobi melakukannya dan Aris selalu menjadi korban. "Apaan? Kalau enggak p
Seperti biasa, Aris akan melampiaskan semua kekesalan dan kegundahan hatinya ke kerjaan. Bahkan pria itu meminta sekretarisnya untuk memberinya pekerjaan yang sangat sulit agar dia bisa berpikir keras dan melupakan sejenak penolakan Elsha."Bangke! Gue minta kerjaan paling susah, ini sejam doang udah kelar."Lagi, Aris mengeluh kesal karena apa yang dia kerjakan sudah selesai. Aris mencebikkan bibir, lalu duduk menyandar di kursi kebesarannya. Mata Aris mengerjap karena baru sadar kalau meja kerjanya sudah tidak ada celah lagi untuk menaruh barang. Benar-benar penuh oleh tumpukan map-map dan beberapa bungkus makanan.Ketukan di pintu ruangannya membuat Aris sedikit mendongak untuk melihat siapa yang kini berjalan masuk. Sekretarisnya tidak mungkin masuk sebelum Aris mengatakan 'ya'. Itu pasti antara Arjun atau Andreas.Benar."Allahuakbar! Lo habis ngapain, Mas?! Gulung tikar? Perusahaan mau bangkrut? Lo pasti stres berat nih. Gue harus lapor Mas A
Aris duduk di samping Elsha. Hanya itu ruang yang tersisa. Sementara sofa di depannya sudah dipenuhi oleh dua jingan yang sepertinya memang sengaja tidak memberi Aris ruang sedikitpun."Kamu dari mana?" tanya Aris pada Elsha."Habis nemenin Sashi beli sesuatu," Elsha menjawab sambil melirik Aris yang tengah menatapnya."Ayo makan, keburu dingin ini makanan," ajak Andreas sokbossy. Adik Arjun dan Aris itu sejak tadi mencuri pandang pada perempuan cantik yang duduk di sebelah Elsha."Namanya siapa, Mas?" Andreas berbisik pelan pada Arjun. Matanya tak lepas memperhatikan Sashi yang sepertinya tidak peduli sama sekali dengan keadaan sekitar mereka saat ini."El, Andreas mau kenalan sama adik kamu," Arjun berujar santai, sementara Andreas sudah menahan napas dan mengumpati Arjun berulang kali di dalam hati.'Tua sialan!'"Oh, ini, namanya Sashi. Kenalan langsung aja, Dre," ujar Elsha tersenyum geli.Sashi mendongak me
Tidak puas hanya memberi semprotan sekali ke rahim Elsha, Aris sampai mengulang berkali-kali sehingga Elsha kini terkapar pasrah."Duda sialan," lirih Elsha pelan sebelum memejamkan mata karena kantuk yang menyerangnya.Aris tersenyum sangat puas. Dari sekian banyaknya semprotan yang dia berikan pada Elsha hari ini, pasti akan ada kabar baik ke depannya. Aris yakin. Kalau Elsha tidak juga hamil,fix, Aris harus mengecek ulang isi burungnya. Berarti ada yang salah dengan sang otong sehingga produksinya selalu gagal."El," Aris menatap Elsha yang entah kenapa terlihat lebih cantik dan semakin menggoda dengan mata lelapnya."Capek banget?" Aris masih mencoba mengajak Elsha berbicara."Beneran tepar kayaknya," Pria itu mendekati Elsha lalu memberikan kecupan berulang kali pada bibirnya.Aris senang sekali hari ini. Sial. Elsha begitu kuat dalam melayaninya. Dari sofa, pindah ke kursi kebesaran Aris, lalu ingin ke atas meja kerja, s
Elsha keluar dari mobil sambil membawa tas kecil miliknya, lalu ia masuk ke dalam rumah. Sementara Aris keluar dari mobil beralih ke kursi penumpang di belakang untuk mengambil makanan dan beberapa belanjaan Elsha. Kedua tangan pria itu menenteng beberapapaper bagsambil masuk ke dalam rumah mengikuti jejak wanita tersebut.Dari tempat yang tidak terlalu jauh, sepasang mata tua dengan tatapan tajam menatap kepergian dua manusia itu. Bibirnya berdecih sinis karena putranya diperlakukan seperti budak oleh wanita tidak tahu diri tersebut."Jalang," desisnya. "Jalan, Pak, langsung pulang."Donita tidak akan pernah membiarkan putranya jatuh ke tangan wanita seperti Elsha. Donita sudah mencari tahu semua tentang Elsha sejak pertama kalinya Donita memergoki Aris membawa wanita ke apartemennya. Donita memang tidak langsung menemui mereka saat itu. Donita bahkan membiarkannya saja dan mengurungkan niatnya untuk menghampiri unit putranya."Tungg
Silau mentari pagi membuat seorang pria mengerang pelan. Matanya perlahan terbuka, lalu senyumnya terukir manis. Satu tangannya meraba tempat di sebelahnya. Kosong."El?"Aris langsung terduduk dan melihat ke arah kasur di sebelahnya. Ke mana Elsha? Apa wanita itu di luar? Aris beranjak dan mengusap wajahnya, lalu mengerjap saat menatap sosok lain yang bergelung di dalam selimut di atas sofa."Sial!"Aris segera berjalan mendekati sofa dan mengangkat tubuh Elsha untuk pindah ke atas kasur. Apa Elsha sejak semalam tidur di sofa? Tapi kenapa?Setelah menyelimuti Elsha dan mengecup kening wanita-nya, Aris berjalan ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Kebetulan pakaiannya ada yang tertinggal di sini dan dia akan mengenakan itu saja karena Elsha sudah mencuci serta menyetrikanya.Sambil bersenandung kecil, Aris mengguyur kepala hingga tubuhnya dengan air dingin. Pria itu masih bertekad akan secepatnya menjadikan Elsha istrinya. Apa
"Pa?"Sultan mendongak menatap Aris yang kini sedang memijit pelan kaki Elsha. Wanita itu mengeluh sakit pada kakinya karena tadi tersandung di undakan tangga saat mau ke lantai dua."Kaki Mami sakit," jawab Aris."Kit? Pa?"Aris terkekeh. "Bantu Papi pijit dong, Bang, itu sebelahnya," suruh Aris.Bocah itu lantas beranjak dengan semangat meski awalnya terduduk lagi karena gerakannya tergesa. Elsha yang tengah duduk bersandar di kaki sofa memperhatikan saja bagaimana Sultan memijit kakinya."AW," ringis wanita itu saat Aris memijitnya sedikit kuat."No!" Sultan melotot pada Aris karena membuat Elsha kesakitan.“Parah, sih, ini si embul bakal posesif banget sama kamu, Yang,” decak Aris.Elsha tertawa dan mencubit gemas pipi Sultan yang tampak memerah. “Botol susunya tadi ketinggalan di rumah Mama Sashi, ya, Bang,” katanya.Sultan mengangguk lucu, “ndak pa,” balasnya.&ldqu
Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang sangat disyukuri. Elsha merasakan itu. Pertama, bersyukur karena sebelumnya ia masih diberi kesehatan oleh sang pencipta sehingga bisa mencari nafkah untuknya dan Sashi.Kedua, bersyukur karena ia dipertemukan kembali dengan Aris dan menjalin hubungan serius hingga memiliki bayi mungil seperti saat ini.Ketiga, bersyukur karena ia memiliki keluarga baru yang begitu perhatian dan penuh limpahan kasih sayang. Nikmat mana lagi yang harus Elsha abaikan?Semua yang ia terima di kehidupan ini, ada baik dan buruknya. Tidak ada kehidupan yang selalu buruk dari awal hingga akhir. Pun, sama, tidak ada kehidupan yang selalu baik dari awal hingga akhir. Pasti ada titik masalah.Untuk Elsha sendiri, buruknya kehidupan yang ia rasakan adalah saat ditinggalkan kedua orangtuanya. Lalu, baiknya bertemu orang-orang baru.Membahas orangtua, Elsha tiba-tiba saja meneteskan air mata. Ia sudah tahu seberat apa perjuangan seorang
Minggu ke-40 yang ditunggu-tunggu Aris dan Elsha akhirnya tiba juga. Sangat mendebarkan dan menegangkan. Anak pertama mereka akan lahir ke dunia.Seperti halnya kedua suami istri itu, Donita dan yang lainnya juga merasakan hal yang sama. Ini adalah cucu pertama bagi Donita dan keponakan pertama juga bagi Arjun dan Andreas serta para istri dan kedua putri Donita.Elsha menarik napas berulang kali. Matanya terpejam dengan dahi yang dipenuhi oleh keringat. Aris yang berada di atasnya membisikkan kata-kata sayang dan semangat untuk sang istri tercinta."Ayo, Bu, sedikit lagi," Dokter menyuruh Elsha untuk terus mengejan mengikuti arahannya."Ayo, Sayang, kamu bisa," bisik Aris. Pria itu duduk di kursi tepat di atas kepala Elsha yang terbaring. Sehingga Aris mudah untuk mengelus kepala wanita tersebut.Suara tangis bayi yang memekakkan telinga membuat Aris berseru syukur dan mengecup kening Elsha. Elsha bernapas lega seketika saat merasa plong begitu saj
Elsha tidak pernah sekali pun meragukan perkataan dan rencana Aris. Jika pria itu sudah berkata A, maka yang akan terwujud jelas A. Seperti saat ini, Aris benar-benar menyuruh orang untuk membereskan barang-barang penting yang harus mereka bawa.“Itu gak usah, Mbak, tinggalin aja,” larang Elsha saat seorang wanita ingin memasuki sebuah kotak yang Elsha tahu isinya apa.“Ini taruh di dalam box itu aja, biar nanti saya gak pusing nyarinya,” kata Elsha lagi saat salah satu barang yang biasa dia pakai hendak dimasukkan ke dalam box barang kerjaan suaminya.“Yang,” Aris datang dengan segelas susu untuk Elsha. Pria itu duduk di sebelah Elsha memperhatikan tiga orang yang sedang berbenah.“Banyakan barang-barang bayi. Tahu gini, mending aku suruh kemarin orang store anter ke rumah baru aja,” decak Aris.“Ya, kan, gak tahu. Gak bakal nyangka juga ini bakal pindah cepet begini,” balas Elsh
Berselang tiga hari setelah Elsha keluar dari rumah sakit, Aris menghubungi Arjun. Pria itu tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk meminta bantuan sang kakak. Berbeda dengan Aris, Andreas malah lebih memilih langsung menemui pria itu. Menurutnya lebih puas menjelaskan kondisi saat ini secara bertatap muka.“Suruh Aris ke sini,” titah Arjun kepada Andreas.“Gak bisa, dia jagain Kak El sama Sashi di rumah. Lo yang ke sana aja gimana, Mas? Mampir bentar habis pulang kampus,” pinta Andreas.Arjun tampak berpikir sebentar sebelum mengangguk pelan. Dia akan menelepon Alura untuk mengabari kalau ia akan mampir ke rumah adiknya sebentar. Agar istrinya tidak menunggu Arjun seperti kemarin.Setelah merasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Andreas pamit pergi. Sedangkan Arjun Kembali melanjutkan pekerjaannya. Saat sedang fokus, ponsel Arjun berdering, panggilan masuk ketiga kalinya hari ini dari orang yang sama. Aris.Di sebran
Elsha terpekur. Aris sampai bingung melihat istrinya. Mata Elsha hanya fokus pada ponsel di tangannya. Aris mendekat dan mengelus lengan Elsha."Sayang....""Mas, lihat, baca." Elsha menyerahkan ponselnya pada Aris. Pria itu membaca setiap teks yang masuk ke ponsel sang istri.
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat bagi Elsha. Kini ia merasa bahagia. Apalagi Donita sudah menerimanya dengan tangan terbuka. Keduanya juga sudah akrab seperti anak dan ibu, bukan seperti menantu dan mertua. Elsha berterima kasih kepada buah cintanya dan Aris. Berkat janin itulah Donita perlahan menerimanya."El, ini bagus, deh," Donita menghampiri Elsha dengan beberapa pakaian bayi-bayi lucu. "Pilih warna netral aja biar nanti pas bayinya lahir bisa dipake cowok maupun cewek," lanjutnya.Elsha mengangguk saja. Dia dan Aris memang sengaja untuk tidak menanyai jenis kelamin janinnya kepada dokter. Mereka ingin kejutan. Apa pun jenis kelaminnya, mereka terima dengan bahagia."Abu-abu ini bagus, Mi," kata Elsha.Donita setuju, dia juga sejak tadi lebih tertarik pada warna tersebut. "Ambil semua aja, deh, ya, Mami gak rela balikin ini, lucu," ucapnya menatap tangan kirinya yang memegang baju warna biru."Udah, borong aja," Aris yang sejak tadi be
Elsha keluar dari kamar mandi bertepatan dengan Aris yang masuk ke dalam kamar. Pria itu baru saja pulang kerja. Wajahnya terlihat lelah dan pakaiannya tidak serapi tadi pagi. Elsha berjalan mendekat saat Aris sudah mengunci pintu. Telapak tangannya mengusap dada bidang Aris, lalu ia tersenyum sambil mendongak menatap sang suami."Capek?" tanyanya.Aris balas tersenyum. Melihat sambutan Elsha dan senyuman yang merekah indah di bibirnya saja sudah membuat Aris bahagia. Lelah bekerja sudah sering pria itu rasakan sejak dulu. Tapi berbeda dengan sekarang. Lelahnya terbayar dengan sosok Elsha."Sedikit." Aris menarik Elsha semakin menempel dengan tubuhnya. Lengan pria itu melingkar di pinggangnya. Kakinya perlahan berjalan maju sehingga Elsha perlahan mundur."Wangi banget, sih," Aris mengendus leher jenjang Elsha, membuat sang istri tersenyum kegelian."Mandi dulu, ya, aku siapin air hangat," suruh Elsha.Aris tidak melepaskan belitan lengannya
"Mas, ini penting gak?"Aris menoleh, lalu mengangguk sebagai jawaban dan kembali fokus pada ponsel di tangannya. Elsha yang melihat tingkah menyebalkan sang suami langsung saja mendengkus sambil menghentakkan kaki memasuki kamar mandi."Tuh laki kenapa, sih? Tadi siang senyum-senyum kayak orang gila, sekarang cuek banget," gerutu Elsha saat berdiri di depan wastafel menatap pantulan dirinya."Aw," Elsha meringis saat tangannya tak sengaja menyenggol agak kuat buah dadanya. "Nyeri banget," keluhnya.Usai membasuh wajah, Elsha membuka pintu kamar mandi dan hendak keluar. Tapi, Langkah kakinya sontak terhenti Ketika Aris berdiri di depannya dengan sebuket bunga. Ingatan Elsha tiba-tiba saja berputar ke hari di mana Aris melamarnya. Seperti déjà vu. Saat itu, Elsha juga baru keluar dari kamar mandi dan terdiam ketika matanya langsung disuguhkan dengan buket bunga besar di depan matanya."Mas...," cicitnya.