Seseorang tampak duduk dengan gelisah di antara kerumunan orang-orang yang mengantre dan saling berkumpul di sekitarnya. Kakinya mengetuk-ngetuk ubin lantai terus-terusan, matanya memandang ke sana-kemari secara tidak tenang sembari membekap indra penciumannya sendiri mencegah bermacam aroma yang memenuhi ruangan ini supaya tidak tercium olehnya.
Setya Febrianu yang menyadari gelagat aneh kawannya ini mengerling heran. Memasukkan HP yang sedari tadi dirinya mainkan untuk menggeser kursinya lebih ke dekat Feryan yang ditempati mereka selama menunggu Ervano dan Saga yang tengah membeli tiket.
"Elo kenapa?"
Feryan mendongak sedikit dari posisi agak menunduknya lantas menggelengkan kepala pada Setya. "Feromon dari para alpha sama omega di sini bikin gue enek, Set. Mana gue lupa bawa masker juga. Terlalu banyak orang ngumpul di satu tempat tertutup gini. Pusing gue gara-gara feromon mereka."
Jawab
"Aku suka kamu, Feryan." Pemuda omega itu terpaku. Rambut lurus sebahunya bergerak tertiup semilir angin, menutupi sebelah matanya yang membulat tak percaya kala menangkap ungkapan dari sosok alpha di hadapannya, tak menyangka bahwa salah satu kawannya ini memendam perasaan demikian teruntuk dirinya. "S-suka?" tanya Feryan, memastikan. Arbenjo Maulana mengangguk tanpa ragu. "Iya. Apa kamu mau jadi pacarku?" Daun-daun kuning dari pohon beringin tempat mereka berdiri berjatuhan terhempas angin yang kian kencang. Menyusul awan abu-abu yang datang, mengganti cerah langit biru menjadi mendung yang kelam. Feryan Feriandi mengigit bibir. Rambut secara terburu-buru diikat olehnya, sembari matanya melirik gelisah ke segala arah. "Sorry, Ben. Kayaknya, elo salah, deh. Elo pasti suka ke gue cuma karena gue ini seorang omega, 'kan?" Arbenjo terkesiap, tak menyangkakan r
Delete contact 'Alpha Bangsat ಠ益ಠ'? Jempol Feryan menggantung pada tombol yes, akan tetapi dia masih tak cukup berani untuk menekannya. Berakhir melemparkan ponsel ke sudut kamar, kemudian meringkuk memeluk guling dipenuhi berbagai macam pemikiran. Selalu seperti ini. Sudah lewat lebih satu minggu sejak Feryan dan Saga berdebat malam itu. Ekspresi murka sang alpha, bisikan memohon serta sorot mata kecewa yang ditunjukkan; semuanya masih tak mampu omega ini lupakan. Menyesal? Tentu. Namun, pilihan apa yang memangnya Feryan miliki untuk sekarang? Feryan takut memilih Saga. Tidak mau apabila suatu hari mereka pada akhirnya berpisah. Bisa jadi, karena Saga mungkin saja akan bertemu dengan fated pair miliknya. Bisa juga perpisahan terjadi, sebab Feryan akan didatangi oleh sosok fated pair yang dinantikannya selama ini.
Memori Feryan berhamburan ke setiap titik di kepala. Terpatri seketika di dalam otaknya, memperlihatkan bermacam-macam gambaran yang diisi oleh dirinya serta Saga. Saat mereka pertama kali berjumpa. Ketika heat-nya datang tiba-tiba begitu keduanya saling berpapasan. Juga, sewaktu kali pertama pertemuan antara Feryan dengan seorang bocah alpha yang tak dikenalinya terjadi. "You smell really good." Kalimat yang diucapkan. "Are you perhaps an omega?" Suara dan tanya itu. Pandangan nanar Feryan ditujukan pada Saga yang juga masih tak melepas tatapan darinya. Sendu. Penuh haru. Kepala pemuda omega ini menggeleng tak percaya, pun sedikit takjub. Genggamannya di tangan Saga kian rapat sebab terkejut. Tak mengirakan hal ini sama sekali. "E-elo ..." Feryan terisak-isak. Air mata
Mommy's gonna kill me. Batin Juanda Saga Fransiskus berucap ngeri sembari kepalanya memutar kilas balik. Mengingat momen ketika dia beserta para remaja alpha lain menghadiri kelas pelatihan alpha. "Omega yang tengah heat, apalagi di hari pertamanya, memiliki persentase kehamilan 90%, terutama bila rahim mereka terisi oleh benih sperma alpha yang dapat langsung memulai pembuahan." Saga menyimak secara fokus. Sementara di sampingnya, Ervano justru mengabaikan dan sibuk bermain game di ponsel. "Maka dari itu, para alpha yang terhormat, ingatlah selalu untuk menggunakan pengaman ketika kalian berniat menggauli para omega. Terutama female omega yang masa suburnya selalu bereaksi." Profesor wanita di depan sana mengangkat tangannya, memegangi sebuah plastik yang membungkus karet pengaman. "Alat kontrasepsi inti bagi alpha; kondom. Untuk berjaga-jaga, jangan lupa membawa se
Juanda Saga Fransiskus celingukan, kanan-kiri, memastikan sosok yang tak ingin ditemui serta memergoki dirinya tak tertangkap pandangan. Merasa aman, dia lantas menggerakkan laju kaki menuju ke anak tangga, bersiap-siap naik ke lantai dua ke lokasi kamarnya berada."Saga?"Saat suara seseorang terdengar dari belakang punggung dan menahan gerak langkahnya seketika.Mengumpat tertahan, alpha muda ini lalu membalikkan badan untuk menghadap sang Mommy yang menatapnya penuh curiga sembari berkacak sebelah pinggang."Hey, Mom," sapa Saga kikuk sekaligus waswas karena dia pasti akan ditanyai hal yang macam-macam setelah ini."Where have you been?" Laura melipat kedua tangan di depan dada. "Kenapa kamu baru pulang jam segini?" tanyanya lagi, memicingkan mata untuk meniliti kondisi sang putra. Mendapati plester yang membalut lukanya pun sudah diganti.Saga yang kebingungan reflek
Ervano Johannes berdeham, selanjutnya memeriksa apakah napas dari mulutnya sudah cukup segar selagi tak lupa berkaca pada jendela di kediaman rumah sang kekasih yang kacanya berwarna gelap dan terlihat mengilap. Setelah itu, senyumnya mengembang pertanda bahwa dirinya telah siap. Kotak kado mungil berwarna putih dengan pita biru beserta buket bunga mawar merah muda diambil dari kursi di dekat jendela, untuk lantas disembunyikan ke belakang punggung menggunakan satu tangan sementata tangan lainnya mulai mengetuk pintu. Tidak butuh waktu lama, daun pintu terbuka dari dalam. Memunculkan sesosok wanita tinggi semampai yang sontak sedikit mendongakkan kepala menatap Ervano. "Selamat malam, Tante," sapa pemuda alpha itu sesopan mungkin sambil tak lupa menunjukkan senyum terbaiknya. Tidak terlalu kaku, tidak pula terlalu lebar karena dia masih ingat pendapat Febri kesayangannya yang menganggap senyu
Sayur-mayur, buah-buahan, rempah-rempah, bumbu bahan masakan, daging, potongan ayam hingga berbagai sajian makanan laut nyaris memenuhi setiap sudut di masing-masing meja dapur. Laura McLauren berkacak sebelah pinggang selagi terus mengarahkan para pelayannya membuat bermacam menu yang disarankan untuk dijadikan hidangan di meja makan malam nanti. Julius Fransiskus menyusul muncul, memperhatikan sambil tersenyum bagaimana sang istri terlihat bersungguh-sungguh menyuarakan setiap titah. "So busy." Mendengar suara sang suami dari balik punggung membuat Laura menolehkan kepala. "Of course, Darling. Calon menantu sama bakal besan kita mau datang. Masa aku mau santai-santai aja?" sahutnya lalu melahap satu buah cherry yang telah dicuci bersih. "Kamu mau?" Buah cherry dari tangan sang istri Julius langsung lahap. "Perlu aku bantu?" Laura menggelengkan kepala. "Nggak usah. Mendingan kamu siapin busa
"Saga! I miss you so much!" Semua orang mengangakan mulut mereka tatkala Jess sekonyong-konyong mendekap Saga dengan gelagat yang cukup mesra. Sementara Saga yang terlalu kaget, tidak mampu bereaksi banyak di tempatnya berdiri. Akan tetapi, sewaktu mata alpha muda ini terarah pada sang kekasih omega yang juga tengah memandanginya penuh tanya, kesadarannya segera kembali seketika. Saga mencengkeram lengan Jess cukup kuat. "Jess! What are you--Let me go!" Lalu dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Jess hingga membuat pelukan yang didapatkannya terlerai. "What the hell are you doing here? Don't you know we're in the middle of dinner?" tanyanya dengan nada sengit sembari merapikan jas yang dipakai. Jess Harrald McLauren, pemuda yang tak lain merupakan bagian dari golongan alpha bangsawan McLauren serupa Laura ini menunjukkan senyuman lebar. "Of course I know. So, let me join," ujarnya sambil menarik lengan Saga ke dalam peluk
Feryan Feriandi menatap tak berkedip langit malam di luaran sana. Mengintip waktu pada jam dinding, lalu mendecak tidak sabar sambil mengusap-usap perut buncitnya ke atas hingga ke bawah. "Iya. Kembang apinya lama banget, nih. Padahal kita nggak sabar mau ngeliat, ya," ujar pemuda omega itu pada sang buah hati yang masih berada dalam kandungan dan merespons melalui tendangan. "Iya, Sayang. Sabar. Tunggu beberapa menit lagi. Kembang apinya nanti muncul, kok," sambungnya seraya meringis sebab turut merasakan sensasi mulas untuk ke sekian kalinya di sepanjang hari ini. Apakah mungkin karena tendangan jabang bayinya semakin kuat? Ataukah karena dia yang terlalu lama duduk di kursi ini? Atau ada faktor lain? Pintu kamar lalu membuka dan menampakkan sosok Saga yang baru pulang dari tempat kerjanya. Membuat Feryan menoleh, lantas menyambutnya dengan senyum semringah. "Tuh, lihat! Gupa pulang!" serunya senang sambil perlahan-lahan turun dari kursi. "Hati-hati, Sayang!" ujar sang alpha ser
Untuk ke sekian kali, Feryan menarik napas panjang demi menenangkan debaran di jantungnya. Omega ini gelisah sembari terus-menerus membetulkan veil yang terpasang di bagian belakang kepala, pada bulatan rambut atas yang diikat sementara setengah rambut bawahnya dibiarkan tergerai. Sudah saja merasakan basah di seluruh telapak tangan yang tengah memegangi buket bunga senada warna tuxedo, celana licin serta sepatu yang dikenakan: putih.Mata bulat pemuda itu mengerling gamang ke arah kerumunan tamu yang duduk pada setiap kursi di sekitar altar selagi menyimak sambutan dari Pendeta yang bantu memberkati prosesi hari istimewanya. Menggigit bibir yang dipoles lipgloss berwarna bening, terus meringis dan mendesah berulang-ulang. Sungguh kalut tidak keruan sekalipun telah meyakinkan diri bahwa dia siap menyambut hari yang amat dinantikan ini; hari pernikahannya dan Saga."Gugup?"Kemunculan Ardian Triangga Santoso selaku sang ayah sedikit membuat Feryan mampu mengembuskan napas lega. "Iyalah
Selembar undangan bertuliskan; Wedding invitation of Juanda Saga. F (A) with Feryan Feriandi. S (Ω), 3rb May disodorkan oleh calon mempelai alpha. "Ini, Dok. Undangan dari kami.""Wow." Yang diterima oleh Dokter Lanang Mahesa Aguntara dengan tangan terbuka. "Akhirnya, datang juga undangan pernikahan ini." Matanya mengerling usil pada sesosok omega yang menggandeng erat lengan Saga seolah tak mau lepas. "Padahal kurang lebih tiga bulan lalu, saya masih ingat ada seseorang yang menyangkal tentang dia dan Saga berpacaran, tapi lihat sekarang," selorohnya sengaja menggoda."Dokter!" Feryan mendesis risih dibarengi pelototan.Alhasil Saga dan Lanang kompak menertawakan."Selamat ya, Feryan, Saga," ucap dokter berusia 27 tahun ini, lalu melirik ke perut Feryan. "Dari yang saya dengar, katanya kamu juga sedang hamil."Anggukkan Feryan tunjukan sebagai jawaban. "Iya. Udah jalan dua bulan lebih, Dok." Tangannya dan Saga refleks memegangi perutnya dengan kompak.Lanang turut senang melihatnya d
Sepasang alpha dan omega ini memandang secara saksama pada USG monitor yang menampakkan gambaran janin mungil yang bergerak sedikit demi sedikit. Untuk pertama kali, bersama-sama menyaksikan langsung perkembangan bayi mereka dari layar berwarna abu-abu. Disusul mendengarkan detak jantung di dalam perut yang serta-merta menciptakan perasaan gelisah bercampur bungah.Feryan Feriandi tersenyum penuh haru sambil kian mengeratkan pegangan tangannya di genggaman Juanda Saga Fransiskus yang setia mendampingi tatkala detak jantung sang anak terdengar semakin jelas.Usai menjalani seluruh pemeriksaan, Saga bertanya dengan tidak sabar. "Bagaimana kondisinya, Dok? Dia sehat, 'kan? Bayi kami juga sehat, 'kan?"Dokter kandungan bernama Eirina ini mengangguk laun. "Luka di perut Tuan Muda Feryan sudah berangsur membaik. Tidak ada masalah. Begitu juga dengan janin di perutnya. Anda tidak perlu khawatir, Tuan Muda Saga," jelasnya disertai senyum hangat yang kontan membuat Saga bernapas lega."Berapa
"Ayah ngajak Ibu rujuk?" Mengetahui kabar yang dikatakan oleh Sang Ibu, terang saja Feryan tampak bahagia hingga menghentikan makannya sebentar untuk memastikan lebih jauh. "Terus? Ibu terima?" Ketika kepala wanita omega yang melahirkannya 18 tahun lalu itu mengangguk, senyum semringah Feryan kian mengembang. "Selamat ya, Bu!" ujarnya sambil memegangi tangan sang ibu erat. "Fery turut senang."Desyana mengangguk dengan embus napas lega. "Iya, Nak. Makasih, ya."Saga yang juga tengah menyimak percakapan mereka, turut tersenyum dan memberi selamat, "Saga juga ikut senang mendengarnya, Tante. Selamat, ya.""Terima kasih juga, Nak Saga." Desyana mengusap pundak calon menantunya lembut.Feryan melanjutkan sesi makannya lalu kembali bertanya, "Jadi, nanti Ibu bakalan tinggal sama Ayah, dong?""Iya." Lagi, Desyana mengangguk. "Tapi nanti, setelah kamu dan Saga menikah."Pemuda omega yang tengah mengandung ini manggut-manggut. "Fery pikir ayah udah gak cinta lagi sama Ibu."Komentar itu membu
Juanda Saga Fransiskus menutup ruang rawat lalu kembali melangkah mendekati ranjang yang Feryan tempati. Sepi. Setelah masing-masing orang tua mereka memutuskan untuk pulang dulu ke rumah, berpikir bahwa kini mereka memiliki kesempatan untuk berbicara empat mata. "Akhirnya, kita bisa berduaan. Haaaah." Alpha muda ini membuang napas panjang seraya duduk ke tepian ranjang. Feryan tersenyum. Tangannya bergerak pelan untuk bantu merapikan tatanan rambut Saga yang terlihat acak-acakan. "Elo pasti capek banget. Mendingan elo tidur aja, Saga." Gelengan kepala ditunjukkan. Tangan Feryan yang menyentuh rambutnya lantas dipegang. "Gue nggak ngantuk sama sekali, kok. Tugas gue di sini adalah untuk menjaga lo. Dan anak kita," bisiknya, tidak lupa menjatuhkan tangan pada bagian bawah perut sang omega di mana letak janinnya berada.
"Hah? Gue hamil?" Apakah Feryan tidak salah dengar? Hamil, katanya? Sejak kapan? Bagaimana bisa? Seusai mendengar seluruh penjelasan dari Dokter, sang Ibu serta Saga, alhasil Feryan langsung memegangi perut secara pelan dari luar baju pasiennya. "Jadi, gue beneran ... lagi hamil?" Dia mendongak pada Saga. Yang memperlihatkan anggukkan laun selagi mengusap puncak kepalanya lembut. "Iya." "Anak elo, 'kan?" Sambung Feryan, masih ingin memastikan lantaran masih sulit mempercayai apa yang dialaminya saat ini. Namun, tanya kedua darinya itu sukses membuat kekasihalphanyamendecakkan lidah sambil melotot geram. "Astaga. Bego elo itu ada batasnya nggak, sih? Jelaslah itu anak gue! Emangnya elo ngerasa pernah tidur sama alpha mana lag
Juanda Saga Fransiskus terus berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang UGD tanpa menghiraukan dua pasangan orang tua yang jadi turut gelisah akibat melihat tindakannya. Menunggu dokter muncul dari ruang UGD, ditambah menanti kabar mengenai kondisi Feryan yang proses dioperasinya bagai tak kunjung usai. Laura menarik napas tidak sabar. "Dokter kenapa lama, ya? Padahal aku mau tau kondisi menantu kita dan kandungannya." Mendengar protes itu, Desyana pun semakin merasa gamang. "Maaf sebelumnya. Saya sendiri belum yakin apakah hasil testpack milik Fery akurat. Bila nanti dokter keluar memberi kabar bahwa Feryan ternyata nggak hamil, saya harap Miss Laura dan yang lain nggak kecewa." Perkataan itu membuat Saga berhenti berjalan, sedangkan Laura, Julius dan Ardian sontak melirik penuh iba. Ardian kembali merangkul wanita omega di sampingnya ini dengan lembut. "Yang terpenting adalah keselamatan dia, Syana. Entah hasilnya positif atau nggak, yang paling pe
"TIDAK! FERYAN! BUKA MATAMU!" Jess berteriak histeris sembari menepuk-nepuk pipi Feryan dengan kasar. "HEY! KAU DENGAR AKU? JANGAN MATI DI SINI, OMEGA SIALAN! KENAPA KAU ... APA YANG AKAN SAGA .... " Bibirnya gemetaran sebab tak lagi sanggup berkata-kata. "ARRRGHHH! TOLONG! SIAPA PUN, TOLONG KAMI!" Jeritan keputus-asaan itu bersahutan, bertepatan dengan datangnya satu per satu rombongan dari; mobil hitam, mobil polisi hingga sirine ambulance yang terdengar dari kejauhan. Pun, tiga helicopter tampak mondar-mandir terbang tepat di atas langit di mana posisi Jess berada. Motor yang digunakan oleh komplotan pelaku penusukkan pun berhasil dicegat dengan cara ditabrak dari samping, hingga dua sosok pria beta itu jatuh bergulingan ke jalan. Dari dalam mobil yang menabrak, Tommy Andy Samudera memunculkan diri selagi melaporkan situasi kepada Tuan Besarnya sembari menyaksikan dari kejauhan ketika Feryan mulai digotong ke dalam ambulance. "Halo, Tuan Ardian. Tu