Sayur-mayur, buah-buahan, rempah-rempah, bumbu bahan masakan, daging, potongan ayam hingga berbagai sajian makanan laut nyaris memenuhi setiap sudut di masing-masing meja dapur. Laura McLauren berkacak sebelah pinggang selagi terus mengarahkan para pelayannya membuat bermacam menu yang disarankan untuk dijadikan hidangan di meja makan malam nanti. Julius Fransiskus menyusul muncul, memperhatikan sambil tersenyum bagaimana sang istri terlihat bersungguh-sungguh menyuarakan setiap titah.
"So busy."
Mendengar suara sang suami dari balik punggung membuat Laura menolehkan kepala. "Of course, Darling. Calon menantu sama bakal besan kita mau datang. Masa aku mau santai-santai aja?" sahutnya lalu melahap satu buah cherry yang telah dicuci bersih. "Kamu mau?"
Buah cherry dari tangan sang istri Julius langsung lahap. "Perlu aku bantu?"
Laura menggelengkan kepala. "Nggak usah. Mendingan kamu siapin busa
"Saga! I miss you so much!" Semua orang mengangakan mulut mereka tatkala Jess sekonyong-konyong mendekap Saga dengan gelagat yang cukup mesra. Sementara Saga yang terlalu kaget, tidak mampu bereaksi banyak di tempatnya berdiri. Akan tetapi, sewaktu mata alpha muda ini terarah pada sang kekasih omega yang juga tengah memandanginya penuh tanya, kesadarannya segera kembali seketika. Saga mencengkeram lengan Jess cukup kuat. "Jess! What are you--Let me go!" Lalu dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Jess hingga membuat pelukan yang didapatkannya terlerai. "What the hell are you doing here? Don't you know we're in the middle of dinner?" tanyanya dengan nada sengit sembari merapikan jas yang dipakai. Jess Harrald McLauren, pemuda yang tak lain merupakan bagian dari golongan alpha bangsawan McLauren serupa Laura ini menunjukkan senyuman lebar. "Of course I know. So, let me join," ujarnya sambil menarik lengan Saga ke dalam peluk
"Jadi, maksud Tante, Jess ini yang bikin ...?" Feryan nyaris tak dapat mempercayai kenyataan apa yang baru saja dia dapati. "Iya, Feryan. Tante dan Ayahnya Saga juga baru mengetahui itu tiga hari kemudian setelah diberitahu pihak security di rumah. Bahwa katanya, Saga jatuh karena didorong oleh Jess. Tentu aja kami berdua nggak percaya karena waktu itu mereka berdua sama-sama masih anak-anak. Tapi, begitu melihat rekaman CCTV yang ada ... " Laura menunduk, menggeleng masygul dengan ekspresi kesal bercampur muram. "Kami nggak bisa menyangkalnya lagi." Feryan terperangah. "T-tapi kenapa, Tan? Kenapa Jess tega--" "Karena dia menyukai Saga, Feryan. Dia menyukai sepupunya sendiri," tukas Laura mengutarakan jawaban yang sesuai perkiraan, tapi tetap terdengar mengejutkan. "Yah, bisa dibilang, dia sangat terobsesi pada Saga. Jadi, saat hari itu Saga bercerita pada ayahnya mengenai kamu, dan Jess kebetulan juga ada di sana,
"Elo masih kesel?"Tanya itu tak dihiraunkan Feryan yang tengah memfokuskan pandangan di luar kaca mobil dengan ekspresi ketus. Di sampingnya, Saga yang memegangi kemudi sekadar menghela napas panjang. Sudah sejak mereka pergi dari kediamannya Feryan berlaku begini. Walau bukan tanpa alasan."I'm really sorry, okay? Jangan ngambek terus dong, Ryan." Saga mencoba menggenggam tangan Feryan yang terlipat di depan dada, dan sesuai dugaan, mendapat penolakan."Elo tuh ngeselin! Kebiasaan banget main nyium-nyium sembarangan!"Ya, benar. Sumber kekesalan Feryan saat ini adalah dikarenakan tindakan Saga yang secara lancang menciumnya di hadapan Laura serta para pelayan di kediaman Fransikskus ketika mereka hendak sarapan bersama. Meskipun ibu dari kekasih alphanya itu tak mempermasalahkan, tetap saja Feryan merasa jengah dan geram. Apalagi dia belum terbiasa apabila segala kemesraan yang mereka perbuat dipertontonka
"What are you guys looking at?" bentak Jess, tampak semakin muak sebab orang-orang yang diharapkannya memberi jawaban justru tetap memilih diam. "What's with the silent? Are you guys mute or something?" Tanya itu membuat Setya tersinggung. Dia siap berdiri untuk balik mengkonfrontasi tatkala Ervano sigap menahan. "No, Febri. Stay. Jangan dilawan. Biarin aja dia." Mau tidak mau, Setya menurut. Dia mendengkus, memandangi Feryan yang diyakini tengah memendam amarah juga kini. Bila menuruti mau sendiri, inginnya Setya melemparkan gelas berisi minuman ke wajah alpha bule kurang ajar di mejanya ini. Pemuda omega itu masih beradu sorot mata kesal dengan alpha sombong di sampingnya ketika akhirnya memutuskan untuk mengambil seluruh barang bawaan. "Gue mendingan pergi duluan kalo gitu. Kalian silakan lanjutin aja makannya," ucap Feryan lantas berdiri sambil memasukkan ponsel ke kantung celana. "Bye." Tanpa menghiraukan Jess, dia berlalu dari sana. Jess
Setya dan Ervano berjalan beriringan, Dyas berada di tengah-tengah, dengan Saga dan Feryan yang juga melangkah sambil bergandengan tangan. Bersama, mereka berlima berjalan-jalan mengelilingi mall sebagai pelepas penat setelah siang tadi berjumpa dengan Jess yang justru menghancurkan mood semua orang. Terutama Saga, yang kini tampak berulang kali mengelus-elus letak luka di sisi kepala yang didapatnya tempo hari. Melihat itu, Feryan mengernyit seraya turut menyentuh. "Kepala elo kenapa? Masih sakit, kah?" Mendengar tanya itu refleks saja Saga menggeleng pelan. "Huh? No. I'm fine. Nyeri sedikit aja, sih. Tapi udah nggak apa-apa asalkan gak dipegang, kok." Tepat sesudah dia mengatakan itu, tangan usil Ervano secara sengaja memukul bagian yang dimaksudkan dan membikin dia mengaduh. "Aww! You asshole!" Saga memaki sembari balas memukul bahu sahabat alphanya yang tertawa puas. "Oh. Beneran sakit?" Ervano sigap berdiri ke sisi paling kanan menghindari serangan balas
"APA KALIAN BILANG?" Jess murka, membentak dua sosok di depannya dengan sorot yang sangat bengis setelah mendengar penjelasan mereka mengenai tak ingin lagi mengikuti titah darinya. "Kalian sudah gagal, dan sekarang ingin berhenti? Apa kalian sudah kehilangan akal sehat?" Seorang beta dengan perawakan lebih tinggi menunduk, kedua matanya yang tampak lesu dan memerah akibat kekurangan tidur menatap alpha di hadapannya agak segan. "Maaf, Tuan. Tapi kami benar-benar tidak bisa melanjutkan tugas dari Anda." Partner di sebelahnya mengangguk setuju dengan paras yang sama lesu dan agak babak belur. "Betul, Tuan. Berhari-hari belakangan ini kami sudah diburu oleh banyak pihak kepolisian sejak insiden di mall waktu itu. Kami tidak mau sampai tertangkap," ujarnya menambahkan. Berpikir tentang betapa berisikonya pekerjaan kotor ini. Mereka menjadi buronan, nyaris selalu tak bisa tenang sebab takut tertangkap, sudah begitu berurusan dengan golongan konglome
Desyana Ayudiah mengalihkan perhatian dari televisi, kemudian bangun dari sofa sewaktu mendengar suara ketukan dari luar pintu rumahnya. Dengan tergesa-gesa wanita omega ini melangkah menuju pintu, membuka kuncian lalu menguaknya. Untuk mendapati sosok kekasih sang putra yang tengah berdiri di baliknya. "Oh, Nak Saga datang." Desyana menyambut kedatangan alpha ini penuh suka cita. "Hai, Tante. Selamat sore." Saga menyapa disertai senyuman lebar sembari mengedarkan pandangan. Melihat gelagat itu, Desyana refleks membuka daun pintu lebih lebar. "Ayo, masuk. Mau ketemu Fery, 'kan?" Tentu saja pemuda ini berniat menemui putra semata wayangnya, 'kan? Memangnya tujuan apa lagi yang mendasari alpha ini sampai jauh-jauh datang ke rumahnya? Wanita berusia 40 tahun ini nyaris memukul kepala sendiri menyadari pertanyaannya yang konyol. Ditanyai demikian, Saga jadi agak terlonjak sebelum perlahan mengangguk. "Iya, Tante." "Dia ada di dalam
"Feryan!" Laura McLauren Fransiskus menyambut kedatangan calon menantunya dengan pelukan hangat. Diusap-usapnya lembut punggung pemuda yang amat dikasihi olehnya ini penuh sayang. "I'm glad you look fine." Saga tersenyum menyaksikan pemandangan di hadapannya. Mengetahui sang Mommy amat menyayangi omega yang dipilihnya, itu lebih dari sebuah ekspektasi yang menjadi nyata bahkan tanpa dia meminta. Feryan terkekeh. "Tante gimana kabarnya?" tanyanya sesudah melepaskan pelukan. Laura tersenyum simpul disertai anggukkan. "Kabar tante baik kok, Sayang." Lalu matanya melirik ke belakang pemuda omega ini, mencari-cari sosok lain yang diundangnya juga untuk datang. "Kamu kok datangnya sendirian aja? Ibu kamu ke mana?" Ditodong tanya itu, Feryan mengerling Saga sekilas dengan sorot mata malas. "Saga pasti lupa bilang ke Tante, ya? Ibu lagi dalam masa heat sekarang. Jadinya, untuk sementara waktu ngurung diri dulu di rumah. Nggak bisa ke mana-mana." Infor
Feryan Feriandi menatap tak berkedip langit malam di luaran sana. Mengintip waktu pada jam dinding, lalu mendecak tidak sabar sambil mengusap-usap perut buncitnya ke atas hingga ke bawah. "Iya. Kembang apinya lama banget, nih. Padahal kita nggak sabar mau ngeliat, ya," ujar pemuda omega itu pada sang buah hati yang masih berada dalam kandungan dan merespons melalui tendangan. "Iya, Sayang. Sabar. Tunggu beberapa menit lagi. Kembang apinya nanti muncul, kok," sambungnya seraya meringis sebab turut merasakan sensasi mulas untuk ke sekian kalinya di sepanjang hari ini. Apakah mungkin karena tendangan jabang bayinya semakin kuat? Ataukah karena dia yang terlalu lama duduk di kursi ini? Atau ada faktor lain? Pintu kamar lalu membuka dan menampakkan sosok Saga yang baru pulang dari tempat kerjanya. Membuat Feryan menoleh, lantas menyambutnya dengan senyum semringah. "Tuh, lihat! Gupa pulang!" serunya senang sambil perlahan-lahan turun dari kursi. "Hati-hati, Sayang!" ujar sang alpha ser
Untuk ke sekian kali, Feryan menarik napas panjang demi menenangkan debaran di jantungnya. Omega ini gelisah sembari terus-menerus membetulkan veil yang terpasang di bagian belakang kepala, pada bulatan rambut atas yang diikat sementara setengah rambut bawahnya dibiarkan tergerai. Sudah saja merasakan basah di seluruh telapak tangan yang tengah memegangi buket bunga senada warna tuxedo, celana licin serta sepatu yang dikenakan: putih.Mata bulat pemuda itu mengerling gamang ke arah kerumunan tamu yang duduk pada setiap kursi di sekitar altar selagi menyimak sambutan dari Pendeta yang bantu memberkati prosesi hari istimewanya. Menggigit bibir yang dipoles lipgloss berwarna bening, terus meringis dan mendesah berulang-ulang. Sungguh kalut tidak keruan sekalipun telah meyakinkan diri bahwa dia siap menyambut hari yang amat dinantikan ini; hari pernikahannya dan Saga."Gugup?"Kemunculan Ardian Triangga Santoso selaku sang ayah sedikit membuat Feryan mampu mengembuskan napas lega. "Iyalah
Selembar undangan bertuliskan; Wedding invitation of Juanda Saga. F (A) with Feryan Feriandi. S (Ω), 3rb May disodorkan oleh calon mempelai alpha. "Ini, Dok. Undangan dari kami.""Wow." Yang diterima oleh Dokter Lanang Mahesa Aguntara dengan tangan terbuka. "Akhirnya, datang juga undangan pernikahan ini." Matanya mengerling usil pada sesosok omega yang menggandeng erat lengan Saga seolah tak mau lepas. "Padahal kurang lebih tiga bulan lalu, saya masih ingat ada seseorang yang menyangkal tentang dia dan Saga berpacaran, tapi lihat sekarang," selorohnya sengaja menggoda."Dokter!" Feryan mendesis risih dibarengi pelototan.Alhasil Saga dan Lanang kompak menertawakan."Selamat ya, Feryan, Saga," ucap dokter berusia 27 tahun ini, lalu melirik ke perut Feryan. "Dari yang saya dengar, katanya kamu juga sedang hamil."Anggukkan Feryan tunjukan sebagai jawaban. "Iya. Udah jalan dua bulan lebih, Dok." Tangannya dan Saga refleks memegangi perutnya dengan kompak.Lanang turut senang melihatnya d
Sepasang alpha dan omega ini memandang secara saksama pada USG monitor yang menampakkan gambaran janin mungil yang bergerak sedikit demi sedikit. Untuk pertama kali, bersama-sama menyaksikan langsung perkembangan bayi mereka dari layar berwarna abu-abu. Disusul mendengarkan detak jantung di dalam perut yang serta-merta menciptakan perasaan gelisah bercampur bungah.Feryan Feriandi tersenyum penuh haru sambil kian mengeratkan pegangan tangannya di genggaman Juanda Saga Fransiskus yang setia mendampingi tatkala detak jantung sang anak terdengar semakin jelas.Usai menjalani seluruh pemeriksaan, Saga bertanya dengan tidak sabar. "Bagaimana kondisinya, Dok? Dia sehat, 'kan? Bayi kami juga sehat, 'kan?"Dokter kandungan bernama Eirina ini mengangguk laun. "Luka di perut Tuan Muda Feryan sudah berangsur membaik. Tidak ada masalah. Begitu juga dengan janin di perutnya. Anda tidak perlu khawatir, Tuan Muda Saga," jelasnya disertai senyum hangat yang kontan membuat Saga bernapas lega."Berapa
"Ayah ngajak Ibu rujuk?" Mengetahui kabar yang dikatakan oleh Sang Ibu, terang saja Feryan tampak bahagia hingga menghentikan makannya sebentar untuk memastikan lebih jauh. "Terus? Ibu terima?" Ketika kepala wanita omega yang melahirkannya 18 tahun lalu itu mengangguk, senyum semringah Feryan kian mengembang. "Selamat ya, Bu!" ujarnya sambil memegangi tangan sang ibu erat. "Fery turut senang."Desyana mengangguk dengan embus napas lega. "Iya, Nak. Makasih, ya."Saga yang juga tengah menyimak percakapan mereka, turut tersenyum dan memberi selamat, "Saga juga ikut senang mendengarnya, Tante. Selamat, ya.""Terima kasih juga, Nak Saga." Desyana mengusap pundak calon menantunya lembut.Feryan melanjutkan sesi makannya lalu kembali bertanya, "Jadi, nanti Ibu bakalan tinggal sama Ayah, dong?""Iya." Lagi, Desyana mengangguk. "Tapi nanti, setelah kamu dan Saga menikah."Pemuda omega yang tengah mengandung ini manggut-manggut. "Fery pikir ayah udah gak cinta lagi sama Ibu."Komentar itu membu
Juanda Saga Fransiskus menutup ruang rawat lalu kembali melangkah mendekati ranjang yang Feryan tempati. Sepi. Setelah masing-masing orang tua mereka memutuskan untuk pulang dulu ke rumah, berpikir bahwa kini mereka memiliki kesempatan untuk berbicara empat mata. "Akhirnya, kita bisa berduaan. Haaaah." Alpha muda ini membuang napas panjang seraya duduk ke tepian ranjang. Feryan tersenyum. Tangannya bergerak pelan untuk bantu merapikan tatanan rambut Saga yang terlihat acak-acakan. "Elo pasti capek banget. Mendingan elo tidur aja, Saga." Gelengan kepala ditunjukkan. Tangan Feryan yang menyentuh rambutnya lantas dipegang. "Gue nggak ngantuk sama sekali, kok. Tugas gue di sini adalah untuk menjaga lo. Dan anak kita," bisiknya, tidak lupa menjatuhkan tangan pada bagian bawah perut sang omega di mana letak janinnya berada.
"Hah? Gue hamil?" Apakah Feryan tidak salah dengar? Hamil, katanya? Sejak kapan? Bagaimana bisa? Seusai mendengar seluruh penjelasan dari Dokter, sang Ibu serta Saga, alhasil Feryan langsung memegangi perut secara pelan dari luar baju pasiennya. "Jadi, gue beneran ... lagi hamil?" Dia mendongak pada Saga. Yang memperlihatkan anggukkan laun selagi mengusap puncak kepalanya lembut. "Iya." "Anak elo, 'kan?" Sambung Feryan, masih ingin memastikan lantaran masih sulit mempercayai apa yang dialaminya saat ini. Namun, tanya kedua darinya itu sukses membuat kekasihalphanyamendecakkan lidah sambil melotot geram. "Astaga. Bego elo itu ada batasnya nggak, sih? Jelaslah itu anak gue! Emangnya elo ngerasa pernah tidur sama alpha mana lag
Juanda Saga Fransiskus terus berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang UGD tanpa menghiraukan dua pasangan orang tua yang jadi turut gelisah akibat melihat tindakannya. Menunggu dokter muncul dari ruang UGD, ditambah menanti kabar mengenai kondisi Feryan yang proses dioperasinya bagai tak kunjung usai. Laura menarik napas tidak sabar. "Dokter kenapa lama, ya? Padahal aku mau tau kondisi menantu kita dan kandungannya." Mendengar protes itu, Desyana pun semakin merasa gamang. "Maaf sebelumnya. Saya sendiri belum yakin apakah hasil testpack milik Fery akurat. Bila nanti dokter keluar memberi kabar bahwa Feryan ternyata nggak hamil, saya harap Miss Laura dan yang lain nggak kecewa." Perkataan itu membuat Saga berhenti berjalan, sedangkan Laura, Julius dan Ardian sontak melirik penuh iba. Ardian kembali merangkul wanita omega di sampingnya ini dengan lembut. "Yang terpenting adalah keselamatan dia, Syana. Entah hasilnya positif atau nggak, yang paling pe
"TIDAK! FERYAN! BUKA MATAMU!" Jess berteriak histeris sembari menepuk-nepuk pipi Feryan dengan kasar. "HEY! KAU DENGAR AKU? JANGAN MATI DI SINI, OMEGA SIALAN! KENAPA KAU ... APA YANG AKAN SAGA .... " Bibirnya gemetaran sebab tak lagi sanggup berkata-kata. "ARRRGHHH! TOLONG! SIAPA PUN, TOLONG KAMI!" Jeritan keputus-asaan itu bersahutan, bertepatan dengan datangnya satu per satu rombongan dari; mobil hitam, mobil polisi hingga sirine ambulance yang terdengar dari kejauhan. Pun, tiga helicopter tampak mondar-mandir terbang tepat di atas langit di mana posisi Jess berada. Motor yang digunakan oleh komplotan pelaku penusukkan pun berhasil dicegat dengan cara ditabrak dari samping, hingga dua sosok pria beta itu jatuh bergulingan ke jalan. Dari dalam mobil yang menabrak, Tommy Andy Samudera memunculkan diri selagi melaporkan situasi kepada Tuan Besarnya sembari menyaksikan dari kejauhan ketika Feryan mulai digotong ke dalam ambulance. "Halo, Tuan Ardian. Tu