"Reksa,dia itu...."
Semburat merah dadu menghiasi wajah Lyra seketika. Ia berdoa semoga malam ini bisa tidur dengan nyaman. Tanpa gangguan, tanpa khayalan kurang ajarnya yang masih saja terus menggoda.
***
Seseorang menabrak kasar lengan Lyra. Hampir saja wanita itu terjengkang karena tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya. Namun, tangan itu segera meraihnya. Dan menggapit di antara kedua lengannya yang kokoh.
Lyra mengerjap beberapa kali. Berupaya mengembalikan kosentrasinya yang hilang beberapa saat lalu.
Wajah Herdy yang terlampau dekat membuatnya gagal fokus. Hidung si tukang marah-marah itu sempurna, begitu juga bagian wajah lainnya. Alis tebalnya menaungi sepasang netra cokelat yang menatapnya tajam.
Lyra segera beringsut dan menarik diri dari rengkuhan Herdy.
"Maaf, Pak," ucapnya pelan.
"Tidak apa-apa
Hai, teman-teman yuk ramaikan lapak ini. Aku tunggu komen dan review bintang limanya ya, Gaes.Happy Reading!___________________Alfa baru usia sepuluh tahun saat Papa Irfan membawanya ke sebuah rumah yang memiliki halaman cukup luas . Papa Irfan bilang, ia akan tinggal di sini bersama mama dan adiknya, Lyra. Alfa sangat senang keluarga barunya memperlakukannya dengan sangat baik. Di saat orang lain mengambil anak-anak yang masih balita di panti, Papa Irfan malah memilihnya untuk diambil sebagai anak angkat.Alfa terpaksa berada di panti karena ia tidak memiliki siapa pun lagi. Ayah dan ibunya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Ia pernah dipertemukan dengan seorang wanita cantik yang ia tahu sebagai walinya. Namun, wanita itu tidak mau menerimanya. Dan ia pun berakhir di panti asuhan beberapa bulan sebelum Papa Irfan membawanya ke rumah baru. Sungguh, ia tidak akan pernah lupa wajah cantik itu
Jadi, kenapa kamu bisa berada di sini?" tanya Lyra sesaat setelah mereka masuk ke dalam mobil."Ada pertemuan sedikit dengan presdir. Jadi sekalian aku mampir ke divisimu. Dan kata orang-orang di situ, kamu pergi bersama Herdy," jawab Reksa."Lalu bagaimana kamu tau aku resign dari kantor?""Mereka juga yang bilang."Lyra mengangguk paham. Ia melirik sekilas wajah Reksa yang masih fokus pada kemudinya."Itu tadi ...." ucapan Lyra menggantung. Dia ingin menanyakan hal yang sempat membuatnya terkejut tadi."Ya?""Your girl friend.""You!""Iya, eh nggak. Itu kamu bergurau 'kan?" Lyra mendadak gugup."Kenapa? Apa kamu nggak mau jadi pacarku?" tanya Reksa menatap Lyra sekilas."Maksudnya?""Kita sudah pernah membicarakannya."Lyra tersenyum canggung. Menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia tidak pernah menyangka kalau pembicaraan malam itu berlanjut jadi seperti ini.
Lyra mematut diri di depan cermin. Beberapa kali memutar badan. Gaun soft pink kini sudah melekat sempurna di tubuhnya. Sebelum itu, ia pun sudah menyapukan sedikit riasan tipis di wajahnya. Seperti biasa, penampilannya tidak mau berlebihan. Walaupun gandengannya sekarang seorang bos besar, tapi tidak mengubah apa pun kasualitas dalam dirinya.Lyra menepuk-nepuk pipinya sendiri mengurangi rasa gugup. Bahkan suara klaskson mobil Reksa belum terdengar, tapi degup jantungnya bertalu-talu sudah dari sekarang.Dan tak lama kemudian, suara mobil yang iya yakini adalah suara mobil milik Reksa terdengar memasuki halaman rumah. Ya Tuhan, wajahnya memanas seketika. Dirinya tak mau bergeser sedikit pun dari kursi rias yang ia duduki."Kamu harus tenang Lyra," bisiknya pelan.Lyra hampir melompat saat mendengar suara pintu kamarnya terbuka, dan Alfa muncul dari balik pintu, memperlihatkan senyum jahilnya."Bu
Lyra bergerak menjauh dari kerumunan yang membuat kepalanya agak sedikit pusing. Ia duduk di sebuah kursi yang letaknya paling belakang dan agak lengang. Pikirannya berkecamuk. Sebelumnya, ia tidak pernah menduga ada serbuan dari wartawan. Tapi ia lupa, dirinya datang dengan seorang pebisnis dengan mantan tunangan seorang artis. Reksa dan Helena itu dua sisi yang sangat seimbang. Lelakinya tampan, wanitanya cantik. Lagi-lagi Lyra merasa minder, sama seperti pertama kali bertemu Syilla. Seperti sadar akan posisinya, ia lebih baik menyingkir sesaat. "Ternyata kalian beneran berpacaran, ya?" Sebuah suara bariton terdengar dari arah belakang. Lyra menoleh dan kontan berdiri saat mendapati Herdy berjalan mendekat. Langkah Herdy berhenti tepat di depan Lyra. Tangan kirinya tenggelam ke dalam saku celana hitam yang ia pakai. Dan tangan kanannya terlihat sedang menggenggam sebuah gelas kaca. "Kenapa di sini? Apa kamu tidak menemani
Pikiran Reksa terbelah antara menyetir dan perempuan di sebelahnya yang sejak keluar dari pesta banyak sekali diamnya.Sebenarnya apa yang sudah terjadi? di tengah wawancaranya dengan para wartawan tadi, ia masih merasakan pelukan Lyra pada lengannya. Hingga Helena datang, ia baru sadar bahwa Lyra tidak ada di sampingnya.Apa tadi Herdy telah berkata sesuatu yang membuat wanita itu sekarang seperti lebih menikmati memandang jalanan malam daripada berbicara dengan dirinya?Lyra hanya menjawab pertanyaan Reksa seperlunya saja, kemudian kembali membuang muka ke kaca jendela mobil. Seolah ada hal yang lebih menarik di sana.Beberapa kali Reksa menghela napas. Ia yakin, Lyra juga belum makan. Tadi di pesta, piring yang Lyra pegang isinya masih terlihat utuh."Apa kamu mau mampir sebentar ke restoran untuk makan malam?" tanya Reksa."Nggak, kita langsung pulang saja."Reksa mendebas mendengar jawaba
Kenapa rasanya sesakit ini? Merasa dicintai sekaligus dikhianati. Lyra masih terus berjalan sambil sesekali menyeka air matanya. Beberapa kali ponsel di saku celananya bergetar, tapi tidak sama sekali ia hiraukan.Lalu lintas pagi mulai merayap padat. Hilir mudik kendaran pribadi mau pun umum saling bersahutan. Kebisingan pagi yang terasa sepi bagi Lyra."Alyra!"Sebuah tangan menyambar lengannya hingga tubuhnya terbalik. Mata di hadapannya terkejut saat mendapati Lyra dengan kondisinya saat ini. Lyra segera mengusap matanya."Kamu menangis?" tanya orang itu.Lyra diam menatap manik cokelat itu."Kenapa kamu pagi-pagi ada divjalan seperti ini? Kamu habis dari mana?" tanya lelaki itu.Lyra menyingkirkan tangan lelaki itu dari lengannya. "Aku nggak habis dari mana pun.""Lalu apa yang membuatmu menangis?"Tak mengindahkan pertanyaan itu, Lyra kembali berjalan.
Lyra dan Alfa memasuki ruang makan begitu sampai ke rumah. Mereka baru pulang dari jogging di taman kota.Di meja makan, mama tengah mempersiapkan makan pagi ditemani papa.Alfa langsung mengambil tempat duduk di sebelah papa sementara Lyra membuka kulkas dan mengambil jus jeruk kemasan."Ternyata ada yang diem-diem sudah punya pacar rupanya."Hampir saja Lyra tersedak mendengar ucapan mama yang sedang membantu papa mengoles selai pada rotinya.Lyra mengerjap memandang mama dan papa bergantian. Lalu tatapannya beralih pada Alfa yang nampak berhenti sesaat dari gerakannya mengambil sebuah roti.Dengan berusaha tetap tenang, Lyra duduk di seberang Alfa. Tangannya menjulur mengambil selembar roti. Sambil sesekali matanya melirik kedua orang tuanya. Kenapa suasananya jadi horor begini, ya? Ini masih pagi, loh.Alfa yang tadi sempat tersentak juga, berusaha mengalihkan keadaan. Ia melirik sebuah ka
Reksa dengan gerakan slow motion mendekati wanitanya yang berdiri canggung memalingkan muka ke sana ke mari. Lyra benar-benar blushing. Ingin lari, tapi tak bisa.Jantung Lyra terus berlomba-lomba saat jarak mereka begitu dekat. Manik hazel itu masih belum juga lepas dari pandangannya. Reksa terus memangkas jarak di antara mereka. Hingga saat wajah lelaki itu mendekat, Lyra sedikit memekik dengan mata terpejam.Tapi yang Lyra rasakan justru kehampaan. Tak ada hal lain yang dilakukan Reksa selain meraih sebuah handuk yang terselampir di kursi tepat di belakang Lyra berdiri."Maaf, aku mau mengambil handuk ini," ujar Reksa tersenyum menggoda.Sumpah! Lyra malu setengah mati. Oh betapa bodohnya ia. Bisa-bisanya ia mengira Reksa akan melakukan sesuatu. Lyra hanya meringis memandang Reksa yang kini tengah mengeringkan rambutnya.Diam-diam Lyra menepuk kepalanya sendiri karena kebodohannya. Malu-maluin.
Reksa melipat lengan kemejanya hingga siku. Dasi yang tadi pagi siang masih melekat sempurna di lehernya entah ke mana sekarang perginya. Pelipisnya terus mengucurkan buliran keringat. Mulutnya tidak berhenti mengucapkan kata-kata penyemangat untuk istrinya yang masih menahan sakit pada perutnya. Tangannya juga menggenggam tangan Lyra menyalurkan kekuatan. Sebelah tangan yang lain mengusap berulang kepala Lyra yang sesekali meringis kesakitan."Reksa, ini sakit banget," keluh Lyra lirih. Wajahnya memucat."Sabar, ya, Sayang. Sebentar lagi ini akan selesai. Kamu pasti kuat." Reksa terus meyakinkan.Lyra menahan napas kuat-kuat saat kontraksi semakin menguat. Rasanya ingin ia keluarkan segera isi di dalam perutnya. Ia benar-benar tidak tahan.Jeda kontraksi semakin sering. Rasa sakit yang mengiringi kini berdampingan dengan rasa mulas yang luar biasa. Sekuat tenaga Lyra menahan agar tidak mengejan kare
Derap langkah terdengar keras dan cepat. Reksa dan Bastian baru saja melakukan meeting dengan E.R Grup terkait kerjasamanya dalam pembangunan sebuah hotel di Pulau Maluku.Ini merupakan proyek pertamanya di bidang perhotelan. Ia menanamkan lima puluh persen sahamnya pada bisnis itu. Ia dan Bastian sudah memperhitungkan matang-matang sebelum memutuskan merambah ke bisnis perhotelan dan pariwisata jauh sebelum mega proyek kota mandiri baru di-release.Mega proyek kota mandiri, masih dalam tahap pembangunan. Akan memakan waktu yang lumayan lama untuk menjadikan kota itu sesuai dengan rancangan. Saat ini pengembang sedang membangun 58 tower, dengan total unit mencapai 23.500. Dari tower yang sedang dibangun tersebut, pihak pengembang mengaku telah menjual 70 persen unit. Ini pencapaian yang fantastis."Kita harus menghubungi pihak pengembang kembali. Usahakan akhir tahun ini kita bisa melakukan topping off dan serah terima kunci," uja
Kuy sebelum baca vote dulu.Berasal dari mana aja nih kalian?_________________Lyra menggeliat dari tidurnya. Mengucek mata yang masih terpejam. Bangkit perlahan dan duduk di tepi sofa. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Tidak ada siapa-siapa. Hanya ada suara detak jarum jam yang terdengar.Sudah pukul delapan malam. Reksa belum juga pulang. Tadi Lyra sedang menonton televisi sembari menunggu suaminya pulang, malah dia ketiduran.Akhir-akhir ini Reksa sering pulang malam. Kerjaannya sedang padat dan mengharuskan ia lembur. Lyra hampir mati kebosanan menjadi penunggu rumah sejak dirinya resign dari kantor. Apalagi dalam keadaan Reksa yang sering pulang malam. Padahal usia kandungannya sudah menginjak sembilan bulan. Pergerakan Lyra mulai terbatas. Harusnya Reksa mengurangi kegiatannya di kantor. Bagaimana jika sewaktu-waktu istrinya melahirkan? Reksa sudah mengusulkan agar Lyra tinggal di rumah Mami Loui untuk sementara, tap
Happy Reading gaess...Jangan lupa tinggalkan jejak dan vote-nya yaa 😉______________Ada banyak makanan yang tertata di meja makan saat Reksa baru sampai rumah, setelah pulang kantor.Istrinya, Lyra. Sudah terlebih dulu pulang. Usia kehamilannya menginjak bulan ke enam. Reksa memaksanya hanya boleh bekerja sampai pukul empat sore."Sayaaaang ... Aku pulang...." Reksa menghidu aroma masakan. Ia mempercepat langkah ke dapur. Dan benar seperti dugaannya, istrinya sedang bergulat dengan wajan dan sodet. Memindahkan masakannya ke piring."Sayang, apa yang kamu lakukan? Mana Bibi?"Reksa segera mengambil alih sodet dan piring yang ada di tangan Lyra. "Kan sudah aku bilang, kamu itu nggak boleh capek. Sekarang, lihat! Apa yang kamu lakukan? Memasak segini banyaknya? Buat apa?"Lyra menatap kesal suaminya yang baru datang sudah mengomel tidak jelas. Bukannya berterima kasih, malah mer
BEBERAPA BULAN KEMUDIAN"Reksa," panggil Lyra.Yang dipanggil menegakkan badan kembali. Matanya mengerjap. Kali ini apalagi keinginan istrinya beralibi calon bayinya? Mata Reksa melirik ke jam dinding di sudut kanan. Sudah hampir pukul dua belas malam. Sumpah, ia sudah sangat mengantuk. Sudah seharian ini ia dikerjai keinginan istrinya yang aneh-aneh. Kalau bukan karena calon bayi yang Lyra kandung, ia tidak mau bersusah payah seperti itu."Iya, Sayang," jawab Reksa mempertahankan senyum."Cuanki bandung enak kayaknya."Glek!"Sayang, ini udah hampir tengah malam. Gimana kalau makan cuankinya besok aja. Pasti aku cariin sampe ketemu. Oke, ya?""Aku tuh penginnya sekarang." Lyra mencebikkan bibir. Mata bulatnya masih selebar purnama.Lyra memunggungi Reksa. Suaminya itu hanya bisa menghela nafas, selalu saja begitu."Kan kamu juga yang bikin aku jadi kayak gini. Ingat Re
"Aku pikir semua kemewahan yang kamu beri sudah berakhir Reksa, tapi aku sama sekali tidak menyangka kalau resepsi pernikahan ini juga tak kalah mewah. Apa tidak sayang menghamburkan banyak uang begini?" bisik Lyra di telinga suaminya.Reksa menggeleng. "Untuk urusan ini aku tidak tau, Sayang. Semua yang mengatur Mami dan adik-adikku. Kamu tau sendiri seperti apa semangatnya mereka dengan pernikahan ini.""Di sini aku sudah seperti seorang ratu saja." Lyra mencebikkan bibirnya."Kamu memang seorang ratu, sangat cantik dan memesona.""Berhenti menggodaku Reksa."Sebuah cubitan kecil mendarat di pinggang Reksa membuat lelaki itu meringis."Aku tidak menggodamu. Melihatmu yang sangat cantik seperti ini, aku jadi tak sabar membuatmu mendesah di bawahku lagi malam ini."Kali ini pukulan Lyra mendarat di bahu Reksa agak keras. Matanya melotot. Tidak sepatutnya Reksa bicara vulgar di suasana seperti ini.
Lyra masuk ke ruangan Reksa dengan wajah sebal. Sengaja ia hentakkan kaki agar orang di meja kebesarannya itu sadar."Hai, Sayang," sapa Reksa sekilas, lalu melanjutkan pekerjaannya."Aku laper." Lyra langsung menjatuhkan diri di sofa."Oh, ya. Kamu mau makan apa? Kita bisa delivery.""Aku udah bawa bekal kalau kamu lupa."Reksa menutup fail yang ada di depannya. Lalu beranjak dari kursinya dan menghampiri Lyra yang sudah duduk di sofa."Oke, kita makan. Aku selalu suka masakan yang kamu buat."Lyra masih menampakan wajah kesal saat ia membongkar bekal makanan yang ia bawa. Kejadian di toilet rasanya ingin ia adukan pada Reksa."Kamu nggak pernah menyeleksi dengan baik calon karyawanmu di sini, ya?" tanya Lyra dengan bibir berkerut."Maksudnya?""Nggak pa-pa." Lyra menyerahkan satu kotak bekal pada Reksa. Rasanya terlalu kekanakan kalau harus mengadukannya langsung."Kamu mengalami hal ya
Mobil Reksa memasuki gerbang dan berhenti di halaman sebuah rumah mewah yang Lyra tidak tahu siapa pemiliknya. Bahkan dari sejak mengajaknya, Reksa tidak memberitahu tujuan jelasnya.Mungkin ini adalah salah satu rumah milik saudara atau temannya. Entahlah. Reksa masih saja bungkam saat dirinya menyuruh Lyra untuk turun.Lyra mengedarkan mata, menyapu semua sudut yang bisa ia jangkau. Halaman rumah ini cukup luas dengan sebuah taman yang tertata rapi dan indah. Ada sebuah kolam ikan kecil di sudut taman itu. Sebuah carport yang lumayan besar kira-kira bisa menampung tiga sampai empat mobil. Di sisi kanan rumah ada sebuah jalan terbuka yang sepertinya menghubungkan halaman samping dan belakang.Biarpun rumah berlantai dua ini terlihat megah dan indah, Lyra merasa rumah ini sepi penghuni. Bahkan sejak Lyra berdiri di sini beberapa menit lamanya, pemilik rumah belum menampakan batang hidungnya."Bagaimana menurutmu?"Lyra
Rumah masih nampak ramai. Sisa-sisa kegaduhan karena kedatangan keluarga Reksa juga masih ada. Pasalnya keluarga mempelai pria datang dengan membawa seserahan yang mengundang kehebohan. Baik dari keluarga Lyra sendiri maupun para tetangga yang turut menyaksikan itu.Lyra sendiri tidak menyangka semua permintaan yang hanya diucapkan dengan mode bercanda itu malah diwujudkan oleh Reksa. Lyra bukan wanita sematre itu. Ia hanya mengerjai Reksa padahal, tidak serius sama sekali.Lupakan soal itu. Karena Reksa sendiri bilang ada kejutan lain di Jakarta sana. Padahal ini cukup membuat Lyra dan keluarganya terhenyak.Kini Reksa dan Alyra sudah sah menjadi sepasang suami istri. Dan sekarang mereka sedang menjadi raja dan ratu sehari di sebuah gedung serba guna sederhana yang tidak jauh dari rumah orang tua Lyra. Karena ini di Palembang, maka kebanyakan tamu yang hadir memang dari keluarga dan teman-teman orang tua Lyra. Karena ini sejatinya