Reksa dengan gerakan slow motion mendekati wanitanya yang berdiri canggung memalingkan muka ke sana ke mari. Lyra benar-benar blushing. Ingin lari, tapi tak bisa.
Jantung Lyra terus berlomba-lomba saat jarak mereka begitu dekat. Manik hazel itu masih belum juga lepas dari pandangannya. Reksa terus memangkas jarak di antara mereka. Hingga saat wajah lelaki itu mendekat, Lyra sedikit memekik dengan mata terpejam.
Tapi yang Lyra rasakan justru kehampaan. Tak ada hal lain yang dilakukan Reksa selain meraih sebuah handuk yang terselampir di kursi tepat di belakang Lyra berdiri.
"Maaf, aku mau mengambil handuk ini," ujar Reksa tersenyum menggoda.
Sumpah! Lyra malu setengah mati. Oh betapa bodohnya ia. Bisa-bisanya ia mengira Reksa akan melakukan sesuatu. Lyra hanya meringis memandang Reksa yang kini tengah mengeringkan rambutnya.
Diam-diam Lyra menepuk kepalanya sendiri karena kebodohannya. Malu-maluin.
Alfa tercenung menatap kopinya yang belum ia sesap sama sekali. Beberapa lama ia terdiam. Mencoba mencerna kata demi kata yang wanita itu lontarkan. Wanita yang baru beberapa menit lalu meninggalkannya. Wanita yang dulu pernah mengirimnya ke panti asuhan karena menganggap dirinya adalah benalu. Dan hari ini, ia tahu sebab kebencian yang ada dalam sorot mata wanita itu padanya.Alfa masih bergeming dari tempatnya. Merasa bersalah karena masa lalu yang sebenarnya ia tidak tahu menahu.Hanya karena kesalahan dari sang ayah yang bahkan dirinya saja waktu itu belum mengerti arti hidup. Namun, wanita itu seolah terus menyalahkan ibunya bahkan setelah ibunya meninggal.Rasanya tidak adil. Mungkin saja ibunya dulu juga tidak pernah tahu ada wanita lain di kehidupan sang ayah. Demi Tuhan, hanya ada kenangan baik dari almarhumah sang ibu semasa hidupnya.Alfa mengepalkan kuat tangannya. Dirinya masih saja tidak terima saat wanita itu
Langkah kaki Lyra dibuat selebar mungkin untuk menapaki gedung berlantai lima puluh ini. Hampir saja ia terlambat untuk interview di kantor barunya. Ini gara-gara dicegat Herdy yang tiba-tiba saja muncul. Ia melirik arloji di tangan kirinya, masih ada waktu untuk membenarkan dandanannya. Lyra segera menuju ke toilet. Mematut diri di cermin besar wastafel. Membenarkan sedikit tatanan rambutnya yang agak sedikit berantakan. Dan saat ia sedang menggelung rambutnya, seseorang menjajarinya, berdiri menjulang di sampingnya, menatap lurus ke depan cermin.Lyra berkedip beberapa kali. Hatinya berdesir. Wanita cantik yang kini berdiri di sebelahnya adalah Helena.Diam-diam Lyra memperhatikan wanita itu dalam cermin. Tidak ada kata lain selain kata sempurna untuk wanita cantik itu.Lyra memelankan gerakan menggulung rambut. Bagaimana ia tidak cemburu? Helena begitu mempesona dilihat dari jarak dekat seperti ini. Dirinya sebagai perempuan saja merasa kagu
Perjanjian kerja sudah ia tanda tangani, tidak mungkin ia mundur begitu saja. Meskipun ia tahu, Reksa tidak akan mempermasalahkannya jika itu terjadi, tapi rasa-rasanya itu tidak pantas dilakukan. Nanti dikira memanfaatkan kekuasaan."Well, semua sudah selesai 'kan? Bas, aku mau mengajak Lyra makan siang." Syilla berujar menyentak lamunan Lyra.Bastian mendengus. "Aku pikir kamu ke sini ada keperluan apa.""Tadinya aku ingin mengajakmu makan siang. Tapi berhubung di sini ketemu Lyra, ya aku pergi sama Lyra saja. Yuk, Lyr."Syilla bangkit dari duduknya. Mengabaikan raut muka Bastian yang nampak kesal."Terus kamu tidak mau mengajakku?""Kelihatannya kamu sangat sibuk.""Tidak, aku ikut saja."Sebenarnya Lyra agak sedikit heran dengan interaksi antara Syilla dengan CEO itu. Ah! Mereka sama-sama CEO bukan? Masih di bawah naungan Reksa Group. Apa mungkin mereka ada hubungan spesial? Ada banyak pertanyaan berpu
Seseorang terlihat baru keluar dari ruangan Reksa. Lantai 45 di mana letak kantor direktur utama berada. Tak ada ruangan lain selain milik orang nomor satu di Reksa Group itu."Selamat siang, Pak Bastian," sapa orang itu saat berpapasan dengan mereka."Selamat siang, Justin. Apa Direktur ada?""Ada di ruangannya. Silakan."Justin adalah assisten direktur. Salah satu orang kepercayaan Reksa yang waktu itu pernah bertemu Lyra di depan apartemen Reksa. Ya, ia lelaki berkacamata yang mengantar Lyra menemui Reksa yang sedang berenang dan berujung pada ....Padahal Reksa memiliki seorang sekretaris, tapi ia lebih sering berinteraksi dengan asistennya."Bagaimana pertemuanmu dengan Wijaya Grup?" tanya Reksa begitu Bastian masuk ke ruangannya."Seperti yang kamu harapkan. Lyra, sedang apa kamu disitu? Cepat masuk!"Lyra masih saja berada di luar. Merasa belum siap berhadapan dengan Reksa kemb
Lyra berjalan mondar-mandir. Di saat sedang butuh masukan, Alfa yang diharapkan malah ke luar kota. Meninjau proyek di Manado.Sedari tadi, ia terus menggenggam ponselnya. Masih berpikir, bagaimana cara memberitahu mama dan papa? Bukan tak senang Mami Loui akan melamarnya, tapi ini ibarat serangan dadakan yang dilancarkan tanpa persiapan.Ia menggerakkan jemarinya. Menekan nomor rumahnya di Palembang. Tapi lagi-lagi urung. Lyra kembali mondar-mandir. Sesekali menggigit bibirnya bingung."Halo... Halo... Hey... Lyra..."Lyra celingukan saat namanya dipanggil. Tapi siapa? Dan saat matanya tertuju pada layar ponsel yang menyala, ia baru sadar itu suara dari sana.Oh My God. Ternyata panggilan tadi tersambung. Lyra mendekatkan ponsel ke telinga dengan ragu."Iya, Ma?""Kamu ini telpon tapi nggak ada suaranya. Ada apa?" omel mama di seberang. Lyra memutar bola matanya. Baru kesalahan dikit aja udah ngome
Lyra urung membuka pintu gerbang rumahnya ketika ada sebuah mobil berhenti tak jauh dari tempatnya. Lyra memicing saat sorotan lampu mobil itu mengenai iris matanya. Tak lama lampunya padam, dan seseorang keluar dari sana.Sepertinya Lyra mengenali sosok itu. Sosok yang berjalan anggun. Ya, tidak salah lagi. Itu Helena, artis yang belum bisa move on dari mantannya. Mendadak Lyra merasa malas. Untuk apa malam-malam Helena menghampirinya?"Apa kamu Alyra?" tanya Helena bersidekap tangan dengan angkuhnya saat tepat berhadapan dengan Lyra."Iya, ada apa, ya?""Langsung saja. Aku cuma mau bilang sama kamu untuk jauhi Reksa."Lyra mengernyit. Memang siapa dia? Main nyuruh-nyuruh."Ada masalah?""Aku tau siapa kamu."Terus gue harus bilang WoW gitu?"Kamu itu nggak lebih dari cewek-cewek biasa yang suka godain bosnya."What the hell!"Lagi pula. Cewek macam kamu nggak ada
"Apa kamu sudah makan?" tanyanya mengelus pipi Lyra."Belum," jawab Lyra singkat."Oke, mau makan di luar atau delivery?" Reksa mengeluarkan ponsel, memastikan gopay-nya masih banyak atau tidak."Delivery aja.""Oke, kamu mau pesan apa?" tanyanya lagi sembari duduk di samping Lyra."Iga bakar dan salad buah."Reksa masih mengutak-atik ponsel. Sebenarnya Lyra ke sini mau apa, sih? Ia tidak sedang meminta makan pada Reksa kan? Dan kenapa juga Reksa bersikap seolah tidak terjadi apa-apa?"Oke, sudah aku pesankan." Reksa meletakkan kembali ponsel ke atas meja. Lalu tatapannya beralih pada wanita di sebelahnya."Ada apa? Tidak biasanya." Dia bertanya lembut."Maksudnya?""Datang ke kantorku sendiri. Apa Bastian yang menyuruhmu?""Tidak. Aku yang ingin datang sendiri. Memangnya tidak boleh?""Boleh dong, Sayang. Kenapa tidak boleh?" Reksa berdiri kembali.
Kenapa kamu terkejut begitu, Sayang? Bukannya Reksa sudah memberitahumu?" tanya Loui.Lyra menggeleng pelan. Loui mengangkat alisnyaz dan memandang putra sulungnya yang masih tidak peduli dengan obrolan calon mertua dan calon menantu itu. Sampai sebuah pukulan keras mendarat tepat di paha lelaki itu, baru Reksa sadar maminya sedang menatapnya tajam."What's wrong, Mom?" Reksa mengelus pelan pahanya yang terasa perih."Kenapa kamu tidak memberitahu Lyra soal pernikahan kalian?" tanya Loui gemas."Itu ..., 'kan mami sendiri yang akan bilang sama Lyra," jawab Reksa asal nyengir."Maaf, Sayang. anak mami ini rada nakal. No problem 'kan, Sayang?" Mami Loui kembali menatap Lyra.Apanya yang no problem? Yang mau nikah sebenarnya siapa dengan siapa? Dan kenapa keputusan itu diambil tanpa bertanya dulu pada Lyra? Maksudnya, Lyra harus nerima gitu aja?"Mmm, Mam, Maaf, tapi sepertinya Lyra harus pikir-p
Reksa melipat lengan kemejanya hingga siku. Dasi yang tadi pagi siang masih melekat sempurna di lehernya entah ke mana sekarang perginya. Pelipisnya terus mengucurkan buliran keringat. Mulutnya tidak berhenti mengucapkan kata-kata penyemangat untuk istrinya yang masih menahan sakit pada perutnya. Tangannya juga menggenggam tangan Lyra menyalurkan kekuatan. Sebelah tangan yang lain mengusap berulang kepala Lyra yang sesekali meringis kesakitan."Reksa, ini sakit banget," keluh Lyra lirih. Wajahnya memucat."Sabar, ya, Sayang. Sebentar lagi ini akan selesai. Kamu pasti kuat." Reksa terus meyakinkan.Lyra menahan napas kuat-kuat saat kontraksi semakin menguat. Rasanya ingin ia keluarkan segera isi di dalam perutnya. Ia benar-benar tidak tahan.Jeda kontraksi semakin sering. Rasa sakit yang mengiringi kini berdampingan dengan rasa mulas yang luar biasa. Sekuat tenaga Lyra menahan agar tidak mengejan kare
Derap langkah terdengar keras dan cepat. Reksa dan Bastian baru saja melakukan meeting dengan E.R Grup terkait kerjasamanya dalam pembangunan sebuah hotel di Pulau Maluku.Ini merupakan proyek pertamanya di bidang perhotelan. Ia menanamkan lima puluh persen sahamnya pada bisnis itu. Ia dan Bastian sudah memperhitungkan matang-matang sebelum memutuskan merambah ke bisnis perhotelan dan pariwisata jauh sebelum mega proyek kota mandiri baru di-release.Mega proyek kota mandiri, masih dalam tahap pembangunan. Akan memakan waktu yang lumayan lama untuk menjadikan kota itu sesuai dengan rancangan. Saat ini pengembang sedang membangun 58 tower, dengan total unit mencapai 23.500. Dari tower yang sedang dibangun tersebut, pihak pengembang mengaku telah menjual 70 persen unit. Ini pencapaian yang fantastis."Kita harus menghubungi pihak pengembang kembali. Usahakan akhir tahun ini kita bisa melakukan topping off dan serah terima kunci," uja
Kuy sebelum baca vote dulu.Berasal dari mana aja nih kalian?_________________Lyra menggeliat dari tidurnya. Mengucek mata yang masih terpejam. Bangkit perlahan dan duduk di tepi sofa. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Tidak ada siapa-siapa. Hanya ada suara detak jarum jam yang terdengar.Sudah pukul delapan malam. Reksa belum juga pulang. Tadi Lyra sedang menonton televisi sembari menunggu suaminya pulang, malah dia ketiduran.Akhir-akhir ini Reksa sering pulang malam. Kerjaannya sedang padat dan mengharuskan ia lembur. Lyra hampir mati kebosanan menjadi penunggu rumah sejak dirinya resign dari kantor. Apalagi dalam keadaan Reksa yang sering pulang malam. Padahal usia kandungannya sudah menginjak sembilan bulan. Pergerakan Lyra mulai terbatas. Harusnya Reksa mengurangi kegiatannya di kantor. Bagaimana jika sewaktu-waktu istrinya melahirkan? Reksa sudah mengusulkan agar Lyra tinggal di rumah Mami Loui untuk sementara, tap
Happy Reading gaess...Jangan lupa tinggalkan jejak dan vote-nya yaa 😉______________Ada banyak makanan yang tertata di meja makan saat Reksa baru sampai rumah, setelah pulang kantor.Istrinya, Lyra. Sudah terlebih dulu pulang. Usia kehamilannya menginjak bulan ke enam. Reksa memaksanya hanya boleh bekerja sampai pukul empat sore."Sayaaaang ... Aku pulang...." Reksa menghidu aroma masakan. Ia mempercepat langkah ke dapur. Dan benar seperti dugaannya, istrinya sedang bergulat dengan wajan dan sodet. Memindahkan masakannya ke piring."Sayang, apa yang kamu lakukan? Mana Bibi?"Reksa segera mengambil alih sodet dan piring yang ada di tangan Lyra. "Kan sudah aku bilang, kamu itu nggak boleh capek. Sekarang, lihat! Apa yang kamu lakukan? Memasak segini banyaknya? Buat apa?"Lyra menatap kesal suaminya yang baru datang sudah mengomel tidak jelas. Bukannya berterima kasih, malah mer
BEBERAPA BULAN KEMUDIAN"Reksa," panggil Lyra.Yang dipanggil menegakkan badan kembali. Matanya mengerjap. Kali ini apalagi keinginan istrinya beralibi calon bayinya? Mata Reksa melirik ke jam dinding di sudut kanan. Sudah hampir pukul dua belas malam. Sumpah, ia sudah sangat mengantuk. Sudah seharian ini ia dikerjai keinginan istrinya yang aneh-aneh. Kalau bukan karena calon bayi yang Lyra kandung, ia tidak mau bersusah payah seperti itu."Iya, Sayang," jawab Reksa mempertahankan senyum."Cuanki bandung enak kayaknya."Glek!"Sayang, ini udah hampir tengah malam. Gimana kalau makan cuankinya besok aja. Pasti aku cariin sampe ketemu. Oke, ya?""Aku tuh penginnya sekarang." Lyra mencebikkan bibir. Mata bulatnya masih selebar purnama.Lyra memunggungi Reksa. Suaminya itu hanya bisa menghela nafas, selalu saja begitu."Kan kamu juga yang bikin aku jadi kayak gini. Ingat Re
"Aku pikir semua kemewahan yang kamu beri sudah berakhir Reksa, tapi aku sama sekali tidak menyangka kalau resepsi pernikahan ini juga tak kalah mewah. Apa tidak sayang menghamburkan banyak uang begini?" bisik Lyra di telinga suaminya.Reksa menggeleng. "Untuk urusan ini aku tidak tau, Sayang. Semua yang mengatur Mami dan adik-adikku. Kamu tau sendiri seperti apa semangatnya mereka dengan pernikahan ini.""Di sini aku sudah seperti seorang ratu saja." Lyra mencebikkan bibirnya."Kamu memang seorang ratu, sangat cantik dan memesona.""Berhenti menggodaku Reksa."Sebuah cubitan kecil mendarat di pinggang Reksa membuat lelaki itu meringis."Aku tidak menggodamu. Melihatmu yang sangat cantik seperti ini, aku jadi tak sabar membuatmu mendesah di bawahku lagi malam ini."Kali ini pukulan Lyra mendarat di bahu Reksa agak keras. Matanya melotot. Tidak sepatutnya Reksa bicara vulgar di suasana seperti ini.
Lyra masuk ke ruangan Reksa dengan wajah sebal. Sengaja ia hentakkan kaki agar orang di meja kebesarannya itu sadar."Hai, Sayang," sapa Reksa sekilas, lalu melanjutkan pekerjaannya."Aku laper." Lyra langsung menjatuhkan diri di sofa."Oh, ya. Kamu mau makan apa? Kita bisa delivery.""Aku udah bawa bekal kalau kamu lupa."Reksa menutup fail yang ada di depannya. Lalu beranjak dari kursinya dan menghampiri Lyra yang sudah duduk di sofa."Oke, kita makan. Aku selalu suka masakan yang kamu buat."Lyra masih menampakan wajah kesal saat ia membongkar bekal makanan yang ia bawa. Kejadian di toilet rasanya ingin ia adukan pada Reksa."Kamu nggak pernah menyeleksi dengan baik calon karyawanmu di sini, ya?" tanya Lyra dengan bibir berkerut."Maksudnya?""Nggak pa-pa." Lyra menyerahkan satu kotak bekal pada Reksa. Rasanya terlalu kekanakan kalau harus mengadukannya langsung."Kamu mengalami hal ya
Mobil Reksa memasuki gerbang dan berhenti di halaman sebuah rumah mewah yang Lyra tidak tahu siapa pemiliknya. Bahkan dari sejak mengajaknya, Reksa tidak memberitahu tujuan jelasnya.Mungkin ini adalah salah satu rumah milik saudara atau temannya. Entahlah. Reksa masih saja bungkam saat dirinya menyuruh Lyra untuk turun.Lyra mengedarkan mata, menyapu semua sudut yang bisa ia jangkau. Halaman rumah ini cukup luas dengan sebuah taman yang tertata rapi dan indah. Ada sebuah kolam ikan kecil di sudut taman itu. Sebuah carport yang lumayan besar kira-kira bisa menampung tiga sampai empat mobil. Di sisi kanan rumah ada sebuah jalan terbuka yang sepertinya menghubungkan halaman samping dan belakang.Biarpun rumah berlantai dua ini terlihat megah dan indah, Lyra merasa rumah ini sepi penghuni. Bahkan sejak Lyra berdiri di sini beberapa menit lamanya, pemilik rumah belum menampakan batang hidungnya."Bagaimana menurutmu?"Lyra
Rumah masih nampak ramai. Sisa-sisa kegaduhan karena kedatangan keluarga Reksa juga masih ada. Pasalnya keluarga mempelai pria datang dengan membawa seserahan yang mengundang kehebohan. Baik dari keluarga Lyra sendiri maupun para tetangga yang turut menyaksikan itu.Lyra sendiri tidak menyangka semua permintaan yang hanya diucapkan dengan mode bercanda itu malah diwujudkan oleh Reksa. Lyra bukan wanita sematre itu. Ia hanya mengerjai Reksa padahal, tidak serius sama sekali.Lupakan soal itu. Karena Reksa sendiri bilang ada kejutan lain di Jakarta sana. Padahal ini cukup membuat Lyra dan keluarganya terhenyak.Kini Reksa dan Alyra sudah sah menjadi sepasang suami istri. Dan sekarang mereka sedang menjadi raja dan ratu sehari di sebuah gedung serba guna sederhana yang tidak jauh dari rumah orang tua Lyra. Karena ini di Palembang, maka kebanyakan tamu yang hadir memang dari keluarga dan teman-teman orang tua Lyra. Karena ini sejatinya