“Gila!” seru Erza saat mendengar ucapan dari Keenan.
Erza tahu betul bagaimana sikap dan sifat sahabatnya. Hampir dua belas tahun dia mengenal Keenan. Dari mereka umur 16 tahun sampai sekarang berumur 28 tahun.
Keenan Setyawardhana adalah laki-laki yang sangat tidak respect kepada kaum hawa. Dia merasa para wanita itu adalah sampah! Selain itu Keenan memiliki trauma masa kecil, yang dia sendiri tidak ingin mengingatnya.
“Sejak kapan aku tidak gila, Erza?” timpal Keenan dengan puas. “Sudahlah, kamu lebih baik istirahat. Terima kasih sudah memberikan informasi yang berharga,” imbuhnya sambil menepuk pundak sahabatnya itu.
“Terus bagaimana dengan gadis itu?” tanya Erza khawatir.
“Itu biar aku yang urus,” tandas Keenan, kemudian dia berlalu meninggalkan Erza yang masih terdiam di tempat.
***
Dingin. Gladys merasakan udara dingin mulai menembus pori-pori kulitnya, bahkan menembus sampai ke tulang. Pendingin ruangan di kamar tersebut sedari tadi menyala. Sedangkan dia tidur telentang dengan posisi terikat dan tanpa busana.
Gadis itu mencoba memutarkan pergelangan tangan kanan maupun kirinya. Berharap ikatan itu segera mengendur. Namun sudah hampir lima menit usahanya itu tidak membuahkan hasil. Akhirnya Gladys pasrah dengan keadaannya yang sangat menyedihkan. Pipinya sudah basah dengan air mata yang sedari tadi meluncur dengan bebas.
Terdengar suara gagang pintu di tekan. Gladys langsung menoleh ke arah sana dengan napas yang terengah-engah. Rasa takut kemudian muncul kembali pada dirinya. Pasti itu Keenan! Dia pasti akan kembali menyiksa Gladys.
Di balik pintu muncul sosok laki-laki berperawakan 175 cm. Dugaan Gladys benar, laki-laki itu adalah Keenan. Dia masuk dan langsung menutup pintunya lagi. Lalu matanya kini tertuju pada Gladys yang sedang telentang tak berdaya. Kemudian dia mendengus dan berjalan ke arah lemari besar miliknya.
“Pak … tolong saya. Maafkan saya,” rengek Gladys. Dia sudah merasakan sakit diseukujur tubuhnya. Posisi terikat seperti ini membuat seolah tangan dan kakinya ditarik secara paksa.
“Kamu ingin saya lepaskan?” tanya Keenan.
Gladys mengangguk cepat. “I-iya, Pak,” ucapnya antusias.
Tak merespon perkataan Gladys, Keenan malah melemparkan kemejanya ke atas tubuh polos Gladys. Gadis itu terheran-heran, dengan posisi terikat dan kepala sampai bahunya terangkat ke atas.
“Cepat pakai!” perintah Keenan sambil mengangkat dagunya, dia menuju meja dan menuangkan wishky yang kemudian diteguk secara perlahan.
Gladys menautkan alisnya bingung. Maaf, bagaimana bisa Gladys menggenakan kemeja tersebut? Sedangkan posisi Gladys saja masih terikat.
“Kenapa diam saja? Saya bilang cepat pakai!” perintah Keenan lagi.
“Pak … bagaimana saya bisa memakai kemejanya? Sedangkan saya terikat seperti ini,” sanggah Gladys kesal. Karena dia merasa Keenan ternyata laki-laki yang bodoh, tiba-tiba saja dia berani berkata demikian.
“Usaha dong! Udah untung saya kasih kamu kemeja, lihat bajumu gak beraturan gitu! Masa sekarang saya harus membantumu lagi?”
‘What? Hello, excusme Mr. Keenan. Siapa suruh kamu menggunting bajuku?’
Gladys hanya bisa menelan salivanya. Percuma jika dia harus berdebat dengan Keenan, dia akan kalah dan … entahlah Keenan akan melakukan apa lagi padanya. Diikat dan ditelanjangi seperti ini saja sudah membuat Gladys frustrasi dan merasa tercela.
Akhirnya dia mencoba menggerakan pergelangan tangan dan kakinya. Sesekali dia mencoba menarik tangannya, namun nahas jika dia menarik tangan kanannya mendekat ke tubuhnya maka tangan kirinya akan ketarik ke atas. Sungguh itu menyakitkan bagi Gladys.
“Aww!” pekik Gladys, ketika merasakan perih dan juga panas akibat gesekan antara kulit dan tali yang mengikatnya. Dia juga melihat darahnya merembes pada tali tersebut. Rasa perih dari luka itu membuat mata Gladys berkaca.
Sedangkan Keenan, dia masih melihat aksi Gladys yang sedang berusaha melepaskan dirinya. Hatinya menggeletik senang, melihat perempuan tak berdaya seperti Gladys cukup membuat dirinya terhibur. Apalagi akhir-akhir ini dia sedang merasa pusing dengan pekerjaannya. Selain itu dia juga sudah lama tidak pernah bersenang-senang dengan perempuan seperti ini.
Ya, beginilah cara Keenan untuk memuaskan hasratnya. Tak hanya mencicipi wanita, tapi dia juga menyiksa mereka. Biasanya dia harus membayar mahal jika harus melakukan itu pada para wanita itu. Tapi malam ini dia bisa melakukannya dan menonton pertujukan ini secara gratis.
“Pak … aku mohon aku udah nggak kuat. Sakit banget,” rintih Gladys yang sudah menyerah dengan keadaanya. Dia hanya ingin dilepaskan dari ikatan ini dan pulang dengan tenang. Wajahnya sudah menunjukkan ekspresi putus asa.
Keenan tersenyum sambil mendengus. Kemudian dia langsung menghampiri Gladys dan mata mereka saling bertemu. Tatapan memelas itu membuat Keenan ingin merasakan sensasi yang lebih dari gadis itu. Ah, jika saja tadi Erza tak memanggilnya, sepertinya dia akan menyantap dan menikmati tubuh Gladys yang sangat putih dan mulus ini.
Namun sayang, saat ini Keenan sudah kehilangan mood untuk melakukan itu. Mungkin lain kali saat tak ada pengganggu seperti Erza dia bisa menikmati tubuh gadis ini. Sedetik kemudian Keenan langsung melepaskan ikatan yang mengikat tangan dan kaki Gladys. Gladys merasa takut namun sedikit senang. Akhirnya laki-laki ini melepaskan ikatannya.
Setelaah ikatan itu terlepas, Keenan membuka laci pada nakasnya. Sedangkan ketika ikatan itu terlepas, Gladys langsung duduk dan menarik selimut yang ada di atas kasur itu. Kemudian dia meringkuk sambil bergetar dan menutupi seluruh tubuhnya.
“Berikan tanganmu,” ucap Keenan dengan tiba-tiba.
Sontak Gladys menoleh ke arah Keenan dengan tatapan takut. Dia menggeleng cepat, tak ingin menuruti perintah dari laki-laki biadab seperti Keenan.
‘Oh Tuhan. Aku hanya ingin pulang.’
BERSAMBUNG ….
***Halo, kak. Jangan lupa klik tanda plus dalam lingkaran di pojok kiri aplikasi, ya. Supaya kakak langsung berlangganan ceritaku. Terima kasih banyak <3 sehat selalu untuk kita semua :*“Berikan tanganmu!”Keenan mengeluarkan alkohol dan obat-obatan dari nakasnya. Kemudian meminta Gladys untuk memberikan tangannya. Keenan berniat untuk mengobati luka yang ada di tubuh Gladys. Namun sayang dengan cepat Gladys menggeleng. Dia ketakutan, meringkuk sembari menyembunyikan tubuhnya di balik selimut.Kesal, akhirnya Keenan langsung menarik paksa salah satu tangan Gladys, dan sukses membuat gadis itu tersentak. Keenan langsung membersihkan luka pada pergelangan tangan Gladys menggunakan alkohol dan kapas. Kemudian dia memberikan obat pada luka-luka itu.Gladys hanya bisa mengatupkan bibirnya. Perasaannya kini campur aduk. Antara takut, bingung dan heran dengan hal yang sedang dilakukan oleh Keenan. Mengapa laki-laki ini mengobati dirinya? Bukannya dia yang membuat Gladys terluka? Kenapa harus repot-repot?“Sudah selesai,” ucap Keenan yang baru saja mengobati luka di tubuh Gladys. Gadis itu hanya menelan salivanya, merasa
“Ini upahmu selama bekerja di sini,” jawab Farhan.Gladys menautkan alisnya. Dia mencoba mencerna kalimat yang terucap dari mulut atasannya itu.“Mulai besok kamu tidak usah datang lagi ke sini,” jelas Farhan. Ucapannya itu seolah menegaskan bahwa apa yang baru saja dipikirkan oleh Gladys adalah benar. Dia sepertinya dipecat dari pekerjaannya.“Maksud Bapak apa? Saya dipecat? Kenapa? Apa karena insiden kemarin di rumah Pak Keenan?” cecar Gladys merasa tidak terima dengan pemecatannya.Farhan hanya mengangguk-anggukan kepalanya.“Kok begitu, Pak? Saya rasa, saya tidak melakukan kesalahan. Kemarin saya melakukan sesuai instruksi Bapak. Kenapa saya malah dipecat?” keluhnya dengan nada bicara yang sedikit meninggi. Gladys sedang menuntut keadilan baginya. Hatinya kini merasa sangat kesal dan juga marah.Laki-laki itu beranjak dari kursi kerjanya, lalu berdiri tepat di depan Gladys. Dia memegang ked
Tidak usah ditanya bagaimana perasaan Gladys saat ini. Tentu dia sedang merasa sangat amat terpuruk. Bagaimana tidak? Dalam satu hari dia kehilangan dua pekerjaannya sekaligus. Kali ini dia tidak tahu harus mencari pekerjaan ke mana lagi. “Aku harus bagaimana?” lirih Gladys sambil menyeka air matanya. Entah sudah berapa banyak air mata yang dia keluarkan beberapa hari terakhir ini. Ini semua gara-gara Keenan! Tiba-tiba hati Gladys bergejolak ketika mengingat wajah laki-laki bengis itu. Ingin rasanya melakukan balas dendam, tapi siapa Gladys? Dia mungkin hanya sebatas plankton, jika dibandinngkan dengan Keenan yang kaya dan memiliki kekuasaan. Mata Gladys terasa berat. Perlahan dia memejamkan matanya. Gladys harus tidur, sejenak melupakan masalah yang sedang dia hadapi saat ini. Walau saat terbangun, masalah ini tidak dengan tiba-tiba selesai begitu saja. Setidaknya dia beristirahat sejenak dari kejadian yang sudah dia alami dua hari ini.
Gladys membelalakan mata, tatkala melihat laki-laki yang sedang duduk dengan wajah angkuh di depannya. Sudah hampir dua pekan pasca kejadian sial itu, sampai akhirnya dia harus kehilangan pekerjannya. Rekam kejadian pada malam itu masih membekas di otak bahkan hatinya. Tiba-tiba saja Gladys merasa kesal dengan kedatangan laki-laki itu. Apalagi mulutnya yang seolah tak memiliki fitur filter itu, berucap hal yang membuat hati Gladys bagai ditetesi perasan lemon. ‘Apa? Calon gelandangan, katanya?’ Walau dalam hati Gladys kesal, tapi entah kenapa dia tak berani untuk bersuara. Tiba-tiba saja dia mengingat bagaimana ekspresi wajah bengis Keenan, ketika kala itu mengikat dirinya. “Maaf saya harus pergi,” ucap Gladys sambil beranjak. Dia tak ingin berduaan bersama Keenan. Lagi pula, sedang apa dia di sini? Ini bukan tempat yang cocok untuk seorang CEO seperti Keenan. “Memangnya kamu punya tempat tujuan?” tanya Keenan dengan nada mencibir. Tidak! Tent
Harap bijak dalam membaca bab ini.Happy Reading~***Gladys bergeming dengan pupil mata yang bergetar. Oh, tidak! Dia tak ingin diikat lagi oleh Keenan, sama seperti hari itu. Tapi dia juga tak ingin melepaskan baju yang sedang dikenakannya. Seketika Gladys merasa bimbang, tetapi dia harus segera memilih. Jika tidak … Keenan pasti akan menghukumnya. “Ba-baik, akan sa-saya lakukan,” ucap Gladys gagap. Untuk seketika Keenan melepaskan cengkraman pada tangan Gladys, dan gadis itu mencoba membuka bajunya dengan tangan gemetar.Gladys menelan saliva, dia memejamkan matanya untuk menahan rasa malu. Akhirnya baju itu terlepas dari tubuh Gladys dan langsung memperlihatkan kulit putih dan mulus miliknya. Dia enggan untuk bertatapan dengan Keenan. Alhasil dia langsung berjongkok, mengelap lantai yang berceceran dengan kopi yang tumpah.“Berdiri!” perintah Keenan lagi saat Gladys
Harap bijak dalam membaca, ya, kak. Happy Reading~ *** “Berengsek!” umpat Gladys. “Apa katamu? Berengsek? Siapa yang berengsek, hah?” geram Keenan. Berani-beraninya perempuan itu mengumpat pada Keenan. Dia menunjukkan wajah bengis pada Gladys, Keenan tak suka pada perempuan kasar seperti Gladys. “Kamu! Kamu berengsek!” jerit Gladys frustrasi. Plak! Hilang sudah kesabaran Keenan. Dua kali Gladys meneriakinya dengan kata berengsek. Sungguh gadis ini memiliki nyali yang besar. “Oh, aku berengsek? Oke, aku akan membuat kamu menarik kembali umpatanmu padaku. Aku akan membuat kamu merasakan sebuah kenikmatan yang tidak ada duanya,” ucap Keenan sambil menatap intens manik kecokelatan milik Gladys. Sejurus kemudian Keenan membuat sebuah pergerakan. Dia menggerakan pinggulnya maju mundur, terus menerobos milik Gladys yang terasa sangat sempit. Sungguh, Keenan baru merasakan milik wanita sese
‘Apa sih? Bisa-bisanya memuji ketampanan laki-laki berengsek itu!’Gladys merutuki dirinya sendiri dalam hati. Matanya pasti terhalangi kotoran gajah, sampai-sampai terpesona dengan visual yang dimiliki Keenan. Memang benar laki-laki itu sangat tampan. Tapi kalau mengingat kembali bagaimana dia memperlakukan Gladys kemarin dan saat itu, wajah tampannya itu hanya topeng belaka.Ah, sial! Dia mengingat kejadian kemarin di ruang tv. Rasa kesal dan senang tiba-tiba muncul secara bersamaan. Sungguh Gladys tak bisa memahami perasaannya saat ini. Biarlah, Gladys tak ingin memedulikannya. Dia harus fokus dengan apa yang saat ini ada di depan matanya.“Mbak Gladys,” panggil Firman. Pasalnya sedari tadi Gladys hanya diam mematung di tempat.“Eh?” Gladys tersadar dari lamunannya. Dia langsung menoleh ke arah Firman sambil tersenyum canggung.“Mari ikut saya,” ucap Firman lagi. Akhirnya mereka masuk ke sebuah rua
Kesempatan emas ini tentu tak akan Keenan sia-siakan. Pasca tragedi malam itu Keenan tertarik pada Gladys. Apalagi dia selalu membayangkan momen ketika menyiksa Gladys dan momen terakhir yang mereka bedua lewati. Selain itu, karena sebuah fakta bahwa Gladys memiliki hubungan dengan Aidan, menuntut Keenan untuk bisa mengontrol gadis polos ini. “Sudah selesai membacanya?” tanya Keenan dingin. Gladys mengigit kuku ibu jarinya saat membaca tulisan pada kertas perjanjian tersebut. Ini adalah sebuah peraturan dan juga perjanjian yang harus dipatuhi oleh Gladys. Dia membaca tiap poinnya; Pertama, Gladys harus selalu patuh kepada perintah Keenan. Kedua, Gladys harus selalu melapor kemana dia akan pergi. Ketiga, Gladys tak boleh masuk ke ruang kerja Keenan tanpa izin. Keempat, Gladys tidak boleh dekat dengan lelaki mana pun, kecuali Keenan. Kelima, Gladys harus bersedia menjadi boneka yang manis untuk Keenan. Sebentar … masih ada kelanjutannya dari peraturan it
Delapan belas tahun kemudian.... “Raynald. Selamat atas kelulusanmu, ya,” ucap Gladys pada anak pertamanya itu. Raynald Setyawardhana, anak pertama Gladys dan Keenan itu baru saja melangsungkan kelulusannya di bangku SMA. Walau sebenarnya Raynald berstatus anak angkat, tapi Keenan tak keberatan untuk memberikan nama keluarganya pada Raynald. “Terima kasih, Ma,” balas Raynald. Kemudian dia melihat ke arah ayahnya yang sedang berdiri di samping ibunya. “Hebat. Terima kasih sudah terus berusaha untuk menjadi yang terbaik,” puji Keenan pada Raynald. Gladys dan Keenan benar-benar menyanyangi Raynald seperti anak mereka sendiri. Karena bagaimanapun juga, mereka bisa merasakan perasaan terbuang seperti apa. Jadi, sebisa mungkin mereka selalu memberikan kasih sayang pada Raynald. Mereka pun sengaja tidak memberitahukan siapa Raynald sebenarnya. Karena mereka tidak ingin kehilangan anak laki-lakinya itu. “Rayna ke mana?” tanya Raynald.
“Neng Gladys!” panggil Bi Iyah. Gladys yang sedang membaca buku itu pun menoleh ka arah belakang. “Kenapa, Bi?” tanya Gladys. Bi Iyah menghampiri Gladys. Wajahnya itu terlihat sedang kebingungan. “Neng, ikut dulu sama Bibi, yuk!” pintanya. Tak ingin banyak bertanya, Gladys menutup buku dan menyimpannya di atas meja. Kemudian dia beranjak dan mengikuti Bi Iyah. Mereka keluar rumah dan menuju pos penjaga. “Ada apa?” tanya Gladys lagi. Bi Iyah memberikan kode pada dua orang penjaga. Para penjaga itu juga nampak kebingungan. “Ja-jadi gini, Bu,” ucap seorang penjaga yang bernama Beni. “Tadi saya menemukan ini di depan gerbang.” Beni memperlihatkan sebuah keranjang yang sedari tadi dia sembunyikan di belakang badannya. Gladys mengerutkan alisnya. Kemudian dia melangkah dan mendekat untuk melihat isi dari keranjang itu. Terlihat ada kain yang membungkus sesuatu. Saat Gladys mencoba menyingkap sebagian kain itu, matanya seketik
“ Gladys,” panggil Keenan.Gladys yang sedang melakukan perawatan malam pada wajahnya itu langsung menoleh ke arah Keenan. Suaminya itu sedang menyandarkan punggungnya pada sandaran kasur sembari memegang tablet miliknya.“Kenapa?” tanya Gladys.“Kalau udah selesai ke sini. Ada yang ingin aku bicarakan,” ucapnya dengan nada serius.Gladys mengangukkan kepalanya, lalu dia segera menyelesaikan pekerjaannya. Setelah selesai, Gladys langsung menghampiri Keenan, dan duduk bersandar di samping sang suami.“Ada apa?” tanya Gladys. Dia melihat keseriusan dari wajah laki-laki itu.Keenan langsung mendekatkan dirinya pada Gladys. Kemudian melingkarkan tangannya pada perut sang istri. Memeluk Gladys dengan penuh kehangatan.“Kalau aku minta kamu berhenti kerja, gimana?” tanya Keenan pada istrinya itu.Gladys langsung menoleh ke arah Keenan dengan eskpresi terkejut. “Loh, ke
WARNING CONTENT!Harap bijak dalam membaca~Happy reading~***Melihat Gladys benar-benar ketakutan, Keenan tiba-tiba tertawa. “Hahaha. Kamu masih takut?” tanya Keenan. Dia memundurkan sedikit tubuhnya.Gladys hanya diam, dia merasa bingung. Tidak boleh lega dulu, karena Keenan sering sekali berubah suasana hati.Keenan melirik ke arah Gladys yang masih terlihat tegang. Dia kemudian tertawa lagi, sungguh lucu sekali wajah ketakutan istrinya itu. Kemudian dia langsung mengelus puncak kepala Gladys.“Nggak, Sayang. Aku cuman bercanda. Aku sekarang udah nggak mau melakukan hal itu sama kamu,” ucap Keenan.“Bercanda?” tanya Gladys. Dia masih mencoba meyakinkan dirinya terlebih dahulu.Anggukkan kecil menjadi jawaban dari Keenan untuk pertanyaan Gladys. “Iya, bercanda. Aku nggak akan pecat Reza atau menghukum kamu. Aku cuman bercanda,” terangnya.“Bene
“Kenapa kamu repot-repot bawa aku ke sini, sih?” tanya Gladys. Kini Gladys dan Keenan sedang duduk di teras hotel yang mereka tempati. Sembari menikmati sunrise di Maladewa.“Kenapa memangnya?” tanya Keenan. Dia sedang mengalungkan tangannya di pundak Gladys. Duduk di belakang istrinya sembari memeluknya lembut.“Maksudnya Bali juga sudah cukup. Kita nggak usah jauh-jauh ke sini,” ucap Gladys.Keenan menggeleng. “Aku bosen sama Bali, Sayang. Sekali-kali kita main-main di luar negeri tidak masalah, kan?” Keenan meletakkan dagunya di pundak Gladys.Gadis itu menarik sudut bibirnya. “Aku jadi nggak enak. Padahal kerjaanmu lagi banyak banget.”“Ssst! Jangan bilang begitu. Sudah jadi kewajibanku buat membahagiakanmu. Apa pun pasti aku lakukan, Gladys. Dan aku juga ingin menebus semua kesalahanku padamu.”“Ssst!” Gladys menempelkan telunjuknya pada bibir Keenan. &l
“Keenan, kalau kamu sibuk, nggak usah repot-repot harus ke luar negeri gini,” ucap Gladys. Dia sedang sibuk mengemas barang-barang pribadi miliknya dan Keenan ke dalam koper.Laki-laki itu mendekat pada istrinya. Kemudian dia melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Gladys, memeluk sang istri dari belakang.“Aku nggak sibuk, Sayang. Lagi pula kita kan belum berbulan madu,” timpal Keenan. Laki-laki itu kini mengecup tengkuk Gladys.Seketika Gladys merasa geli dan menghentikkan aktivitasnya. Dia mencoba melepaskan pelukan Keenan dan kemudian berbalik menatap sang suami.“Kemarin, kan, di Bali udah. Lagian kita udah hampir setengah tahun menikah. Masa masih bahas bulan madu segala.”“Itu bukan bulan madu. Kemarin kita ke Bali sambil kerja. Sekarang aku cuman pengin berdua sama kamu. Nggak ada tuh mikirin yang namanya kerjaan.” Keenan mengusap pipi Gladys lembut.Satu bulan setelah mereka menikah
“Mama?” ucap Keenan. Sedetik kemudian Gladys pun dibuat terkejut dengan sosok perempuan yang sedang bersama Giselle. “Ibu?” katanya. “Halo, Keenan dan Gladys,” sapa Anita sambil tersenyum pada kedua anaknya itu. Buru-buru Keenan dan Gladys menghampiri wanita itu. “Mama sudah dengar, kalau selama ini Anita lah yang merawat Gladys. Terima kasih sekali lagi,” kata Giselle pada Anita. Jujur saja, sebenarnya dulu hubungan mereka tak berjalan baik. Bagaimanapun juga Giselle tak suka ketika dimadu oleh suaminya. “Sama-sama. Terima kasih sudah menjaga anakku juga.” Anita tersenyum dan menundukkan kepalanya. “Tapi kenapa Mama bisa di sini?” Keenan tiba-tiba menyela pembicaraan dua wanita itu. “Sejak kapan Mama Giselle tahu keberadaan Mama?” imbuhnya. “Mama tahu dari Excel, dia benar-benar menceritakan semuanya. Makanya Mama mencoba membawa Mamamu ke sini,” jawab Giselle. “Dan mulai hari ini Anita akan tinggal di sini bersama Mama.” Alis
“Sedang apa kalian di sini?” Seorang laki-laki bertanya dengan penuh rasa kecurigaan. Sontak Gladys mematung di hadapan laki-laki itu. Sedangkan Keenan dia berjalan dengan santai, lantas merangkul Gladys.“Sedang makan siang. Ya … ziarah. Untuk apa bertanya begitu?” timpal Keenan kesal.Laki-laki itu mendengus. “Tumben sekali. Biasanya kamu tidak peduli,” balasnya lagi.“Ngomong-omong, setelah kamu berziarah aku tunggu di tempat parkir. Ada yang harus aku bicarakan,” ucap Keenan. Kemudian dia berlalu meninggalkan laki-laki itu menuju parkiran.Ya! Keenan harus menyelesaikan juga masalah dengan Aidan. Rasanya dia juga harus meminta maaf, walau dia tidak mungkin untuk jujur pada laki-laki itu. Namun, dia harus meminta maaf atas kesalah pahamannya selama ini.Keenan dan Gladys menunggu di dalam mobil. Tak lama kemudian mata Keenan menatap sosok Aidan. Lalu dia keluar dari mobil dan menghampirinya.
Sesuai dengan rencana Keenan, pagi ini mereka berdua; Keenan dan Gladys pergi menuju tempat peristirahatan terakhir Andrean, Adrian, dan juga Nathan. Entah kenapa Gladys merasa senang, karena Keenan sudah menyadari kesalahannya. Untuk orang seperti Keenan, tentu itu adalah suatu hal yang patut diapresiasi dan kalau bisa membuat syukuran.“Loh, kok? Bukannya kita mau ke makam Om Andrean?” tanya Gladys bingung. Pasalnya Keenan kini mengemudikan mobilnya ke arah yang berlawanan.“Udah diem aja. Aku yang pegang kemudi, kamu ikut aja,” timpal Keenan. Gladys pun terdiam, dia tiba-tiba memikirkan hal yang tidak-tidak. Bagaimana jika Keenan berubah pikiran? Laki-laki seperti dia kan tidak bisa ditebak?Namun, saat mobil mereka memasuki sebuah jalanan kecil, Gladys mengerutkan keningnya. Dia mencoba mengintip dari jendela mobil. Jalanan kecil ini seperti akan membawa mereka ke sebuah tempat yang sepi.Benar saja mereka mendatangi sebuah tem