Harap bijak dalam membaca bab ini.
Happy Reading~
***
Gladys bergeming dengan pupil mata yang bergetar. Oh, tidak! Dia tak ingin diikat lagi oleh Keenan, sama seperti hari itu. Tapi dia juga tak ingin melepaskan baju yang sedang dikenakannya. Seketika Gladys merasa bimbang, tetapi dia harus segera memilih. Jika tidak … Keenan pasti akan menghukumnya.
“Ba-baik, akan sa-saya lakukan,” ucap Gladys gagap. Untuk seketika Keenan melepaskan cengkraman pada tangan Gladys, dan gadis itu mencoba membuka bajunya dengan tangan gemetar.
Gladys menelan saliva, dia memejamkan matanya untuk menahan rasa malu. Akhirnya baju itu terlepas dari tubuh Gladys dan langsung memperlihatkan kulit putih dan mulus miliknya. Dia enggan untuk bertatapan dengan Keenan. Alhasil dia langsung berjongkok, mengelap lantai yang berceceran dengan kopi yang tumpah.
“Berdiri!” perintah Keenan lagi saat Gladys
Harap bijak dalam membaca, ya, kak. Happy Reading~ *** “Berengsek!” umpat Gladys. “Apa katamu? Berengsek? Siapa yang berengsek, hah?” geram Keenan. Berani-beraninya perempuan itu mengumpat pada Keenan. Dia menunjukkan wajah bengis pada Gladys, Keenan tak suka pada perempuan kasar seperti Gladys. “Kamu! Kamu berengsek!” jerit Gladys frustrasi. Plak! Hilang sudah kesabaran Keenan. Dua kali Gladys meneriakinya dengan kata berengsek. Sungguh gadis ini memiliki nyali yang besar. “Oh, aku berengsek? Oke, aku akan membuat kamu menarik kembali umpatanmu padaku. Aku akan membuat kamu merasakan sebuah kenikmatan yang tidak ada duanya,” ucap Keenan sambil menatap intens manik kecokelatan milik Gladys. Sejurus kemudian Keenan membuat sebuah pergerakan. Dia menggerakan pinggulnya maju mundur, terus menerobos milik Gladys yang terasa sangat sempit. Sungguh, Keenan baru merasakan milik wanita sese
‘Apa sih? Bisa-bisanya memuji ketampanan laki-laki berengsek itu!’Gladys merutuki dirinya sendiri dalam hati. Matanya pasti terhalangi kotoran gajah, sampai-sampai terpesona dengan visual yang dimiliki Keenan. Memang benar laki-laki itu sangat tampan. Tapi kalau mengingat kembali bagaimana dia memperlakukan Gladys kemarin dan saat itu, wajah tampannya itu hanya topeng belaka.Ah, sial! Dia mengingat kejadian kemarin di ruang tv. Rasa kesal dan senang tiba-tiba muncul secara bersamaan. Sungguh Gladys tak bisa memahami perasaannya saat ini. Biarlah, Gladys tak ingin memedulikannya. Dia harus fokus dengan apa yang saat ini ada di depan matanya.“Mbak Gladys,” panggil Firman. Pasalnya sedari tadi Gladys hanya diam mematung di tempat.“Eh?” Gladys tersadar dari lamunannya. Dia langsung menoleh ke arah Firman sambil tersenyum canggung.“Mari ikut saya,” ucap Firman lagi. Akhirnya mereka masuk ke sebuah rua
Kesempatan emas ini tentu tak akan Keenan sia-siakan. Pasca tragedi malam itu Keenan tertarik pada Gladys. Apalagi dia selalu membayangkan momen ketika menyiksa Gladys dan momen terakhir yang mereka bedua lewati. Selain itu, karena sebuah fakta bahwa Gladys memiliki hubungan dengan Aidan, menuntut Keenan untuk bisa mengontrol gadis polos ini. “Sudah selesai membacanya?” tanya Keenan dingin. Gladys mengigit kuku ibu jarinya saat membaca tulisan pada kertas perjanjian tersebut. Ini adalah sebuah peraturan dan juga perjanjian yang harus dipatuhi oleh Gladys. Dia membaca tiap poinnya; Pertama, Gladys harus selalu patuh kepada perintah Keenan. Kedua, Gladys harus selalu melapor kemana dia akan pergi. Ketiga, Gladys tak boleh masuk ke ruang kerja Keenan tanpa izin. Keempat, Gladys tidak boleh dekat dengan lelaki mana pun, kecuali Keenan. Kelima, Gladys harus bersedia menjadi boneka yang manis untuk Keenan. Sebentar … masih ada kelanjutannya dari peraturan it
“Mas, ini kopinya,” ucap Gladys sambil memberikan kopi Americano kepada Keenan. Kemudian dia memundurkan langkahnya sambil masih melihat ke arah Keenan. Laki-laki itu sedang membaca lembaran kertas, yang tadi pagi Erza berikan padanya. Wajahnya terlihat sangat serius sekali saat membaca lembar demi lembar kertas tersebut. Entah kenapa dengan tanpa sadar, Gladys menarik sudut bibirnya. Dia tersenyum kecil ketika melihat wajah Keenan yang sedang duduk di kursi kerjanya. Tampan. Keenan benar-benar tampan. Jika dilihat dari sudut Gladys saat ini, laki-laki itu tidak terlihat seperti orang yang jahat juga bengis. Dia seperti orang yang hangat namun keras kepala. Ternyata atasannya ini memiliki sisi seperti ini, ya. Gladys langsung menggeleng cepat. Ah, ada apa dengan matanya ini? Bisa-bisanya dia terpesona dengan visual Keenan. Dia mencoba menyadarkan dirinya sendiri. “Kamu ngapain masih di sini?” tanya Keenan yang menoleh ke arah Gladys. “Eh?” Gla
Gladys mendongak perlahan ketika mengenali aroma yang melekat pada tubuh laki-laki itu. Betapa terkejutnya dia ketika melihat sosok laki-laki yang sudah dia kenal dari beberapa tahun yang lalu. Laki-laki itu tersenyum dan memperlihatkan lesung pipi miliknya.“Hai,” sapanya dengan suara tenang.“Ha-hai,” balas Gladys gugup. Untuk beberapa detik mereka tetap di posisi seperti itu. Namun akhirnya mereka tersadar dan Gladys langsung menjauh darinya.“Kita baru ketemu lagi, ya,” ucap laki-laki itu. Kini di dalam lift hanya ada mereka berdua.Gladys mengatupkan bibirnya. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri.“Ah, iya,” timpal Gladys gugup.‘Kenapa dia ada di sini?’ batin Gladys sambil menjilat bibirnya.Ting!Lift tiba-tiba berhenti di lantai tujuh, kemudian pintunya terbuka.“Next time kita ngobrol lagi, ya. Aku harus ba
“DATANG KE RUANG KERJAKU SEKARANG!”Keenan membentak gadis yang sedang dia hubungi melalui sambungan telepon. Dia memberang dan kesal pada Gladys. Sedetik kemudian, laki-laki itu memutuskan sambungan teleponnya dan membanting ponselnya sembarang.“Sialan! Berani-beraninya dia tidak patuh padaku!” geram Keenan sembari meremas sebuah kertas yang ada di meja kerjanya.Tadi sore Keenan mendapatkan laporan bahwa Gladys pulang terlambat. Selain itu dia juga mendapatkan sebuah pesan dari mata-mata yang sudah dia tugaskan. Bahwa Gladys bertemu dan berbincang bersama dengan sepupunya, Aidan. Ketika mendapatkan laporan itu wajah Keenan terasa panas. Berani-beraninya mainannya ini bertemu dengan orang yang dianggap oleh Keenan sebagai musuhnya.Saat Keenan sampai ke rumah, dia segera memanggil Gladys menuju ruang kerjanya. Dia tidak peduli dengan kondisinya yang sedikit lelah. Keenan hanya ingin segera menghukum Gladys, agar gadis itu tidak p
Harap bijak dalam membaca, ya, kak.Happy reading~***“Pakai baju ini!” titah Keenan pada Gladys yang masih mematung dengan mata membelalak.“U-untuk apa?” tanya Gladys.“Tidak usah banyak bertanya! Pakai saja, di sini, dan sekarang!” tegas laki-laki itu sambil melempar satu stel pakain kerja yang tadi sore baru Gladys dapatkan dari Keenan.‘Di sini? Sekarang?’Glek.Gladys mengigit bibir bawahnya. Dengan perasaan ragu, dia mencoba mengenakan pakaian tersebut. Gladys masih bisa mencium aroma khas dari pakaian yang masih baru.“Pakai baju begitu?” cibir Keenan. Dia memprotes aksi Gladys yang sedang mengenakan baju di double. Sungguh polosnya gadis itu. “Buka bajumu, baru kamu pakai pakaian itu!” tekan Keenan sambil berkacak pinggang.Gladys memejamkan matanya. Kenapa sih laki-laki itu selalu menyuruh Gladys membuka
“Berikan tanganmu! Atau aku akan membuatmu kembali merasakan sakit!”Ancaman Keenan kali ini tidak mempan untuk Gladys. Dia merasa kesal dengan perlakuan Keenan malam ini. Selain itu dia juga kesal pada dirinya sendiri. Bisa-bisanya Gladys menikmati permainan itu.“Aku tidak mau! Aku tidak sudi diobati oleh orang yang sudah menyakitiku!” bantah Gladys.“Jadi kamu mau aku sakiti lagi? Atau kamu mau kita melakukan hal itu lagi?” tanya Keenan dengan sedikit menggoda.Gladys langsung menepis tangan Keenan yang mencoba mengusap pipi gadis itu yang basah. Jujur, tadi Gladys menangis karena meratapi kebodohannya.“Jangan sentuh aku!”“Ck!” Keenan berdecak kesal. Gadis ini mulai berani untuk melawannya. Sontak dia langsung menarik tangan Gladys secara paksa.“Aww!” pekik Gladys.“Diam! Jangan pernah membantah ucapanku. Aku hanya ingin mengobati lukamu,”
Delapan belas tahun kemudian.... “Raynald. Selamat atas kelulusanmu, ya,” ucap Gladys pada anak pertamanya itu. Raynald Setyawardhana, anak pertama Gladys dan Keenan itu baru saja melangsungkan kelulusannya di bangku SMA. Walau sebenarnya Raynald berstatus anak angkat, tapi Keenan tak keberatan untuk memberikan nama keluarganya pada Raynald. “Terima kasih, Ma,” balas Raynald. Kemudian dia melihat ke arah ayahnya yang sedang berdiri di samping ibunya. “Hebat. Terima kasih sudah terus berusaha untuk menjadi yang terbaik,” puji Keenan pada Raynald. Gladys dan Keenan benar-benar menyanyangi Raynald seperti anak mereka sendiri. Karena bagaimanapun juga, mereka bisa merasakan perasaan terbuang seperti apa. Jadi, sebisa mungkin mereka selalu memberikan kasih sayang pada Raynald. Mereka pun sengaja tidak memberitahukan siapa Raynald sebenarnya. Karena mereka tidak ingin kehilangan anak laki-lakinya itu. “Rayna ke mana?” tanya Raynald.
“Neng Gladys!” panggil Bi Iyah. Gladys yang sedang membaca buku itu pun menoleh ka arah belakang. “Kenapa, Bi?” tanya Gladys. Bi Iyah menghampiri Gladys. Wajahnya itu terlihat sedang kebingungan. “Neng, ikut dulu sama Bibi, yuk!” pintanya. Tak ingin banyak bertanya, Gladys menutup buku dan menyimpannya di atas meja. Kemudian dia beranjak dan mengikuti Bi Iyah. Mereka keluar rumah dan menuju pos penjaga. “Ada apa?” tanya Gladys lagi. Bi Iyah memberikan kode pada dua orang penjaga. Para penjaga itu juga nampak kebingungan. “Ja-jadi gini, Bu,” ucap seorang penjaga yang bernama Beni. “Tadi saya menemukan ini di depan gerbang.” Beni memperlihatkan sebuah keranjang yang sedari tadi dia sembunyikan di belakang badannya. Gladys mengerutkan alisnya. Kemudian dia melangkah dan mendekat untuk melihat isi dari keranjang itu. Terlihat ada kain yang membungkus sesuatu. Saat Gladys mencoba menyingkap sebagian kain itu, matanya seketik
“ Gladys,” panggil Keenan.Gladys yang sedang melakukan perawatan malam pada wajahnya itu langsung menoleh ke arah Keenan. Suaminya itu sedang menyandarkan punggungnya pada sandaran kasur sembari memegang tablet miliknya.“Kenapa?” tanya Gladys.“Kalau udah selesai ke sini. Ada yang ingin aku bicarakan,” ucapnya dengan nada serius.Gladys mengangukkan kepalanya, lalu dia segera menyelesaikan pekerjaannya. Setelah selesai, Gladys langsung menghampiri Keenan, dan duduk bersandar di samping sang suami.“Ada apa?” tanya Gladys. Dia melihat keseriusan dari wajah laki-laki itu.Keenan langsung mendekatkan dirinya pada Gladys. Kemudian melingkarkan tangannya pada perut sang istri. Memeluk Gladys dengan penuh kehangatan.“Kalau aku minta kamu berhenti kerja, gimana?” tanya Keenan pada istrinya itu.Gladys langsung menoleh ke arah Keenan dengan eskpresi terkejut. “Loh, ke
WARNING CONTENT!Harap bijak dalam membaca~Happy reading~***Melihat Gladys benar-benar ketakutan, Keenan tiba-tiba tertawa. “Hahaha. Kamu masih takut?” tanya Keenan. Dia memundurkan sedikit tubuhnya.Gladys hanya diam, dia merasa bingung. Tidak boleh lega dulu, karena Keenan sering sekali berubah suasana hati.Keenan melirik ke arah Gladys yang masih terlihat tegang. Dia kemudian tertawa lagi, sungguh lucu sekali wajah ketakutan istrinya itu. Kemudian dia langsung mengelus puncak kepala Gladys.“Nggak, Sayang. Aku cuman bercanda. Aku sekarang udah nggak mau melakukan hal itu sama kamu,” ucap Keenan.“Bercanda?” tanya Gladys. Dia masih mencoba meyakinkan dirinya terlebih dahulu.Anggukkan kecil menjadi jawaban dari Keenan untuk pertanyaan Gladys. “Iya, bercanda. Aku nggak akan pecat Reza atau menghukum kamu. Aku cuman bercanda,” terangnya.“Bene
“Kenapa kamu repot-repot bawa aku ke sini, sih?” tanya Gladys. Kini Gladys dan Keenan sedang duduk di teras hotel yang mereka tempati. Sembari menikmati sunrise di Maladewa.“Kenapa memangnya?” tanya Keenan. Dia sedang mengalungkan tangannya di pundak Gladys. Duduk di belakang istrinya sembari memeluknya lembut.“Maksudnya Bali juga sudah cukup. Kita nggak usah jauh-jauh ke sini,” ucap Gladys.Keenan menggeleng. “Aku bosen sama Bali, Sayang. Sekali-kali kita main-main di luar negeri tidak masalah, kan?” Keenan meletakkan dagunya di pundak Gladys.Gadis itu menarik sudut bibirnya. “Aku jadi nggak enak. Padahal kerjaanmu lagi banyak banget.”“Ssst! Jangan bilang begitu. Sudah jadi kewajibanku buat membahagiakanmu. Apa pun pasti aku lakukan, Gladys. Dan aku juga ingin menebus semua kesalahanku padamu.”“Ssst!” Gladys menempelkan telunjuknya pada bibir Keenan. &l
“Keenan, kalau kamu sibuk, nggak usah repot-repot harus ke luar negeri gini,” ucap Gladys. Dia sedang sibuk mengemas barang-barang pribadi miliknya dan Keenan ke dalam koper.Laki-laki itu mendekat pada istrinya. Kemudian dia melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Gladys, memeluk sang istri dari belakang.“Aku nggak sibuk, Sayang. Lagi pula kita kan belum berbulan madu,” timpal Keenan. Laki-laki itu kini mengecup tengkuk Gladys.Seketika Gladys merasa geli dan menghentikkan aktivitasnya. Dia mencoba melepaskan pelukan Keenan dan kemudian berbalik menatap sang suami.“Kemarin, kan, di Bali udah. Lagian kita udah hampir setengah tahun menikah. Masa masih bahas bulan madu segala.”“Itu bukan bulan madu. Kemarin kita ke Bali sambil kerja. Sekarang aku cuman pengin berdua sama kamu. Nggak ada tuh mikirin yang namanya kerjaan.” Keenan mengusap pipi Gladys lembut.Satu bulan setelah mereka menikah
“Mama?” ucap Keenan. Sedetik kemudian Gladys pun dibuat terkejut dengan sosok perempuan yang sedang bersama Giselle. “Ibu?” katanya. “Halo, Keenan dan Gladys,” sapa Anita sambil tersenyum pada kedua anaknya itu. Buru-buru Keenan dan Gladys menghampiri wanita itu. “Mama sudah dengar, kalau selama ini Anita lah yang merawat Gladys. Terima kasih sekali lagi,” kata Giselle pada Anita. Jujur saja, sebenarnya dulu hubungan mereka tak berjalan baik. Bagaimanapun juga Giselle tak suka ketika dimadu oleh suaminya. “Sama-sama. Terima kasih sudah menjaga anakku juga.” Anita tersenyum dan menundukkan kepalanya. “Tapi kenapa Mama bisa di sini?” Keenan tiba-tiba menyela pembicaraan dua wanita itu. “Sejak kapan Mama Giselle tahu keberadaan Mama?” imbuhnya. “Mama tahu dari Excel, dia benar-benar menceritakan semuanya. Makanya Mama mencoba membawa Mamamu ke sini,” jawab Giselle. “Dan mulai hari ini Anita akan tinggal di sini bersama Mama.” Alis
“Sedang apa kalian di sini?” Seorang laki-laki bertanya dengan penuh rasa kecurigaan. Sontak Gladys mematung di hadapan laki-laki itu. Sedangkan Keenan dia berjalan dengan santai, lantas merangkul Gladys.“Sedang makan siang. Ya … ziarah. Untuk apa bertanya begitu?” timpal Keenan kesal.Laki-laki itu mendengus. “Tumben sekali. Biasanya kamu tidak peduli,” balasnya lagi.“Ngomong-omong, setelah kamu berziarah aku tunggu di tempat parkir. Ada yang harus aku bicarakan,” ucap Keenan. Kemudian dia berlalu meninggalkan laki-laki itu menuju parkiran.Ya! Keenan harus menyelesaikan juga masalah dengan Aidan. Rasanya dia juga harus meminta maaf, walau dia tidak mungkin untuk jujur pada laki-laki itu. Namun, dia harus meminta maaf atas kesalah pahamannya selama ini.Keenan dan Gladys menunggu di dalam mobil. Tak lama kemudian mata Keenan menatap sosok Aidan. Lalu dia keluar dari mobil dan menghampirinya.
Sesuai dengan rencana Keenan, pagi ini mereka berdua; Keenan dan Gladys pergi menuju tempat peristirahatan terakhir Andrean, Adrian, dan juga Nathan. Entah kenapa Gladys merasa senang, karena Keenan sudah menyadari kesalahannya. Untuk orang seperti Keenan, tentu itu adalah suatu hal yang patut diapresiasi dan kalau bisa membuat syukuran.“Loh, kok? Bukannya kita mau ke makam Om Andrean?” tanya Gladys bingung. Pasalnya Keenan kini mengemudikan mobilnya ke arah yang berlawanan.“Udah diem aja. Aku yang pegang kemudi, kamu ikut aja,” timpal Keenan. Gladys pun terdiam, dia tiba-tiba memikirkan hal yang tidak-tidak. Bagaimana jika Keenan berubah pikiran? Laki-laki seperti dia kan tidak bisa ditebak?Namun, saat mobil mereka memasuki sebuah jalanan kecil, Gladys mengerutkan keningnya. Dia mencoba mengintip dari jendela mobil. Jalanan kecil ini seperti akan membawa mereka ke sebuah tempat yang sepi.Benar saja mereka mendatangi sebuah tem