Share

Titik Balik

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-02 21:10:06

Begitu mobil sampai dan berhenti di perkarangan kediaman Bima. Aya bergegas turun dan berlari kecil menuju pintu untuk segera bertemu dengan Om-nya itu.

Yasa sampai harus menggeram untuk meneriaki istrinya, agar tidak berlari, mengingat Aya tengah hamil muda. Jantungnya seakan terjun bebas ke dasar bumi. Khawatir terjadi sesuatu dengan bayi mereka.

“Ayyy … sayaang!”

Setelah terjadi keributan kecil antara Aya dan Kurt di restoran, selera makan gadis itu hilang. Aya tidak lagi bernafsu, untuk melanjutkan makan malam keluarga yang memang tidak ia inginkan sejak awal. Aya pun langsung berpamitan pulang kepada Daisy, namun tidak pada Bintang.

Sungguh, hati Aya ternyata lebih keras daripada Sinar dahulu kala. Dan, Bintang angkat tangan untuk yang satu itu. Kali ini, Bintang lebih memilih untuk bersabar dan berharap sikap putrinya itu akan berubah dengan perlahan.

“Kalian ini, gak lihat ini jam berapa, ha? Gak bisa tunggu besok kalau bertamu?” oceh B

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • My Dearest Cahaya   Menjadi Rahasia

    Abraham membuang tawa sinisnya, saat melihat ada Kaisar yang mendampingi Sinar. Kedua pria tua yang merupakan rival sejak mereka muda itu, selalu saja dipertemukan dengan takdir yang rumit dalam persaingan bisnis maupun politik. Namun, tidak pernah ada yang menduga, kalau suatu saat, cucu mereka pada akhirnya menyatukan kedua keluarga dengan sebuah hubungan sakral, yang disebut pernikahan. “Kenapa sampai harus membawa bodyguard, Nar?” tanya Abraham dengan sarkas. “Kenapa? kamu takut menghadapi bodyguard, Sinar? nyalimu itu, dari dulu memang pendek, pantas, kamu gak pernah menang saat bersaing denganku.” Kaisar membalas Abraham dengan diikuti dengan sebuah decakan kecil, meremehkan. Abraham, hanya menyematkan senyum masamnya. Karena, meski keduanya selalu saja berdebat layaknya Tom and Jerry, mereka cukup fair dalam bersaing. Tidak pernah saling sikut dan menjatuhkan lawannya. Sinar melebarkan senyum gelinya. Melihat kedua pr

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-03
  • My Dearest Cahaya   Sabotase

    “Pulang sana.” “Gak mau.” “Suamimu tahu kamu ke sini?” “Mas Yasa yang ngantar kok, aku bilang mau makan siang sama ayah.” Kepala Elo langsung terantuk, ingin menjerit tapi harus menjaga image. Dan mengingat usianya yang sudah tidak lagi muda, hal itu sangatlah tidak pantas dilakukan. Menghadapi seorang Aya yang keras kepala, terkadang membuatnya pusing tujuh keliling. Untung saja putranya dengan Sinar tidak terlalu banyak mewarisi sikap keras bundanya. Elo mengangkat wajah, kemudian bersandar dengan gestur menyerah. Lebih baik berdamai dengan keadaan. “Mau apa ke sini? Bukannya kami semua sudah sepakat kalau kamu itu gak boleh kerja.” “Siapa yang mau kerja,” bibir bawah Aya terjulur panjang pada Elo. “Aku kan cuma mau berkunjung, melihat-lihat, aku pemilik saham juga di sini.” ujarnya begitu pongah. Mengingatkan Elo akan keangkuhan Pras, namun dengan mode yang menggemaskan. “Duduk di sofa, jangan di depan ayah.” “Aku ma

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-03
  • My Dearest Cahaya   Anak Kita

    Helaan napas besar nan lega, terhembus dari mulut Asa yang menggembung ringan. Berbicara panjang lebar dengan adiknya yang bawel itu, sungguhlan menguras pikiran. Ikut terlibat dalam sepak terjang sebuah perusahaan, tidak pernah sama sekali menjadi minatnya. Kalau bukan Pras yang meminta langsung kepada Asa, tentu saja ia tidak akan mau menjadi seperti ini. Asa memutuskan untuk keluar dari ruangannya untuk mencari udara segar. Pergi ke rooftop gedung dan ngopi sejenak mungkin bisa menyegarkan pikirannya. Sekali lagi, Asa melihat seorang wanita yang tengah sendirian berdiri di depan lift. Menunggu pintunya untuk terbuka. “Mbak Zetta, ngapain di Network?” Wanita yang dipanggil Asa itu menoleh, menyentak kedua alisnya bersamaan. Menelisik penampilan Asa dari ujung rambut hingga kaki, yang memakai sepatu pantofel hitam mengkilap. Rambut yang biasa sengaja ditata messy kini terbingkai dengan rapi. Setelan jas mahal dan licin namun

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-03
  • My Dearest Cahaya   Kejelasan

    Setelah berucap terima kasih kepada Adnan, Aya meminta sang supir pribadi keluarga itu agar meninggalkannya, karena nantinya, ia akan pulang ke rumah bersama Yasa. Sambil terus memasang senyum ramahnya pada karyawan hotel, Aya melangkah dengan santai memasuki lift dan langsung menuju ke lantai paling atas. Kedatangannya memang maju satu jam lebih awal, dari yang dikatakan Aya beberapa waktu yang lalu saat menelepon Yasa. Semua urusan Aya di Network telah selesai, tanpa harus berpanjang lebar. Ia juga tidak ingin mengganggu Asa lebih lama lagi dengan semua ocehan protesnya. Karena Aya tahu, kalau semua yang dilakukan Asa, hanya untuk menuruti perintah Pras. Saat pintu lift terbuka, Aya melihat sekelebat bayangan Kimmy melintas di depannya dengan terburu. Hendak memanggil, tapi sepertinya, sang sekretaris hotel itu tengah sibuk, hingga terlihat seperti berlari kecil untuk melakukan sesuatu. Tidak ingin menyela, Aya keluar dan pergi ke arah yang berlawanan denga

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-04
  • My Dearest Cahaya   Menyingkirkan Amarah

    “Turunin!”Aya yang berada di gendongan Yasa ala bridal itu, tidak henti memberontak, sejak sang suami mengangkatnya dari depan lift. Pria itu mengejar Aya secepat mungkin agar tidak sampai menemui Raquel.“Ingat yang di perut, Ay. Bisa fatal kalau kamu jatuh.”Detik itu juga tubuh Aya tidak lagi memberontak. Namun, mulutnya masih saja mengoceh protes.“Turunin aku!”“Aku mau ketemu sama Raquel!”“Ada hubungan apa kalian itu sebenarnya!”“Kamu selingkuhin aku, Yas!”Yasa tidak mengacuhkan ocehan sang istri. “Kimmy, tolong tutup pintunya.”Kimmy yang mengerti, segera mengitari meja kerjanya. Berada tepat di belakang Yasa dan dengan sigap menutup pintu dari luar setelah bosnya itu masuk ke dalam ruangan, sambil menggendong sang istri.Yasa menurunkan Aya dengan perlahan. Mendudukkan sang istri, tepat bersebrangan dengan Abraham. Kemu

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-04
  • My Dearest Cahaya   Ganjalan di Hati

    “Yaa, silakan benci aku untuk saat ini, tapi aku harap, besok, kalau kamu bangun, kita lupakan semuanya. Karena hubungan aku sama Raquel sudah berakhir jauuuh sebelum aku ketemu kamu.” Saat Aya sudah merasa bisa menerima hubungan yang sempat terjadi antara suaminya dan Raquel dahulu kala. Sekarang, muncul hal baru yang membuat hati Aya teriris ngilu. Gadis itupun sampai ikut dapat merasakan sesak yang dirasakan oleh Raquel. “Tapi caramu sama opa itu yang gak bisa aku terima, itu jahat, Yas, kalian kejam!” Aya bahkan langsung memunggungi Yasa karena tidak menduga kalau suaminya bisa berbuat seperti itu. “Kalian maksa Raquel untuk gugurin bayinya … itu anakmu Yas! Tapi kamu gak mau bertanggung jawab.” “Karena aku gak menginginkannya, Ay.” Aya bangit dari tidurnya dan terduduk dengan cepat. Emosinya tersulut seketika itu juga. “Bisa gitu, aku nikah sama cowok berengsek kayak kamu! Mau ngelakuin yang enak-enak tapi gak mau tanggung jawab cuma karena gak i

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-04
  • My Dearest Cahaya   Pernikahan Bisnis

    “Kalau dari yang opa lihat, kamu sama Yasa belum baikan.” Abraham sengaja mengirim supir ke kediaman Pras, untuk menjemput Aya makan siang bersama. Pagi tadi, saat bertemu Yasa di hotel, cucu kesayangan Abraham itu mengatakan kalau wajah Aya masih saja tertekuk dalam. Sang istri masih tidak bisa menerima, dengan semua perlakuan Abraham dan Yasa kepada Raquel. Aya hanya memutar-mutar garpunya pada spaghetti yang tersaji di piring. Masih tidak berminat untuk melahapnya. Tubuhnya memang berada bersama Abraham tengah makan siang, namun pikirannya pergi mengambang entah ke mana. “Yang Opa lakuin ke Raquel itu gak bisa dibenarkan.” pungkas Aya masih sibuk memilin-milin spaghettinya. Tidak menanggapi ucapan Aya, Abraham membelokkan sedikit topik pembicaraannya. “Sepertinya, kamu juga belum bicara tentang Astro.” Pergerakan tangan Aya yang memainkan garpu itu sontak terhenti. Meletakkan garpu di atas piring dan sudah tidak berminat lagi dengan makan s

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-05
  • My Dearest Cahaya   Mencari Jawaban

    Aya yang baru saja keluar dari kamar mandi sedikit terkejut. Sudah ada Yasa yang bergelimpang lelah di atas ranjang. Seharusnya, Yasa belum pulang dari hotel jam segini. Tapi suaminya itu, terlihat sudah bertelungkup dengan satu tangan masih sibuk memegang ponsel dan mengetikkan sesuatu. Yasa meletakkan ponselnya setelah selesai mengirimkan sederet chat kepada rekan kerjanya. Kemudian berbalik telentang, mendapati punggung Aya yang menghilang di balik walk in closet. “Sayaang …” panggilnya masih enggan untuk beranjak dari posisi rebahannya. “Marahnya udahan yaa! Gak baik buat anakku yang ada di dalem perut. Entar kalau yang lahir cewek, terus ngambekan kayak kamu kan papanya yang susah.” Ini ngajak baikan atau berantem sih sebenarnya? Aya keluar dengan menggunakan kaos Yasa yang tampak kebesaran. Tidak bermaksud menggoda, tapi ia tidak tertarik sama sekali untuk memakai pakaiannya sendiri, ketika berada di rumah. Dan itu terjadi baru-baru ini saja.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-05

Bab terbaru

  • My Dearest Cahaya   Fin

    Yasa meraup separuh wajahnya, menatap bocah lima tahun yang kini tengah merengek untuk ikut pergi dengannya, ke dokter kandungan. “Papi sama mami gak lama, mainlah sama Aga. Nanti, Papi beliin burger.” “NO BURGER.” Aya yang baru muncul dari dalam dan mendengar percakapan suaminya dan putra sulungnya itu sontak memasang wajah galak. Berhenti diantara kedua lelakinya itu lalu melipat tangan di atas perut yang sudah membuncit. Kehamilan ketiganya saat ini memasuki usia 5 bulan, dan hari ini, adalah jadwal untuk memeriksakan kandungannya. Mereka juga tidak sabar dan sangat penasaran untuk mengetahui jenis kelaminnya. Karena anak kedua mereka lagi-lagi berjenis kelamin laki-laki, dan diberi nama Telaga Dananjaya. Maka, keduanya berharap kalau yang ketiga ini, akan berjenis kelamin perempuan. “Why not?” protes Gara ikut melipat kedua tangannya di depan dada dengan bibir mungil yang mengerucut kecil. Mengikuti sikap sang mami yang ditunjukkan kepadanya.

  • My Dearest Cahaya   Dan Hasilnya ...

    Yasa terhenyak dan bangkit seketika. Terduduk sebentar lalu berlari ke kamar mandi. Terlihat sang istri yang tengah berlutut, menunduk seraya membuang semua isi perutnya ke dalam kloset duduk. Yasa yakin sekali kalau hari masih subuh, meskipun ia belum melihat jarum jam sama sekali.Bergegas menghampir Aya dan membantu untuk menyingkap rambut lalu memijat tengkuk sang istri. “Ke dokter ajalah, Mi. Udah dua hari begini terus.”Aya hanya bisa mengangguk pasrah kali ini. Menurut pada saran sang suami. Padahal dari kemarin, Aya sudah berencana akan mengunjungi Pras, tapi karena tubuhnya tiba-tiba drop, maka Aya membatalkannya.“Coba diinget-inget lagi, dua hari yang lalu habis makan apaan bisa sampai begini.”Tubuh Aya menegak, menyudahi kegiatan yang membuat tubuhnya lemas selama dua hari ini. Lalu bersandar pada sisi dinding kamar mandi untuk menetralkan napasnya. Seraya mengusap bibir dengan punggung tangan. Merasa tidak sanggup, un

  • My Dearest Cahaya   Sudah Memaafkanmu

    Kedua orang yang dulunya pernah saling menyayangi dan berbagi segalanya itu, kini masih terdiam. Bintang memilih untuk masuk ke dalam dan duduk di ruang tengah. Memutuskan untuk memberi kedua anaknya itu kebebasan, untuk mengeluarkan semua yang ada di dalam kepala. Dan, ia hanya mengawasi jikalau ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Namun tetap berharap semua akan baik-baik saja.Bintang sudah percaya penuh dengan keduanya. Mereka sudah tahu batasan mereka. Dan untuk Astro, Bintang tahu pasti, kalau pada dasarnya, pria itu sangat baik. Aster hanya salah dalam mendoktrin otaknya sedari kecil, hingga rasa benci itu tumbuh tanpa mengetahui semua alasan yang ada di baliknya.“Kata papa, Kak Astro mau jual rumah?” Akhirnya, Aya jugalah yang membuka topik pembicaraan. Tidak nyaman dengan perasaan canggung, yang kali ini mendera keduanya.Aya tidak mau mengungkit tentang kepindahan Astro ke Surabaya. Karena yang telah direncanakan kakak sepupunya itu, sud

  • My Dearest Cahaya   Menyelesaikan Semuanya

    Hanya senyum datar dan kekehan garing yang sedari tadi dilontarkan oleh Yasa, sepanjang ia menanggapi ocehan Lex serta Elo. Setelah diberi waktu untuk berpikir selama 24 jam oleh Sinar, dan juga demi Gara, akhirnya Yasa menandatangani surat perjanjian yang telah disodorkan kepadanya. Ada tiga buah salinan asli yang harus ditandatangani. Yang nantinya, surat tersebut akan pegang oleh Yasa, Sinar dan juga Lex, orang kepercayaan Pras. Entah kenapa Yasa tiba-tiba yakin, kalau keseluruhan ini, adalah rencana pria yang masih saat ini masih mendekam di penjara. Setelah semua selesai, Sinar menyunggingkan senyum kecilnya. Memandang puas pada berkas yang sudah berada di tangan. Untung saja, kan, ia menceritakan semuanya kepada Pras, hingga terciptalah sebuah perjanjian yang jika dipikirkan lagi, secara keseluruhan semua terlihat hanya menguntungkan pihak Sinar. Dengan adanya perjanjian tersebut, Pras bisa menilai, sejauh mana kesungguhan Yasa terhadap pernikahannya de

  • My Dearest Cahaya   Meminta Izin

    Pump heel setinggi 3 senti itu, berjalan mundur beberapa langkah dengan pelan. Menoleh, pada pria yang asik duduk di sofa lobi sembari menunduk. Ibu jari pria itu sibuk bergerak pada ponsel yang dipegang secara horisontal. Fix! Lagi-lagi pria itu pasti tengah sibuk dengan gamenya.“Nando!” panggil Sinar yang berdiri tidak jauh dari ponakannya itu. Tadinya, setelah keluar dari ruangan Elo, Sinar hendak pergi ruangannya. Namun diurungkan, hatinya yang memanas karana bertemu Yasa, membuat Sinar ingin pergi ke rooftop bar yang berada di gedung perkantoran. Menyesap sesuatu yang dingin, untuk mendamaikan kepala sekaligus hatinya.“Eh, Bunda di sini?” tanya Nando terlihat salah tingkah. Pria itu mengusap tengkuknya sebentar sembari menghampiri Sinar. Meraih tangan wanita dan mencium punggung tangannya. “Lagi ngapain, Bund? Asa mana?”“Ya kerja, lah kamu ngapain di sini?”“Aku … aku mau ketemu Asa.&rdq

  • My Dearest Cahaya   Postnuptial Agreement

    Aya tersenyum canggung. Sebuah perasaan yang tidak pernah ada selama ini ketika bertemu dengan Tara, kini muncul. Rasa tidak nyaman karena mungkin, yang akan dikatakannya bisa menyakiti hati Tara. Selama ini, pria itu sudah terlalu baik untuknya. Meskipun terkadang sedikit sarkas, tapi Aya tahu, kalau di dalam sudut hati Tara, pria itu sangat menyayangi Aya juga Gara.“Tara …” Aya menggantung kalimatnya sejenak untuk menarik napas. Di kamar, ia sudah mengemasi pakaian yang selama ini diperolehnya dari Tara. Juga ada box bayi, pakaian Gara, dan segala keperluan Aya yang kesemuanya disediakan oleh pria itu ketika masih tinggal di vila. Sungguh, Aya berutang banyak pada Tara, dan pada akhirnya, ia belum mampu membalasnya. Justru malah hanya meninggalkan luka.Selama ini, Aya belum menyadari sepenuhnya kalau hatinya sudah tertambat pada Yasa. Aya pikir, kehidupan cintanya masih berpusat pada Astro, namun ia salah. Rasa sakit yang begitu menusuk ketika be

  • My Dearest Cahaya   Rencana

    Yasa meneguk ludah hingga berulang kali. Melihat putranya menyesap ASI langsung dari tempatnya, membuat Yasa hanya bisa menggigit jari. Berbulan-bulan tidak melihat dan menikmati tubuh sang istri, membuat pusat dirinya memberontak. Dan, Yasa tidak mau tahu, setelah Gara selesai, maka dirinya juga harus mendapatkan giliran. “Apa, Gara kalau minum ASI …” Yasa kembali menelan ludah, maniknya sedari tadi hanya terfokus pada bibir sang putra yang bergerak lahap menyesap penuh puncak dada istrinya. “Gara kenapa?” tanya Aya memecah lamunan Yasa dalam sekejab. “Oh, itu, kalau minum ASI, apa selalu lama seperti ini?” “Tergantung, gak tentu juga sih. Suka-suka dia aja.” Wajah Yasa terlihat semringah ketika melihat Gara melepaskan bibirnya mungilnya. Namun sejurus kemudian, wajahnya kembali tertekuk ketika Aya hanya memindahkan posisi tubuh Gara untuk menyesap di tempat satunya. “Apa harus dua-duanya gitu dia minum?” decak Yasa sedikit sewot. Bel

  • My Dearest Cahaya   Hei, Jagoan

    Lidahnya benar-benar kelu, tidak mampu menjawab pertanyaan Yasa. Aya membuang wajah tidak punya keberanian untuk menatap Yasa. Tidak juga mampu untuk beranjak dari duduknya, karena Yasa memegang erat kunci sabuk pengaman yang menyilang pada tubuh bagian depannya.“Di mana dia, Ay?”Jantung Yasa berdegub membingungkan. Tidak mampu menjelaskan, seperti apa perasaannya saat ini. Ada rasa takut, gembira, cemas, dan juga kesal yang bercampur jadi satu. Sudut hatinya mengatakan bahwa anak itu ada, dan terlahir ke dunia. Tapi, kenapa Aya justru tidak mengatakan hal apapun pada dirinya.“Cahaya …” Yasa meraih dagu runcing Aya agar menghadap ke arahnya. Berusaha mengeluarkan kata selunak mungkin, meskipun ada lonjakan emosi yang ingin menuntut sang istri agar segera memberi penjelasan kepadanya. “Apa dia di dalam?”Bibir Aya terkatup. Seharusnya, ia bisa mencegah tangan Yasa agar tidak menjelajahi tubuhnya. Tapi di lain s

  • My Dearest Cahaya   Tetes Putih

    Aster menghampiri putranya yang baru saja menghempaskan tubuh di atas ranjang, setelah pulang dari kantor. Pria itu sudah tidak pernah lagi, menjejakkan kaki di unit apartemennya. Selalu pulang ke rumah sang mama dan menjadikan Aster sebagai tempat bercerita tentang kegiatannya, setiap hari.Aster menepuk paha putranya yang berbaring di ranjang. Kedua kakinya masih menjuntai ke bawah dan raut wajahnya sangat lelah.“Apa, tawaran kemarin sudah kamu terima?”“Belum,” Astro meletakkan kedua tangan di balik kepalanya sebagai bantal, menerawang kosong menatap langit-langit kamarnya. “Kalau aku terima, Mama pasti kesepian, aku gak bisa datang sewaktu-waktu ke Jakarta.”Aster menggeser sedikit bokongnya, agar bisa melihat wajah Astro. “Kalau Mama ikut kamu, gimana? apa kamu keberatan?”“Mama serius?” Astro bangkit dan keduanya kini duduk saling berhadapan. “Yakin mau ikut ke Surabaya? dan &

DMCA.com Protection Status