Della mengerang pelan saat dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menguap setelah dia menyelesaikan pelajarannya. Akhir-akhir ini, Della benar-benar terbakar api balas dendam sampai dia bermain game lebih lama dari sebelumnya. Dia bermain game sampai lebih dari tengah malam. Wajahnya terlihat mengantuk, saat dia mengikuti pelajaran seperti biasa.
"Ya ampun, bahkan kamu saja sampai menguap ketika mendengarkan guru tersebut bicara. Ah... Aku benar-benar ingin segera pulang saat ini. Kapan kita bisa pulang Della?"Adam, teman seduduk Della berbicara saat gadis itu menggosok ringan matanya lalu memperbaiki posisi duduknya lagi. Della menatap teman sebangkunya itu setelah Adam bicara. Gadis beralih untuk melirik jam yang melingkar di tangannya, sebelum bicara dengan suara pelan."Masih ada satu jam lagi sebelum kita memasuki jam pulang sekolah. Berdoa saja semoga guru ini tidak memperpanjang waktu belajar kita," ujar Della memberi tahu. Guru yang mengajar di pelajaran terakhir sekolahnya memang terkadang menambahkan waktu belajar seenaknya jika materi yang dia ajarkan belum selesai. Della biasanya tidak masalah tentang hal itu. Namun untuk kali ini saja, Della juga diam-diam berharap guru itu akan membiarkan mereka pulang lebih cepat."Ya, kamu benar. Ya Tuhan... Aku mohon... Mohon sekali biarkan kami pulang lebih cepat hari ini..."Della tertawa kecil saat temannya itu mulai berdoa sambil mengabaikan guru mereka yang tengah bicara di depan kelas. Della bersyukur karena tempat duduk di kelasnya selalu diacak, dia bisa duduk di bangku belakang saat ini. Della sungguh tidak bisa membayangkan, apa yang terjadi jika dia duduk di bagian depan dan seseorang selain Adam menyaksikan bahwa dia baru saja menguap di kelas.Della terbiasa menjadi contoh bagi orang-orang. Dia tidak bisa membiarkan siapa pun melihat, bahwa dia menguap karena mengantuk setelah menghabiskan waktu untuk bermain game akhir-akhir ini.Setelah kelas akhirnya selesai seperti yang diinginkan oleh semua siswa, Della segera pergi ke ruang OSIS untuk melaksanakan tugasnya sebagai ketua OSIS seperti biasanya. Della berjalan bersama Adam, yang tampaknya telah membuat Della cukup terbiasa diikuti oleh pria itu sepanjang waktunya. Adam merupakan wakilnya dalam organisasi itu. Mereka bicara sepanjang jalan, suasananya harmonis sampai Adam tiba-tiba saja berhenti di tengah jalan."Ah! Aku lupa aku memiliki event guild pada hari ini..."Della mengangkat alisnya saat Adam tiba-tiba membahas game dalam pembicaraan mereka. Dia tidak aneh dengan tingkah temannya itu, karena Della telah mengenal Adam sejak lama sekali. Adam memang terkenal sebagai maniak game di antara orang-orang yang mengenalnya. Dari dia pertama mengenal Adam sampai sekarang, Della belum pernah melihatnya sehari tanpa bermain game di ponsel maupun laptopnya. Melihatnya membicarakan game itu bukan hal yang aneh lagi. Della tersenyum kecil, saat dia bertanya pada temannya itu sambil ikut berhenti melangkah seperti Adam."Event game apa?" tanyanya ringan. Adam menggaruk pipinya canggung setelah mendengar pertanyaan Della. Ketuanya itu selalu sangat berdedikasi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Walaupun Adam tahu Della tidak akan marah jika dia membahas game, Adam takut dia akan menyusahkan Della dengan mengomel ketika mereka berada dalam perjalanan untuk menuju ruang OSIS. Adam dengan cepat menggeleng, sebelum memberi senyum dan melanjutkan langkahnya lagi."Itu... Bukan event penting. Aku hanya tiba-tiba mengingatnya. Tidak apa-apa. Kita akan menyortir catatan poin para siswa hari ini kan? Event itu bisa menunggu lain waktu saja."Adam tertawa kering di awal kalimat. Dia semakin gugup saat Della menatapnya lama. Gadis itu memang terkenal baik, tetapi obsesinya pada pekerjaan apa pun terkadang akan membuat Adam sedikit takut juga."Kamu tidak terlihat yakin."Adam terdiam. Ya, event itu memang terlalu bagus untuk dilewatkan. Hadiahnya cukup bagus dan dia telah menunggu lama untuk event tersebut. Adam menatap Della penuh harap, sebelum menyerah dengan rencananya untuk merelakan event itu demi dekat dengan Della."Tales of Dungeon. Apa kamu pernah mendengarnya? Itu adalah game MMORPG yang sangat digemari oleh banyak orang saat ini. Ah tidak. Game itu sudah populer sejak game tersebut baru saja rilis!"Melihat wajah semangat wakil ketuanya itu, Della akhirnya sadar bukan hanya dia yang menyukai game tersebut saat ini. Della mulai sedikit terganggu dengan kata-kata bahwa event besar akan terjadi hari ini. Gadis itu menimang keputusan yang dia ambil, sebelum bertanya sekali lagi pada pria itu."Apa anggota OSIS yang lain... Juga memainkan game itu?" tanyanya dengan hati-hati. Della berusaha tidak membuat pertanyaannya seperti dia tertarik pada game tersebut. Akan buruk jika seseorang tahu dia juga suka bermain game. Orang tuanya tidak akan senang mendengar kabar tersebut, Della setidaknya yakin akan hal itu.Mendengar pertanyaan Della, Adam semakin bingung saat dia menjawab dengan nada tidak yakin. "Ya... Setahuku hampir semua anggota OSIS memainkan game tersebut. Ah ya, beberapa bahkan berada dalam satu guild denganku. Ah... Guild itu semacam organisasi yang memudahkan kita untuk menikmati game... Sesuatu semacam itu."Adam takut Della terlalu bingung dengan istilah-istilah yang dia pakai, jadi pria itu dengan senang hati menjelaskan apa yang dia ketahui tentang game tersebut. Della mendengarkannya dengan sangat serius, walaupun hatinya tidak berdaya ketika dia melihat Adam berusaha keras menampilkan game tersebut sebagai game menarik yang luar biasa.Adam tidak tahu bahwa bahkan sebelum dia bermain, Della telah terlebih dahulu menjelajahi dunia itu dengan teman-teman virtualnya.Membicarakan teman-teman virtualnya...Della akhirnya sadar bahwa jika event tersebut memang benar-benar ada, rasanya akan rugi juga jika dia tidak mengikutinya. Della harus membuat karakternya kuat secepat yang dia bisa. Ketika dia sibuk menjalani aktivitas hariannya, Della tahu bahwa teman-teman lamanya di guild mungkin tengah asik semakin memperkuat diri mereka sendiri. Della terjebak antara perasaan tanggung jawabnya dengan keinginannya untuk kembali online dalam game tersebut. Della mengepalkan tangannya erat, sebelum dia bicara lagi dengan nada setenang yang dia bisa."Hari ini agenda kita hanya mengumpulkan poin minus para siswa dan memasukannya ke dalam buku besar pelanggaran. Beri tahu yang lain bahwa kita akan libur untuk hari ini. Untuk masalah poin, kalian bisa mengirimnya bentuk fotonya saja agar aku bisa memasukannya sendiri ke buku besar poin."Adam baru saja ingin mengajak Della untuk melanjutkan perjalanan mereka saat ketuanya itu tiba-tiba memutuskan demikian. Bagi Adam, tingkah Della memang benar-benar aneh hari ini. Tidak pernah sekali pun Adam melihat Della menyetujui sesuatu dengan alasan yang sangat tidak penting. Della biasanya tidak akan peduli pada apa pun kecuali belajar dan tugas-tugasnya. Adam selalu berpikir bahwa Della adalah definisi nyata seorang gila kerja yang tegas. Della yang dia kenal, tidak akan mungkin pernah mengijinkan pekerjaan mereka ditunda hanya untuk bermain game seperti itu.Adam termenung saat menatap Della yang masih berusaha terlihat tenang. Gadis itu terbatuk sekali, sebelum melanjutkan ucapannya dengan nada yang lebih tegas."Kita memang tidak seharusnya mengadakan pertemuan setiap hari. Sebentar lagi kita akan turun jabatan, sesekali mengambil waktu istirahat akan baik-baik saja.""Apakah matahari tiba-tiba terbit dari barat?"Kira-kira itulah yang ada di pikiran Adam ketika dia melihat ketuanya yang gila kerja tiba-tiba bicara tentang waktu libur mereka.Della kembali ke rumahnya dengan tergesa-gesa setelah itu. Hari ini, gadis itu hanya memiliki waktu dua jam sebelum kelas sorenya dimulai. Della tahu hanya dalam waktu dua jam itu, dia harus bisa menuntaskan event besar yang diadakan oleh game favoritnya tersebut. Ketika Adam mengingatkannya, Della baru ingat bahwa hari ini merupakan hari ulang tahun game favoritnya tersebut. Para pemain sangat menantikan event itu karena di situs resminya, developer game berjanji akan memberikan hadiah yang memuaskan untuk pemain yang online dan mengikuti event khusus ulang tahun dalam kurun waktu tertentu. Della hampir saja lupa ada event semacam itu jika saja Adam tidak membahasnya tadi. Dia menghela napas lega, saat sadar dia masih memiliki waktu sekitar dua puluh menit sebelum event yang dinantikan oleh banyak orang benar-benar dimulai. Tubuh Della basah oleh keringat karena dia terburu-buru untuk pulang. Jadi untuk membuang waktunya, gadis itu lebih memilih mandi terlebih dahulu sebelum akhirn
[Zee: Kamu sepertinya baru saja keluar dari kota pemula. Apakah ini pertama kalinya bagimu untuk memainkan game ini?]Della sempat terdiam untuk beberapa saat. Gadis itu pertama-tama menimang jawabannya, sebelum akhirnya tetap memilih jujur saja pada teman setimnya itu. Lagipula, mengulang permainan dengan karakter baru bukanlah hal yang aneh dalam dunia game. Hanya saja pada kasusnya, mungkin akan ada keributan besar jika orang-orang tahu bahwa pemain bernama Xena mengulang game dengan karakter baru bernama Athena. Della merasa bahwa dia hanya perlu mengungkapkan setengah kebenaran, dan mengubur setengah kebenaran lain jauh di dalam pikirannya. [Athena: Aku pernah memainkan game ini, tetapi itu saat game ini baru saja rilis. Event-event semacam ini ... Aku tidak mengingatnya lagi.]Sebenarnya karena di masa lalu Della terlalu sibuk mengurus Guild Domination yang terus membesar, gadis itu tidak bisa lagi mengikuti beberapa event khusus yang tidak berkaitan langsung dengan ranking g
Mereka berjalan entah berapa lama sampai cahaya terang tiba-tiba menerangi mereka. Melewati lorong yang gelap sepertinya sudah menjadi pengaturan dasar dalam game tersebut. Namun tiap kali cahaya terang menerangi karakternya dan mengungkap tempat luar biasa yang tersembunyi di dalamnya, Della tidak pernah gagal untuk terpukau begitu hutan yang berwarna cantik menyambutnya begitu mereka keluar dari kegelapan. [Zee: Apa kamu mengenal dungeon dengan jenis seperti ini?] Della menatap sekelilingnya dengan seksama, sebelum dengan ragu-ragu menjawab pertanyaan teman setimnya tersebut. [Athena: Ini ... Hutan Ajaib?]Balasan lain dengan cepat masuk setelah itu. [Zee: Ya. Tampaknya kita mendapat bagian untuk menyelesaikan Dungeon Hutan Ajaib kali ini. Wow, keberuntungan kita tidak buruk juga.]Karena jumlah dungeon di permainan Tales of Dungeon itu sangat banyak, para pengembang game akhirnya menyediakan model dungeon yang sama untuk beberapa tingkat kesulitan. Untuk pemain lama sepertinya,
Della dengan cepat membuka halaman peringkat para pemain lagi. Nama pertama masihlah nama ketua guild lamanya. Tidak ada yang berubah, jadi Della mulai mencari pada peringkat di bawahnya. Della mencari dengan teliti sampai peringkat ke lima puluh. Namun tidak peduli seteliti apa pun Della menatap daftar peringkat itu, dia tetap tidak dapat menemukan nama Zee dalam daftar tersebut. "Apa ada kesalahan?" pikir Della dengan hati-hati. Namun game Tales of Dungeon bukanlah game kecil. Tales of Dungeon merupakan game besar yang terkenal dengan tingkat keprofesionalan pengembang gamenya yang sangat tinggi. Mereka seharusnya tidak melakukan kesalahan sebesar itu. Karena semua pemain peringkat atas, selalu menjadi harta karun pengembang game yang bisa menjadi figur dari game itu sendiri. Ding! [Zee: Apa ada sesuatu yang ingin kamu tanyakan langsung padaku? Kamu terus saja diam sejak tadi.]Ketika Della tengah berpikir, Zee tiba-tiba bertanya padanya lagi. Della terdiam. Rasanya tidak sopan,
Suasana hati Della sangat rumit setelah dia selesai memeriksa peringkat Zee sebenarnya. Setelah Della menutup daftar peringkat tersebut, entah mengapa Zee terasa sangat luar biasa baginya. Tanpa diragukan lagi, pria itu bahkan lebih kuat dari Ketua Guild Domination saat ini. Orang semacam itu ... Della tidak mengerti mengapa Zee sampai terjebak di guild aneh semacam guild barunya ini.Dengan kekuatan dan level yang Zee miliki, rasanya tidak mungkin jika pria itu tidak mendapat undangan untuk masuk ke dalam guild-guild yang lebih kuat. Della ingat. Bahkan di guild lamanya saja, mereka menugaskan beberapa staf perekrut untuk mengajak orang-orang kuat bergabung dalam guild mereka. Memiliki orang-orang kuat dalam guild secara otomatis akan menaikan rating guild mereka. Jadi melihat Zee malah bertahan dalam guild yang tidak jelas ini membuat Della mulai berpikir. "Jangan-jangan guild ini memiliki rating tinggi karena Zee?!"Della menatap Zee lama, sebelum akhirnya membenarkan ucapannya sen
Selesai dengan permainannya, Della mematikan laptopnya dengan perasaan puas. Gadis itu menatap jam yang sudah menunjukkan waktu tidur. Dia tidak menyangka, waktu bermain yang biasanya terasa panjang benar-benar bisa habis tanpa terasa ketika dia bermain bersama Zee. Dengan cepat, Della segera bersiap untuk tidur sebelum orang tuanya bisa melihat bahwa dia masih terjaga di waktu selarut ini. Di rumahnya, walaupun memang tidak ada waktu jam malam, Della yakin pasti hasilnya tidak akan bagus jika orang tuanya tahu dia masih terjaga selarut ini karena bermain game. Niat awal, Della ingin langsung tertidur setelah bermain game. Namun ketika memori tentang permainannya kali ini terputar segar di dalam otaknya, Della tidak bisa membantu tetapi merasa segar kembali dan bangkit dalam posisi duduk di atas tempat tidurnya. Sebelum mengenal Tales of Dungeon, Della sebenarnya bukan seseorang yang senang menghabiskan waktunya untuk bermain game. Ah tidak. Lebih parahnya, Della selalu menganggap be
Hari masih pagi, tetapi Della sudah berjalan seperti biasa untuk mencapai sekolahnya. Bahkan jika dia tidak tidur dengan nyenyak tadi malam, Della tahu dia tetap harus bangun tepat waktu di setiap paginya. Suara alarm membangunkannya tepat waktu. Memberi Della waktu untuk bersiap, dan segera berangkat sekolah dengan berjalan kaki karena letaknya memang tidak terlalu jauh dari rumahnya sendiri. Della berjalan dengan perlahan. Karena dia berangkat sedikit awal dari biasanya, gadis itu tahu dia memiliki cukup waktu untuk sekedar memerhatikan kehidupan kota yang padat. Gadis itu tanpa sadar menghela napas lelah, saat hari lain yang dipenuhi kebisingan harus dia lewati seperti biasanya. Mungkin karena tadi malam Della terlalu memikirkan perkataan ibunya, mood Della tidak terlalu bagus hari ini. Sejak kecil, dia tidak pernah bisa dekat dengan kakaknya. Namun setiap saat, Della tetap harus baik pada sang kakak karena orang tua mereka memintanya demikian. Bahkan jika dia ingin memberi sang
"Austin Arya Osvaldo, kelas 12 B. Ujian akhir semester sudah dekat, tetapi kamu sepertinya hanya peduli dengan membuat masalah kapan pun kamu bisa.""Hei! Orang sepertimu-"Salah satu teman Austin baru saja ingin protes saat Austin memberinya tanda untuk berhenti bicara. Pria itu tersenyum mengejek, saat dia mendekati Della dengan gaya memprovokasi. "Ah ... Ketua OSIS kita yang terhormat ini hanya peduli pada padangannya sendiri bukan? Tidak peduli siapa yang salah, baginya apa yang dia anggap benar merupakan kebenarannya."Della dengan tenang mendengarkan ucapan Austin tanpa merubah ekspresinya sedikit pun. Della selalu percaya bahwa sebagai Ketua OSIS, dia harus memiliki kepribadian tegas tanpa pandang bulu. Semua orang tengah menatapnya saat ini. Della tahu benar dia tidak boleh terpancing dengan provokasi murahan Austin. "Yang aku lihat tadi adalah kamu, menekan seorang siswa yang jelas-jelas tidak ingin bertarung denganmu dan bahkan mendorongnya sampai jatuh di hadapan semua or
Di lorong rumah sakit, Della berjalan tergesa-gesa dengan pakaian kelulusannya. Setelah Della mendengar kabar yang diberi tahu oleh Erina, gadis itu tidak bisa menunggu lagi saat dia langsung pergi ke rumah sakit. Sama seperti Erina, mata Della sangat merah ketika dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk menangis. Della tidak lagi peduli bahkan jika dia menjadi tontonan orang lain. Della hanya memiliki satu tujuan saat ini. Kakinya terus melangkah, sementara jantungnya berdetak semakin cepat. Sesuai dengan arahan Erina, Della pergi ke ruangan yang berbeda kali ini. Begitu Della memasuki ruangan itu, tangisnya yang tertahan akhirnya pecah juga. Della menangis seperti anak kecil, ketika dia melihat Austin telah membuka mata dan tersenyum saat melihatnya. Melihat bahwa seseorang tampaknya lebih merindukan putranya, Erina memberi kesempatan agar Della menjadi orang pertama yang menghampiri Austin. Wanita itu menangis bahagia, ketika dia melihat senyum di wajah dua remaja yang memiliki t
"Selamat atas kelulusan kalian semua!"Hujan bunga turun dari atas auditorium setelah Darius sebagai kepala sekolah, selesai dengan pidatonya. Semua murid bersorak senang, ketika mereka akhirnya selesai dengan jenjang sekolah menengah atas mereka. Dengan diputarnya lagu perpisahan, masing-masing murid segera berkumpul dengan teman mereka untuk merayakan momen perpisahan mereka. Beberapa dari mereka bahkan ikut menghampiri jajaran guru, dan mengungkapkan ucapan perpisahan mereka dengan tulus. Di auditorium besar itu, Della dikelilingi oleh teman-teman terdekatnya. Baik itu dari rekan OSIS maupun teman sekelasnya, mereka semua mengelilingi Della untuk mengucapkan kata-kata perpisahan mereka. Della membalas ucapan mereka semua dengan tulus. Mereka menghabiskan waktu baik bersama, sampai tatapan Della tiba-tiba jatuh pada seseorang. Setelah perpisahan terakhir mereka, Della memang tidak lagi pernah bicara dengan Adam. Pria itu juga tidak lagi berinisiatif mendekatinya, sehingga mereka m
Hari ini, Della menatap pantulan dirinya dari kaca yang ada di kamarnya. Dengan gaun sederhana berwarna biru muda, Della telah siap untuk menghadiri pernikahan sepupu Austin. Sejujurnya, Della merasa sangat gugup karena akan bertemu dengan anggota Guild Golden Clover untuk pertama kalinya. Namun gadis itu telah bertekad untuk datang, apalagi ketika undangan untuknya dikirim oleh Austin yang tidak sempat memberikan undangan tersebut secara langsung pada hari penusukannya. "Della, Di mana tempat ketua guildmu itu melangsungkan pernikahan? Jika kamu tidak keberatan, Mama bisa mengantarmu ke sana."Ketika Della bertemu dengan sang Ibu begitu dia ingin pergi, wanita itu langsung menawarkan diri untuk mengantar putrinya pergi. Namun Della menggeleng dengan yakin. Della melihat bahwa ibunya sendiri telah siap dengan pakaian kerja. Tanpa perlu bertanya, Della sudah tahu bahwa dia hanya akan menganggu waktu bekerja ibunya jika dia menerima tawaran itu. "Tidak apa-apa, Ma. Aku bisa menggunak
Della menatap sedih Austin yang masih tidak sadarkan diri di ruang ICU. Berhari-hari sudah terlewat semenjak Della tinggal di rumah keluarga Austin. Namun sampai saat ini, Austin tetap tidak juga mau membuka matanya. Hampir setiap hari Della berkunjung, dan kembali tanpa mendapatkan kabar yang baik. Hari ini juga tidak jauh berbeda dari hari yang lain. Della menunggu Austin bangun, sementara Austin tetap memejamkan matanya dengan damai. "Austin, ibumu telah banyak membantuku dalam menyelesaikan masalah yang aku miliki dengan orang tuaku."Dengan suara kecil, Della mulai bicara pada temannya itu. Entah mengapa, Della selalu merasa sangat nyaman saat dia bicara dengan Austin dengan cara seperti ini. Di depan Austin, Della merasa bahwa pria itu tetap mendengarkan semua ucapannya saat dia bicara. Austin ada di sana untuk mendengarkannya, sekalipun pria itu berada dalam kondisi koma saat ini. "Dia memberiku tempat tinggal, dan bertekad untuk membuat orang tuaku merubah pandangannya tenta
Warning! Chapter ini sedikit menyinggung kesehatan mental.Erina berjalan tenang saat dia memasuki restoran terkenal yang secara ajaib sepi untuk hari ini. Seperti yang diharapkan dari keluarga sehebat keluarga Della, bukan hal yang sulit bagi mereka untuk menyewa restoran terkenal selama sehari hanya untuk pertemuan antar orang tua. Seorang pelayan mengantarnya ke salah satu meja, di mana orang tua Della sudah menunggunya bersama dengan adik iparnya, Darius. Sejak awal, Erina memang tidak berharap orang tua Della mau menyambutnya dengan ramah. Namun tatapan dingin yang dia dapatkan setelah dia duduk, benar-benar terlalu tajam untuk Erina abaikan begitu saja. Wanita itu berusaha tersenyum sopan, walaupun kedua orang tua Della sama sekali tidak ingin bertukar keramahan dengannya. "Kami sibuk, jadi biarkan saya bicara langsung pada intinya. Della itu anak kami. Kami yang paling mengetahui apa yang ingin dia lakukan. Jadi kami harap, Anda segera mengembalikan Della ke tangan kami."Men
Kali kedua Della bangun, pemandangan yang asing segera menyambutnya. Ruangan bernuansa biru muda yang indah dan menyenangkan ini jelas tidak sama dengan ruangannya yang dipenuhi oleh buku dan terlihat kaku. Pakaiannya juga terlihat sedikit kebesaran untuk dia gunakan. Tidak lama kemudian, Della akhirnya ingat bahwa dia memang tengah menginap di rumah Austin. Ketika Della yang sudah tenang mengingat perilakunya kemarin, rona merah karena malu segera menjalar ke seluruh wajahnya. Bukan hanya menyusahkan ibu dari Austin, dia juga menunjukan sisi tidak pantasnya pada wanita itu. Della menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kali ini, dia tidak yakin dia memiliki keberanian untuk membuka pintu kamar dan bertemu dengan ibu Austin lagi. "Ah ya ...."Tangan Della perlahan turun saat pundaknya bersandar dengan lesu. Masalah yang lebih serius kini adalah fakta bahwa dia baru saja kabur dari rumah ketika ujian masuk kedokteran tinggal menghitung hari. Bahkan jika dia kembali ke rumahnya sekarang,
"Kamu bilang hasil interogasinya sudah keluar?"Berdiri di depan jendela kamarnya, Erina mendengarkan saat adik iparnya bicara bahwa mereka telah mendapat kemajuan tentang kasus Austin. Di tempatnya sendiri, Darius mengurut hidungnya dengan frustrasi. Setelah dia menunggu seharian untuk hasil interogasi orang yang menusuk keponakannya, hasil yang dia dapat ternyata malah masalah semacam ini. "Memang sudah keluar. Dari bukti rekaman CCTV dan hasil interogasi, sudah dapat dipastikan Alvin memang bersalah dalam kasus ini. Namun alasannya, aku benar-benar tidak percaya keponakanku harus berada di ambang kematian karena alasan semacam itu."Erina diam-diam mengepalkan tangannya saat dia terus mendengarkan ucapan Darius. "Aku siap mendengarkan," ujar Erina dengan yakin. Tatapan seriusnya perlahan-lahan berubah tidak percaya seiring dia mendengarkan penjelasan dari adik iparnya itu. Sama seperti Darius, Erina pada akhirnya ikut menutupi wajahnya dengan frustrasi. Sama seperti pria itu, dia
"Kalau begitu aku akan ke rumah sebentar untuk- Kita akan bicara lagi nanti. Della? Kenapa kamu ada di sini? Orang tuamu. Di mana orang tuamu, Sayang?"Erina yang baru saja keluar dari rumah sakit untuk kembali ke rumahnya dan mengambil beberapa barang yang tertinggal, terkejut saat dia melihat Della kembali dengan pakaian basah dan tengah berdiri kedinginan di depan pintu rumah sakit. Sekalipun giginya bergetar karena kedinginan, gadis itu dengan keras kepala tampaknya menolak untuk masuk dan hanya menatapi gedung rumah sakit tanpa berniat masuk ke dalam. Beberapa suster dan penjaga rumah sakit sudah berusaha membujuk sambil menanyai Della yang hanya terdiam. Namun gadis itu, tetap hanya berdiri seperti patung di lahan depan rumah sakit yang kosong. Melihat tatapan matanya yang redup, Erina tahu ada yang salah dengan gadis tersebut. Tatapan mata Della saat ini mengingatkan Erina pada tatapan mata anaknya sendiri saat kematian suaminya. Sedih, kesepian, bingung, dan takut. Semua pera
"Pulanglah Nak. Tidak apa-apa, kamu bisa datang ke sini kapan pun kamu mau di masa depan. Austin akan segera sadar, Bibi percaya itu."Mata Della kembali berkaca-kaca saat dia ingat ibu dari Austin mengantarnya pergi dengan senyum sedih di wajahnya. Untuk ibu yang peduli seperti Erina, melihat anaknya koma tanpa ada kejelasan kapan dia akan bangun pasti telah sangat menghancurkan hatinya. Namun bahkan jika dia sedih, wanita baik itu masih sempat terus-menerus menghibur Della yang ketakutan. Wanita itu berusaha berkali-kali meyakinkan Della bahwa Austin akan baik-baik saja, walaupun dari matanya terlihat bahwa dia sendiri tidak begitu yakin dengan ucapannya. Pada wanita sebaik itu, orang tuanya sangat pantas disebut sebagai pasangan yang tidak punya hati. Mereka hanya mengucapkan kata-kata belasungkawa palsu, sebelum membawa Della pulang dengan cepat. Tindakannya benar-benar memperlihatkan bahwa mereka tidak peduli pada Austin selama Della baik-baik saja. Ah, bukan begitu. Bagi Della,