Selesai dengan permainannya, Della mematikan laptopnya dengan perasaan puas. Gadis itu menatap jam yang sudah menunjukkan waktu tidur. Dia tidak menyangka, waktu bermain yang biasanya terasa panjang benar-benar bisa habis tanpa terasa ketika dia bermain bersama Zee. Dengan cepat, Della segera bersiap untuk tidur sebelum orang tuanya bisa melihat bahwa dia masih terjaga di waktu selarut ini. Di rumahnya, walaupun memang tidak ada waktu jam malam, Della yakin pasti hasilnya tidak akan bagus jika orang tuanya tahu dia masih terjaga selarut ini karena bermain game. Niat awal, Della ingin langsung tertidur setelah bermain game. Namun ketika memori tentang permainannya kali ini terputar segar di dalam otaknya, Della tidak bisa membantu tetapi merasa segar kembali dan bangkit dalam posisi duduk di atas tempat tidurnya. Sebelum mengenal Tales of Dungeon, Della sebenarnya bukan seseorang yang senang menghabiskan waktunya untuk bermain game. Ah tidak. Lebih parahnya, Della selalu menganggap be
Hari masih pagi, tetapi Della sudah berjalan seperti biasa untuk mencapai sekolahnya. Bahkan jika dia tidak tidur dengan nyenyak tadi malam, Della tahu dia tetap harus bangun tepat waktu di setiap paginya. Suara alarm membangunkannya tepat waktu. Memberi Della waktu untuk bersiap, dan segera berangkat sekolah dengan berjalan kaki karena letaknya memang tidak terlalu jauh dari rumahnya sendiri. Della berjalan dengan perlahan. Karena dia berangkat sedikit awal dari biasanya, gadis itu tahu dia memiliki cukup waktu untuk sekedar memerhatikan kehidupan kota yang padat. Gadis itu tanpa sadar menghela napas lelah, saat hari lain yang dipenuhi kebisingan harus dia lewati seperti biasanya. Mungkin karena tadi malam Della terlalu memikirkan perkataan ibunya, mood Della tidak terlalu bagus hari ini. Sejak kecil, dia tidak pernah bisa dekat dengan kakaknya. Namun setiap saat, Della tetap harus baik pada sang kakak karena orang tua mereka memintanya demikian. Bahkan jika dia ingin memberi sang
"Austin Arya Osvaldo, kelas 12 B. Ujian akhir semester sudah dekat, tetapi kamu sepertinya hanya peduli dengan membuat masalah kapan pun kamu bisa.""Hei! Orang sepertimu-"Salah satu teman Austin baru saja ingin protes saat Austin memberinya tanda untuk berhenti bicara. Pria itu tersenyum mengejek, saat dia mendekati Della dengan gaya memprovokasi. "Ah ... Ketua OSIS kita yang terhormat ini hanya peduli pada padangannya sendiri bukan? Tidak peduli siapa yang salah, baginya apa yang dia anggap benar merupakan kebenarannya."Della dengan tenang mendengarkan ucapan Austin tanpa merubah ekspresinya sedikit pun. Della selalu percaya bahwa sebagai Ketua OSIS, dia harus memiliki kepribadian tegas tanpa pandang bulu. Semua orang tengah menatapnya saat ini. Della tahu benar dia tidak boleh terpancing dengan provokasi murahan Austin. "Yang aku lihat tadi adalah kamu, menekan seorang siswa yang jelas-jelas tidak ingin bertarung denganmu dan bahkan mendorongnya sampai jatuh di hadapan semua or
Della memasuki ruang OSIS dan melihat bahwa hampir seluruh anggota angkatannya ada di sana untuk menemani pria yang sebelumnya Della tolong. Pakaiannya yang kotor sudah diganti dengan pakaian bersih. Pria bernama Alvin itu tengah duduk bersama Adam, yang sepertinya telah terlebih dahulu mewakili Della untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi saat di kantin. Melihat kedatangan Della, yang lain segera bangkit untuk menyambut kedatangan gadis itu. Della mengangguk untuk membiarkan mereka melanjutkan kegiatan mereka lagi, sebelum Della sendiri menghampiri remaja itu dan mengambil tempat duduk di hadapannya. "Jadi?""Alvin mengatakan bahwa dia tidak sengaja sedikit menabrak Austin, tetapi Austin menanggapi ketidaksengajaannya dengan terlalu berlebihan. Kamu lihat sendiri apa yang dia lakukan tadi, Della. Dia membuat keributan besar, hanya karena seseorang tanpa sengaja menabraknya."Della memperhatikan bahwa Adam tampaknya benar-benar tidak suka ketika dia harus membahas tentang Aust
Seperti biasa, Della kembali online di game Tales of Dungeon setelah dia selesai dengan jadwal hariannya. Gadis itu duduk di depan meja belajarnya, sebelum dia dengan lancar menyalakan laptopnya seperti biasa. Masuk dengan lancar ke dalam permainan, Della melihat bahwa karakternya masih berdiri di markas guild, tempat yang sama dengan yang dia kunjungi sebelum dia offline terakhir kali.Ketika Della melihat ke sekelilingnya, gadis itu menemukan bahwa dia tampaknya masuk saat guildnya tengah mengadakan sebuah event guild. Tidak seperti hari sebelumnya di mana di guildnya hanya ada dia dan Zee yang online, kali ini Della menemukan bahwa banyak karakter asing yang tengah sibuk berjalan ke mana-mana untuk mengerjakan tugas guild. Della juga tidak mau menganggur terlalu lama. Waktu onlinenya tidak sebanyak orang lain. Jadi dengan cepat, Della segera mengarahkan karakternya untuk ikut mengerjakan tugas guildnya tersebut. Seperti yang Della ketahui sebelumnya, tugas guild biasanya hanya se
[Sistem: Karakter Anda telah mati.]Della menggeram kesal saat dia lagi-lagi mati di dalam dungeon yang baru saja mereka masuki. Karena Zee belum membalas pesannya sampai sekarang, kini Della benar-benar khawatir dia telah menyinggung Zee tanpa dia ketahui. Pikirannya melayang ke mana-mana. Di tambah dengan karakternya sendiri yang belum terlalu kuat, Della terus-menerus tidak fokus dan membuat dirinya terbunuh beberapa kali. Karena kematiannya, Della terus-menerus merepotkan teman-temannya untuk menghidupkan karakternya kembali. Untung saja, tidak ada yang protes saat mereka malah memberi Della beberapa kata-kata penyemangat. [Star: Tidak apa-apa, Athena. Kami semua ada di sini untuk membantumu^^.][Sun: Jangan terlalu memaksakan dirimu. Beristirahatlah untuk mengisi nyawamu kembali jika kamu sudah hampir mati. Kami akan melindungimu, itu gunanya kita menaklukan dungeon bersama-sama.][Nyan-chan: Semangat Athena! Kita pasti bisa menaklukan dungeon ini bersama-sama!]Della benar-bena
Pagi berikutnya, Della seperti biasa bersiap untuk berangkat sekolah lebih pagi dari anak-anak lain. Gadis itu berjalan dengan cepat untuk pergi keluar, hanya untuk menemukan meja makan yang biasanya tidak pernah digunakan di pagi hari secara ajaib benar-benar diisi oleh anggota keluarganya saat ini. Della berusaha sekuat tenaga terlihat tenang ketika dia melihat kehadiran kakaknya ada di sana. Sang kakak yang biasanya menghabiskan seluruh waktu yang dia miliki untuk bergaul dengan anggota bandnya secara ajaib kembali ke rumah hari ini. "Pantas saja," bisik Della dalam hati. Di situasi biasa, keluarga tidak akan pernah repot makan bersama walaupun mereka memiliki waktu luang. "Della, sarapan."Tanpa meliriknya sedikit pun, ayahnya memanggil sambil terus memakan makanannya. Della dengan patuh menghampiri keluarganya. Gadis itu tersenyum pada semua orang, sebelum mengambil tempat duduk dan menunggu sampai seseorang menyiapkan sarapannya. "Della, jam berapa kamu kembali dari sekolah?"
"Dia datang.""Ah, aku benar-benar tidak percaya seseorang berani melakukan itu padanya.""Yang melakukan itu pasti Austin kan? Pria itu sudah benar-benar keterlaluan sekarang.""Apakah dia akan menangis ketika melihat keadaan lokernya?"Della mengerutkan alisnya saat dia secara tidak sengaja mendengar suara bisikan orang-orang yang ada di sekitarnya. Tidak seperti biasanya, suasana di sekitar sekolah memang sedikit aneh saat ini. Orang-orang yang menyapanya tersenyum dengan aneh, sementara yang lain menatapinya seperti dia adalah sejenis tontonan. Della berjalan semakin cepat untuk masuk ke dalam gedung sekolahnya. Namun langkahnya tiba-tiba berhenti, saat dia melihat kerumunan tidak biasa dari arah lokernya berada. Bukan hanya para siswa, bahkan Della bisa melihat beberapa guru ikut berkerumun di tempat itu. Dan ketika salah satu dari mereka melihat kedatangan Della, kerumunan itu tanpa diminta langsung menyingkir agar Della bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi di sana. Della
Di lorong rumah sakit, Della berjalan tergesa-gesa dengan pakaian kelulusannya. Setelah Della mendengar kabar yang diberi tahu oleh Erina, gadis itu tidak bisa menunggu lagi saat dia langsung pergi ke rumah sakit. Sama seperti Erina, mata Della sangat merah ketika dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk menangis. Della tidak lagi peduli bahkan jika dia menjadi tontonan orang lain. Della hanya memiliki satu tujuan saat ini. Kakinya terus melangkah, sementara jantungnya berdetak semakin cepat. Sesuai dengan arahan Erina, Della pergi ke ruangan yang berbeda kali ini. Begitu Della memasuki ruangan itu, tangisnya yang tertahan akhirnya pecah juga. Della menangis seperti anak kecil, ketika dia melihat Austin telah membuka mata dan tersenyum saat melihatnya. Melihat bahwa seseorang tampaknya lebih merindukan putranya, Erina memberi kesempatan agar Della menjadi orang pertama yang menghampiri Austin. Wanita itu menangis bahagia, ketika dia melihat senyum di wajah dua remaja yang memiliki t
"Selamat atas kelulusan kalian semua!"Hujan bunga turun dari atas auditorium setelah Darius sebagai kepala sekolah, selesai dengan pidatonya. Semua murid bersorak senang, ketika mereka akhirnya selesai dengan jenjang sekolah menengah atas mereka. Dengan diputarnya lagu perpisahan, masing-masing murid segera berkumpul dengan teman mereka untuk merayakan momen perpisahan mereka. Beberapa dari mereka bahkan ikut menghampiri jajaran guru, dan mengungkapkan ucapan perpisahan mereka dengan tulus. Di auditorium besar itu, Della dikelilingi oleh teman-teman terdekatnya. Baik itu dari rekan OSIS maupun teman sekelasnya, mereka semua mengelilingi Della untuk mengucapkan kata-kata perpisahan mereka. Della membalas ucapan mereka semua dengan tulus. Mereka menghabiskan waktu baik bersama, sampai tatapan Della tiba-tiba jatuh pada seseorang. Setelah perpisahan terakhir mereka, Della memang tidak lagi pernah bicara dengan Adam. Pria itu juga tidak lagi berinisiatif mendekatinya, sehingga mereka m
Hari ini, Della menatap pantulan dirinya dari kaca yang ada di kamarnya. Dengan gaun sederhana berwarna biru muda, Della telah siap untuk menghadiri pernikahan sepupu Austin. Sejujurnya, Della merasa sangat gugup karena akan bertemu dengan anggota Guild Golden Clover untuk pertama kalinya. Namun gadis itu telah bertekad untuk datang, apalagi ketika undangan untuknya dikirim oleh Austin yang tidak sempat memberikan undangan tersebut secara langsung pada hari penusukannya. "Della, Di mana tempat ketua guildmu itu melangsungkan pernikahan? Jika kamu tidak keberatan, Mama bisa mengantarmu ke sana."Ketika Della bertemu dengan sang Ibu begitu dia ingin pergi, wanita itu langsung menawarkan diri untuk mengantar putrinya pergi. Namun Della menggeleng dengan yakin. Della melihat bahwa ibunya sendiri telah siap dengan pakaian kerja. Tanpa perlu bertanya, Della sudah tahu bahwa dia hanya akan menganggu waktu bekerja ibunya jika dia menerima tawaran itu. "Tidak apa-apa, Ma. Aku bisa menggunak
Della menatap sedih Austin yang masih tidak sadarkan diri di ruang ICU. Berhari-hari sudah terlewat semenjak Della tinggal di rumah keluarga Austin. Namun sampai saat ini, Austin tetap tidak juga mau membuka matanya. Hampir setiap hari Della berkunjung, dan kembali tanpa mendapatkan kabar yang baik. Hari ini juga tidak jauh berbeda dari hari yang lain. Della menunggu Austin bangun, sementara Austin tetap memejamkan matanya dengan damai. "Austin, ibumu telah banyak membantuku dalam menyelesaikan masalah yang aku miliki dengan orang tuaku."Dengan suara kecil, Della mulai bicara pada temannya itu. Entah mengapa, Della selalu merasa sangat nyaman saat dia bicara dengan Austin dengan cara seperti ini. Di depan Austin, Della merasa bahwa pria itu tetap mendengarkan semua ucapannya saat dia bicara. Austin ada di sana untuk mendengarkannya, sekalipun pria itu berada dalam kondisi koma saat ini. "Dia memberiku tempat tinggal, dan bertekad untuk membuat orang tuaku merubah pandangannya tenta
Warning! Chapter ini sedikit menyinggung kesehatan mental.Erina berjalan tenang saat dia memasuki restoran terkenal yang secara ajaib sepi untuk hari ini. Seperti yang diharapkan dari keluarga sehebat keluarga Della, bukan hal yang sulit bagi mereka untuk menyewa restoran terkenal selama sehari hanya untuk pertemuan antar orang tua. Seorang pelayan mengantarnya ke salah satu meja, di mana orang tua Della sudah menunggunya bersama dengan adik iparnya, Darius. Sejak awal, Erina memang tidak berharap orang tua Della mau menyambutnya dengan ramah. Namun tatapan dingin yang dia dapatkan setelah dia duduk, benar-benar terlalu tajam untuk Erina abaikan begitu saja. Wanita itu berusaha tersenyum sopan, walaupun kedua orang tua Della sama sekali tidak ingin bertukar keramahan dengannya. "Kami sibuk, jadi biarkan saya bicara langsung pada intinya. Della itu anak kami. Kami yang paling mengetahui apa yang ingin dia lakukan. Jadi kami harap, Anda segera mengembalikan Della ke tangan kami."Men
Kali kedua Della bangun, pemandangan yang asing segera menyambutnya. Ruangan bernuansa biru muda yang indah dan menyenangkan ini jelas tidak sama dengan ruangannya yang dipenuhi oleh buku dan terlihat kaku. Pakaiannya juga terlihat sedikit kebesaran untuk dia gunakan. Tidak lama kemudian, Della akhirnya ingat bahwa dia memang tengah menginap di rumah Austin. Ketika Della yang sudah tenang mengingat perilakunya kemarin, rona merah karena malu segera menjalar ke seluruh wajahnya. Bukan hanya menyusahkan ibu dari Austin, dia juga menunjukan sisi tidak pantasnya pada wanita itu. Della menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kali ini, dia tidak yakin dia memiliki keberanian untuk membuka pintu kamar dan bertemu dengan ibu Austin lagi. "Ah ya ...."Tangan Della perlahan turun saat pundaknya bersandar dengan lesu. Masalah yang lebih serius kini adalah fakta bahwa dia baru saja kabur dari rumah ketika ujian masuk kedokteran tinggal menghitung hari. Bahkan jika dia kembali ke rumahnya sekarang,
"Kamu bilang hasil interogasinya sudah keluar?"Berdiri di depan jendela kamarnya, Erina mendengarkan saat adik iparnya bicara bahwa mereka telah mendapat kemajuan tentang kasus Austin. Di tempatnya sendiri, Darius mengurut hidungnya dengan frustrasi. Setelah dia menunggu seharian untuk hasil interogasi orang yang menusuk keponakannya, hasil yang dia dapat ternyata malah masalah semacam ini. "Memang sudah keluar. Dari bukti rekaman CCTV dan hasil interogasi, sudah dapat dipastikan Alvin memang bersalah dalam kasus ini. Namun alasannya, aku benar-benar tidak percaya keponakanku harus berada di ambang kematian karena alasan semacam itu."Erina diam-diam mengepalkan tangannya saat dia terus mendengarkan ucapan Darius. "Aku siap mendengarkan," ujar Erina dengan yakin. Tatapan seriusnya perlahan-lahan berubah tidak percaya seiring dia mendengarkan penjelasan dari adik iparnya itu. Sama seperti Darius, Erina pada akhirnya ikut menutupi wajahnya dengan frustrasi. Sama seperti pria itu, dia
"Kalau begitu aku akan ke rumah sebentar untuk- Kita akan bicara lagi nanti. Della? Kenapa kamu ada di sini? Orang tuamu. Di mana orang tuamu, Sayang?"Erina yang baru saja keluar dari rumah sakit untuk kembali ke rumahnya dan mengambil beberapa barang yang tertinggal, terkejut saat dia melihat Della kembali dengan pakaian basah dan tengah berdiri kedinginan di depan pintu rumah sakit. Sekalipun giginya bergetar karena kedinginan, gadis itu dengan keras kepala tampaknya menolak untuk masuk dan hanya menatapi gedung rumah sakit tanpa berniat masuk ke dalam. Beberapa suster dan penjaga rumah sakit sudah berusaha membujuk sambil menanyai Della yang hanya terdiam. Namun gadis itu, tetap hanya berdiri seperti patung di lahan depan rumah sakit yang kosong. Melihat tatapan matanya yang redup, Erina tahu ada yang salah dengan gadis tersebut. Tatapan mata Della saat ini mengingatkan Erina pada tatapan mata anaknya sendiri saat kematian suaminya. Sedih, kesepian, bingung, dan takut. Semua pera
"Pulanglah Nak. Tidak apa-apa, kamu bisa datang ke sini kapan pun kamu mau di masa depan. Austin akan segera sadar, Bibi percaya itu."Mata Della kembali berkaca-kaca saat dia ingat ibu dari Austin mengantarnya pergi dengan senyum sedih di wajahnya. Untuk ibu yang peduli seperti Erina, melihat anaknya koma tanpa ada kejelasan kapan dia akan bangun pasti telah sangat menghancurkan hatinya. Namun bahkan jika dia sedih, wanita baik itu masih sempat terus-menerus menghibur Della yang ketakutan. Wanita itu berusaha berkali-kali meyakinkan Della bahwa Austin akan baik-baik saja, walaupun dari matanya terlihat bahwa dia sendiri tidak begitu yakin dengan ucapannya. Pada wanita sebaik itu, orang tuanya sangat pantas disebut sebagai pasangan yang tidak punya hati. Mereka hanya mengucapkan kata-kata belasungkawa palsu, sebelum membawa Della pulang dengan cepat. Tindakannya benar-benar memperlihatkan bahwa mereka tidak peduli pada Austin selama Della baik-baik saja. Ah, bukan begitu. Bagi Della,