Olivya hendak bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Tentu saja Mad yang akan mengantarnya. Gadis ini hanya memakai kemeja putih, celana jins hitam dan sepatu sneaker hitam.Olivya tak perlu takut lagi, semua mahasiswa disini tidak ada lagi melakukan hal pembullyan terhadapnya atau Madrick akan menghancurkan Universitas yang tak bermoral ini. Mad tidak membalas dendam kepada di dosen yang telah menampar Olivya, tetapi Mad langsung mengancam Universitas nya jika gadisnya masih mendapatkan tindakan pembullyan, Mad akan merusak pamor universitas dan menutupnya.Tentu saja sang pemilik Universitas ini takut jika ancaman itu terjadi, sehingga memberikan sanksi berat bagi pelaku pembullyan."Jangan pulang terlebih dahulu sebelum aku menyusulmu." tegas Mad saat mereka sudah sampai didepan Universitas."Iya.""Jaga jarak dengan, Carson.""Iya.""Setelah kau tak fakta aslinya, baru kau boleh berteman dengan Carson. Tapi jangan melebihi batas wajar."Olivya menoleh kearah Mad, posisi mereka saat i
Mcrm's Mansion, 10.40 AMOlivya terduduk diam disofa empuk yang ada diruang tamu kediaman keluarga mansion yang termasuk keluarga sedarah nya juga. Biarpun sedarah, Olivya masih merasa canggung dan asing. Tujuh belas tahun, ia sama sekali tak mengenal keluarga dari sang ayah. Selama tujuh belas tahun, ia tak memiliki Grandma/Grandpa untuk ia sebut. Tapi, setelah tujuh belas tahun ini, tali doa yang selama ini ia tarik untuk bertemu dengan sang keluarga dari mendiang ayahnya, telah mencapai pada pucuknya.Tangan Olivya sangat dingin, bahkan bergemetar. Madrick yang berada disampingnya meraih tangan mungil Olivya untuk ia genggam dan menyalurkan kekuatan. Mad tahu betapa takut bahkan malunya Olivya untuk bertemu saudara sanak nya. Dan ini waktunya, Mad mempersatukan Olivya dengan keluarga sedarah nya. Walaupun, ia tak bisa mempersatukan Olivya dengan keluarga kecilnya.Mad siap pasang badan jika hal buruk terjadi pada gadisnya. Bahkan, ia rela kehilangan nyawa orang tuanya untuk gadis y
"Jadi Daddy belum mati?" tanya Olivya dengan antusias.Mad menyenderkan punggungnya di sofa. "Ya, tapi aku tak tahu keberadaanya. Dia menghilang." ujar Mad."Mad, aku bisa membantumu untuk menemukan kakak iparku." seru Argo-Daddy Carson."Kau saja sendiri. Aku lelah mengejar buronan.""Mad, ayahku bukan seorang buronan." timpal Olivya yang tak terima."I know." balas Mad dengan santai.Hari sudah semakin terik. Lamora tidak membiarkan Olivya pulang, ia menyuruh cucunya itu untuk makan siang bersama. Tak lupa dengan Mad, pria itu akan tetap senantiasa menjaga Olivya. Semua orang berkumpul di meja makan. Benar saja, Lamora yang sering merasa lemas-lemasan, kini ia sangat bersemangat karena cucu dari putra satu-satunya berada disebelahnya."Menginaplah, nak." pinta Lamora pada Olivya.Olivya hendak membuka mulut, namun di potong oleh Mad."Tidak." sahut Mad."Kenapa kau melarangnya? Kau siapa? Ini rumah dia, rumah keluarganya." timpal Carson yang merasa jengkel dengan sikap Mad yang seen
"Hei, aku menandainya terlebih dahulu.""Tidak, aku membooking nya sejak awal."Perdebatan terus terjadi diruang bioskop antara Mad dan juga Carson yang ingin duduk disebelah Olivya."Minggir kau bocah, aku yang punya hak duduk disini." Mad menarik tubuh Carson yang sudah duduk disebelah Olivya dengan sangat mudah."Apa? Tidak, aku duluan yang disini." Carson mendorong tubuh Mad."CUKUP!! Cukup!" perdebatan mereka terhenti saat Olivya berteriak cukup keras."Aku akan berada ditengah." putus Olivya. Carson dan Mad pun duduk dibentang oleh Olivya. Sedangkan Verlyn dan Violin duduk berderet disebelah Carson."Verlyn, kau sudah meminta seseorang memutar filmnya?" tanya Mad."Sudah tuan. Tiga menit lagi akan di putar." balas Verlyn."Film apa?" tanya Carson."Satu gadis direbutkan dua pria."Film dimulai, lampu mulai diredupkan. Mata Mad tak fokus pada layar lebar, tetapi selalu melirik jika Carson berani menyentuh gadisnya sedikit saja."Kau mau?" Mad menoleh kearah Carson yang menawarkan
Tidak ada lagi perdebatan diantara mereka. Olivya sibuk mencoba sepatu dengan wajah masam dan Mad yang fokus melihat kaki mulus Olivya."Sudah menatapku? Ayo pulang." ujar Olivya sambil membawa dua tas berisi sepatu dan juga gaun mewah."Belum, ayo ikut aku." Mad menarik pergelangan tangan Olivya."Kemana?" tanya Olivya."Toko emas."Sontak Olivya menghentikan kakinya. Cukup! Ini berlebihan, sudah berapa banyak uang yang Mad keluarkan untuk dirinya? Ini benar-benar keterlaluan."Tidak! Tidak! Tidak---""Gak usah drama, ayo." potong Mad yang seakan tau apa yang Olivya katakan.Olivya hanya mengikutinya. Ia akan gila jika terus-terusan berbicara dengan manusia otak batu seperti Mad. Segala bentuk tolakan, tak mampu meruntuhkan ego seorang Mad. Banyak pasang mata yang menatap Olivya karena merasa iri."Carson, Verlyn, dan Violin dimana ya? Sejak tadi tidak memunculkan badannya." gumam Olivya."Mereka berada di food court." balas Mad sambil membayar sebuah emas yang di belinya hanya untuk
Mad mengantarkan Olivya ke suatu tempat yang sebelumnya tak Olivya ketahui. Lagi-lagi, Olivya harus izin tidak ke kampus karena Mad mengajaknya pergi tanpa ada wacana atau rencana. Olivya juga hanya mengenakan celana jins pendek diatas lutut dengan kaos putih bertuliskan Fire."Mad, bisakah kau memberitahuku kemana kita akan pergi?" tanya Olivya yang sudah mulai jengah sejak dari tadi pertanyaannya diabaikan terus.Diam, itulah hal yang Mad lakukan. Membuat Olivya ingin mencakar wajahnya yang datar seperti triplek itu. Mad tetap fokus menyetir dan pandangannya dibalik kacamata hitamnya tetap lurus ke depan."Oke, terserah." gumam Olivya yang sudah tak peduli lagi.Olivya menatap pemandangan hutan yang mereka lalui. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, tapi suasana di hutan ini sudah seperti menjelang malam. Mata lentik gadis ini memincing saat melihat sebuah rumah yang terbangun di tengah hutan. Rumahnya tidak terlalu kecil, namun mungkin sangat nyaman untuk ditinggali. Tidak ada
Mad mengajak Olivya untuk masuk kedalam mobil lamborghini nya. Mad memundurkan mobilnya untuk keluar pelantaran rumah Jon dan Zakira. Olivya melihat Zakira dari dalam mobil, sedang melambaikan tangan."Berapa jam kira-kira perjalanan kita?" tanya Olivya sambil memasang sabuk pengamannya."Kita ada dua perjalanan, pertama tidak jauh dari sini." jawab Mad.Olivya melihat sebuah pemandangan hutan. Dari kejauhan, ia melihat sebuah pemakaman yang mungkin pemakaman khusus orang-orang berduit. Seperti presiden atau orang pengusaha sukses."Kenapa seseorang membangun makam disana?" tanya Olivya.Mad tidak menjawab, justru ia memakirkan mobilnya diparkiran mobil makam yang tersedia."Apa yang kita lakukan disini?" tanya Olivya dengan bingung."Ayo turun." ajak Mad."Tapi, Mad. Aku hanya mengenakan celana pendek. Itu tidak sopan jika aku masuk makam keadaan seperti ini." ujar Olivya."Tak apa."Olivya menurut, ia menggenggam tangan Mad saat melewati makam-makam. Ia bingung, makam siapa yang ia
Olivya berbaring diatas kasur yang muat dengan dua orang berbantalan lengan Mad yang polos dan kekar. Mereka sama-sama bertelanjang badan, bermodalkan selimut sebagai pembungkus badan mereka yang sama-sama polos."Kau bermain sangat kasar." rutuk Olivya sambil memainkan dada bidang Mad yang polos dengan jari lentiknya."Maafkan aku. Aku terlalu bergairah melihatmu." balas Mad dengan suara serak.Kedua mata Olivya menatap kearah Mad sambil tersenyum."Kau saja, aku tidak."Mad membenarkan posisi kepalanya dan menatap gadisnya. Mad mengelus pipi Olivya dengan sentuhan yang sangat lembut. Digapainya telapak tangan Mad yang sedang menyentuh pipinya, dan diciumnya.Olivya mengubah posisi menjadi duduk. Mad menggapai celana dalamnya dan langsung memasangnya. Begitu juga dengan celana, kemeja, dan jas nya untuk ia kenakan."Kau tak mandi?" tanya Olivya dengan bingung."Aku akan tetap wangi walaupun tidak mandi."Olivya turun dari atas tempat tidur dengan tubuh yang dililit selimut. Mad mengg
Setelah makan utama selesai, Olivya melarang mereka untuk beranjak dari tempat. Ia juga memerintahkan maid yang lain untuk membereskan semua sisa makan. Mereka berbincang-bincang di ruang makan sambil melemparkan candaan satu sama yang lain."Kate, dimana pacarmu?" tanya Olivya untuk menggoda anak itu."Hah? Aku tidak punya pacar, aunty. Apakah Allcy mengatakan kepada aunty kalau aku punya seorang pacar?" balas Kate."Tidak, Kate. Aku pikir kamu sudah punya pacar. Kamu cantik, masa iya tidak punya pacar.""Masa sih tan aku cantik?" tanya Kate untuk memastikan.Olivya mengangguk sambil tersenyum."HAHHHH, GUYS, AKU CANTIK MMPH–" Jenny menutup mulut sahabatnya ini saat berteriak cukup kencang, yang membuat seluruh orang kaget.Mereka semua tertawa saat melihat Kate yang berteriak karena baru saja dipuji cantik."Apa sih, Jen? Kamu ga suka kalau aku dipuji cantik? Kamu iri ya?" tanya Kate dengan nada mengejek yang dibuat-buat olehnya."Kak Kate engga cantik. Kalau cantik, berarti kak Kat
Tok tok tokSeseorang mengetuk pintu kamar Olivya. Olivya yang sedang menyisiri rambutnya didepan cermin meja rias pun segera bangkit dan membuka pintunya untuk mengetahui siapa yang telah mengetuk pintunya."Allcy, ada apa?" tanya Olivya. Allcy lah yang telah mengetuk pintu kamar Olivya."Mama, apakah ruang bioskop nya sudah bisa aku gunain?" tanya Allcy."Sudah, sayang. Tapi bentar, sekarang jam berapa?" tanya Olivya.Allcy menatap kearah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Pukul lima sore, Ma." jawab Allcy."Pukul tujuh harus sudah haru berada di ruang makan ya, bersama ketiga sahabat mu. Kita makan malam bersama."Allcy mengangguk saja dan berpamit untuk pergi. Olivya menutup kembali pintu kamarnya. Ia berjalan menuju sebuah lemari berukuran cukup besar. Ia membuka lemari itu dan mengambil sesuatu di dalamnya. Saat mendapatkan apa yang dia ambil, Olivya kembali menutup pintu lemari besar itu. Ia berjalan menuju meja baca sambil membawa sebuah kotak berukuran panja
Milan, Italy 03.00 PMHampir menjelang sore hari, jalanan kota Milan terus saja ramai kendaraan yang berlalu-lalang. Mulai dari mobil, pejalan kaki, truck besar, sepeda motor, serta kendaraan lainnya.Empat orang gadis cantik yang sedang berada dalam mobil, sedang menikmati hujan di sore hari. Mereka merasa segar, karena baru saja melalukan perawatan wajah dan tubuh. Ditambah udara sejuk di sore hari.Lampu hijau berubah menjadi merah. Kate yang saat ini menggantikan Jenny untuk menyetir mobil milik Jenny. Radio musik di putar dengan cukup kencang.Elizabeth terus menatap jalanan yang ramai. Baru kali ini ia pergi keluar bersama seorang sahabat dan melalukan aktifitas seperti orang normal. Mungkin bagi diri Elizabeth, ini tidak normal. Setiap hari hidupnya selalu diatur dua puluh empat jam.Hari ini ialah hari yang cukup membahagiakan bagi Elizabeth dan juga ketiga sahabatnya. Kesempatan bagi dirinya untuk membebaskan diri."Allcy, apakah kita mampir dulu ke supermarket?" tanya Kate s
Allcy baru saja usai menelpon Mama nya untuk meminta izin jika dia akan pulang lambat. Selain itu, ia juga meminta izin agar diperbolehkan sahabat-sahabatnya ini menginap dirumah. Allcy, Elizabeth, Kate dan Jenny berjalan masuk kedalam mobil milik Jenny. Jenny sengaja menyetir mobil sendiri tanpa menyuruh sopirnya.Elizabeth juga sudah menelpon sopirnya agar datang ke sekolah dengan membawa pakaian ganti Elizabeth untuk menginap dirumah Allcy. Elizabeth juga tak lupa memberikan tas sekolahnya kepada sopirnya dan ia membawa tas yang berisi pakaian ganti yang dibawakan oleh sopirnya.Allcy duduk didepan, disebelah kursi sopir. Sedangkan, Elizabeth dan Kate duduk dibelakang. Jenny memutar musik untuk menghilangkan kesunyian."El, kenapa kamu tidak beli saja pakaian baru di mall nanti? Biar sopirmu tidak perlu membawakan baju ganti mu." tanya Kate yang berada di samping Elizabeth.Elizabeth tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak, Daddy tidak memberikan aku izin."Kate mengerutka
Elizabeth melangkah sepanjang koridor sekolah. Seperti biasanya, dia tetap menjadi sorotan mata seluruh siswa. Apa mungkin kulitnya yang terlalu putih?Elizabeth menundukkan pandangannya. Ia tak memiliki cukup keberanian untuk mengangkat kepalanya dan menatap balik semua siswa disini. Saat ini ia datang lebih awal dari ketiga sahabatnya.Brukkk"Aww!" ringis Elizabeth dengan pelan saat ada seseorang yang menabrak dirinya."Hei, jalan pake mata bisa nggak?" bentak seorang gadis yang bertabrakan dengan dirinya."M-maaf, sekali lagi aku minta maaf." gumam Elizabeth dengan pandangan yang senantiasa menunduk."Lain kali gunakan mata untuk jalan, jangan nunduk terus."Plakkk"Aww.."Elizabeth mengangkat pandangannya saat gadis di depannya ini meringis kesakitan. Dia melihat kota susu kosong yang di lemparkan seseorang kepada gadis didepannya ini."Bodoh! Jalan itu pakai kaki." ujar seorang gadis yang sudah berada di samping Elizabeth.Kate. Gadis itu yang melempar kota susu kosong kearah ga
Olivya sedih jika harus pulang sekarang. Baginya, waktu begitu sangat cepat berlalu. Jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Adrian, Olivya dan Allcy hendak bersiap-siap untuk masuk kedalam mobil milik keluarga Midleton.Mad merengkuh pinggang Olivya dengan cukup erat. Rasanya, tidak ingin ia harus berpisah dengan istrinya itu."Daddy, kapan Daddy akan ikut bersama kami?" tanya Adrian.Mad berjongkok didepan Adrian untuk mensejajarkan tubuhnya dengan putranya."Saat di rasa sudah waktunya, Daddy akan sesegera mungkin untuk pulang." balas Mad."Tapi Daddy janji ya kalau sudah pulang ke mansion, tidak boleh lama lagi."Madrick mengangguk kepalanya. Ia mengecup puncak kepala Adrian dan setelah itu mengecup puncak kepala Allcy."Jaga Mommy ya. Adrian kan jagoan Daddy." pinta Mad pada putra kecilnya."Pasti Daddy."Mad mengantarkan Olivya, Allcy dan Adrian untuk masuk kedalam mobil. Keluarga kecil Midleton hanya melihat adegan itu dari ambang pintu castle.Mad terus memantau mobil yang di t
Olivya dan Mad saling berpelukan satu sama lain. Mereka saling mengeratkan pelukan dan seakan tak ingin melepaskan. Allcy yang melihat kejadian di depannya pun merintikkan mata tanda bahagia.Setelah penantian yang cukup lama akhirnya Mama dan Papanya bertemu. Tanti hentinya Allcy mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan karena telah pertemukan Olivia dengan Mad.Adrian yang berdiri tidak jauh dari kakaknya pun kebingungan melihat Mommy nya berpelukan dengan seorang pria yang belum dia ketahui.Apakah dia Daddy? batin Adrian.Mad melepaskan pelukannya ia menatap wajah Olivya dengan sesakma. bibir mendarat ke dahi Olivya tanda sebagai memberikan sebuah ciuman setelah sekian lama berpisah."Mad, akhirnya.." gumam Olivya.Mad menggangguk, ia begitu bahagia disaat melihat istri tercintanya ada di depan matanya."Mom?" panggil seorang anak laki-laki. Olivya menoleh kearah Adrian yang tadi memanggilnya.Mad pun melihat kearah Adrian. Pria itu berjalan kearah Adrian. Mad hendak memeluk Adrian, n
KringggggSuara bel sekolah berbunyi untuk memberitahu kepada seluruh siswa, bahwa pelajaran jam pertama akan dimulai.Allcy, Kate, Elizabeth dan Jenny berjalan bersama sepanjang koridor sekolah untuk menuju kelas mereka. Tak sedikit pasang mata yang menatap kearah mereka."Tidak biasanya kita di lihatin seperti ini." bisik Kate pada Jenny."Semenjak kita berteman dengan Elizabeth, banyak yang memperhatikan kita." balas Jenny."Eumm, apakah aku melakukan kesalahan karena berteman dengan kalian?" tanya Elizabeth."Tidak!! Kenapa kamu berpikiran seperti itu?" seru Kate.Mereka pun melanjutkan langkahnya tanpa mempedulikan tatapan dari seluruh siswa.Setelah sampai di kelas, Allcy meletakkan tas nya dengan malas. Entah mengapa ia tak begitu semangat untuk hari ini."Allcy kenapa?" tanya Elizabeth pada Kate.Kate pun mengalihkan pandangan nya kearah Allcy. "Itu sudah hal yang biasa terjadi pada Allcy. Hampir tiap pagi, ia tak begitu semangat."Elizabeth berjalan menuju meja Allcy."Allcy,
Olivya berjalan mendekati Adrian. Ia menarik putranya kedalam rangkulan nya. Dipeluknya Adrian dengan sangat erat, dan membiarkan putra sulungnya ini menangis."Adrian sayang, Adrian nggak boleh ngomong gitu ya. Daddy disana juga merindukan Adrian." ucap Olivya dengan nada pelan."Mommy bohong kan? Daddy engga sayang Adrian lagi Mom.""No, baby. No. Daddy sangat sayang padamu." Olivya melepaskan pelukannya. Ia menghapus air mata putranya sambil tersenyum.Olivya mengajak putranya untuk duduk di sofa panjang yang terdapat di ruang kerja Mad."Adrian mau tau sesuatu ga?" tanya Olivya."Apa Mom?"Olivya tersenyum hangat. "Dulu, saat Adrian masih berada di perut Mommy, Daddy terus saja mencium perut Mommy. Daddy terus saja mengajak Adrian bicara. Dan Ian tau ga? saat Ian lahir, Daddy adalah orang pertama kali yang Ian liat saat membuka mata. Mommy tau, Ian engga akan ingat hal itu, tetapi Ian harus percaya kalo Daddy sangat menyanyangi Ian melebihi apapun." cerita Olivya pada putranya."L