Di rumah sakit Conan tengah di jaga oleh Adrian, bersama Christian yang ikut kembali ke sana.
Conan sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, namun perubahan emosinya terlihat begitu jelas. Dia kembali pada pembawaannya yang dingin, namun terkesan hangat. Dia juga kembali tak banyak bicara sebelumnya.
Conan tengah duduk di atas kursi roda, menghadap pada hamparan pemandangan yang asri yang di sajikan oleh pihak rumah sakit.
Christian beserta neneknya hanya bisa melihatnya dari jauh, membiarkannya untuk sendiri, selang berapa lama Athes datang membawakan minuman kesukaannya.
Athes menemani Conan menikmati pemandangan sore hari.
“Tidak buruk juga berada di sini?” ujar Conan dengan pelan.
“Satu minggu lagi aku akan melakukan perawatan, mungkin tidak akan punya waktu seperti ini lagi,” seraya meminum kembali minuman apel yang adi genggam olehnya.
Athes menundukkan kepalanya, dia tahu ketakutan sedang menggerogot
Clarisa berada di balik pintu, wajahnya muram, kedua mata indahnya berkaca-kaca, setelah apa yang lewatinya saat ini, Dia menangis tertahan di sana, tanpa tahu putranya tengah menderita di kamarnya.Clarisa berjalan dengan linglung, air matanya masih tetap mengalir, dia menghela napasnya, mencoba menguatkan hatinya, bukannya segera menuju kamar Conan. Clarisa malah pergi ke taman untuk menenangkan dirinya.Di duduk di salah satu kursi yang berada di sana. Dia termenung di sana cukup lama, entah apa yang di pikirannya.Tok... tok... tok suara pintu di ketuk, sedetik kemudian Jay datang membawa setumpuk berkas, dan juga sebuah map coklat.“Presdir, ini yang ada inginkan!” seraya menyerahkan kumpulan berkas serta map coklatnya pada Lukas yang tengah berdiri di depan kaca jendela yang besar.Lukas tak bicara dia fokus memandang keluar jendela. Sesaat setelah mendengar perkataan Jay, ia pun berbalik menatap Jay yang tengah berdiri menunggu p
Satu minggu kemudianMarco telah keluar rumah sakit, begitu pula dengan Conan. Saat berada di lobi rumah sakit, Conan bersama dengan ibunya.Marco yang tengah berjalan bersama ibunya Lily menghentikan langkah kakinya. Ia melirik ke arah di mana Marco memalingkan pandangannya.Tatapannya tertuju pada seorang wanita, dan seorang anak laki-laki yang tengah duduk di sofa lobi. Lily terus mengamati keduanya dan ternyata itu adalah Clarisa.“Apakah anak yang bersamanya adalah putra sulungnya?” batinnya.Marco yang sedari tadi tertegun, mulai melangkahkan kakinya menuju Clarisa.“Marco,” Lily setengah berteriak padanya, namun Marco tidak menghiraukan suara ibunya. Dia terus menghampiri Clarisa yang tengah menunggu seseorang.“Clarisa,” Marco memanggilnya, tatapannya begitu hangat, kala memandangnya.Clarisa berbalik, saat tatapannya jatuh pada sosok Marco, senyuman yang awalnya hangat pun, sek
Melihat kedua putranya yang tengah berpelukan, Lukas merasa bahwa semenjak putra sulungnya sakit, putra keduanya Christian lebih sering bersama Kakek-Neneknya dibanding bersama dirinya atau Clarisa.Lukas menghisap kembali rokoknya, dia bersandar pada dinding, memejamkan matanya merenungi tentang apa yang telah terjadi.“Ah, sepertinya aku melupakan putraku lain,” Lukas menghela napas beratnya.Di saat dia termenung, pintu pun di ketuk, mengalihkan pandangannya, terlihat Clarisa tengah berjalan masuk. Clarisa tidak menutup pintu dengan benar, sehingga meninggalkan sedikit celah untuk mengintip. Sedangkan di belakangnya Adrian tengah mengintip dari sela pintu yang sedikit terbuka.Lukas menghisap kembali rokoknya, dia berjalan mengitari meja kerjanya, lalu duduk di kursinya.“Ada apa?” suaranya rendah namun terkesan dingin.Clarisa tertunduk, ia mencoba untuk memandang wajah Lukas yang dingin bagaikan es di musim dingi
“Tuan apakah Anda merasa sakit?” Athes bertanya dengan sedikit khawatir.Conan hanya tersenyum tipis dia berkata. “Tidak apa-apa, hanya sakit sedikit,” ucapnya, seraya mengedipkan sebelah matanya.“Tuan,”Conan menaruh jari telunjuknya di depan bibir tipisnya, mengisyaratkan agar Athes berhenti bicara.Athes terperangah, mulutnya setengah terbuka, ia pun menghela napasnya, lalu berkata. “Apa saya harus memberi tahu Ayah Anda tentang ini?” Athes bertanya namun terkesan mengancamnya.Wajah Conan mengerut, tatapannya begitu tajam, ia tidak percaya Athes mengancam dirinya.“Berhentilah bicara omong kosong, aku bahkan baik-baik saja.”“Tidak perlu di perpanjang lagi, jadi diamlah!” pintanya pada Athes.Athes yang menanggapi perkataan Conan, hanya bisa memijat dahinya yang pening, dia menghela napasnya lalu melangkah pergi meninggalkan Conan yang tengah memejamka
Saat Lukas akan kembali ke kamarnya, samar-samar dia mendengar suara rintihan yang begitu pilu, ia menghentikan langkahnya di depan kamar Conan.Lukas tertegun dia berdiri mematung, meratapi putranya yang tengah kesakitan, seraya di peluk oleh Christian yang telah berderai air mata, dari balik celah pintu yang tidak tertutup rapat.Matanya berkaca-kaca, menyaksikan adegan yang membuat hatinya hancur. Dia bersandar di dinding, memejamkan kedua matanya, buliran air mata membasahi wajah tampannya.Terdengar percakapan keduanya. “Aku sudah tidak apa-apa, kembalilah ke kamarmu.” Ujarnya pada Christian yang masih terisak.“Tak bisakah aku malam ini tidur denganmu?”“Izinkan aku bersamamu.” Pintanya dengan nada suara yang memohon.Wajah yang pucat itu tampak mengulas senyum yang di paksakan, dia mengangguk pelan, tanda setuju atas permintaan adiknya.Tangan kecilnya menyentuh pipi Christian, mengusapnya de
Di dalam mobil Van Conan dan Christian tengah tidak sadar kan diri, mereka di bawa oleh Segerombolan orang yang berpakaian serba hitam.Tampak dua orang tengah mengapit Conan dan Christian di kursi penumpang, sedangkan dua lainnya berada di kursi depan dan kursi kemudi. Mereka bagaikan binatang haus darah, wajah yang begitu sangar menimbulkan kesan berbahaya.Mereka berdua di bawa ke sebuah gudang tua yang sudah terbengkalai, di sana cukup terpencil, sehingga tidak terdengar suara kendaraan yang berlalu lalang.Di sisi lain tubuh Clarisa bergetar hebat, dia begitu panik, tatapannya begitu kosong. Adrian juga sama cemasnya.Di bangsal rumah sakit Athes tengah dimintai keterangan atas hilangnya kedua putra Clarisa. Mereka awalnya acuh tak acuh, dalam menangani kasus hilangnya Conan serta Christian.Namun setelah mereka mengetahui anak yang hilang itu adalah anak dari Lukas, orang yang berpengaruh dalam negeri mereka pun dengan sigap melayani me
Di sisi lain Clarisa masih dalam keadaan panik, dia begitu khawatir dengan kedua putra kecilnya. Clarisa memandang ke luar jendela, tampak hari telah berganti malam akan tetapi Lukas belum mendapat kabar baik. “Ibu, bagaimana ini?” Clarisa memeluk Adrian, sembari menangis. Lukas menunjukkan wajah suram saat kembali ke mansion, walau pun terlihat tenang akan tetapi Lukas juga dilanda kekhawatiran yang cukup besar, mengingat putra yang satunya adalah anak yang sakit. “Suamiku bagaimana? Apa kau menemukan petunjuk?” “Mengapa begitu lama? Apa yang akan terjadi pada kedua anak malang itu?” Clarisa terisak seraya memukul pelan dada bidang Lukas. Lukas sadar akan ketakutan Istrinya, Conan seharusnya meminum obatnya akan tetapi malam ini dia melewatkannya. Entah apa yang akan terjadi pada putra sulungnya? Lukas tidak mampu membayangkannya. Lukas memijat dahinya, kali ini sungguh tidak berdaya. Sejenak dia berpikir bahwa Conan memakai j
Di MansionClarisa tampak kuyu dan tak bergairah, dia tidak makan dalam dua Hari ini. Ya, jika di pikirkan lagi bagaimana bisa seorang ibu yang baru saja kehilangan putranya dapat makan dan tidur dengan tenang?Perasaan gelisah tengah menghantui Clarisa, membuatnya terus terjaga tanpa bisa memejamkan matanya walau hanya sesaat.Tok... tok... terdengar ketukan pintu dari arah luar kamar.Clarisa melirik sejenak, tatapannya jatuh ke arah pintu. Terdengar suara. “Nyonya, ada Nona Joana ingin bertemu dengan Anda.”Napasnya terdengar berat, dengan lemah dia berkata. “Biarkan dia masuk, Tolong antarkan dia ke kamarku.”Sang pelayan pun meninggalkan Clarisa dan mempersilakan Joana untuk masuk ke dalam kamar.Saat Joana masuk ke dalam kamar Utama di mana Clarisa berada, ia begitu takjub dengan interior yang di suguhkan di depan matanya. Tidak terlalu banyak barang yang ada di sana, suasana dalam kamar mence
Kabar kematian Conan sudah tersebar pada keluarga maupun para sahabat Lukas. Bahkan Yo Han yang menghilang sejak setahun lalu pun mendengar kabar tentang putra sulung Tuan muda Jiang yang meninggal. Yo Han begitu kaget saat mendapat pesan dari salah satu orangnya yang mengatakan bahwa Putra sulung Lukas meninggal. Yo Han segera naik jet pribadinya untuk sampai ke Jincheng, sedangkan yang lainnya sudah berdatangan ke rumah duka. Lukas terduduk lemah di depan Altar ia bagaikan mayat hidup Lukas kehilangan gairah hidupnya. “Bagaimana dengan Clarisa apa dia sudah tahu tentang kabar Conan?” Joana begitu khawatir tentang mental Clarisa. “Lukas belum memberi tahunya, lagi pula Clarisa masih tidak sadarkan diri setelah menjalani operasi.” Sahut Gerald. “Aku tidak tahu bagaimana perasaan Lukas saat ini yang jelas itu sangatlah menyakitkan.” Raymond menatap iba pada Lukas yang terus memberi hormat pada setiap pelayat. Gerald mengedarkan pandangannya ia
2 bulan penuh Conan berada di rumah sakit, Conan sendiri lebih tahu tentang kondisi tubuhnya ketimbang orang lain. Ia tetap berusaha seceria mungkin dan sesering mungkin ia tersenyum dan tertawa walau hanya gurauan yang garing. Ia terlihat lebih menikmati hidupnya. Conan di pulangkan karena ia ingin tinggal dan dirawat di rumah. Semua orang di mansion menyambutnya, kebahagian mulai menyelimuti keluarga Lukas karena Clarisa juga tengah mengandung anak ketiga Lukas. Orang-orang begitu bahagia begitu pula dengan Conan dan Christian yang akan menjadi calon kakak bagi adiknya saat lahir kelak. “Betapa beruntungnya dia saat lahir nanti sudah memiliki dua Kakak yang sangat tampan dan bisa diandalkan. Aku sangat iri padamu.” Ucap Joana saat berada di mansion. Clarisa hanya tersenyum tipis jika mengingat Conan yang mungkin tidak akan sempat melihat adik kecilnya lahir ke dunia. Lukas masih terus berusaha mencari-cari rumah sakit di luar negeri yang bisa menyembuhkan C
Di depan ruang IGD semua orang menunggu dengan cemas, saat dibawa ke rumah sakit Conan sudah kehilangan kesadarannya. Christian masih shock dengan apa yang menimpa Conan tubuhnya yang basah membuatnya menggigil. Karena terburu-buru mereka melupakan Athes dan juga Christian yang dalam keadaan basah kuyup. “Anakku, tidak apa-apa. Conan pasti baik-baik saja.” Clarisa mendekap Christian dengan rasa takut yang menyelimuti hatinya. “Sebaiknya kalian berdua berganti pakaian, Jay sudah membawakan pakaian ganti untuk kalian. Pergilah.” Athes dan Christian dibawa pergi oleh Jay sementara Lukas dan Clarisa amasih menunggu kabar tentang Conan. Kaca-kaca yang ada di mata Clarisa pecah begitu saja menyisakan luka bagi Lukas. “Apa ini akhirnya?” Clarisa bertanya dengan terbata-bata. “Berhenti bicara yang tidak-tidak. Kita belum tahu persis keadaannya. Jangan pesimis seperti itu pada hidup Putra kita.” Dokter yang bertugas di IGD datang menghampiri ke
Satu tahun setelah pernikahan Gerald dan Joana keduanya hidup bahagia bersama dengan malaikat kecilnya yang telah mengisi hari-hari keduanya. Suasana rumah Gerald begitu hangat kala suara tangis memenuhi seisi rumah. Walau Gerald sibuk dengan urausan pekerjaan ia tidak pernah mengabaikan putrinya yang belum genap setahun itu. Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat tak terasa sudah satu tahun sejak Conan menjalani kemoterapinya. Bukannya semakin membaik kondisi Conan malah memburuk. Kanker yang awalnya stadium 2 kini telah menjadi stadium 3 semakin tipis harapan Conan untuk sembuh sepenuhnya. Clarisa sudah pasrah akan kondisi putra sulungnya setiap malam ketika tak ada seorang pun di kamar ia akan menangis hingga larut malam sampai Lukas pulang ke mansion. Christian yang selalu ceria kini berubah menjadi pendiam ia tak lagi banyak bicara, terkadang ia juga sering menangis di halaman belakang menangisi Conan yang tidak pernah sembuh. Setiap kali ia teringat bagaima
Gerald terdiam membeku ia bagaikan disambar petir di siang bolong saat mendengar pengakuan Joana gelas anggur yang ada di tangannya bahkan lepas dan terjatuh hingga pecahannya bertebaran dimana-mana. Gerald berdiri dari duduknya ia menatap Joana dengan penuh arti sedangkan Joana sendiri hanuya mampu menundukkan kepalanya ke bawah ia takut akan kenyataan jika Gerald tidak menerima kehadiran dah dagingnya sendiri.Hal yang selalu ditakutkan olehnya itu tidak pernah terjadi. Kaca-kaca di dalam mata Gerald telah menggenangi bola matanya yang coklat ia setengah berlutut sembari memegang tangan Joana.“Apa yang kau katakan itu benar adanya?”“Apa kau sedang mengandung anakku?”“Kau tidak bercanda bukan?” Gerald bertanya penuh pengharapan pada jawaban Joana.“Ya, aku mengandung Anakmu.” Ucapnya pelan.Ekspresi Gerald tidak terduga ia begitu bahagia kala mendengar kabar itu. Ia bahkan berjingkrak
Di pagi hari yang cerah Joana terbangun di dalam kamarnya, ia meraih bungkusan kecil dan membawanya masuk ke toilet dengan perasaan deg-degan Joana memberanikan dirinya untuk memeriksa dirinya sendiri. Joana membuka bungkusan test pack dengan tangan gemetar ia memasukannya dalam tempat yang sudah menampung urine nya sendiri. Belakangan ini Joana selalu merasa mual tiap pagi hari, ia juga tidak mendapatkan menstruasinya sudah dua bulan ini ia sedikit cemas. Joana memejamkan matanya ia sedikit takut dengan hasilnya, perlahan ia membuka matanya dan terlihat dengan jelas di alat tes kehamilan itu menunjukkan dua garis merah yang artinya dia positif hamil. Joana tentu saja bergembira akan hal itu namuan, sedetik kemudian ia kembali terdiam. Dirinya tidak tahu bagaimana reaksi Gerald setelah ia tahu bahwa dirinya telah mengandung darah dagingnya. “Bagaimana ini? Aku takut mengatakannya.” Joana berpikir cukup keras tentang apa yang harus ia katakan pada Gerald.
Selepas bersedih Lukas dan Clarisa turun secara bersamaan menuju meja makan karena sudah waktunya sarapan. Conan dan Christian sudah kembali dalam keadaan yang semula seakan tidak ada yang terjadi hanya mata sembab Christian yang tidak bisa berbohong. Dari arah lain Athes masuk menuju ruang tamu dengan membawa obat-obatan yang harus diminum oleh Conan ia meletakannya di meja ruang tamu tampak pemandangan yang sedikit menyakitkan bagi yang melihatnya. "Ayo, makanan sudah siap!" Lukas mengajak semua orang untuk menuju meja makan. Di sana telah banyak hidangan dari mulai makanan pembuka hingga makanan penutup ada di atas meja. Aroma masakan yang tercium semakin membuat orang menjadi lapar kala menghirupnya. Semua orang mulai berjalan menuju meja makan untuk menikmati hidangannya. “Makanlah yang banyak.” Lukas menaruh lauk pada mangkuk kedua putranya tanpa ada yang dibedakan. Christian tersenyum saat menerima lauk yang diberikan oleh ayahnya.
Hari telah berganti menjadi malam sepanjang perjalanan menuju mansion Conan hanya memejam kan matanya. Ia sudah terlalu lelah hari ini Lukas memandangnya dengan tatapan sendu. Sesampainya di mansion Clarisa telah menunggu kedatangan mereka berdua bersama Conan. Terlihat juga Athes ada di ruang tamu menemani Christian. “Apakah tidur?” Clarisa menghampiri Conan. Ia mengangkat sedikit kupluk yang menutupi wajahnya benar saja Conan sudah tertidur. “Ayah,” Christian berhambur memeluk pinggangnya. Lukas melihatnya dengan mengulas senyum hangat. “Bersabarlah, Ayah akan menidurkan Conan lebih dulu. Baru menemnimu sebentar.” Lukas mengusap puncak kepala Christian kemudian berlalu menuju lantai dua dimana kamar Conan berada. “Ibu,” Christian beralih memandang pada Clarisa yang berdiri. Clarisa segera menghampiri Christian ia berusaha menenangkannya. “Tidak apa-apa, Conan hanya kelelahan saja besok pagi ia akan bangun seperti biasanya.” Mendengar
Lukas berjalan dengan anggun menuju tempat Conan berada raut wajah yang tadinya tidak baik itu seketika berubah saat Conan mengulas senyum hangat padanya. Wajah pias itu masih kentara di antara senyum yang menghiasinya. Lukas semakin mendekati keberadaan Conan. Ia setengah berlutut di hadapan Conan. “Apakah sudah lebih baik?” “Eng,” Conan menganggukkan kepalanya pelan sebagai balasan dari pertanyaan Lukas. “Lalu apa kau masih ingin pergi memotong rambutmu?” Lukas kembali bertanya dengan suara yang sedikit bergetar. Senyum hangat itu kembali muncul di wajahnya tangan kecilnya menyentuh pipi Lukas terasa lembut dan begitu dingin saat disentuh olehnya, Lukas menatap matanya yang sendu. “Dingin sekali?” “Aku hanya sedikit kedinginan saja Ayah, tidak perlu dikhawatirkan!” Conan beranjak dari duduknya ia mencoba mencoba menarik tangan besar Lukas agar segera menuju tempat dimana ia akan memotong rambutnya. Lukas menguatkan hatinya lalu mengikuti kem