AMARA POV
Melihat kegaduhan dari dalam club, saya bergegas meninggalkan pos dan bergabung dengan anggota lain untuk meringkus para pelaku penyerangan. Benar saja informasi yang saya dapatkan tentang rencana mereka malam ini. Berarti dapat saya simpulkan bahwa dalang dari kasus ini memang bersembunyi di sekolah itu. Saya harus bisa mengungkap siapa pelakunya.Beruntung kami bisa meringkus beberapa pelaku, sisanya telah kabur menyebar ke segala penjuru. Saya mengejar laki laki yang berlari ke arah gang kecil. Saya pikir akan bisa menangkapnya, tapi ternyata itu hanyalah jebakan. Karena setelah masuk kedalam, ada sekitar 4 orang lagi yang sedang menunggu kami. Saya berusaha melawan, tapi apalah daya satu orang perempuan melawan 5 orang laki laki.
"Cuma satu orang polisi wanita ya,,urusan gampang ini sih". Saya mendengar salah satu dari mereka berbicara. Ketika saya ingin mengeluarkan senjata api, tapi naas salah satu dari mereka memukul lengan saya sehingga senjata apinya terpental entah kemana.
Kondisi ini sangat tidak menguntungkan, saya memutuskan untuk mundur menghindar dari mereka. Mereka mengejar, saya berlari tak tentu arah. Pokoknya tujuan saya adalah keluar dari gang ini terlebih dahulu. Tapi disaat saya melihat ke belakang, saya tidak sengaja menabrak seseorang.
Saat saya melihat kedepan, ternyata orang itu adalah valdo. Kenapa dia bisa ada disini? Astaga, tidak sempat saya memikirkan apa apa karena saat ini saya sedang dikejar oleh para pelaku. Saya beralasan dikejar preman agar valdo tidak curiga.
Saya agak bingung kenapa ia menyuruh saya melepaskan jaket lalu melemparkannya di tempat yang tidak terlihat. Dengan gerakan yang cepat ia mencium saya tepat di bibir, membuat saya tiba tiba tidak bisa menggerakkan badan karena terkejut bukan main. Bukannya marah tapi entah kenapa justru saya merasa nyaman dan terlindungi.
Para pelaku hanya melewati kami, mungkin mereka pikir kami pasangan yang sedang berbuat mesum di tempat sepi. Setelah valdo melepas ciumannya, saya masih terdiam terpaku di tempat itu. Ia menyadarkan saya dari lamunan. Seketika saya langsung memarahi lelaki itu karena telah merenggut ciuman pertama saya.
Tapi emosi saya langsung terhenti di ganti dengan keterkejutan ketika valdo bilang kalau itu juga ciuman pertamanya. Ya ampun, jadi kami saling merenggut ciuman pertama kami masing masing.
Setelah keluar dari gang gelap itu, valdo ingin mengantar saya sampai ke rumah. Oh tidak bisa, dia tidak boleh tahu dimana lokasi saya tinggal apalagi tinggal di tempat kos. Itu akan terlihat mencurigakan. Setelah beralasan menaiki ojek online, saya pergi meninggalkannya. Setelah sampai di tempat kos, saya merebahkan diri di atas kasur setelah sebelumnya saya selesai membersihkan diri.
Saya menyentuh bibir yang tadi di sentuh pertama kali oleh laki laki dingin di sekolah. Ya tuhan,,kenapa dengan jantung saya. Sepertinya ada yang tidak beres karena dia berdetak sangat cepat. Ah sial, wajah valdo jadi terbayang terus di pikiran saya.
***
Setelah melepaskan tangan dari dadanya, tangan valdo berpindah menyentuh bibirnya yang juga pertama kalinya menyentuh bibir seorang gadis. Ia tersenyum jika mengingat momen barusan. Tak disangka ia berani melakukannya.
'gue pikir...gue nggak akan merasakan rasa suka sama seseorang. Apa..suka...?apa gue suka sama dia?'. Batin valdo berbicara.
Valdo membuang nafasnya kasar lalu tersenyum "Fuuh...sekarang gue nggak ada waktu untuk mikir tentang cinta karena itu akan menghalangi tujuan gue selama ini. Fokus... valdo". Valdo berbicara dengan dirinya sendiri.
Ia berjalan menuju paradise club yang telah porak poranda karena belum lama tadi telah terjadi penyergapan dari pihak kepolisan.
'ternyata sudah selesai ya' batin valdo. Ia mengeluarkan smartphonennya lalu mendial seseorang.
***
Di waktu yang sama di sebuah perumahan yang sudah lama di tinggalkan, gerombolan pelaku yang berhasil kabur menelepon seorang lelaki.
"Bos, maaf penyerangan kali ini gagal. Karena ternyata pihak kepolisian telah mengetahui target kita. Entah siapa yang membocorkan informasi ini. Tapi kami hampir saja tertangkap". Seorang lelaki berperawakan tinggi besar sedang berbicara melalui sambungan telepon.
"Benarkah...?kalau begitu kamu ingin berdalih jika diantara kita ada yang membocorkan rencana kali ini ke pihak kepolisian?". Suara killian dari seberang telepon.
"Sepertinya begitu. Karena pihak kepolisian sepertinya sudah merencanakan penyergapan ini". Lelaki tinggi besar itu sambil memegang lukanya dibagian bahu.
Terdengar suara dengusan dari seberang telepon, "hmm...hahahahahahaha". Suara lelaki dari seberang telepon itu malah tertawa lalu melanjutkan pembicaraannya. "Menarik sekali. Kira kira siapa yang berani bermain main kali ini. Selidiki itu, jika ketemu bisa dipastikan dia akan lebih memilih mati dari pada apa yang akan gue berikan". Ia langsung menutup sambungan telepon tanpa menunggu respon dari lelaki tinggi besar itu.
'jadi ada yang mau main kucing kucingan? Gue terima tantangan lo siapapun itu. Kita lihat siapa yang lebih pintar di antara kita'. Batin lelaki yang sedang berada di sebuah ruangan dengan pencahayaan seadanya.
Ia mengingat kembali saat ia memerintahkan anak buahnya untuk bergerak, posisinya sedang berada di sekolah. Lalu ia pun tersenyum 'ah...benar juga. Saat itu gue lagi di sekolah. Berarti si 'tikus' juga ada di sana kan. Oke...kamu pasti akan gue temukan. Segera'. Senyum penuh kelicikan lelaki itu mengembang dibalik rencana yang akan dia buat untuk menangkap mata mata yang berani membocorkan rencananya.
***
Mentari telah menyapa disebelah timur, menandakan pagi datang dengan cerah bagi siapapun yang memulai harinya. Seorang gadis manis sedang bersiap siap untuk berangkat ke sekolah. Sesampainya ia di sekolah, memasuki gerbang dan melewati taman.
Amara tidak sengaja melihat valdo yang duduk di kursi yang biasa ia duduki sedang membaca buku. Tak terasa pipi amara memerah dan segera ia memegang wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan berjalan cepat menuju kelas.
'kenapa saya jadi begini. Lihat dia, saya jadi terus ingat kejadian semalam'. Amara menggelengkan kepalanya agar dapat melupakan ciumannya dengan valdo.
Tiba tiba dari arah belakang, tangan besar lelaki merangkul bahu amara. "Selamat pagi silvie. Wah, dari kemarin kayaknya kita selalu datang barengan ya. Kayaknya kita benar benar jodoh". Amara melihat ke samping dan ternyata lelaki itu adalah ruben. Amara pun langsung bernafas lega.
"Pagi juga ben...kamu kali yang ngikutin saya biar bisa bareng terus". Goda amara dengan senyum manis yang mengembang.
Siswa lain yang sedang berada di koridor memperhatikan interaksi mereka berdua. Bingung, karena ruben bisa begitu dekat dengan seorang gadis.
"Lihat... Itu kan kak ruben. Dia lagi jalan sama siapa? Mesra banget". Beberapa siswi kelas XI yang sedang berkumpul memperhatikan mereka berdua.
"Iri...? Bilang bos..hahahaha". Jawab siswa lainnya.
"Hilang sudah kesempatan gue buat dapetin cowok populer di sekolah kita. Mau deketin kak valdo nggak mungkin. Di tegur aja dingin banget". Wajah gadis itu terlihat pasrah.
Ruben dan amara sedang berbincang di kursinya yang memang bersebelahan. Tak lama valdo masuk ke dalam kelas. Amara melihat valdo masuk lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain karena gugup. Tiba tiba jantungnya berdebar lagi dengan kecepatan 150 km/jam.
"Hei do.. tumben lo udah masuk kelas. Biasanya nunggu bel masuk dulu". Sapa ruben membuat kecanggungan valdo dan amara teralihkan.
"Gue bosan aja disana sendirian". Valdo meletakkan tasnya di kursi tepat belakang amara.
Ruben mengerutkan dahinya, "bosan...? Lo..? Di taman...? Lo udah duduk disana selama bertahun tahun sendirian tapi nggak pernah bilang bosan. Sekarang lo bilang kalo lo bosan disana? Astaga, apa matahari mau terbit dari barat?".
'ah sial...ada apa sama gue. Setelah lihat silvie di rangkul oleh ruben. Tiba tiba tubuh gue bergerak dengan sendirinya. Seperti tidak suka jika silvie dekat dengan laki laki lain'. Batik valdo merutuki dirinya sendiri.
Ruben melanjutkan perkataannya, "apa karena silvie udah datang?".
Amara refleks melihat ke arah ruben lalu beralih ke valdo. Setelah melihat valdo, tak sengaja justru silvie memperhatikan bibir valdo yang terlihat sangat menggoda.
Amara menelan salivanya lalu bergegas kembali melihat ke depan. Menutup wajahnya karena jika di lihat pasti wajahnya sudah mirip dengan kepiting rebus.
'aduh...kenapa saya inget itu terus sih'.
"Silv, pulang sekolah kamu ada acara nggak?". Kata ruben setelah itu memasukan batagor ke dalam mulutnya. Saat ini mereka berdua sedang berada di kantin karena jam istirahat sedang berlangsung."Hmm,,saya mau pergi sama ayah. Memangnya kenapa ben?". Amara menyeruput jus alpukat yang telah ia pesan sebelumnya."Niatnya gue mau ajak lo jalan. Tapi ya sudah kalau lo ada acara. Kapan kapan aja kalau lo senggang". Ruben menyandarkan dagunya di kedua telapak tangan di atas meja."Iya boleh". Jawab amara singkat.'saya ingin mencari senjata saya yang jatuh di gang semalam. Semoga benda itu masih berada disana'. Amara tidak tenang jika benda itu belum ketemu.*Flashback onSelesai membersihkan diri setelah melaksanakan operasi penyergapan tadi, amara teringat akan senjata apinya yang terjatuh ketika melawan lima pelaku penyerangan yang mengeroyok dirinya.'Astaga, senjata saya masih ada di sana. Semoga tidak ada yang menyadarinya'. Batin amar
"Gue lagi nungguin lo".Ucapan valdo barusan membuat amara tersentak. Ada apa dengan orang ini? Apa ada yang salah? Setahu amara seorang rivaldo vinza aditya tidak pernah menunggu seseorang seperti sekarang. Ruben yang tidak lain adalah temannya saja tidak pernah diperhatikan. Sekarang seorang silvie, siswi baru justru telah menarik perhatian lelaki dingin itu."Nu... Nungguin saya? Ada apa ya?". Amara penasaran menunggu jawaban valdo."Bisa kita bicara berdua sebentar?". Amara berpikir sejenak, lalu menyangggupi permintaan orang itu."Bisa saja sih...tapi kalau boleh saya tahu, apa ada hal penting yang mau kamu bicarakan sampai mengajak saya bicara berdua?"."Gue mau memastikan sesuatu. Ikut gue". Valdo melangkahkan kakinya menuju perpustakaan sambil amara mengekori."Saya pikir kamu bakal ngajak ke taman". Melihat valdo memasuki ruang perpustakaan yang diketahui masih sepi karena jarang para siswa datang kesini sebelum jam masuk sekolah.
Akhirnya amara dapat keluar dari kediaman lelaki itu dengan aman setelah sebelumnya valdo beranjak masuk ke dalam toilet untuk membersihkan dirinya. Berjalan menyusuri jalanan ibu kota di tengah malam sambil memikirkan perkataan yang keluar dari mulut lelaki introvert itu. Siapa lagi kalau bukan rivaldo vinza aditya. Seketika jantung amara terasa begitu menggebu. Amara meletakkan satu tangannya di dada yang berdetak sangat cepat, menghembuskan nafasnya perlahan. 'ini nggak bagus untuk kesehatan jantung saya'. Batin amara karena terus teringat dengan wajah valdo. Apalagi setelah kejadian first kissnya dengan valdo. Tak bisa dipungkiri, sebenarnya amara jadi suka dengan momen tersebut. Eh, suka? *** Pagi ini amara sedang berjalan menuju sekolahnya. Seperti biasa, ia berangkat lebih pagi daripada siswa lain. Berjalan melewati rute berbeda dari biasanya. Hari ini rencananya sepulang sekolah, amara akan mencari rumah yang akan di sewa untuk tempat
Saat ini amara sedang berada di depan sebuah rumah yang tidak bisa dibilang besar tapi sangat asri karena memiliki halaman dengan beberapa pohon. Gadis itu tersenyum karena akhirnya menemukan rumah impiannya. Rumah impian? Ya, seperti inilah rumah yang selalu dibayangkan oleh gadis itu.Rumah satu lantai dengan dekorasi ala pedesaan. Di halaman rumah tumbuh pohon mangga, rambutan dan beringin ukuran sedang. Membuat rumah itu terasa bukan seperti di wilayah ibukota.Setelah sebelumnya amara telah sepakat dengan pemilik rumah untuk disewakan kepada dirinya. Gadis itu kini memasuki rumah itu, membawa beberapa barang barangnya. Mendekorasi sesuai keinginannya. Tak lupa memajang foto foto dengan 'ayah'nya. Amara teringat dengan perbincangan ia dengan atasannya. Meminta izin untuk menjadikannya sebagai ayah palsu demi alibi.Saat ini sekitar jam 07.00 malam akhirnya amara selesai membereskan barang barangnya karena memang tidak terlalu banyak yang ia miliki. Amara mem
Di perumahan kosong yang telah lama ditinggalkan, beberapa anak buah killian sedang menyiksa seorang polisi yang berhasil mereka culik. Seperti diketahui sebelumnya, polisi tersebut tergabung dalam operasi penyergapan beberapa waktu lalu. "Katakan, siapa mata-mata kalian yang ada di SMA Cahaya Hati?". Tanya lelaki bertato berperawakan tinggi besar. Kondisi polisi tersebut bisa di bilang sudah tidak baik. Wajah lebam, ujung bibir dan hidung sudah mengeluarkan darah segar. Ia diam mendengar pertanyaaan lelaki tersebut. "Buug..." Lelaki itu memukul perut polisi sampai kembali mengeluarkan darah segar. "Jawab..!! Gue nggak suka ngulang ngulang pertanyaan". Lelaki itu emosi karena polisi tersebut masih diam tidak menjawab. "Saya... Tidak... Tahu... Apa... Apa". Polisi itu menjawab dengan suara terbata-bata. Lelaki itu menarik kerah polisi tersebut "Bohong...!! Ngomong yang bener". "Benar... Saya... Tidak... Bohong. Saya.. ha
Saat ini seorang remaja lelaki sedang merenungi kalimat yang ia lontarkan tadi di sekolah. Tidur terlentang menatap langit kamarnya yang dominan dengan warna biru.'Kenapa gue bisa ngomong gitu cuma karena tau silvie abis jalan sama ruben'. Valdo memejamkan matanya dalam, Tangan kanan memegang dada yang telah berdetak tak karuan sejak gadis bernama silvie hadir di kehidupannya.Sejenak melupakan tujuannya untuk membalaskan dendam kepada orang-orang yang telah merenggut nyawa kedua orangtuanya.*Flashback onDi sebuah rumah megah berlantai dua, memiliki tangga melingkar di tengah ruangan menambah kesan mewah bagi siapapun yang melihatnya. Di bagian belakang rumah ada kolam renang pribadi berdampingan dengan taman yang asri.Kehidupan bahagia sepasang suami istri dan putra tunggal mereka. Devi, nyonya rumah itu walau sudah tidak bisa dibilang muda, namun masih memancarkan aura keanggunan. Pagi ini ia berada di dapur untuk memasak dibantu oleh asisten
"Bagaimana kalau mereka kenapa kenapa?". Valdo berbicara dengan nada tinggi tak peduli dengan siapa ia berbicara karena khawatir akan keselamatan kedua orangtuanya."Mohon maaf sebelumnya. Orangtua anda telah meninggal di tempat. Saat ini tim kami telah berkoordinasi dengan rumah sakit terdekat untuk mengevakuasi jenazah keduanya".Sontak kaki valdo tidak bisa menahan bobot tubuhnya saat mendengar penjelasan polisi tentang kondisi orangtuanya.Melihat tidak percaya ke arah jenazah devi dan richard, tak terasa kedua mata valdo telah mengeluarkan bulir air mata. Ia tidak menyangka, baru tadi sore mereka berbincang melalui saluran telepon, tapi saat ini mereka harus berpisah dengan cara yang tidak diinginkan."Aaaaaaaaaaa......." Valdo berteriak mengeluarkan seluruh perasaannya. Sedih, kaget, kehilangan seluruh orang yang sangat dicintainya dalam waktu yang sangat mendadak. Baru tadi pagi ia masih sarapan dan mendebatkan hal hal tidak penting bersama mama da
Balas dendam atau mengejar cintanya?. Dua hal itu membuat valdo bimbang. Disatu sisi ia ingin sekali membalaskan dendam atas kematian kedua orangtuanya sampai tuntas. Tapi disisi lain, ia tak tahan jika terus melihat gadis yang disukainya terus didekati pria lain.Akhirnya kedua mata tajam itu memejam, pergi ke peraduannya. Meninggalkan lelah yang teramat sangat. Semoga esok hari akan ada secercah cahaya dalam kehidupannya yang kelam."Valdo..." Panggilan suara wanita yang selama ini ia rindukan. Bertempat di hamparan rumput yang luas sepanjang mata memandang. Dihiasi oleh sunset dan angin sepoi sepoi membuat tempat itu terasa nyaman. Dengan memakai kemeja dan celana putih, valdo terus mencari sumber suara yang memanggilnya.Valdo melihat sosok wanita yang sangat ia rindukan. Dengan raut wajah teduh khas ibunya yang selalu membuat perasaan nyaman saat memandangnya."Jangan bersedih nak, jalani hidupmu dengan bahagia. Lepaskan semua dendammu". Lanjut wanit
“jangan melihatku kayak gitu” valdo merasa kurang nyaman karena terus ditatap oleh amara. Berjalan menuruni anak tangga di Gedung SMA Cahaya Hati dengan valdo berada di depan sedangkan amara hanya mengekori. Entah apa alasannya, yang jelas amara memilih untuk berjalan di belakang valdo. Mereka berdua hendak keluar dari tempat itu sedangkan wahyu tetap berada di atas untuk membantu tim forensik sekaligus mengamankan TKP. “terima kasih” akhirnya amara berani mengeluarkan kata kata yang sedari tadi bermain di kepala namun tak berani ia utarakan. “terima kasih untuk apa?” valdo bertanya. “karena kamu sudah membantu saya” jawab amara. “walau dengan cara yang tidak terduga sama sekali” lanjutnya dengan suara pelan. Valdo menghentikan langkahnya membuat amara tak sengaja menabrak tubuh bagian belakang kekasihnya. Kebetulan mereka sudah berada di koridor sekolah sehingga tak ada yang membahayakan saat amara menabrak tubuhnya. “aduh, kenapa tiba tiba kamu berhenti?” amara mengusap dahinya
“diam” gumam amara sehingga ruben perlu bertanya kembali apa yang gadis itu ucapkan.“saya bilang diaaamm” amara berteriak lalu dengan cepat menyerang kedua orang lelaki yang ternyata adalah anak buah ruben atau killian.Ruben terkejut melihat kedua anak buahnya dilumpuhkan dengan mudah. Ia tahu jika kedua lelaki itu tak kuasa menahan gerakan amara yang lincah dan mematikan. Ia berpikir jika dalam waktu dekat amara pasti langsung menghajar dirinya juga.Ruben pun keluar, berlari ke arah tangga. Menaiki banyaknya anak tangga menuju atas Gedung sekolah tersebut. Benar saja, belum lama ruben berlari, amara telah bisa melumpuhkan seluruh anak buahnya.“cepat, keluar dari sini” amara memerintahkan seluruh siswa untuk segera meninggalkan Gedung sekolah.Merasa situasi sudah aman, semua siswa pun berduyun duyun berlari keluar mengikuti perintah amara. Tak sedikit yang mengucapkan terima kasih karena telah membebaskan mereka semua.Amara berlari mengikuti ruben. Ia yakin ruben menuju atap Ged
amara berlari secepat mungkin menuju sumber suara minta tolong dari para siswa. melihat dari lokasinya, ia yakin jika kelasnya lah yang menjadi sasaran penyerangan. namun langkahnya terhalangi ketika banyak siswa dari kelas lain yang berhamburan untuk segera keluar dari gedung sekolah."silv, ngapain lo kesana?! cepat ikut keluar, disana berbahaya. kita harus menyelamatan diri" ujar maya langsung menarik pergelangan tangannya ketika melihat sahabatnya hendak menerobos masuk melawan arus kerumunan para siswa."apa yang terjadi di dalam?" amara balik bertanya."kelas lo. kelas lo diserang sama orang orang bersenjata. pokoknya cepet lo ikut keluar biar nggak dijadikan sandera juga sama mereka" maya terus menarik tangan sahabatnya namun posisi amara masih tak bergeming.sambil mengepalkan tangannya, amara melampiaskan rasa marahnya. apakah pelakunya merupakan sisa gerombolan tersangka pengrusakan? rasanya masih mengganjal karena pimpinan mereka telah tiada."saya harus masuk. kamu tetap d
tindakan yang harus diambil saat ada tersangka yang melawan saat penangkapan benar benar telah amara lakukan. terutama dalam keadaan genting seperti tadi, dimana valdo sempat menodongkan senjata ke arahnya. apalagi senjata yang dipegang merupakan pistol milik amara yang pernah hilang.suara deburan ombak dan hembusan angin laut yang menghujam tubuh menemani kesedihan yang amara rasakan. dikala kedua tangannya masih memeluk tubuh tak bergerak yang penuh dengan darah akibat luka tembak yang tepat mengenai jantungnya.rasa kehilangan menyelimuti gadis itu hingga udara dingin yang menusuk sampai ke tulang sampai tak terasa sama sekali."AMARA..." panggil seseorang dari kejauhan.seorang lelaki yang sengaja menyusul sedang berlari mendekat ke arah amara dan valdo. dengan menahan rasa sakit di lengan yang telah diperban, wahyu sangat terkejut dengan pemandangan yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. amara sama sekali tak menjawab panggilannya, sedari tadi ia hanya memeluk dalam diam.
baik amara maupun valdo sama sama terkejut dengan pertemuan tak terduga saat ini. tak terbayangkan jika hanya dengan bertatapan langsung bisa membongkar semua hal yang selama ini disembunyikan.dengan begini, identitas amara sebagai polisi juga langsung ketahuan oleh valdo. begitupun sebaliknya, amara tahu siapa lelaki yang dipanggil 'bos' oleh para tersangka yang berhasil mereka lumpuhkan lebih dulu.tiba tiba semua konsentrasi pun pecah, amara tak tahu harus bersikap seperti apa menghadapi situasi seperti ini. hal ini dimanfaatkan oleh valdo untuk membalikkan keadaan yang tadinya amara berada di atas tubuhnya, kini pemuda itu dengan cepat mendorongnya sehingga amara terhuyung ke belakang.valdo mengunci gerakan amara dengan cara menggenggam erat kedua tangan gadis itu. "biar aku jelaskan" valdo berkata dengan tatapan tak terbaca."jelaskan apa!? buktinya sudah sangat jelas kalau kamu pimpinan mereka" amara langsung menyimpulkan begitu karena tidak ada orang lain di tempat itu selain
"kamu sudah datang" wahyu baru saja ingin masuk ke ruangan AKP Budi saat melihat kedatangan amara yang masih memakai seragam sekolahnya."iya. bagaimana situasinya?" tanya amara cepat."kita masuk dulu" akhirnya amara dan wahyu masuk bersama ke dalam ruangan yang telah ada beberapa rekan mereka."akhirnya kalian tiba. ada pergerakan yang dicurigai sebagai gerombolan para pengrusak. lokasinya di perumahan yang telah lama terbengkalai. malam ini bergeraklah kesana dan tangkap para pelaku teror itu" perintah dari atasannya dijawab serempak oleh semua anggota tim."siap.""saya akan kembali dulu ke rumah untuk mengganti pakaian dan mempersiapkan semua yang dibutuhkan untuk operasi malam ini" amara berkata kepada wahyu setelah mereka semua keluar dari ruangan atasannya."aku juga akan kembali dulu" wahyu terlihat memikirkan sesuatu sebelum akhirnya ia memutuskan untuk berbicara lagi. "apa kamu yakin akan ikut penangkapan malam ini?"."memangnya kenapa?" amara mengerutkan keningnya."entahla
"target kita kali ini berubah" seperti biasa, killian menghubungi anak buahnya melalui sambungan telepon dengan nomor yang selalu berbeda."jadi, tempat apa yang akan kita serang selanjutnya bos?" tanya pria berbadan besar itu."target kita selanjutnya adalah SMA Cahaya Hati. tapi kapan waktunya, tunggu kabar dari saya dulu" salah satu sudut bibir killian terangkat membentuk sebuah seringai yang mengandung arti tak baik.lelaki bertubuh besar itupun mengerutkan keningnya. apa telinganya tak salah mendengar perihal perubahan target penyerangan kali ini. "ma... maksudnya kita akan menyerang sekolah bos?.""iya. kenapa?" tanya killian dengan nada datar."bukannya itu sekolah bos sendiri? kenapa..." tiba tiba kalimatnya terputus karena langsung dipotong oleh killian."bukan urusan lo. tugas kalian cuma jalanin semua yang saya perintahkan.""baik bos. kami tunggu kabar selanjutnya" panggilan pun terputus.beberapa hari sudah amara terus memperhatikan gerak gerik kekasihnya. tak ada yang an
amara membaca selembar kertas yang sengaja ditinggalkan oleh valdo saat ia bertamu ke rumahnya. sebelum pulang, pemuda itu sempat memberinya sepucuk surat."ini ungkapan isi hatiku. kamu tahu aku bukan orang yang bisa menyampaikan dengan kata kata. jadi aku memutuskan untuk menulisnya agar kamu tahu bagaimana perasaanku padamu" pesan yang valdo tinggalkan sesaat sebelum lelaki itu mengendarai motornya.saat membacanya, amara merasa sangat tersentuh karena ia bisa merasakan ketulusan yang valdo katakan walau bukan keluar langsung dari mulutnya. kata demi kata ia resapi ke dalam sanubari, tak ada satupun yang terlewat.tak terasa setetes air mata jauh membasahi pipi ranumnya, sebegitu tuluskan perasaan yang valdo miliki untuknya. sekejap amara merasakan perasaan bersalah yang teramat sangat karena telah membohongi kekasihnya selama ini.amara memeluk erat surat tersebut. dalam hatinya, ia berjanji setelah kasus yang ditanganinya selesai, amara akan langsung memberitahukan semua rahasia
"silv, pulang sekolah aku main ke rumah kamu ya" pinta valdo saat jam istirahat tengah berjalan.suasana riuh menyelimuti seluruh ruangan di sekolah tak terkecuali dengan taman tempat valdo dan amara tengah duduk. ya, sesaat bel istirahat berbunyi, valdo mengajak kekasihnya untuk ke taman sekolah tempat ia biasanya duduk seorang diri."boleh" tanpa curiga sedikitpun amara mempersilahkan valdo untuk berkunjung ke rumahnya.'seperti ada yang berbeda dengannya. tapi kenapa ya?' amara memang merasa semenjak hari ini ada yang berbeda dengan pemuda itu. padahal kemarin masih tidak menunjukkan gejala apapun. seperti ada yang tengah dipikirkan oleh valdo tapi ia belum tahu apa."gue cari kemana mana nggak tahunya kalian ada di sini" tiba tiba ruben datang menghampiri mereka berdua di taman.kompak amara dan valdo saling mengerutkan keningnya. saling bertatapan mencari tahu kenapa ruben tiba tiba mencari mereka berdua."nggak harus ada alasan buat nyari kalian kan. gue udah