Sisca menyalakan shower, membiarkan guyuran air itu membasahi seluruh tubuhnya. Panas yang tadi menjalar ke seluruh tubuh mulai menurun. Tubuhnya yang tadi begitu lengket luar biasa kini sedikit lebih segar dan terasa lebih ringan.
Arnold benar-benar lelaki paling mesum yang pernah dia temui dalam sepanjang hidupnya! Mereka ada agenda penting dengan orang yang sangat menetukan akhir hubungan mereka, dia malah bisa-bisanya memaksa Sisca melakukan hal ini terlebih dahulu? Benar-benar somplak memang lelaki satu itu.
Sisca bersadar di tembok, menempelkan dahinya di tembok dan membiarkan guyuran shower membersihkan tubuhnya dari segala macam keringat dan sisa-sisa pergumulan panas mereka beberapa menit yang lalu.
“Dasar menyebalkan!” desis Sisca yang lantas mengangkat kepalanya yang menempel di tembok. Walau tidak dipungkiri Sisca begitu menikmati semua sentuhan dan permainan Arnold yang tidak pernah gagal membuatnya melayang tinggi ke awang-awang.
Linda benar-benar khawatir, kenapa Gunawan lantas jadi banyak diam seperti ini? Wajah garang dan kaku yang dia lihat kan beberapa saat yang lalu sontak hilang entah kemana. Sebenarnya ada apa? Jangan bilang kalau dia ada masalah di kantor, hingga wajah kerasnya sontak melunak. Atau jangan-jangan .... Linda masih mencoba berspekulasi, masih berusaha menerka-nerka ketika kemudian sosok dengan setelan jas rapi itu masuk ke dalam rumah, nampak menundukkan kepala sebagai wujud hormat. Hal yang lantas membuat Gunawan mengangkat wajah dan menatap laki-laki itu dengan saksama. "Sudah datang?" Tanya Gunawan sebelum sosok itu lebih dulu buka suara. "Sudah, Bapak. Tuan dan calon istri sudah tiba!" Lapor sosok itu dengan sopan dan penuh hormat. "Suruh masuk! Bilang kalau sudah ditunggu!" titah Gunawan tanpa ekspresi. Linda makin takut, khawatir dan risau dengan sikap yang Gunawan tunjukkan. Sejak tadi ia benar-benar tidak ten
"Nggak tidur sini? Memang kalian langsung mau balik?' hari sudah hampir malam, acara makan siang mereka berlanjut dengan ngobrol santai berempat dan minum teh bersama di halaman belakang, hal yang saat ini masih mereka lakukan. "Kita ada urusan lain sih, Pi. Jadi maaf nggak bisa menuhin permintaan Papi buat nginep di sini." Gunawan mengangguk pelan. Nampak ia kemudian menghirup udara banyak-banyak. Meraih cangkir tehnya dan menyesap cairan itu perlahan-lahan. "Matangkan rencana kalian mau bagaimana. Acara untuk seumur hidup sekali kalian, jadi tolong pikirkan baik-baik." Nasehat Gunawan seraya meletakkan kembali cangkir ke meja. Sisca dan Arnold kompak mengangguk, membuat Linda tidak tahan lagi untuk ikut buka suara. "Untuk gown-nya, nanti Mami yang urus deh, Sis. Nggak usah sewa. Kita pesen aja nanti buat disimpen jadi kenang-kenangan. Rencana Mami udah bidik desainer sih, tinggal kamu cocok yang mana?" Tentu Linda jad
Burhan tengah berkutat dengan laptop dan beberapa jurnal-jurnal yang sengaja dia print out untuk mempermudah kerjanya, ketika di sore hari itu tiba-tiba ponselnya berdering.Tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop, tangan Burhan terulur meraih benda itu. Setelah membaca So apa yang meneleponnya, Burhan baru mengalihkan pandangannya dari layar.Sisca?Anak gadisnya itu menelepon? Ada apa? Mendadak hati Burhan seperti di remas-remas. Bukankah tadi Sisca dan kekasihnya itu pamit hendak ke Jakarta? Berencana menemui sosok Gunawan Argadana yang bisa di bilang adalah rival masa lalu Burhan dan perebutan ibu dari calon menantunya itu.Apakah Sisca mendapatkan perlakuan yang sama dengan apa yang dulu Burhan dapatkan ketika menemui orang tua dari Linda? Tetapi, bukankah Linda sudah berjanji akan mengurus semuanya? Akan berusaha sekuat tenaga tidak membiarkan masa lalu kembali terulang. Berjanji hendak tetap membuat mereka bersama tidak pedu
Linda tertegun, ia masih menatap sang suami dengan seksama. Begitu pula dengan Gunawan, masih menatap Linda sambil meremas tangan sang istri dengan begitu lembut."Ka-kau ...." Mata Linda memerah, lidahnya mendadak kelu, membuat Gunawan lantas meraih sang istri dalam pelukannya.Linda pasrah, tidak menolak atau hendak melepaskan diri. Ia jatuh pada dada Gunawan, menenggelamkan wajah dan menahan kuat-kuat air matanya."Nangis aja kalo pengen nangis. Biar kamu lega. Aku nggak apa-apa kok."Mendengar suara itu begitu lembut tanpa nada kemarahan atau apapun membuat tangis Linda benar-benar pecah. Ia meraung terisak dalam pelukan lelaki yang sudah memberinya dua orang anak itu. Sementara Gunawan, matanya ikut memerah. Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya guna melepaskan rasa sesak di dada."Aku tau, ketika dulu kau setuju menikah denganku, kamu masih begitu mencintainya, bukan?" Desis Gunawan sambil mengelus lembut kepala sang i
Sisca menatap gelisah bayangan dirinya yang sudah terbungkus cheongsam modern berwarna merah. Rambutnya di tata sedemikian apik dengan head pieces berhiaskan permata swarovski. Riasan wajah Sisca begitu simpel namun mampu menonjolkan semua kelebihan yang wajah Sisca miliki. Secara garis besar, penampilan Sisca begitu perfect hari ini!Ya ... setelah banyak sekali pembahasan yang kedua belah pihak keluarga lakukan, maka sesuai kesepakatan, hari ini akan dilakukan upacara sangjit.Sangjit berbeda dengan lamaran dan pesta pernikahan. Dalam tradisi Tionghoa, sangjit biasanya dilakukan setelah prosesi lamaran. Sebulan atau beberapa minggu sebelum pernikahan di gelar. Dalam proses ini, baik pihak perempuan atau pun laki-laki masing-masing akan membawa seserahan, karena memang acara ini adalah acara serah terima seserahan.Jantung Sisca berdegup dua kali lebih cepat, hingga kemudian Retno, sang mama masuk ke dalam salah satu kamar hotel. Tersenyum begitu ma
“Mi, serius ini nggak terlalu mewah, Mi?” Sisca tentu terkejut, hari ini dia terbang ke Jakarta khusus untuk fitting gown pengantin untuk acara resepsinya. Berbeda dengan gown untuk pemberkatan, gown resepsinya ini didesain dan dijahit sendiri oleh desainer kenamaan yang wajahnya sering wara-wiri di televisi. Ballgown yang menempel di tubuh Sisca itu begitu besar, macam gaun para Princess Disney yang sering dia lihat film-nya. Bertabur kristal swarovsky yang membuat gaun itu begitu berat. Nampak mata dan wajah Linda berbinar cerah, menatap Sisca dari atas sampai bawah sambil berdercak kagum. “Perfect banget! Jos!” komentarnya dengan raut wajah bahagia. “Ntar kurangnya apa nih, Jeng, bilang aja. Aku tambahin nanti.” Timpal desainer itu sambil tersenyum. “Khusus buat Jeng Linda deh nanti aku jahit sendiri pakai tangan!” Sisca hanya meringis mendengar percakapan itu. Kurang? Bagi Sisca ini sudah sangat berlebihan sekali! Sangat mewah dan seumur h
Senyum Sisca mengembang ketika melihat sosok itu sudah berdiri menantinya. Arnold yang masih mengenakan celana bahan dan kemeja warna biru muda itu pun tersenyum begitu lebar. Merentangkan tangannya begitu Sisca melangkah mendekati.“Nggak ada peluk-peluk di sini!” salak Sisca galak sambil menempis lengan Arnold yang terentang. “Lagian pegi belum ada sehari aja kayak setahun nggak ketemu!”Arnold mencebik, “Ya ... tahu sendiri, kan, aku paling nggak bisa jauh dari kamu? Makanya tadi aku protes ke mami pas nyuruh kamu nginep. Nggak ada nginep-nginepan! Ntar sapa yang ngelonin aku?”Sisca mencibir, mencubit lengan lelaki itu dengan gemas lalu melangkah lebih dulu meninggalkan Arnold yang kontan setengah berlari mengejar langkah Sisca.“Kamu itu kebiasaan!” protes Arnold sambil bersungut-sungut. “Gimana tadi fitting-nya? Lancar?”Sisca tersenyum, menoleh dan mengangguk pelan sebagai jawaban d
Sisca tengah mengikuti gladi bersih untuk acara pernikahannya besok ketika tiba-tiba rasa mual itu datang bersamaan dengan terhidangnya beberapa camilan basah di meja.Ia sontak bangkit, setengah berlari menuju luar ballroom ketika sudah tidak sanggup lagi menahan mual yang mendera. Arnold yang melihat itu langsung berdiri, mengejar langkah Sisca yang tergesa-gesa.Tak perlu menunggu lama, semua isi perut Sisca sontak keluar begitu ia sampai di dalam toilet. Ia jongkok sambil memegang rambutnya agar tidak terkena segala macam yang keluar dari mulutnya."Sayang? Kamu kenapa, hey?" Arnold ikut jongkok, memijit tengkuk leher Sisca dengan wajah memucat.Sisca tidak menjawab, masih serius mengeluarkan isi perutnya. Rasanya benar-benar seperti diaduk dan dia sudah tidak sanggup lagi."Sis? Kenapa sih? Jangan bikin aku panik, Sayang!" Arnold benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, wajahnya pucat dengan keringat yang mengucu