"Sejauh apa hubungan kamu sama Dirly?"
Jelita memucat, dia menatap sang bos dengan tatapan serius. Kenapa bosnya menanyakan hal itu? Apakah ada sesuatu rahasia yang laki-laki itu simpan darinya, yang tidak pernah Jelita ketahui? Dia belum beristri, bukan?
"Me-memangnya kenapa, Pak?" tanya Jelita dengan mata yang tidak lepas dari wajah Arnold.
Arnold menghela nafas panjang, menundukkan pandangannya sejenak lantas kembali menatap Jelita dengan seksama.
"Tidak apa-apa, aku hanya sedang berusaha melindungimu."
***
"Si Dirut Dajjal kemana sih?"Jelita terkejut setengah mati dengan kehadiran tiba-tiba sosok itu di depan mejanya. Ia fokus menatap wajah itu lantas menggeleng perlahan.
"Saya nggak tahu, Pak. Tadi saya lihat masih di ruangan beliau." jawab Jelita yang meninggalkan sejenak pekerjaannya.
Nampak sosok itu lantas duduk di kursi yang ada di depan Jelita, mengusap wajahnya sambil mendengus ke
Jelita mematut dirinya di depan cermin, agaknya ini bukan pilihan yang buruk. Atasan model Sabrina dengan dada berkerut warna merah dan celana highweist warna putih terlihat begitu pas dan cantik dia kenakan. Rambutnya dia curly dan dia beri jepit tepat di atas telinga sebelah kanan. Sepatu dengan hak lima centi itu menjadi pilihannya malam ini. Tak lupa tas selempang warna krem yang senada dengan warna sepatu, turut menyempurnakan penampilannya malam ini.Jelita bergegas turun, sejak lima menit yang lalu, Dirly sudah mengabari dirinya bahwa dia sudah menunggu di depan gerbang kost.Dengan langkah tergesa, Jelita keluar dan mendapati mobil berwarna hitam itu sudah stand by di sana. Jantung Jelita berdegup dua kali lebih cepat, ia melangkah menghampiri mobil itu, membuka pintunya dan masuk ke dalam."Nunggu lama, Pak?" tanya Jelita pada sosok yang tengah menatapnya dengan seksama itu, sebuah tatapan yang entah mengapa tidak membuat Jelita
Nomaden memang terkenal sebagai tempatnya steak lembut dan luar biasa nikmat. Steak olahan resto ini seolah memiliki sihir yang membuat para penikmatnya selalu ingin mencicipinya lagi dan lagi. Namun, di salah satu meja yang ada di depan stand Nomaden, agaknya bukan hanya hidangan mereka yang memiliki sihir, tetapi sosok yang begitu tampan dengan wajah cool bukan main itu seperti memiliki kekuatan yang membuat siapa saja betah menatapnya. Ya ... siapa saja, tidak terkecuali Jelita.Makan steak Nomaden dengan memandangi wajah tampan yang duduk di hadapannya ini? Astaga, nikmat mana lagi yang hendak Jelita dustakan?Jelita begitu asyik dengan steak dan 'pemandangan' di depannya, mereka sesekali mengobrol bahkan tertawa di sela-sela acara makan, hingga kemudian tangan itu terulur ke arah Jelita dan dengan begitu lembut menyeka sesuatu di bawah bibir Jelita dengan selembar tisu."Sausnya berantakan, Jel." desis Dirly dengan suara yang begitu lembut
Jelita tercekat luar biasa, dia tidak tengah bermimpi, bukan? Semua ini nyata, kan? Dirly, lelaki yang diam-diam mencuri perhatiannya, menerbangkan jutaan kupu-kupu di rongga perutnya itu, menyatakan cinta kepadanya? "ko ... ka-kamu ...," "YA!" potong Dirly tegas, "Aku serius!" Jelita tergagap, ia masih belum percaya dengan semua ini hingga Jelita tersentak ketika benda kenyal itu menyentuh bibirnya dengan begitu lembut. Wajahnya dengan Dirly kini begitu dekat, bahkan ujung hidung mereka saling bersentuhan. Bibir itu melumat lembut bibir Jelita, membuat Jelita rasanya ingin pingsan karena serangan mendadak ini. Dirly langsung main menyosor bibir? Bukan main! Jika awalnya Jelita terkejut setengah mati, dibeberapa detik kemudian, ia nampak hanyut dan terbawa permainan itu. Menikmati bahkan membalas pagutan itu dengan sama lembutnya. Bahkan satu tangan Jelita menempel dengan lembut di pipi DIrly. Bibir mereka bertaut cukup lama, hingga Di
Dirly benar-benar menuruti permintaan Jelita, berbulan-bulan mereka jalan tidak ada satupun yang mengendus hubungan mereka, Dirly sekalipun. Mereka tidak nampak dekat, jarang terlihat bersama. Ya ... ketika di kantor mereka seperti itu, tapi itu tidak berlaku ketika mereka di luar kantor. Jelita memarkirkan motornya di halaman parkir gedung apartemen Dirly, melepas helm dan membawa plastik besar yang sejak tadi bertengger di lantai motor matic-nya. Seperti biasa, hari minggu selalu Jelita habiskan dengan kekasihnya itu. Sekedar jalan-jalan, makan di luar, pergi ke luar kota atau yang terbaru, Dirly mengundang Jelita datang ke apartmen miliknya. Jelita sudah sering berkunjung ke tempat tinggal sang kekasih. Sekedar membersihkan unit itu, memasak beberapa makanan untuk Dirly dan sekedar beristirahat di sana. Meskipun begitu, untuk kunjungannya yang kali ini, Jelita sedikit merasa dag-dig-dug. Pasalnya baru kali ini mereka akan berduaan di unit yang hanya pu
"Nah, apa susahnya sih ke dokter?" Jelita tersenyum ketika mereka melangkah keluar dari ruang praktek dokter di salah satu klinik yang kebetulan buka di hari minggu. "Susah lah, aku nggak mau!" Dirly tampak mencebik. Dokternya seksi tadi kata Jelita, buktinya? Om-om, perutnya gendut lagi! Sungguh zonk sekali! Tawa Jelita pecah, membuat Dirly makin cemberut. Mereka melangkah ke tempat pengambilan obat, menyerahkan resep itu dan duduk di kursi yang tersedia. "Macam anak TK, nggak diapa-apain, kan, tadi sama dokternya? Cuma diperiksa aja, Sayang!" Jelita mencubit gemas pipi Dirly, membuat lelaki itu kembali memanyunkan bibirnya. "Katamu tadi dokternya seksi, mana?" Jelita sontak menoleh, menatap kekasihnya yang berwajah masam itu kemudian menggebuk gemas punggung Dirly, membuat lelaki itu sontak terkejut dan melonjak karena kaget. "Mau gantian ngecengin dokternya gitu? Iya?" Jelita menatap tajam Dirly yang makin pucat, wajah itu son
Jelita menjerit keras-keras ketika merasakan benda itu mulai merangsak masuk ke dalam inti tubuhnya. Rasanya begitu pedih, perih dan menyakitkan! Keringat membanjiri wajah dan tubuh Jelita. Kedua tangannya mencengkeram kuat lengan Dirly yang sama berkeringatnya. Definisi berkeringat bareng, bukan? "Sshhhh ... sempit banget, Sayang!" Dirly mendesah tertahan, wajahnya memerah dengan mata terpejam dan mulut setengah terbuka. Terlihat jelas dia begitu menikmati momen penyatuan mereka, berbeda dengan Jelita yang terisak di bawah kungkungan tubuh kekar itu. Ia makin memperkuat cengkeraman tangannya ketika benda itu makin dalam di dorong masuk. Memenuhi inti tubuh Jelita untuk yang pertama kalinya. Jelita merasakan betul benda itu merobek sesuatu di dalam inti tubuhnya, membuat dia sontak membelalakkan mata efek sensasi sakit yang teramat sangat di dalam sana. "Sssaakkitt! Please, Ko ... ini sakit banget!" Jelita merintih dengan air mata meni
Arnold menipuk jidatnya dengan gemas. Gila emang kucing garong satu itu! Jadi sekretarisnya ini sudah berhasil dia embat? Kalau biasanya sekretaris selalu ada affair sama pimpinan perusahaan, sekarang malah affair-nya sama anak magang? Bukan main!Jelita tampak terisak, menunduk di kursi yang ada di depan Arnold. Sementara Arnold kini memijat pelipisnya perlahan-lahan sambil menghirup udara banyak-banyak.Kenapa harus sekretarisnya? Bukan apa-apa, Arnold juga tidak berminat pada Jelita, tapi selama mempimpin perusahaan ini, Arnold suka kinerja Jelita. Dia cukup cekatan dan membantu banyak pekerjaan Arnold. Kalau sampai cecungguk itu cuma mau main-main saja, tentu Arnold yang tidak enak pada Jelita, bukan? Mereka saudara sepupu!"Dia tidak memberitahu mu masalah rencananya balik ke luar negeri?" tanya Arnold yang sejak awal sudah curiga, kenapa Jelita tampak begitu syok dan terkejut dengan kabar rencana Dirly yang hendak pulang melanjutkan pendi
Dirly masih tidak mengerti sebenarnya, tapi karena Jelita sudah mati-matian tidak mau dia ganggu, akhirnya dia mengalah dan keluar sendiri dari ruangan sang kekasih. Kepalanya mendadak pusing. Ada apa lagi ini? Ada masalah apa sampai Jelita bersikap seperti itu? Sampai dia menangis macam itu?Dirly segera menuju ruangan Arnold. Bukankah tadi sepupunya itu sudah menunggu kedatangannya? Dirly segera menekan knop pintu, melangkah masuk tanpa menunggu dipersilahkan."Kebiasaan!" desis Arnold sambil mencebik, Dirly memang selalu seperti itu, jadi protes bos itu hanya dibalas senyum lebar oleh Dirly."Kenapa lagi, Ko? Gue balik kamis ya?" gumam Dirly lantas duduk di kursi yang ada di depan meja Arnold."Lu yakin mau langsung pergi? Nggak merasa perlu nyelesein masalah lu dulu?"Senyum Dirly sontak lenyap, ia menatap Arnold dengan seksama. Wajah bos itu nampak santai, tapi dari sorot matanya ... Arnold tahu betul bahwa ada se