Jakarta, Indonesia
Sudah hampir seminggu Elgan pergi tanpa kabar meninggalkan Cia. Keadaan wanita itu tidak bisa dibilang baik-baik saja saat ini, karena faktanya hati dan pikirannya sedang gelisah memikir keberadaan Elgan. Semenjak kemarin Cia sudah berulang kali mencoba menghubungi nomor Elgan. Namun, tidak ada satu pun panggilannya yang dijawab oleh suaminya itu.
Pagi ini Cia kembali merasa kosong saat ia bangun dari tidur lelapnya, sama seperti beberapa hari yang lalu. Saat ia tertidur karena terlalu lama menunggu kepulangan Elgan dari kantor. Namun, apa yang ia dapatkan pagi harinya? Cia bahkan tidak menemukan siapa pun di apartemen, menandakan jika Elgan tidak pulang malam itu. Tidak! Bukannya malam itu, tapi malam-malam berikutnya Elgan juga tidak pulang ke apartemen mereka.
Cia merasa kecewa karena Elgan tidak memberi kabar hingga saat ini. Jika pun memang suaminya itu sedang sibuk dengan pekerjaannya, seharusnya ia
Seorang pria berbalut jas hitam datang ke ruang inap Amora dan menerobos masuk, memberontak para bodyguard yang menjaga di depan pintu. Syam ikut masuk menyusul pria itu. Elgan mengurai pelukannya lalu menatap pria asing yang kini berdiri di ambang pintu. Ia menatap datar pria itu yang kini balik menatapnya dengan tajam."Ma-af, Tuan. Kami sudah mencegahnya tapi dia-," Elgan mengacungkan telapak tangannya menghentikan ucapan bodyguarnya, Syam. Syam menunduk takut lalu undur diri dari hadapan Elgan yang kini tampak menahan amarah. Siapa pria yang telah lancang mengusik privasinya?"Siapa kau?" Desis Elgan tajam menatap pria berambut pirang itu.Pria itu mendengus kesal."Tidak perlu tau siapa aku. Aku kesini hanya ingin mengambil milikku." Desisnya tak kalah tajam.Apa katanya? Miliknya? Ck! Yang benar saja.Pria itu mengalihkan tatapannya dari Elgan lalu menatap Amora dengan tajam. Ditatap seperti itu membuat Amor
Setelah selesai memasukkan semua pakaian dan kebutuhan pribadinya ke dalam koper, Cia bergegas turun ke basement dengan menaiki lift.Tadi saat keluar dari kamar, Cia masih mendapati keberadaan Niko di tempatnya semula, bahkan pria itu tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya. Ternyata temannya itu tidak ingin membiarkannnya kesusahan seorang diri karena membawa koper yang isinya lumayan berat.Cia melirik Niko yang kini mengemudi di sampingnya. Semburat lelah tampak jelas di wajah pria itu jika ditelisik lebih dalam. Walaupun merasa kecewa, Cia tidak akan sanggup mendiami Niko yang sudah banyak membantunya. Sampai sekarang, Cia terus bertanya-tanya apakah Nadin sudah mengetahui dan mau menerima kabar tentang pernikahannya dengan Elgan. Melihat reaksi Nadin beberapa hari yang lalu saat di restoran, membuat Cia takut kalau Nadin akan membencinya dan beranggapan kalau ia telah merebut Elgan dari Amora."Maaf, tadi gue udah bicara kasar sama lo." Ujar Cia
Helicopter yang membawa Elgan dan Amora telah mendarat di atas gedung perusahaan pria itu setelah tadi melakukan transit di bandara Soekarno-Hatta. Elgan keluar dari heli disusul oleh Amora yang berjalan di belakangnya.Dengan senyum cerah, Amora menatap punggung Elgan yang tampak kokoh di tempatnya. Membiarkan Elgan berjalan di depannya, Amora lantas menarik nafas dalam lalu menatap sekelilingnya. Dari bangunan tinggi itu, Amora dapat dengan jelas melihat putihnya awan dan luasnya kota Jakarta. Amora juga dapat melihat puncak-puncak bangunan yang tingginya tidak kalah dari bangunan yang ia berpijak kini.Amora mengangguk-angguk pelan, akhirnya apa yang ia inginkan dapat kembali terwujud. Akhirnya ia lepas dari jangkauan Harvey, walaupun sebelumnya ia sudah putus asa untuk bisa lari dari genggaman mafia kejam itu."Mora, ayo turun." Suara Elgan menyadarkan Amora dari rasa leganya yang amat membuncah. Wanita itu lantas langsung berlari kecil untuk menyus
Cia menangis terisak di dalam pelukan hangat Elgan. Pelukan yang sangat ia rindukan selama beberapa hari ini akhirnya dapat ia rasakan kembali. Dengan tangisan terisaknya, Cia membalas pelukan Elgan dan semakin menekankan kepalanya pada dada bidang suaminya itu.Di depan mereka, Amora menatap keduanya dengan tatapan yang sulit dipercaya. mulutnya menganga dengan tangan yang terkepal erat. Apa-apaan ini? Pikirnya.Amora merasa sakit saat melihat Elgan memeluk wanita lain di tubuhnya, rasa itu seakan menyadarkannya jika semuanya telah berubah. Elgannya pasti telah banyak menjalani kehidupan baru tanpa dirinya. Hal itu membuat Amora semakin merasa sadar jika keputusannya dulu bukanlah pilihan yang tepat. Seharusnya dulu ia memilih tetap tinggal dan terus bertahan bersama Elgan walaupun sesuatu telah menimpanya. Seharusnya dulu ia bisa lebih mengesampingkan ego serta rasa malunya dan juga tidak mempercayai iming-iming yang dijanjikan Harvey."Hussstt..." Elgan me
Kepercayaan! Bisa diibaratkan dengan sebuah guci yang utuh. Indah dipandang dengan harganya yang relatif mahal. Orang-orang mempercantik rumah mereka dengan meletakkan guci di tempat-tempat tertentu, agar guci tersebut berfungsi seperti seharusnya dan jauh dari jangkauan kehancuran. Apabila guci yang indah tadi terjatuh dari tempatnya, maka akan hancur menjadi kepingan-kepingan kramik yang buruk. Seperti itu lah ibarat kepercayaan Cia kepada Elgan. Kepercayaan yang selama ini ia jaga kini hancur saat seseorang merusaknya, hancur berkeping-keping hingga tidak bisa lagi dibentuk seperti semula. Kepercayaan itu tidak secantik sebelumnya.Cia merutuki nasibnya yang sangat menyedihkan. Disela-sela tangisnya, Cia menepuk-nepuk dadanya yang terasa sakit, seolah terhimpit oleh sesuatu yang berat. Cia menatap Elgan dengan nanar dan penuh kekecewaan. Bukan kali ini saja pria itu menyakitinya, tidak! Elgan bahkan sudah berulangkali menggoreskan luka di hatinya yang kerapkali pria itu ta
Di rumah besar berlantai dua yang berada di jalan Sentosa itu tengah terjadi ketegangan. Tepatnya di ruang tamu, empat orang bersahabat itu saling melemparkan tatapan tajam.Elgan berdiri di samping sofa dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku. Rahangnya masih saja mengeras melihat Amora yang kini berada dalam pelukan Nadin. Darah yang mengalir di pelipis wanita itu sudah hilang dibersihkan oleh Nadin."Nik, bawa dia pergi dari sini." Tanpa melihat Niko yang berdiri di dekat Nadin, Elgan berujar pelan sambil menatap Amora sinis.Sekarang Elgan mulai bertanya-tanya, mengapa dulu ia bisa mencintai perempuan seperti Amora? Huh! Memikir itu membuat Elgan merasa dirinya benar-benar bodoh."Nggak! Aku gak mau pergi dari sini! Kamu udah janji nerima aku tinggal di rumah kamu! Aku gak mau pergi!" Sanggah Amora mendahului Niko yang baru saja hendak mengeluarkan suaranya."Persetan dengan janji itu. Aku gak nerima tamu yang sifatnya b
Sorot mata Cia menatap Elgan dengan tajam. Tangannya yang barusan melayangkan tamparan di pipi Elgan terasa perih. Menunjukkan seberapa kencangnya ia menampar suaminya itu. Bersalahkah ia karena melakukannya? Tentu. Tapi persetan dengan dosa. Biarkan itu dihitung saat waktunya tiba nanti. Yang penting saat ini Cia harus menyalurkan kemarahan juga kesedihan yang ada di hatinya.Jika ditanya siapa yang telah membuatnya marah dan sedih, maka sudah pasti jawabannya 100% adalah Elgan. Suami tidak tau diuntung itu telah memberikan banyak goresan di hatinya.Melihat Elgan yang mengusap pipinya membuat Cia mengepalkan tangannya kuat. Ia tidak boleh merasa kasihan maupun bersalah, karena yang pantas merasakan itu adalah Elgan. Dirinya harus menerima balasan atas tindakannya dulu."Jangan menyentuhku." Suara Cia terdengar sinis dan penuh penekanan. Matanya menatap Elgan dengan nyalang.Setelah itu, ia langsung beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Elg
Cia keluar dari kamar dengan pakaian casualnya. Setelah menutup pintu ia melirik jam kecil yang melingkar di pergelangan tangan kanannya lalu memperbaiki sling bag yang ada di bahu kirinya. Gadis itu hendak pergi ke suatu tempat. Dan sudah pasti tanpa Elgan. Cia benar-benar melakukan apa yang ia ucapkan beberapa hari lalu. Mengabaikan Elgan. Tidak! Bukan hanya mengabaikan tapi benar-benar tidak menganggap Elgan dan status mereka. Cia tidak pernah lagi mencoba untuk mengambil perhatian Elgan, tidak pernah lagi menggoda Elgan dengan kata-kata rayuannya, tidak pernah lagi menantikan kepulangan Elgan dari kantor, tidak lagi menyiapkan segala keperluan Elgan bahkan sekali pun ia tidak pernah lagi menyiapkan makanan untuk pria itu.Jangan tanya soal makan bersama seperti yang dulu sering mereka lakukan, sudah pasti Cia akan pergi dari dapur jika Elgan duduk di ruang makan untuk makan bersamanya, alhasil gadis itu akan menghabiskan makanannya di taman belakang rumah at
Hai, Kak, terimakasih banyak karena kalian sudah membaca novel ini. Tanpa dukungan kalian novel ini mungkin tidak akan bisa aku selesai dengan baik. Terimakasih atas supportnya selama ini. Di sini, aku ingin menyampaikan mengenai kelanjutan dari cerita My Cold Husband Is A CEO. Yang mana judul selanjutnya My Cold Husband IS A CEO 2. Kakak semua bisa lihat di 'tentang penulis' di bagian depan buku ini untuk melihatnya. Tentu saja aku pasti melanjutkan cerita ini karena masih banyak konflik-konflik yang akan mengiringi perjalanan rumah tangga Elgan dan Cia, kehamilan Cia dan juga perjalanan cinta Niko dan Nadin. Semoga kalian suka dengan kelanjutan cerita ini. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih.
Dua bulan kemudian. Langit masih gelap, awan masih tampak hitam. Rembulan sudah mulai turun. Azan subuh sudah berkumandang beberapa menit yang lalu. Jangan harap ada suara kokokan ayam yang menjadi alarm tidur. Ini bukan pedesaan. Orang-orang perkotaan biasanya menggunakan benda kecil dengan suara yang nyaring untuk membangunkan tidur mereka. Hal itu sama seperti Cia, wanita itu biasanya bangun karena alarm. Tapi, hari ini berbeda, Cia terbangun dari tidurnya saat rasa mual tiba-tiba merenggut tidur nyenyaknya.Di dalam kamar mandi, Cia berdiri di depan wastafel dan memuntahkan cairan bening yang terasa pahit di lidahnya. Perutnya terasa melilit, padahal ia tidak sedang menstruasi.Cia menyeka air yang lengket di mulutnya. Tidak ada makanan yang keluar kecuali cairan bening yang terasa pahit.Ruangan yang tidak terlalu besar itu terasa berputar saat Cia mencoba menegakkan t
Selesai sarapan pagi, Cia langsung mencuci piring kotor yang sudah Elgan pindahkan dari meja makan ke wastafel yang tidak jauh dari meja kompor. Ada banyak perubahan dari diri Elgan dan Cia sangat mensyukuri itu. Suaminya itu tidak lagi langsung pergi setelah selesai makan, seperti yang sudah-sudah. Kali ini, Elgan akan membantunya melakukan pekerjaan rumah yang bisa ia kerjakan. Awalnya, Cia terperangah saat melihat Elgan memindahkan piring-piring kotor itu ke wastafel. Hingga akhirnya ia mengulum senyum saat melihat Elgan kembali ke meja makan dan membersihkan meja tersebut dengan serbet.Elgan yang tadi melihat wajah keheranan Cia, langsung menjawab tanpa diminta."Aku mau bantuin istriku beresin ini, bolehkan?" Elgan menatap Cia dengan penuh cinta.Cia yang sedang berdiri di depan wastafel semakin mengembangkan senyumnya.Istriku.Kata yang manis.Walaupun perlakuan Elgan sangat sederhana, hal itu sudah mampu menyentuh
Elgan baru saja pergi dari pemakaman Alden bersama Niko dan Nadin. Pemakaman yang dilakukan dengan khidmat itu menyisakan kenangan di ingatan mereka. Mereka masih saja tidak menyangka kalau Alden benar-benar telah pergi, padahal rasanya mereka baru saja bertemu. Pertemuan mereka memang tidak disangka-sangka, sama seperti perpisahan kali ini. Semua makhluk hidup pasti akan bertemu azalnya, semua orang tau itu, tapi tetap saja setiap kepergian selalu menyisakan kesedihan. Mengapa harus demikian? Bukankah kita sudah tau akhir dari kehidupan? Bukankah kita tau kematian akan menghampiri siapapun? Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, begitulah konteksnya. Kita tidak dapat membantah dan menghindari hal tersebut.Mereka memasuki ruangan serba putih itu, bau obat-obatan langsung menyambut mereka. Di sana, sudah ada Lira dan Bima, sementara Xavier dan Elena masih di pemakaman, mereka sedang menemani Mr. Bill yang sedang berduka. Elgan segera menghampiri Cia, wanita itu sedang tidur, m
Elgan dan Amora berjalan cepat di lorong rumah sakit yang sunyi menuju ruang operasi tempat Cia dan Alden berada. Disana, Elgan melihat kedua mertuanya terduduk lemas. Mereka saling merengkuh, menangis terisak. Terlebih Elena, wanita itu tidak dapat menahan isakannya yang semakin menjadi. Tubuhnya bergetar hebat sejak mendapat kabar tentang kecelakaan putrinya. Elena meradang, kejadian waktu itu kembali terulang. Ia menggeleng kuat ketika pikiran-pikiran buruk mengenai keselamatan putrinya melintas di pikirannya. Disana, Elgan juga melihat keberadaan Mr. Bill. Pria itu tampak terpukul dengan kejadian ini. Tapi apakah itu asli atau hanya sekedar akting?."Ma, Pa." Panggilnya setelah sampai di dekat mertuanya.Xavier menatap Elgan sebentar lalu melirik Amora yang berdiri di samping pria itu. Sementara Elena tetap menangis di pelukan suaminya."Pa, maafin aku. Aku gak bisa jaga Cia dengan baik." Elgan menatap Xavier dengan perasaan bersalah.Ia telah
Cia baru saja keluar dari gedung tempatnya bekerja. Sekarang ia tengah mengendarai mobilnya sambil bersenandung ria. Cia mengetuk-ngetuk stir dengan telunjuknya mengikuti irama musik yang ia dengar. Sebuah lagu keluaran terbaru dari Taylor Swift dengan judul It's Time to Go sering ia dengar akhir-akhir ini. Cia menatap jalanan di depannya. Orang-orang tampak sedang menunggu lampu berubah hijau, termasuk dirinya.Cia termenung beberapa saat, pikirannya melayang memikirkan Elgan, pasti pria itu sedang bertemu dengan Amora saat ini. Ia tidak mengungkit hal tersebut tadi pagi karena menunggu pengakuan dari Elgan, tapi tampaknya pria itu tidak berniat memberitahunya bahwa ia akan bertemu Amora sore ini. Cia juga malas untuk bertanya. Biarkan saja pria itu melakukan apapun yang ia suka. Lampu di depannya sudah berubah, Cia langsung tancap gas menyusuri jalanan disana. Beberapa menit kemudian, ia keluar dari mobil setelah melepas sealtbelt dan mengambil tasnya di jok sebelah.
Langit masih gelap menandakan hari masih malam, tapi Cia sudah terusik dari tidurnya. Ia melenguh pelan disusul dengan matanya yang kian terbuka. Cia mengusap matanya pelan lalu mengedarkan pandangannya ke segala arah. Gelap. Ruangan dimana ia dan Elgan tidur hanya diterangi oleh cahaya yang berasal dari lampu yang berada di atas nakas.Cia mengulurkan tangan dan mengambil ponselnya yang berada di atas nakas lalu melihat jam yang tertera di benda pipih itu."Masih jam setengah empat. Berarti gue baru tidur sekitar satu jam setengah, huh!" Ucapnya pelan lalu kembali meletakkan ponselnya ke tempat semula.Cia menoleh ke samping dan melihat Elgan yang masih terpecam. Pria itu tidur menyamping ke arahnya dengan lengan kekarnya yang berada di atas perutnya. Ia yang tadinya tidur telentang kini merubah posisinya menjadi menghadap Elgan. Senyum manis langsung terukir di bibir tipisnya saat melihat wajah Elgan yang tak berekpresi. Dengan perlahan tangannya terulur
Elgan memasuki kamar dimana di dalamnya sudah ada Cia yang baru saja keluar dari kamar mandi. Elgan memperhatikan tubuh Cia yang kini sudah dibalut gaun tidur. Sexy dan tentunya menggoda. Elgan yang berdiri kaku di ambang pintu baru menyadari betapa indahnya tubuh ciptaan tuhan tersebut. Kemana saja ia selama ini hingga sekarang ia baru menyadari hal tersebut? Akh! Elgan merutuki dirinya yang telah menyia-nyiakan ke-agresifan Cia dulu.Andai saja dulu ia tidak dibutakan oleh cinta masa lalunya, pasti sekarang ia dan Cia sudah bahagia dan selalu menghabiskan malam mereka dengan kegiatan panas yang menguras tenaga. Huh! Elgan jadi panas dingin memikirkannya."Gimana caranya supaya gue bisa dapetin Cia lagi?"Elgan menyandarkan tubuhnya di kosen pintu sambil memperhatikan gerak gerik Cia yang sedang menyisir rambut di depan cermin.Elgan ingin merasakan tubuh itu lagi!"Akkhh!!" Elgan meremas rambutnya frustasi. Mengapa di saat yang
Mobil sport hitam yang dikemudi oleh Alden tampak melaju membelah kepadatan kota Jakarta. Gedung-gedung pencakar lagi tak luput dari perjalanan mereka. Para pengguna jalan dari bermacam generasi menjadi point penting untuk kepadatan kota itui. Alden bersenandung kecil mengikuti irama musik yang berasal dari radio. Sebuah lagu yang berjudul; Bukan Dia Tapi Aku yang dibawakan oleh Judika ikut ia nyanyikan bersama jarinya yang sesekali mengetuk-ngetuk stir mobil. Tidak berapa lama kemudian, mobil hitam itu tampak melambat dan berbelok memasuki salah satu gedung pencakar langit lalu berhenti di basement.Alden dan Cia turun dari mobil. Cia yang baru pertama kali datang ke perusahaan itu celinga-celinguk menatap keseluruhan interior. Semuanya tampak cantik dan mewah. Mereka memasuki lobby dan tanpa bertanya kepada resepsionis Alden menarik Cia memasuki lift yang Cia yakin lift itu di khususkan hanya untuk pemegang saham terbesar. Keluar dari lift, Alden kembali menggandeng tangan