"Aakkhh... Sakit bego!" Bentaknya pada Niko yang tidak sengaja memukul jemarinya dengan batu yang lumayan besar.
Niko meringis melihat Elgan.
"Hehe... gak sengaja, Bro."
"Gampang banget lo ngomongnya!" Sarkas Elgan sambil meniup-niup jemarinya.
"Buang." Suruh Elgan.
Niko tampak bingung.
"Apanya?" Tanya Niko polos.
"Batu." Ujar Elgan pelan. Ia menghembuskan nafas lelah melihat tampang Niko yang sangat menyebalkan.
Buk.
Suara batu tersebut terdengar jelas saat bertubrukan dengan tanah.
"Udah." Ucap Niko sambil membersihkan telapak tangannya.
Elgan diam. Ia terus sibuk dengan ponsel di tangannya. Usaha mereka untuk menghidupkan mesin mobil tersebut hancur sia-sia saat tiba-tiba mesin itu meledak dan mengeluarkan asap.
Niko bersenandung kecil sambil sesekali meliukkan tubuhnya mengikuti irama musik dari ponselnya. Ia tengah mendengarkan lagu India. Benar-be
Setelah beberapa menit terdiam dengan pemikiran masing-masing, Alden berpamitan ingin pergi."Kalo gak ada yang mau dibicarain lagi, gue pergi duluan ya." Ujarnya lalu berdiri.Cia tampak bingung.Nadin? Gadis itu mengangguk sambil tersenyum ramah. Tatapan memuja ia tunjukkan kearah Alden. Untuk sesaat ia lupa dengan Niko."Eem... itu... lo mau gak bantuin, gue?" Tanya Cia.Alden diam menatap Cia.Cia meneruskan perkataannya."Maksud gue, lo mau gak nganterin gue sama temen-temen gue ke tempat yang kita tuju?" Pinta Cia sambil memelas lalu berdiri di hadapan Elgan."Mau, ya?" Pinta Cia sedikit memohon dengan penuh harap. Ia mewanti-wanti jawaban Alden.Dalam hati, Alden tertawa senang. Namun, hanya tampang datar yang ia perlihatkan pada Cia, seolah-olah permintaan gadis itu sangat sulit untuk disetujui."Please...." Lirih Cia dengan sedikit menunduk.Alden mendesah bingung lalu meng
Pagi pertama di kota terpencil tempat mereka berlibur, Cia dan yang lainnya telah berencana akan pergi mengelilingi semua kawasan wisata. Lebih tepatnya, itu adalah keinginan Cia, Nadin dan Niko. Sedangkan, Elgan? Pria berparas tampan itu tampak ogah-ogahan mengikuti kemauan kedua teman dan istrinya.Cia dan Nadin sudah siap dengan pakaian santai mereka, serta sendal jepit yang menjadi alas kaki mereka yang mulus."Cuaca hari ini bagus deh." Cia menengadah menatap langit di atasnya."Ya bagus deh kalo gitu, berarti timing kita pas buat jalan-jalan." Balas Nadin sembari mengunci pintu kamar mereka."Let's go." Nadin membuyarkan lamunan Cia yang tengah asik memandangi kawasan di sekelilingnya.Nadin dan Cia berjalan beriringan menyusuri koridor penginapan. Sesekali mereka mengeluarkan candaan yang membuat keduanya tertawa bersama. Dari lantai atas, mereka melihat Elgan dan Niko yang sedang berdiri dipinggir kolam. Yang mereka yakin
Cia refleks menjauhkan tangannya dari lengan Elgan saat mendapat tatapan penuh selidik dari Nadin. Gadis itu cengengesan tidak jelas sembari mengulum bibirnya tipis.Tidak ada yang membuka suara membuat Nadin menghela nafas sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada.Mampus gue, Cia merutuki dirinya. Bisa-bisanya ia melakukan hal bodoh seperti itu di depan Nadin. Bisa-bisa sahabatnya itu curiga kepada dirinya.Cia melirik Elgan yang berdiri di sampingnya seakan meminta pria itu untuk membantunya. Tatapan mereka bertemu, seolah jantungnya berhenti berdetak, Cia menahan nafasnya saat mendapati wajah Elgan yang kaku, mata tajam pria itu menatapnya seakan ingin menusuknya dan rahang pria itu tampak mengeras. Semua ini salahnya, Cia menatap Elgan dengan tatapan menyesal. Ekspresi Elgan sudah cukup menggambarkan jika pria itu sedang marah besar kepadanya. Cia menunduk tidak berani menatap Nadin yang berdiri di depannya."Jawab dong. Gue penasara
Alden Saptaprabu, pria keren yang tidak kalah tampan dari Elgan. Pria yang mempunyai daya tarik tersendiri membuat dirinya banyak dijadikan incaran para wanita. Tentunya, wanita yang tidak baik-baik. Kebiasaannya yang suka tebar pesona jika melihat wanita sexy. Alden juga tidak kalah kaya dari Elgan. Mereka sama-sama memegang perusahan yang terkenal. Banyak persamaan diantara keduanya. Namun, perbedaan mereka juga tidak lah sedikit. Mereka saling kenal. Namun, satu hal yang membuat keduanya seakan-akan berada di zona yang berbeda. Satu hal, yang hanya keduanya dan tuhan tahu.Beberapa minggu yang lalu, Alden bertemu dengan Cia. Pertemuan yang sangat tidak disangka. Kejadian yang tak terduga membuat keduanya bertemu atau saling tatap untuk pertama kalinya. Dan beberapa waktu yang lalu, mereka kembali bertemu. Juga dengan tidak disengaja.Alden merasakan sesuatu yang berbeda saat melihat dan mengingat gadis gitu. Sejak mereka bertemu per
Elgan mengeratkan pelukannya pada tubuh Cia. Aroma Cia yang menenangkan langsung menyeruak memenuhi penciumannya. Baru kali ini mereka berdekatan sedekat ini. Sebenarnya Elgan masih sedikit kesal dengan gadis digendongannya ini. Tapi, entah mengapa rasanya ia tidak bisa menumpahkan amarahnya untuk saat ini. Elgan menunduk menatap Cia yang bersandar di dada bidangnya. Mengingat soal Alden, Elgan rasanya benar-benar ingin memberikan bogeman mentah pada wajah si brengsek itu. Berani-beraninya si brengsek itu menyentuh miliknya, pikir Elgan. Miliknya? Benarkah jika Elgan sudah mengklaim Cia sebagai miliknya? Entahlah. Elgan tidak ingin ambil pusing memikirkan itu. Namun, tetap saja ada yang janggal saat melihat Alden begitu peduli pada Cia.Kamar penginapan Cia sudah tampak di depan mata. Elgan dengan tubuhnya yang kokoh tidak sedikit pun merasa kesulitan menggendong tubuh Cia yang tidak bisa dibilang kecil. Hal itu, membuktikan jika pria it
Lambert CorpNadin baru saja keluar dari lift menuju ruangan si pria arrogant. Siapa lagi kalau bukan Elgan, yang Cia sebut si Kulkas Rusak. Suara stilettonya menggema saat menuju ruangan Elgan. Tidak jauh di depannya tampak Niko yang sedang sibuk dengan laptop yang menyala. Jari-jarinya dengan lincah menari di atas keyboard.Dengan semangat, Nadin menghampiri Niko yang saat ini belum menyadari kehadirannya. Bahkan, saat sudah berdiri di samping pria itu pun, Niko juga belum menyadarinya. Nadin mengamati wajah Niko yang tampak serius, mata tajamnya menatap lurus layar di depannya seakan menghunus benda datar tersebut.Nadin menunduk dan mendekatkan wajahnya di samping wajah kekasihnya tersebut."Ehem.." Nadin berdehem tepat di telingan Niko.Refleks Niko langsung menoleh ke samping.CupNiko terpaku saat bibirnya tanpa sengaja bersentuhan dengan sesuatu yang lembut. Namun, saat melihat wajah Nadin yang tersenyum memb
Sesuai dengan rencana awal, malam ini Cia akan bertemu dengan Alden di sebuah restaurant. Tadi, saat tiba di apartemen, Cia tidak mendapati kehadiran Elgan disana. Ternyata suaminya itu belum pulang dari kantor.Cia telah siap dengan dress yang melekat di tubuh rampingnya. Dress berwarna putih dengan panjang selutut itu tampak sangat cocok membalut kulitnya yang putih. Rambutnya sengaja ia kuncir agar tidak terlalu membuatnya gerah. Sentuhan terakhir, Cia melingkarkan jam tangan kecil berwarna hitam pada pergelangan tangan kanannya. Sudah jam 19:55 saat gadis itu melirik jam yang berada di pergelangan tangannya. Dapat dipastikan kalau Cia akan telat bertemu Alden malam ini, karena sebelumnya Alden memberitahunya untuk bertemu saat jam delapan sementara ia masih belum berangkat.Drrttt... drrttt...Getaran pada ponselnya menghentikan langkah Cia. Ia segera mengambil ponsel berwarna putih tersebut dari dalam sling bagnya."Lo udah jalan?" 
Pukul 04:25 WIB, hari masih gelap. Segelap ruangan persegi yang saat ini dihuni oleh dua makhluk tuhan yang masih berada di alam mimpi. Ruangan yang hanya diterangi oleh cahaya dari lampu tidur LED itu menampakkan sepasang insan yang sedang bergulung di dalam selimut tebal dengan tubuh yang berdekatan dan saling berpelukan.Seperti yang diinginkan Cia kemarin malam, Elgan benar-benar tidur di kamar mereka. Kemarin, setelah kepergian Cia ke kamar untuk tidur, Elgan berpikir keras mengenai dirinya yang terasa aneh menurutnya. Elgan merasa ada yang berbeda di dalam dirinya jika sedang bersama Cia. Tapi sekeras apapun ia berpikir malam itu, Elgan sama sekali tidak mendapatkan jawaban yang membuatnya puas. Malahan, Elgan merasa kepalanya menjadi sakit dan memutuskan untuk tidur bergabung bersama Cia.Eghhh....Lenguhan terdengar dari salah satu diantara mereka disertai dengan timbulnya gerakan dari ranjang tersebut."Jam berapa sih ini?" Cia berusaha mengumpulkan
Hai, Kak, terimakasih banyak karena kalian sudah membaca novel ini. Tanpa dukungan kalian novel ini mungkin tidak akan bisa aku selesai dengan baik. Terimakasih atas supportnya selama ini. Di sini, aku ingin menyampaikan mengenai kelanjutan dari cerita My Cold Husband Is A CEO. Yang mana judul selanjutnya My Cold Husband IS A CEO 2. Kakak semua bisa lihat di 'tentang penulis' di bagian depan buku ini untuk melihatnya. Tentu saja aku pasti melanjutkan cerita ini karena masih banyak konflik-konflik yang akan mengiringi perjalanan rumah tangga Elgan dan Cia, kehamilan Cia dan juga perjalanan cinta Niko dan Nadin. Semoga kalian suka dengan kelanjutan cerita ini. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih.
Dua bulan kemudian. Langit masih gelap, awan masih tampak hitam. Rembulan sudah mulai turun. Azan subuh sudah berkumandang beberapa menit yang lalu. Jangan harap ada suara kokokan ayam yang menjadi alarm tidur. Ini bukan pedesaan. Orang-orang perkotaan biasanya menggunakan benda kecil dengan suara yang nyaring untuk membangunkan tidur mereka. Hal itu sama seperti Cia, wanita itu biasanya bangun karena alarm. Tapi, hari ini berbeda, Cia terbangun dari tidurnya saat rasa mual tiba-tiba merenggut tidur nyenyaknya.Di dalam kamar mandi, Cia berdiri di depan wastafel dan memuntahkan cairan bening yang terasa pahit di lidahnya. Perutnya terasa melilit, padahal ia tidak sedang menstruasi.Cia menyeka air yang lengket di mulutnya. Tidak ada makanan yang keluar kecuali cairan bening yang terasa pahit.Ruangan yang tidak terlalu besar itu terasa berputar saat Cia mencoba menegakkan t
Selesai sarapan pagi, Cia langsung mencuci piring kotor yang sudah Elgan pindahkan dari meja makan ke wastafel yang tidak jauh dari meja kompor. Ada banyak perubahan dari diri Elgan dan Cia sangat mensyukuri itu. Suaminya itu tidak lagi langsung pergi setelah selesai makan, seperti yang sudah-sudah. Kali ini, Elgan akan membantunya melakukan pekerjaan rumah yang bisa ia kerjakan. Awalnya, Cia terperangah saat melihat Elgan memindahkan piring-piring kotor itu ke wastafel. Hingga akhirnya ia mengulum senyum saat melihat Elgan kembali ke meja makan dan membersihkan meja tersebut dengan serbet.Elgan yang tadi melihat wajah keheranan Cia, langsung menjawab tanpa diminta."Aku mau bantuin istriku beresin ini, bolehkan?" Elgan menatap Cia dengan penuh cinta.Cia yang sedang berdiri di depan wastafel semakin mengembangkan senyumnya.Istriku.Kata yang manis.Walaupun perlakuan Elgan sangat sederhana, hal itu sudah mampu menyentuh
Elgan baru saja pergi dari pemakaman Alden bersama Niko dan Nadin. Pemakaman yang dilakukan dengan khidmat itu menyisakan kenangan di ingatan mereka. Mereka masih saja tidak menyangka kalau Alden benar-benar telah pergi, padahal rasanya mereka baru saja bertemu. Pertemuan mereka memang tidak disangka-sangka, sama seperti perpisahan kali ini. Semua makhluk hidup pasti akan bertemu azalnya, semua orang tau itu, tapi tetap saja setiap kepergian selalu menyisakan kesedihan. Mengapa harus demikian? Bukankah kita sudah tau akhir dari kehidupan? Bukankah kita tau kematian akan menghampiri siapapun? Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, begitulah konteksnya. Kita tidak dapat membantah dan menghindari hal tersebut.Mereka memasuki ruangan serba putih itu, bau obat-obatan langsung menyambut mereka. Di sana, sudah ada Lira dan Bima, sementara Xavier dan Elena masih di pemakaman, mereka sedang menemani Mr. Bill yang sedang berduka. Elgan segera menghampiri Cia, wanita itu sedang tidur, m
Elgan dan Amora berjalan cepat di lorong rumah sakit yang sunyi menuju ruang operasi tempat Cia dan Alden berada. Disana, Elgan melihat kedua mertuanya terduduk lemas. Mereka saling merengkuh, menangis terisak. Terlebih Elena, wanita itu tidak dapat menahan isakannya yang semakin menjadi. Tubuhnya bergetar hebat sejak mendapat kabar tentang kecelakaan putrinya. Elena meradang, kejadian waktu itu kembali terulang. Ia menggeleng kuat ketika pikiran-pikiran buruk mengenai keselamatan putrinya melintas di pikirannya. Disana, Elgan juga melihat keberadaan Mr. Bill. Pria itu tampak terpukul dengan kejadian ini. Tapi apakah itu asli atau hanya sekedar akting?."Ma, Pa." Panggilnya setelah sampai di dekat mertuanya.Xavier menatap Elgan sebentar lalu melirik Amora yang berdiri di samping pria itu. Sementara Elena tetap menangis di pelukan suaminya."Pa, maafin aku. Aku gak bisa jaga Cia dengan baik." Elgan menatap Xavier dengan perasaan bersalah.Ia telah
Cia baru saja keluar dari gedung tempatnya bekerja. Sekarang ia tengah mengendarai mobilnya sambil bersenandung ria. Cia mengetuk-ngetuk stir dengan telunjuknya mengikuti irama musik yang ia dengar. Sebuah lagu keluaran terbaru dari Taylor Swift dengan judul It's Time to Go sering ia dengar akhir-akhir ini. Cia menatap jalanan di depannya. Orang-orang tampak sedang menunggu lampu berubah hijau, termasuk dirinya.Cia termenung beberapa saat, pikirannya melayang memikirkan Elgan, pasti pria itu sedang bertemu dengan Amora saat ini. Ia tidak mengungkit hal tersebut tadi pagi karena menunggu pengakuan dari Elgan, tapi tampaknya pria itu tidak berniat memberitahunya bahwa ia akan bertemu Amora sore ini. Cia juga malas untuk bertanya. Biarkan saja pria itu melakukan apapun yang ia suka. Lampu di depannya sudah berubah, Cia langsung tancap gas menyusuri jalanan disana. Beberapa menit kemudian, ia keluar dari mobil setelah melepas sealtbelt dan mengambil tasnya di jok sebelah.
Langit masih gelap menandakan hari masih malam, tapi Cia sudah terusik dari tidurnya. Ia melenguh pelan disusul dengan matanya yang kian terbuka. Cia mengusap matanya pelan lalu mengedarkan pandangannya ke segala arah. Gelap. Ruangan dimana ia dan Elgan tidur hanya diterangi oleh cahaya yang berasal dari lampu yang berada di atas nakas.Cia mengulurkan tangan dan mengambil ponselnya yang berada di atas nakas lalu melihat jam yang tertera di benda pipih itu."Masih jam setengah empat. Berarti gue baru tidur sekitar satu jam setengah, huh!" Ucapnya pelan lalu kembali meletakkan ponselnya ke tempat semula.Cia menoleh ke samping dan melihat Elgan yang masih terpecam. Pria itu tidur menyamping ke arahnya dengan lengan kekarnya yang berada di atas perutnya. Ia yang tadinya tidur telentang kini merubah posisinya menjadi menghadap Elgan. Senyum manis langsung terukir di bibir tipisnya saat melihat wajah Elgan yang tak berekpresi. Dengan perlahan tangannya terulur
Elgan memasuki kamar dimana di dalamnya sudah ada Cia yang baru saja keluar dari kamar mandi. Elgan memperhatikan tubuh Cia yang kini sudah dibalut gaun tidur. Sexy dan tentunya menggoda. Elgan yang berdiri kaku di ambang pintu baru menyadari betapa indahnya tubuh ciptaan tuhan tersebut. Kemana saja ia selama ini hingga sekarang ia baru menyadari hal tersebut? Akh! Elgan merutuki dirinya yang telah menyia-nyiakan ke-agresifan Cia dulu.Andai saja dulu ia tidak dibutakan oleh cinta masa lalunya, pasti sekarang ia dan Cia sudah bahagia dan selalu menghabiskan malam mereka dengan kegiatan panas yang menguras tenaga. Huh! Elgan jadi panas dingin memikirkannya."Gimana caranya supaya gue bisa dapetin Cia lagi?"Elgan menyandarkan tubuhnya di kosen pintu sambil memperhatikan gerak gerik Cia yang sedang menyisir rambut di depan cermin.Elgan ingin merasakan tubuh itu lagi!"Akkhh!!" Elgan meremas rambutnya frustasi. Mengapa di saat yang
Mobil sport hitam yang dikemudi oleh Alden tampak melaju membelah kepadatan kota Jakarta. Gedung-gedung pencakar lagi tak luput dari perjalanan mereka. Para pengguna jalan dari bermacam generasi menjadi point penting untuk kepadatan kota itui. Alden bersenandung kecil mengikuti irama musik yang berasal dari radio. Sebuah lagu yang berjudul; Bukan Dia Tapi Aku yang dibawakan oleh Judika ikut ia nyanyikan bersama jarinya yang sesekali mengetuk-ngetuk stir mobil. Tidak berapa lama kemudian, mobil hitam itu tampak melambat dan berbelok memasuki salah satu gedung pencakar langit lalu berhenti di basement.Alden dan Cia turun dari mobil. Cia yang baru pertama kali datang ke perusahaan itu celinga-celinguk menatap keseluruhan interior. Semuanya tampak cantik dan mewah. Mereka memasuki lobby dan tanpa bertanya kepada resepsionis Alden menarik Cia memasuki lift yang Cia yakin lift itu di khususkan hanya untuk pemegang saham terbesar. Keluar dari lift, Alden kembali menggandeng tangan