Niko menatap gadis di depannya dengan dahi yang mengernyit. Ia tidak salah dengarkan? Bisa-bisanya gadis itu..."Kenapa aku harus memberimu nomorku?" tanya Niko pelan.Mereka saling menatap dengan senyum tipis yang terukir di bibir masing-masing. Melody tergelak pelan. Benar juga apa yang ditanyakan Niko. Untuk apa juga ia tiba-tiba menginginkan nomor pria itu?"Tentu saja aku ingin kita berteman setelah ini." Good job! Melody ini tidak tahu malu atau apa ya... Sejak kapan seorang wanita lebih dulu meminta seperti ini. C'mon, itu bukan menjadi masalah untuk Melody.Niko terdiam. Tubuhnya bergerak mengikuti alunan musik. Melody juga melakukan hal yang sama. Ia mengikuti kemana kaki Niko melangkah, memutar tubuh dan akhirnya jatuh di tangan Niko yang menangkap tubuhnya dengan menahan pinggangnya. Gerakan yang satu ini terkesan romantis. Mereka saling menatap, menyuarakan suara lewat tatapan itu.Niko bukannya terpana dengan
Matahari sudah mulai memasuki kamar sepasang suami istri dari sela-sela gorden yang tertiup angin darat. Elgan buru-buru bangkit dari tempat tidur setelah membaca pesan masuk dari sekretarisnya. Elgan tidak habis pikir mengapa sahamnya tiba-tiba merosot jauh. Setahunya, selama ini hal itu tidak pernah ada masalah atau apapun. Elgan harus bergerak cepat. Ia harus segera bertemu dengan rekan-rekannya dan mendiskusikan hal ini.Cia yang masih bergulung di dalam selimut meraba-raba tempat di sampingnya yang kini telah kosong. Cia lantas membuka matanya setelah menyadari Elgan tidak lagi berada di sampingnya. Cia menyingkap selimut dan membiarkan kilauan cahaya masuk menembus retinanya. Mendengar suara air di kamar mandi membuat Cia kembali tenang karena ternyata Elgan berada di sana."Sshhh," Cia mendesis dan matanya memicing saat perutnya terasa dililit. Cia mencoba meredakan rasa sakit yang ia rasakan dengan mengusap-usap perutnya. Napasnya yang
Cia menunggu kepulangan Elgan dengan tidak sabar. Ia duduk di depan TV sambil mengusap perutnya dan menonton siaran yang berlangsung di depannya. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 14:00 WIB, namun Elgan belum juga pulang. Cia sudah menahan laparnya dari satu jam yang lalu. Ia tidak ingin makan lebih dulu dan bersikeras untuk menunggu Elgan agar mereka bisa makan bersama nantinya. Cia mengambil ponsel yang ada di sebelahnya dan kembali melihat jam yang tertera dilayar pipih itu. Sudah 5 menit berlalu dari ia menelpon Elgan terakhir kali, namun suaminya itu belum juga menghubunginya kembali. Cia bertanya-tanya dalam hati mengapa hari ini ponsel suaminya itu sangat susah dihubungi. Jika dihitung, Cia sudah hampir 6 kali menelpon Elgan dan semua panggilannya hanya dijawab oleh suara operator yang mengatakan kalau nomor Elgan sedang tidak dapat dihubungi dan berada di luar jangkauan. Cia kembali meletakkan ponselnya seraya menguap, menahan kantuk yang kini menderanya."Papa
Setelah mereka berdamai, mengabaikan Cia bukan lagi menjadi hal yang biasa. Sebisa mungkin Elgan meluangkan waktunya dan memberikan segala yang Cia inginkan. Kini, tidak sekalipun Elgan dengan sengaja berniat menyakiti istrinya itu, ia bahkan kerap berhati-hati agar tidak melakukan kesalahan. Apalagi kini Cia sedang hamil, sudah pasti hormonnya tidak stabil dan mudah tersinggung ataupun sakit hati.Tadi, setelah mendengar penuturan Niko, Elgan langsung pamit kepada papanya untuk pulang dan bertemu dengan Cia sebelum ia berangkat ke Barcelona. Elgan akan menyempatkan waktu yang sedikit ini untuk mengecek langsung keberadaan istrinya yang saat ini mungkin sedang menggerutu kepadanya."Syam, cepat," desak Elgan untuk yang kedua kalinya kepada bodyguard tersebut.Elgan duduk di jok belakang dengan meremas tangannya yang memegang ponsel, gugup. Ia sudah sangat terlambat dari jam makan siang yang seharusnya. Bisa dikatakan ini sudah menuju jam makan
Mobil keluaran terbaru yang dikemudikan oleh Syam sampai di bandara, begitupun dengan mobil yang sedari tadi mengikuti mereka dari belakang. Elgan dan Cia berjalan sambil bergandengan tangan dengan beberapa bodyguard yang berjalan di samping dan belakang mereka. Elgan menatap angkuh ke depan, tanpa melirik sekitar kanan dan kirinya. Ia hanya fokus kepada jalannya dan sesekali menoleh kepada Cia.Jet yang akan membawanya terbang telah terlihat di depan mata. Di sana, Niko dan Nadin berdiri berdampingan menyambut kedatangan mereka bersama beberapa bodyguard. Cia yang berada di samping Elgan lantas menoleh kepada suaminya itu."El, Niko juga ikut?" tanyanya, lalu kembali menatap ke depan."Enggak, Sayang. Aku pergi dengan Syam," jawab Elgan lembut, yang dibalas Cia dengan anggukan singkat.Elgan sengaja tidak membawa Niko bersamanya kali ini karena ia telah memerintahkan sekretarisnya itu untuk mengurus perusahaan yang ada di sini s
Matahari pertama setelah kepergian Elgan terbit menyinari sebuah kamar yang penghuninya tampak tidak terlalu bergairah. Di atas tempat tidur king size itu, sang ratu tidur sambil memeluk salah satu kemeja sang raja yang kini jauh di belahan bumi lain. Di samping wanita itu, sosok yang tadi tidur di sana telah bangun meninggalkan Cia yang masih tampak nyaman dengan posisinya. Cia sesekali mencium wangi tubuh Elgan di baju itu, membuatnya semakin merindukan suaminya. Ayolah, ini pilihan Cia. Elgan sudah mengajaknya berulang kali untuk ikut bersamanya, tapi wanita itu masih keras kepala dan kekeh untuk tinggal. Alhasil, ia harus merasakan kerinduan yang sebelumnya mungkin tidak pernah terpikir olehnya."Elgan pergi untuk urusan bisnis, gue harus bisa terima dan nahan gejolak rindu ini," gumam Cia sambil mengusap kerah baju Elgan yang ada di pelukannya."Masih jam 7, di sana pasti masih gelap dan Elgan belum sampai." Cia merubah posisi tidurnya da
Barcelona merupakan kota yang paling banyak dikunjungi di Spanyol. Lalu lintasnya sangat padat dan macet, sehingga sering kali terjadi kecelakaan yang bahkan terjadi hampir setiap 19 detik sekali. Karena hal itu juga, para penduduknya lebih memilih untuk berjalan kaki ketimbang menggunakan kendaraan. Mobil mewah yang beberapa menit lalu menjemput Elgan di bandara ikut terjebak bersama para pengendara lainnya di depan lampu lalu lintas. Persis seperti rumor yang beredar, begitu banyak mobil yang berjejer di sepanjang jalan, mungkin mencapai 200 meter ke belakang, saat lampu merah menyala di detik ke 5.Perjalanan yang lama dan sangat membosankan membuat Elgan malas untuk memperhatikan ataupun melihat-lihat jalanan yang sangat jarang ia lalui itu. Di jok belakang, Elgan diam mengetuk-ngetuk pahanya dengan telunjuk sambil bersandar, mengenyahkan tubuhnya yang terasa kaku. Pikiran Elgan berkelana jauh ke Indonesia, membayangkan wajah Cia yang cantik membuat rindunya semakin membu
"Mel, gue ke kamar mandi dulu ya. Lo sendiri dulu gak papa ya?" Cia mengulum senyum melihat Melody yang duduk di depannya.Melody mengangguk seraya ikut tersenyum."Iya, Cia, gak papa kok."Cia lantas beranjak dari kursinya dan meninggalkan Melody di sana. Mereka baru saja hendak memulai makan siang, namun Cia tiba-tiba kebelet ke kamar mandi untuk buang hajat.Melihat Cia yang berjalan memunggunginya, Melody menatap wanita itu dengan datar dan tajam. Senyum manisnya hilang detik itu juga. Digantikan dengan seringai tipis yang akan membuat siapa saja tau seberapa bencinya Melody kepada Cia. Mengalihkan pandangannya dari Cia, Melody menatap beberapa menu makan siang yang sudah tertata rapi atas meja makan. Tidak ketinggalan, segelas susu ibu hamil yang sudah dibuatkan Ratih untuk majikan kesayangannya itu.Melody mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan tersebut. Hanya ada ia dan Santi di sana."Bag
Lima tahun kemudianMasih sama seperti beberapa tahun sebelumnya, rumah mewah yang dihuni oleh Elgan bersama istri dan anaknya tetap dijaga ketat oleh beberapa bodyguard di beberapa bagian. Semua hal itu dilakukan Elgan demi keselamatan dan keamanan keluarga kecilnya. Sejauh ini memang tidak pernah lagi terjadi hal-hal mengerikan yang dulu pernah menimpa mereka, namun bukan berarti Elgan akan mencabut semua keamanan itu. Tidak! Ia tetap tidak ingin mengambil resiko yang berbahaya hanya karena situasi saat ini terlihat aman. Elgan tidak bisa menjamin kalau orang-orang di luar sana tidak ada yang membencinya. Elgan masih takut dan trauma untuk mempercayai orang lain dengan mudah. Setelah Mr. Bill mengkhianatinya, tidak ada satupun orang lain yang menjadi teman dekatnya. Tentu saja Niko dan Nadi berbeda. Elgan bisa menjamin kesetiaan sepasang suami istri itu kepada keluarganya.Siang ini, Elgan sedang tidak berada di rumah. Ia masih memiliki beberapa t
Setiap wanita pasti menginginkan pernikahan yang sangat berkesan di hidupnya karena hanya dilakukan sekali seumur hidup. Menikah dengan orang yang dicintai merupakan suatu anugerah dari Tuhan karena telah mengizinkan kita menikah dengan orang tersebut. Sebagian orang mungkin menghadapi pilihan yang pahit saat pihak keluarga lebih memilih menikahkan putra atau putri mereka dengan gadis dan lelaki pilihan mereka sendiri. Untungnya, keluarga Nadin dan Niko bukan orang-orang yang seperti itu. Mereka diizinkan untuk memilih pendamping hidup masing-masing dan tidak memaksakan kehendak.Mungkin hal itu jugalah yang menjadi perbedaan antara keluarga besar Elgan dan Niko. Namun, bukan itu yang terpenting karena masing-masing dari mereka akhirnya telah menemukan kebahagiaan. Dan semua itu tidak didapat dengan begitu mudah. Pengorbanan yang tidak sedikit telah mereka lakukan demi sampai pada titik yang bernama bahagia.Acara pernikahan tidak berlangsung di Jakarta pus
Dua tahun kemudianDi kamar tidur seorang anak kecil yang kemarin baru saja merayakan ulangtahunnya yang ke dua tahun, King berupaya untuk turun dari tempat tidur setelah menyalakan lampu nakas.Rambutnya yang kusut serta mata sayu yang masih setengah terbuka itu membuat King tampak begitu menggemaskan.Berhasil. King berhasil mendarat dengan sempurna di atas lantai. Senyum tipis terukir di bibirnya yang berwarna pink alami. Berjalan pelan menuju pintu, King berjinjit agar tangannya bisa mencapai gagang pintu dan membukanya. Lagi-lagi ia menarik kedua sudut bibirnya saat berhasil melakukan hal tersebut.King berlari kecil menuju kamar yang ada di sebelah kamarnya. Sesampainya di depan pintu itu, ia kembali berjinjit dan membuka pintu selebar-lebarnya. Di sana, ia langsung mendapati kedua orang tuanya yang masih bergelut di balik selimut tebal yang sangat cocok untuk menghangatkan tubuh di kala musim dingin seperti ini.Setelah menutup p
Kehilangan. Tidak seorangpun menginginkan perpisahan. Kehilangan seseorang meninggal luka mendalam di hati orang-orang yang ditinggalkan.Di depan makan sang putri, Cia terisak pelan seraya mengusap gundukan tanah yang masih basah. Bahunya bergetar hebat, menyeimbangi isak tangisnya yang tak kunjung berhenti.Elgan yang berjongkok di samping sang istri tidak berhenti mengusap pundak Cia. Untuk yang kedua kalinya ia menangis di depan makam sang putri yang telah mendahului mereka. Mengusap air mata yang keluar dari sudut matanya, Elgan kembali memenangkan Cia."El, aku belum pernah melihatnya, kenapa putriku tega meninggalkan aku?" gumam Cia di sela-sela tangisannya."Apa dia membenciku, El? Apa dia merasa aku bukan Ibu yang baik makanya dia pergi? El, aku ingin ikut dengannya. Aku mau menjemputnya...," ratap Cia, histeris.Elgan yang mendengar hal itu langsung menarik Cia ke dalam pelukannya, menjadikan dadanya sebagai tempat pelam
Hari ini jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Semua hal berat yang dilalui kian menguap dan menghilang saat sang pujaan hati kembali ke pelukan. Mimpi buruk itu telah berlalu. Siapapun tidak ingin kembali masuk dan melihat mimpi yang mengerikan itu. Jika boleh, sang raja hanya ingin hidup seperti ini, bersama ratu menghabiskan sisa-sisa hidupnya.Berlebihan bukan? Namun, begitulah yang Elgan inginkan. Ia tidak butuh apapun selain Cia. Ia tidak butuh orang lain selain istrinya. Sudah lebih dari lima belas menit lamanya Elgan memeluk pinggang istrinya itu, membuat sang empu geleng-geleng melihat mode posesif suaminya yang aktif."El, kamu gak capek meluk aku terus?" Di atas ranjang yang hanya muat untuk satu orang, Elgan duduk bergabung bersama Cia di tempat itu.Elgan menggeleng pelan di dalam ceruk leher istrinya. Posisi ini masih terasa nyaman dan ia belum ingin melepaskan pelukannya dari tubuh Cia. Berminggu-minggu berjauhan dan t
Cia berdiri seorang diri di tengah-tengah padang rumput yang hijau. Ia menatap sekelilingnya dengan penuh tanda tanya. Tempat itu terasa asing baginya. Cia kembali melangkah, mencari tempat beristirahat dan juga pertolongan. Rasanya sudah cukup lama ia berjalan, namun hingga saat ini ia tidak melihat satu orangpun di tempat itu.Di depan sana, Cia melihat pohon rimbun yang mungkin akan bisa menjadi tempatnya beristirahat. Ia lantas mendekati pohon itu dan duduk di bawahnya. Cia masih tidak mengerti tempat apa yang kini ia masuki. Rasanya begitu asing dan aneh. Hanya ada dirinya di tempat yang luas itu, sehingga ia tidak bisa bertanya kepada siapapun jalan menuju pulang.Cia bersandar di batang pohon dan mulai memejamkan matanya yang terasa berat. Belum lagi angin sepoi-sepoi yang berhembus menerpa kulitnya, memberinya kenyamanan dan ketenangan."Mama, Mama.""Mama.""Mama."Cia terkejut dan langsung membuka ma
Menunggu bukan hal mudah untuk dilakukan. Menanti kabar keselamatan orang yang begitu berarti akan membuat siapa saja merasa was-was dan dilema. Beribu doa akan dipanjatkan dengan khusyuk demi sebuah kabar gembira yang akan melegakan hati. Seorang pendosa sekalipun akan langsung bersujud di kepada Tuhan demi keselamatan orang yang ia cintai.Persis di depan ruangan operasi yang lampunya masih menyala, Elgan ditemani oleh Nadin dan Niko menunggu operasi yang sudah lebih dari dua jam berjalan.Elgan menunduk dalam sembari meremas tangannya. Ketakutan yang begitu besar menyerang dirinya di setiap detik ia menunggu pintu di depannya terbuka. Dengan mata yang memerah Elgan menatap ujung sepatunya. Pikirannya berkelana jauh memikirkan keselamatan istri dan anaknya. Membayangkan bagaimana sakit yang kini dirasakan oleh Cia saja Elgan tidak sanggup. Jika boleh meminta, Elgan ingin dirinya saja yang berada di posisi itu, jangan istrinya. Ia tidak tega melihat Cia ke
Melody yang melihat hal itu terbelalak."Darah," gumamnya terkejut. Sedetik kemudian senyum tipis terukir di bibirnya yang merah karena lipstick."Bayiku hiks....""Melody!" Itu suara Louis. Ia datang dengan tergesa-gesa sambil membawa sebuah cambuk di tangannya.Menghampiri Cia dan Melody, Louis menatap tajam wanita hamil tersebut."Santi sudah ketahuan oleh Elgan," gumamnya, tanpa melepaskan pandangan dari Cia.Melody terbelalak, namun tidak mengatakan apapun kepada Louis. Ia yakin, pria kejam ini pasti tau apa yang harus mereka lakukan selanjutnya."Borgol wanita ini di tiang itu. Aku akan mencambuknya seperti Elgan menyuruh bodyguardnya mencambuk Santi." Kilatan amarah tampak begitu jelas di mata Louis.Kedua bodyguard yang sedari tadi hanya diam memperhatikan, langsung menarik Cia dengan paksa dari kursi itu setelah melepaskan ikatan tali terlebih dulu."Le-lepaskan aku." Cia melawan, namun t
Melody semakin geram melihat Cia yang malah meneteskan air mata. Ia tidak mengharapkan air mata tersebut. Air mata wanita itu tidak akan membuat pria yang ia cintai kembali hadir ke dunia ini."Jangan sakiti anak gue. Dia gak tau apa-apa dan lo gak berhak balas dendam sama gue," Cia berusaha tegar. Menarik napas dalam seraya membalas tatapan tajam Melody.Melody berang. Berani sekali wanita ini melawannya?."Siapa bilang gue gak berhak balas dendam sama lo. Lo itu udah merebut kebahagiaan gue, jadi wajar kalo gue balas dendam dan buat lo lebih menderita. Gara-gara lo, Alden kecelakaan dan akhirnya meninggal. Dan kali ini, gue akan pastikan kalo anak yang ada di perut lo ini akan mati di tangan gue." Terlihat jelas kalau Melody tidak dapat menahan kesabarannya lagi. Ia bahkan sedikit menekan perut Cia saat mengatakan akan membunuh bayi wanita itu.Cia menggeleng. Siapapun tidak boleh menyentuh perut dan menyakiti bayinya. Namun, dengan kondisi tubuh yang d