Mobil-mobil keluaran terbaru yang tadi parkir di pelataran rumah pasutri itu kini sudah menghilang. Menyisakan empat mobil yang merupakan milik keluarga itu. Para tamu dan kerabat telah pulang saat acara selesai. Yah, walaupun acara syukuran tersebut mengalami banyak drama karena si tokoh utama lebih memilih tidur di kamarnya. Acara tersebut sempat tertunda dan diselingi dengan beberapa hiburan sembari menunggu Cia bangun. Mereka juga tidak berani membantah karena itu juga kemauan Elgan. Pria itu tidak ingin istrinya kelelahan dan harus menahan kantuk hanya karena acara itu. Elgan tidak ingin memaksakan istrinya. Menemani Cia tidur di kamar mereka memang menjadi pilihan yang tepat bagi Elgan. Tentu saja ia tidak membiarkan istrinya itu tidur sendirian. Memeluk dan memanjakan Cia sudah menjadi hobby barunya. Cia yang saat itu sudah sangat mengantuk hanya bisa pasrah saat Elgan menggendongnya ala bridal style menuju kamar mereka yang berada di lantai atas. Ia pun tidak berkata-kata saat Elgan menciumi wajahnya saat pria itu telah membaringkannya di atas ranjang. Ck! Belum lagi pelukan Elgan di pinggangnya yang membuatnya semakin nyaman dan terbuai untuk segera pergi menuju alam mimpi. Syukurnya. Acara tersebut tetap berlangsung dengan lancar saat ia bangun beberapa menit setelahnya.
Ketika para sahabat dan kerabat mereka sudah pulang. Elgan, Cia dan orangtua mereka berkumpul di ruang keluarga yang merupakan bagian favorit dari semua sudut rumah itu. Hiasan dinding juga beberapa guci keramik berukuran besar dengan harga jual selangit mengihiasi ruangan itu sehingga tampak lebih megah. Tidak lupa juga, sofa besar yang ada di tengah-tengah ruangan sebagai penarik utama ruangan itu.
"Sayang kamu tinggal di rumah mama, yuk? Kamu pasti bosen disini sendirian kalo Elgan pergi kerja," ajak Lira yang duduk di samping Bima. Senyum di bibirnya tidak lepas saat menatap menantu kesayangannya.
"Gak. Cia gak boleh kemana-mana."
Sanggah Elgan dengan suara datarnya. Enak saja mamanya itu ingin mengajak Cia pergi. Kalau Cia tinggal di rumah mamanya, jadi ia harus tidur sendirian begitu? Hah! Enak saja! Tidak! Elgan tidak akan mau. Yang ada ia bukan tidur nantinya, namun gelisah karena tidak ada sosok yang bisa ia peluk.
Lira merengut.
"Mama bicara sama Cia bukan kamu." Sentaknya, membuat Elgan tidak bida berkata-kata untuk beberapa saat.
Elgan tidak salah dengarkan? Lira memang mengutarakan keinginannya dengan Cia, istrinya. Tapi, di sini ia merupakan suami Cia. Elgan pantas memutuskan apapun mengenai istrinya.
"Elgan gak perduli. Cia gak akan kemana-mana."
Xavier, Bima dan dan Elena mengulum senyum melihat perseteruan Ibu dan anak itu. Mereka tau maksud baik Lira. Wanita itu tidak ingin menantunya kesepian dan bosan di rumah sendirian. Selain itu, ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi kepada menantunya. Tapi Elgan tidak mengerti hal itu, ia tidak akan mengizinkan Cia pergi menginap di rumah siapapun.
"Mama cuma khawatir sama Cia, El. Kamu ngertiin mama dikit dong. Kamu gak takut istrimu kenapa-kenapa sewaktu kamu kamu kerja? Bukannya mama menginginkan sesuatu yang buruk terjadi. Tapi, kita lebih baik mencegah sebelum semuanya terjadi."
Khawatir katanya? Ayo lah... Elgan lebih tau mau yang baik untuk istrinya. Lagipula, apa yang ada di pikiran Lira sudah lebih dulu ia pikirkan. Elgan tidak mungkin meninggalkan istrinya tanpa pengamanan yang ketat. Dari jauh-jauh hari Elgan bahkan sudah mempersiapkan semuanya. Jangan tanya lagi soal itu! Karena rumah mereka sudah jauh lebih aman dari tempat manapun. Elgan sudah menurunkan para anak buahnya untuk menjaga setiap sudut rumah. Well, acara tadi juga begitu. Mungkin, tanpa keamanan ketat yang telah ia perintahkan kepada anak-anak buahnya, acara mereka tadi sudah diganggu oleh tikus-tikus yang tidak bertanggungjawab.
"Cia lebih aman di sini, Ma. Elgan gak terima bantahan lagi," ujar Elgan datar. Mata tajamnya melihat Lira yang memutar bola matanya malas. Mamanya itu masih saja menentangnya. Tidak bisakah hanya berkata iya agar perdebatan mereka selesai. Elgan sudah malas dalam situasi ini. Ia ingin cepat-cepat berduan dengan Cia. Ck!
"Cia, kamu mau kan tinggal di rumah mama sampai melahirkan nanti?" Jika meladeni Elgan tidak ada habisnya, maka Lira lebih baik cari jalan lain agar ia bisa membawa menantunya.
Cia tersenyum menatap mama mertuanya.
"Cia ngikut kata Elgan aja, Ma."
Elgan tersenyum tipis mendengar jawaban istrinya. Cia sungguh mengerti dirinya dan ia suka itu. Sedangkan Lira. Ia langsung memasang raut sedih menatap Cia yang menjadi merasa bersalah.
"Lira, sepertinya untuk saat ini Cia tidak perlu tinggal bersamamu ataupun aku. Elgan pasti bisa menjaga dan melindunginya." Elena menanggapi. Setelah dipikir-pikir. Apa yang dikatakan Elgan ada benarnya juga. Rumah merupakan tempat terbaik untuk setiap orang. Dan soal keamanan. Mereka tidak perlu meragukan hal itu lagi. Elgan pasti melindungi istrinya bagaimanapun caranya.
Lira cemberut. Tidak ada satupun yang mendukungnya. Huh! Saat melihat Bima yang diam saja tanpa mengeluarkan argumen semakin membuatnya kesal. Tidak bisakah suaminya itu juga ikut nimbrung agar Elgan luluh dan mengizinkan Cia tinggal bersama mereka? Kalau sudah begini apa lagi yang bisa ia lakukan. Keputusan Elgan sudah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat. Dasar anak durhaka!
"Ya sudah," sahut Lira pelan. Well, ia akan mengalah dengan putranya itu. Lihat saja! Setelah Cia melahirkan. Ia tidak akan lagi mengalah. Lira akan membawa menantu dan cucunya menginap di rumahnya. Kalau bisa sampai berminggu-minggu. Ah, tidak! Itu terlalu singkat. Berbulan-bulan merupakan pilihan yang paling tepat.
_________
21:10 WB
Elgan dan Cia mengantarkan mama dan mertua mereka pulang hingga depan pintu utama. Cia melambaikan tangannya melihat mobil yang dikendarai keluarganya pergi meninggalkan pekarangan rumah. Di sampingnya, Elgan berdiri sambil merengkuh pinggangnya posesif.
Elgan sangat berhati-hati dalam menjaga Cia. Ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi kepada istri dan anaknya. Mau dalam kondisi berdiri dan duduk sekalipun, Elgan akan tetap menempelkan tangannya di pinggang Cia. Suami idaman!
"Ayo, masuk." Elgan menuntut Cia dengan pelan dan hati-hati. Setiap langkah yang di lalui istrinya tidak boleh lepas dari pandangannya. Saat mereka melewati undakan, Elgan menambah pengamanannya dengan menegang erat lengan Cia. Ayo lah, itu hanya undakan. Bukan perosotan!
"Besok kita tidur di bawah aja, aku gak mau kamu capek bolak-balik naik turun tangga," ujar Elgan setelah mendudukkan Cia di ranjang mereka. Ia kemudian mengangkat kedua kaki Cia dan meletakkan di posisi yang nyaman untuk istrinya itu dan menuntut Cia untuk berbarinCi
Cia mengangguk. Tidak ketinggalan dengan senyum manisnya.
"Sekarang kamu tidur." Elgan masih pada kegiatannya, memperbaiki letak bantal dan memposisikan tubuh istrinya agar tidur dengan nyaman.
Cia tidak melepaskan pandangannya dari Elgan yang kini sangat perhatian kepadanya. Ia bertanya-tanya kemana perginyanya sikap acuh tak acuh pria itu. Tapi ia sangat suka dengan Elgan yang sekarang. Perhatikan dan penuh kasih sayang.
Elgan menyelimuti tubuhnya dan Cia. Ia memiringkan tubuhnya agar bisa memeluk dan melihat wajah wanitanya. Tangannya terulur mengusap rambut Cia yang lembut. Ia akan mengantarkan istrinya ke alam mimpi dengan penuh cinta.
Elgan menatap wajah Cia yang tampak tenang, istrinya itu baru saja tidur beberapa menit yang lalu. Melihat hal itu, Elgan kembali teringat dengan kejadian beberapa bulan yang lalu ketika ia menyaksikan Cia yang tidak sadar diri di kamar mandi.
Saat itu, Elgan sangat mengutuk dirinya yang tidak bisa menjaga Cia. Ia menyalahkan dirinya atas kejadian itu. Kepalanya masih mengingat dengan jelas bagaimana mengerikannya kondisi Cia waktu itu. Huh! Membayangkannya lagi hanya membuat Elgan merasa sakit dan semakin menyalahkan dirinya.
Elgan sangat bersyukur karena Tuhan masih memberinya kesempatan untuk menjadi seorang ayah. Tentu saja perkataan dokter waktu itu, yang mengatakan Cia sedang hamil membuatnya syok sekaligus senang.
Awalnya, ia bahkan tidak pernah berpikir Tuhan akan secepat ini memberinya kepercayaan. Ia tidak begitu yakin dan menyangka Tuhan mempercayai dengan begitu cepat. Elgan berjanji pada dirinya, ia akan selalu ada untuk Cia sampai kapanpun, ia akan menemani istrinya dalam kondisi apapun.
Elgan mengalihkan pandangannya dari wajah damai Cia. Ia kemudian mengangkat baju Cia yang menutupi perut wanita itu. Elgan mengusap perut istrinya yang mulai membuncit. Rasanya sungguh luar biasa ketika ia menyentuh kulit itu. Ada gejolak aneh di dalam dirinya.
"Papa sudah tidak sabar menunggu kehadiran mu, Nak." bisik Elgan pelan dan lembut. Takut membuat Cia terbangun karena suaranya.
Setelah puas mengajak buah hatinya berbicara, Elgan kembali memperbaiki baju Cia, menutup perut istrinya, lalu mengusap lembut pipi wanita itu. Satu kecupan hangat ia tinggalkan di bibir ranum Cia.
"Terimakasih sudah bertahan sejauh ini. Aku mencintaimu istriku," Kemudian Elgan merengkuh tubuh Cia, membawa istrinya ke dalam pelukan hangatnya.
______
Rumah besar yang tampak begitu megah terasa begitu senyap. Sama seperti biasanya. Lampu-lampu ruangan masih menyala padahal matahari sudah mulai menampakkan dirinya. Cia bangun lebih cepat pagi ini di bandingkan Elgan, mungkin karena semalam ia tidur terlalu cepat hingga Elgan kembali dari kantor pun ia tidak sadar.
Pagi ini, ia sangat ingin membuatkan sarapan untuk suaminya. Ia sudah siap dengan celemek yang melekat di tubuhnya. Perutnya yang buncit tampak jelas di balik kain itu. Dengan rambut yang diikat asal, Cia tidak sabar bermain dengan alat-alat dapur untuk sudah jarang ia pegang. Hah! Semua itu tentu karena Elgan. Pria itu membatasi aktivitasnya di rumah ini.
"Nyonya, biar kami saja yang mengerjakannya. Tuan bisa marah kalau melihat nyonya mengerjakan pekerjaan kami,"
Dua orang pelayan yang ditugaskan oleh Elgan untuk mengurus bagian dapur menatap Cia dengan takut dan khawatir. Salah satu dari mereka menegur Cia untuk tidak melanjutkan pekerjaannya. Mereka melakukan itu juga untuk kebaikan bersama. Mereka tidak ingin dimarahi oleh Elgan jika pria itu mendapati Cia sedang memasak. Begitu pula dengan Cia, mereka tidak ingin majikan mereka itu dimarahi oleh suaminya.
"Santi, Ratih, kalian tenang saja, Elgan masih tidur. Aku akan selesai sebelum Elgan bangun, jadi dia mungkin tidak akan melihat ku." Cia menatap kedua pelayan di rumahnya sambil tersenyum lembut untuk menghilangkan kekhawatiran mereka. Namun, bukannya berhasil, Cia malah membuat mereka menjadi lebih takut. Ayo lah, Santi dan Ratih hanya ingin posisi mereka tetap aman. Melihat Cia yang bekerja di dapur juga membuat mereka tidak tega.
"Tapi nyonya, kami khawatir dengan kesehatan Anda," Santi menyahut.
"Terimakasih telah menghawatirkan ku. Tapi ini pekerjaan ringan, aku akan baik-baik saja. Lagipula, pagi ini rasanya aku sangat ingin membuat sarapan untuk Elgan. Apa ini yang namanya mengidam?" Lagi-lagi Cia meyakinkan kedua orang itu.
"Sudah-sudah, kalian kerjakan saja apa yang ingin kalian lakukan. Aku akan mulia membuat sarapan sekarang." Tanpa menunggu jawaban dari pelayan, Cia mulia mengeluarkan bahan-bahan yang akan ia gunakan untuk membuat sayur bening bayam.
Setelah mengeluarkan semua bahan dari kulkas, Cia kemudian memotong bayam, cabai, bawang dan bahan-bahan lainnya. Cia menghidupkan kompor gas tanam dan meletakkan wajan di atasnya. Senandung kecil terdengar pelan dari bibirnya yang ranum. Akhirnya, setelah sekian lama ia bisa kembali bernostalgia dengan dapur kesayangannya itu. Mood Cia sangat naik hari ini. Ia akan membuatkan masakan yang enak untuk suaminya tercinta. Lihat saja nanti, Elgan pasti akan memuji masakannya. Memikirkan hal itu membuat wajah Cia memanas.
"Sudah-sudah. Nanti saja memikirkan Elgan," seloroh Cia pada dirinya.
Ia sudah selesai memotong bahan-bahan yang diperlukan. Sekarang masuk ke tahap selanjutnya. Cia baru saja memasukkan air ke dalam wajan, tiba-tiba seseorang mematikan kompor dengan cepat, membuatnya terkejut setengah mati.
"Siapa yang mengizinkanmu memasak?" suara rendah yang terdengar tajam itu terasa dekat di telinga Cia. Ia sampai bergedik karenanya.
Cia merengut. Bukan karena melihat wajah datar Elgan, tapi karena kehadiran pria itu yang tiba-tiba membuatnya terkejut. Untung saja ia tidak punya riwayat penyakit jantung. Kalau tidak, Elgan mungkin akan menduda saat ini juga. Ck! Oh, tidak! Cia tidak akan rela. Ia tidak mau mati muda dan membiarkan Elgan mencari penggantinya. Demi Tuhan! Ia tidak ingin hal itu terjadi."Kenapa kalian membiarkan istriku memasak?! Aku kan sudah meminta kalian untuk mengawasinya dan tidak mendekati dapur!" Elgan mengintimidasi Santi dan Ratih yang berdiri kaku di tempat mereka. Kedua wanita itu menunduk takut menatap ujung kaki mereka yang mungkin lebih menarik dibandingkan melihat wajah menyeramkan Elgan."Maaf, Tuan," ujar Ratih pelan. Suaranya hampir tidak terdengar."Elgan, kamu jangan salahkan mereka. Tadi, mereka juga udah ngelarang aku biar gak masuk dapur. Cuma aku nya aja yang ngelawan. Aku bener-bener lagi pengen masakin sarapan buat kamu. Kamu jangan
Mobil sport keluaran terbaru berwarna hitam tampak melaju dengan cepat menerobos mobil-mobil yang ada di depannya. Tidak peduli seberapa kencang mobil itu melaju dan seberapa besar bahaya yang akan disebabkan, Elgan tetap harus menekan gas di kakinya agar cepat sampai di rumah. Memang benar di jam-jam segini jalanan kembali padat dipenuhi oleh para pekerja atau apapun itu . Yang pasti, setiap harinya jalanan selalu saja padat dan bising.Kekhawatiran tengah melanda Elgan yang saat ini sedang menyetir dengan konsentrasi yang pecah. Mata elangnya menatap jalanan di depannya dengan serius. Tidak boleh ada kesalahan. Ia tetap harus bisa untuk tetap fokus agar tidak melakukan kesalahan sedikitpun. Sebuah surat tanpa pengirim itu sukses membuatnya takut dan khawatir dengan keadaan istri dan calon bayinya. Jika saja Elgan tau siapa pengirim surat itu, ia pasti akan langsung menghabisi orang itu tanpa ampun karena telah berani mengancam dan mengusik ketenangan rumah
Kamar bernuansa putih itu masih tampak remang-remang dan hanya diterangi oleh lampu tidur yang ada di atas nakas. Kedua insan yang tidur saling berpelukan itu tampak begitu nyenyak. Maybe, mimpi indah sedang menghampiri mereka. Untuk beberapa bulan belakangan ini, melihat kedua orang itu tidur sambil berpelukan buka lah lagi hal yang aneh. Tentu saja karena mereka telah mengetahui perasaan masing-masing dan telah menemukan orang yang tepat. Pasti akan ada yang kurang kalau mereka tidak seperti itu. Yups... Elgan dan Cia masih seperti pengantin baru. Pengantin baru yang terlambat. Oh my God!Di dalam pelukan Elgan yang sangat nyaman, Cia mulai gelisah saat merasa sesuatu yang aneh sedang terjadi dengan perutnya. Belum lagi mual yang ia rasakan saat ini semakin membuat Cia tidak nyaman untuk melanjutkan tidurnya. Mengalami hal seperti itu bukan lah yang pertama kalinya untuk Cia, sehingga ia konek dengan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Cia menjauhkan tangan
"Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Keadaan janinnya baik-baik saja. Dan soal mengapa Ibu masih mengalami morning sick? Beberapa wanita hamil memang mengalami morning sick sampai 20 minggu. Dan yang terjadi dengan Ibu saat ini merupakan hal yang wajar." Obstetrician atau yang biasanya dikenal dengan dokter kandungan, baru saja mencek kandungan Cia dan menjelaskan hal-hal yang menjadi sumber kekhawatiran sepasang suami istri itu. Wajah ramahnya yang masih terlihat sangat muda dan cantik menatap Cia dengan senyuman manis. Ia dapat memahami kekhawatiran yang tengah dirasakan oleh pasang tersebut. Dan hal itu sangat wajar. Semua ibu hamil pasti mengalami hal semacam itu.Cia melirik nama wanita itu di nametag yang ada di depan dada dokter tersebut. Jas putih yang membalut tubuh dokter bernama Kirana itu membuat Cia kagum. Wanita itu sangat cantik dan pintar, pastinya. Cia sangat yakin, kedua orangtua dokter itu pasti bangga memiliki anak yang merupakan seora
Elgan dan Cia keluar dari toko tersebut setelah membayar belanjaan mereka. Sama seperti sebelum-sebelumnya ketika Cia meminta pendapat Elgan, suaminya itu tetap mengatakan apa yang ditunjukkan istrinya bagus dan lagi-lagi Elgan menyarankan untuk membeli semuanya. Cia yang sudah terbiasa hemat akhirnya mengikuti saran Elgan. Toh, semua itu juga untuk anak mereka. Tidak yang salah dengan hal itu.Elgan sendiri dibuat keheranan saat Cia mengatakan kalau apa yang ia cari sudah dapat sepenuhnya. Elgan pikir, Cia akan membeli beberapa baju untuknya, tapi ternyata tidak. Istrinya itu hanya membeli perlengkapan calon anak mereka.dan tidak membeli satu dress atau apapun itu. Lagi-lagi Elgan salah mengira mengenai Cia. Ayolah...mengapa ia selalu salah memprediksi istrinya sendiri? He is not a good husband!Sekitar 1 jam lebih mengelilingi mall dan memilih pernak-pernik perlengkapan bayi mereka, Elgan membawa Cia menuju restoran yang ada di mall itu. Sel
Mobil yang di kemudi oleh Syam tampak melambat sebelum akhirnya berbelok dan berhenti di depan rumah megah. Sesaat kemudian, mobil yang dinaiki para bodyguard juga tampak memasuki pekarangan rumah tersebut. Setelah memutari mobil dan membukakan pintu untuk istrinya, Elgan meraih tubuh Cia ke dalam gendongannya. Dengan sekali hentakan, ia sudah berhasil mendekap tubuh Cia dan membawanya ke ruang TV sesuai dengan permintaan wanita itu.Cia yang berada di gendongan Elgan melepaskan tautan tangannya dari leher Elgan ketika pria itu mendudukkannya di atas sofa. Tidak lupa, ia juga mengucapkan terimakasih kepada suami tercintanya itu."Kamu di sini sebentar dulu ya? Aku keluar dulu," ujar Elgan yang kini berjongkok di depan Cia dengan tumpuan lututnya. Elgan harus menemui orang-orangnya untuk memberi mereka tugas selanjutnya.Cia mengangguk sambil mengusap perut besarnya lembut."Tapi jangan lama-lama ya," jawabnya seraya menatap wajah Elgan
Setelah pesanan yang ditunggu-tunggu selesai dan telah berada di genggamnya, Cia mengulum senyum kepada seorang wanita counter, lalu berbalik dan melangkah menuju mobilnya. Melody yang tadi bercengkrama dengan Cia sudah tidak lagi terlihat lagi. Entah kemana perginya wanita itu. Cia tidak lagi melihatnya saat melintasi tempat yang ia duduki bersama Melody tadi. Cia bergedik acuh, tidak ingin ambil pusing kemana perginya wanita itu. Yang ia inginkan saat ini hanya cepat-cepat pulang dan segera menikmati makanannya. Cia memperbaiki slingbagnya setelah melewati pintu kaca yang tampak kokoh sebagai pembatas ruangan tersebut. Tiba-tiba saja suara Melody kembali menyapa dan menghentikan langkahnya."Flo, lo udah selesai?"Cia memperhatikan Melody dari atas sampai bawah, wanita itu sangat cantik dan anggun di matanya, membuat ia pangling dan merasa kalah jauh dari wanita itu. Apalagi kini berat badannya sudah naik dan perutnya membesar. Cia mencoba menying
Bukan hal yang menyenangkan bagi Elgan jika seseorang mengusik ketenangannya. Mencampuri urusan Elgan dan ingin menyakiti orang-orang yang ia sayangi bukan lah hal yang patut dilakukan. Hal itu sama saja dengan memancing kemarahan sisi iblis pria itu.Pengusik!Elgan sangat benci dengan orang-orang yang seperti itu. Emosinya sangat cepat tersulut ketika ketenangan yang ia miliki ataupun orang-orang yang ia cintai di usik oleh orang-orang yang tidak senang dengan kebahagiaannya. Kemarahan tampak jelas di mata Elgan saat melihat mobil istrinya yang melaju kencang di depan sana. Entah Cia atau siapa yang mengendalikan mobil itu, yang pasti Elgan sangat geram melihatnya. Mobil yang melaju cepat itu membuat jantung Elgan berdetak tidak karuan. Perasaannya tentu khawatir melihat hal itu. Elgan sudah tidak sabar. Ia ingin melihat siapa pelaku yang mengemudi mobil itu. Jika itu Cia, maka Elgan tidak akan segan-segan menghukum istrinya yang kelewat bandel itu. Cia y
Lima tahun kemudianMasih sama seperti beberapa tahun sebelumnya, rumah mewah yang dihuni oleh Elgan bersama istri dan anaknya tetap dijaga ketat oleh beberapa bodyguard di beberapa bagian. Semua hal itu dilakukan Elgan demi keselamatan dan keamanan keluarga kecilnya. Sejauh ini memang tidak pernah lagi terjadi hal-hal mengerikan yang dulu pernah menimpa mereka, namun bukan berarti Elgan akan mencabut semua keamanan itu. Tidak! Ia tetap tidak ingin mengambil resiko yang berbahaya hanya karena situasi saat ini terlihat aman. Elgan tidak bisa menjamin kalau orang-orang di luar sana tidak ada yang membencinya. Elgan masih takut dan trauma untuk mempercayai orang lain dengan mudah. Setelah Mr. Bill mengkhianatinya, tidak ada satupun orang lain yang menjadi teman dekatnya. Tentu saja Niko dan Nadi berbeda. Elgan bisa menjamin kesetiaan sepasang suami istri itu kepada keluarganya.Siang ini, Elgan sedang tidak berada di rumah. Ia masih memiliki beberapa t
Setiap wanita pasti menginginkan pernikahan yang sangat berkesan di hidupnya karena hanya dilakukan sekali seumur hidup. Menikah dengan orang yang dicintai merupakan suatu anugerah dari Tuhan karena telah mengizinkan kita menikah dengan orang tersebut. Sebagian orang mungkin menghadapi pilihan yang pahit saat pihak keluarga lebih memilih menikahkan putra atau putri mereka dengan gadis dan lelaki pilihan mereka sendiri. Untungnya, keluarga Nadin dan Niko bukan orang-orang yang seperti itu. Mereka diizinkan untuk memilih pendamping hidup masing-masing dan tidak memaksakan kehendak.Mungkin hal itu jugalah yang menjadi perbedaan antara keluarga besar Elgan dan Niko. Namun, bukan itu yang terpenting karena masing-masing dari mereka akhirnya telah menemukan kebahagiaan. Dan semua itu tidak didapat dengan begitu mudah. Pengorbanan yang tidak sedikit telah mereka lakukan demi sampai pada titik yang bernama bahagia.Acara pernikahan tidak berlangsung di Jakarta pus
Dua tahun kemudianDi kamar tidur seorang anak kecil yang kemarin baru saja merayakan ulangtahunnya yang ke dua tahun, King berupaya untuk turun dari tempat tidur setelah menyalakan lampu nakas.Rambutnya yang kusut serta mata sayu yang masih setengah terbuka itu membuat King tampak begitu menggemaskan.Berhasil. King berhasil mendarat dengan sempurna di atas lantai. Senyum tipis terukir di bibirnya yang berwarna pink alami. Berjalan pelan menuju pintu, King berjinjit agar tangannya bisa mencapai gagang pintu dan membukanya. Lagi-lagi ia menarik kedua sudut bibirnya saat berhasil melakukan hal tersebut.King berlari kecil menuju kamar yang ada di sebelah kamarnya. Sesampainya di depan pintu itu, ia kembali berjinjit dan membuka pintu selebar-lebarnya. Di sana, ia langsung mendapati kedua orang tuanya yang masih bergelut di balik selimut tebal yang sangat cocok untuk menghangatkan tubuh di kala musim dingin seperti ini.Setelah menutup p
Kehilangan. Tidak seorangpun menginginkan perpisahan. Kehilangan seseorang meninggal luka mendalam di hati orang-orang yang ditinggalkan.Di depan makan sang putri, Cia terisak pelan seraya mengusap gundukan tanah yang masih basah. Bahunya bergetar hebat, menyeimbangi isak tangisnya yang tak kunjung berhenti.Elgan yang berjongkok di samping sang istri tidak berhenti mengusap pundak Cia. Untuk yang kedua kalinya ia menangis di depan makam sang putri yang telah mendahului mereka. Mengusap air mata yang keluar dari sudut matanya, Elgan kembali memenangkan Cia."El, aku belum pernah melihatnya, kenapa putriku tega meninggalkan aku?" gumam Cia di sela-sela tangisannya."Apa dia membenciku, El? Apa dia merasa aku bukan Ibu yang baik makanya dia pergi? El, aku ingin ikut dengannya. Aku mau menjemputnya...," ratap Cia, histeris.Elgan yang mendengar hal itu langsung menarik Cia ke dalam pelukannya, menjadikan dadanya sebagai tempat pelam
Hari ini jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Semua hal berat yang dilalui kian menguap dan menghilang saat sang pujaan hati kembali ke pelukan. Mimpi buruk itu telah berlalu. Siapapun tidak ingin kembali masuk dan melihat mimpi yang mengerikan itu. Jika boleh, sang raja hanya ingin hidup seperti ini, bersama ratu menghabiskan sisa-sisa hidupnya.Berlebihan bukan? Namun, begitulah yang Elgan inginkan. Ia tidak butuh apapun selain Cia. Ia tidak butuh orang lain selain istrinya. Sudah lebih dari lima belas menit lamanya Elgan memeluk pinggang istrinya itu, membuat sang empu geleng-geleng melihat mode posesif suaminya yang aktif."El, kamu gak capek meluk aku terus?" Di atas ranjang yang hanya muat untuk satu orang, Elgan duduk bergabung bersama Cia di tempat itu.Elgan menggeleng pelan di dalam ceruk leher istrinya. Posisi ini masih terasa nyaman dan ia belum ingin melepaskan pelukannya dari tubuh Cia. Berminggu-minggu berjauhan dan t
Cia berdiri seorang diri di tengah-tengah padang rumput yang hijau. Ia menatap sekelilingnya dengan penuh tanda tanya. Tempat itu terasa asing baginya. Cia kembali melangkah, mencari tempat beristirahat dan juga pertolongan. Rasanya sudah cukup lama ia berjalan, namun hingga saat ini ia tidak melihat satu orangpun di tempat itu.Di depan sana, Cia melihat pohon rimbun yang mungkin akan bisa menjadi tempatnya beristirahat. Ia lantas mendekati pohon itu dan duduk di bawahnya. Cia masih tidak mengerti tempat apa yang kini ia masuki. Rasanya begitu asing dan aneh. Hanya ada dirinya di tempat yang luas itu, sehingga ia tidak bisa bertanya kepada siapapun jalan menuju pulang.Cia bersandar di batang pohon dan mulai memejamkan matanya yang terasa berat. Belum lagi angin sepoi-sepoi yang berhembus menerpa kulitnya, memberinya kenyamanan dan ketenangan."Mama, Mama.""Mama.""Mama."Cia terkejut dan langsung membuka ma
Menunggu bukan hal mudah untuk dilakukan. Menanti kabar keselamatan orang yang begitu berarti akan membuat siapa saja merasa was-was dan dilema. Beribu doa akan dipanjatkan dengan khusyuk demi sebuah kabar gembira yang akan melegakan hati. Seorang pendosa sekalipun akan langsung bersujud di kepada Tuhan demi keselamatan orang yang ia cintai.Persis di depan ruangan operasi yang lampunya masih menyala, Elgan ditemani oleh Nadin dan Niko menunggu operasi yang sudah lebih dari dua jam berjalan.Elgan menunduk dalam sembari meremas tangannya. Ketakutan yang begitu besar menyerang dirinya di setiap detik ia menunggu pintu di depannya terbuka. Dengan mata yang memerah Elgan menatap ujung sepatunya. Pikirannya berkelana jauh memikirkan keselamatan istri dan anaknya. Membayangkan bagaimana sakit yang kini dirasakan oleh Cia saja Elgan tidak sanggup. Jika boleh meminta, Elgan ingin dirinya saja yang berada di posisi itu, jangan istrinya. Ia tidak tega melihat Cia ke
Melody yang melihat hal itu terbelalak."Darah," gumamnya terkejut. Sedetik kemudian senyum tipis terukir di bibirnya yang merah karena lipstick."Bayiku hiks....""Melody!" Itu suara Louis. Ia datang dengan tergesa-gesa sambil membawa sebuah cambuk di tangannya.Menghampiri Cia dan Melody, Louis menatap tajam wanita hamil tersebut."Santi sudah ketahuan oleh Elgan," gumamnya, tanpa melepaskan pandangan dari Cia.Melody terbelalak, namun tidak mengatakan apapun kepada Louis. Ia yakin, pria kejam ini pasti tau apa yang harus mereka lakukan selanjutnya."Borgol wanita ini di tiang itu. Aku akan mencambuknya seperti Elgan menyuruh bodyguardnya mencambuk Santi." Kilatan amarah tampak begitu jelas di mata Louis.Kedua bodyguard yang sedari tadi hanya diam memperhatikan, langsung menarik Cia dengan paksa dari kursi itu setelah melepaskan ikatan tali terlebih dulu."Le-lepaskan aku." Cia melawan, namun t
Melody semakin geram melihat Cia yang malah meneteskan air mata. Ia tidak mengharapkan air mata tersebut. Air mata wanita itu tidak akan membuat pria yang ia cintai kembali hadir ke dunia ini."Jangan sakiti anak gue. Dia gak tau apa-apa dan lo gak berhak balas dendam sama gue," Cia berusaha tegar. Menarik napas dalam seraya membalas tatapan tajam Melody.Melody berang. Berani sekali wanita ini melawannya?."Siapa bilang gue gak berhak balas dendam sama lo. Lo itu udah merebut kebahagiaan gue, jadi wajar kalo gue balas dendam dan buat lo lebih menderita. Gara-gara lo, Alden kecelakaan dan akhirnya meninggal. Dan kali ini, gue akan pastikan kalo anak yang ada di perut lo ini akan mati di tangan gue." Terlihat jelas kalau Melody tidak dapat menahan kesabarannya lagi. Ia bahkan sedikit menekan perut Cia saat mengatakan akan membunuh bayi wanita itu.Cia menggeleng. Siapapun tidak boleh menyentuh perut dan menyakiti bayinya. Namun, dengan kondisi tubuh yang d